EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 7 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 7 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh AYU TAMYAH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model Problem Based Learning ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa. Desain penelitian yang digunakan adalah posttest only design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 7 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015 yang terdistribusi dalam lima kelas. Sampel penelitian adalah siswa kelas XI IPA 4 dan XI IPA 5yang diambil dengan teknik purposive random sampling. Hasil analisis data menunjukkan bahwa proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik pada kelas Problem Based Learning mencapai lebih dari 0,5 dan lebih tinggi daripada proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi dengan baik pada kelas konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning

ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa, efektif dan lebih efektif daripada model konvensional.


(2)

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 7 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh AYU TAMYAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015

Program Studi Pendidikan Matematika


(3)

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 7 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

(Skripsi)

Oleh AYU TAMYAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran ... 9

2. Model Problem Based Learning ... 12

3. Model Pembelajaran Konvensional ... 17

4. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 18

B. Kerangka Pikir ... 22

C. Anggapan Dasar ... 23

D. Hipotesis ... 24

III. METODE PENELITIAN A.Populasi dan Sampel Penelitian ... 25


(5)

vi

B. Desain Penelitian ... 26

C. Data Penelitian. ... 26

D. Teknik Pengumpulan Data ... 26

E. Instrumen Penelitian ... 27

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 34

G. Teknik Analisis Data ... 35

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 40

B. Pembahasan... 42

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 45

B. Saran ... 45 DAFTAR PUSTAKA


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A.Perangkat Pembelajaran

A.1 Silabus Pembelajaran ... 52

A.2 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 55

A.3 Lembar Kerja Peserta Didik ... 97

B.Instrumen Penilaian Kemampuan Komunikasi B.1 Kisi-Kisi Soal Kemampuan Komunikasi ... 129

B.2 Soal Kemampuan Komunikasi... ... 131

B.3 Kunci Jawaban Soal Kemampuan Komunikasi ... 132

B.4 Form Validasi Instrumen ... 137

B.5 Form Validasi Instrumen Setelah Revisi ... 139

C.Analisis Data C.1 Reliabilitas Test ... 142

C.2 Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran ... 144

C.3 Data Kemampuan Komunikasi Matematis ... 146

C.4 Analisis Uji Normalitas Data ... 150

C.5 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis ... 158

C.6 Analisis Uji Proporsi ... 159

C.7 Analisis Uji Kesamaan Dua Proporsi ... 163

D. Lain-lain D.1 Surat izin penelitian... 167

D.2 Surat telah melakukan penelitian ... 168


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Post-Test Only Control Group Design ... 26

3.2 Pedoman Penskoran Soal Kemampuan Komunikasi Matematis ... 28

3.3 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 30

3.4 Klasifikasi Daya Pembeda ... 32

3.5 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 33

3.6 Data Hasil Uji Coba Tes ... 33

3.7 Data Hasil Uji Coba Tes Setelah Direvisi ... 34

3.8 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis ... 37

4.1 Rekapitulasi Data Siswa Yang Memiliki Kemampuan Komunikasi Matematis Dengan Baik ... 40


(8)

(9)

(10)

MOTO

Man Jadda Wajada

Tiada Rugi Berbaik Sangka Kepada ALLAH

“I Don’t Care About My Hard Or My Happy, Because I Don’t Know

Which Was Better For Me”

Ummar Bin Khattab


(11)

(12)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil ’Alamin…

Syukur pada Allah SWT atas nikmat dan perkenan-Nya.

Dengan kerendahan hati, kupersembahkan tulisan sederhana ini untuk :

Mamaku Maslikah dan bapakku Mulatno, yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang dan

kesabaran. Terimakasih atas

lantunan do’a d

an untaian nasehat yang terucap, semoga Allah SWT

kuatkanku untuk senantiasa berbakti. Rabbighfirlii wa li walidayya..

Adik-adikku

Ulum Marfu’ah dan Muhammad Hadi Muktadir,

yang dengan banyolan dan

pertengkaran kecil kami mampu membuatku melupakan segala penat. Terimakasih telah memberi

semangat dan motivasi untuk mba ayu. Doaku selalu menyertaimu.

Teman-teman seperjuangan

Bersama kalian dalam sebuah perjuangan adalah sesuatu yang sangat menyenangkan

Para pengajar dan pembimbing yang ku hormati


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 2 Januari 1994. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mulatno dan Ibu Maslikah.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis berawal dari taman kanak-kanak di TK Beringin Raya dan lulus tahun1999. Selanjutnya sekolah dasar di SD Negeri 2 Beringin Raya dan lulus tahun 2005. Kemudian sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Bandar Lampung dan lulus tahun 2008. Sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Bandar Lampung hingga tahun 2011.

Melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung pada tahun 2011. Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Karang Rejo Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus dan pada tahun yang sama penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Semaka.


(14)

SANWACANA

Alhamdulillahi Rabbil „alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyele-saikan penyusunan skripsi yang ber-judul “Efektivitas Model Pembelajaran PBL Ditinjau dari Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Studi Pada Siswa Kelas XI IPA Semester Genap SMA Negeri 7 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015)”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, beribu terima kasih yang tulus dan ikhlas penulis sampaikan kepada

1. Kedua orang tuaku, yang senantiasa memberikan kasih sayang, nasehat, dan lantunan doa untukku.

2. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran, baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi;

3. Ibu Dra. Arnelis Djalil, M.Pd., selaku Pembimbing Dua atas kesediaannya memberikan sumbangan pemikiran, saran, dan kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi;


(15)

iii 4. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku Pembahas atas kesediaannya memberikan sumbangan pemikiran, saran, dan kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi;

5. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika, atas kesediaannya memberikan bimbingan, sumbangan pemikir-an, kritik, dan sarpemikir-an, baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi;

6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung, atas kesediaannya memberikan sumbangan pemikiran, saran, dan kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi;

7. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

8. Seluruh dosen yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menye-lesaikan studi;

9. Bapak Drs. Suharto, M.Pd., selaku Kepala SMA Negeri 7 Bandar Lampung beserta wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan kemudahan selama penelitian.;

10.Ibu Hastuti Jayanegara, M.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak memberikan arahan dan masukan selama penelitian, serta murid-murid kelas XI IPA 4 dan XI IPA 5 SMA Negeri 7 Bandar Lampung atas partisipasinya dalam penelitian ini;

11.Adik-adikku yang tersayang, yang telah memberikan doa, motivasi, dan dukungannya;


(16)

iv 12.Teman-teman seperjuangan, Pendidikan Matematika 2011: Ade, Agung, Agus, Ansori, Aliza, Vina, Aulia, Ayu Anin, Ayu F, Sekar, Tiara, Bayu, Citra, Dedes, Desy, Dedew, Dian, Didi, Dina, Sela, Emi, Emil, Eni, Enggar, Fitri, Flo, Fuji, Gilang, Hani, Heizlan, Ige, Ikhwan, Indah, Ismi, Ista, Iwan, Laili, Ippeh, Lidia, Hasbi, Elcho, Panji, Yusuf, Muthia, Ratna, Niluh, Nourma, Novi, Abi, Ria, Rizka, Rosa, Selvy, Siska, Siti, Suci, Titi, Veni, Venti, Winda, Wulan, Yola, dan Yulisa atas kebersamaannya selama menuntut ilmu. Sangat bahagia bisa mengenal kalian.

13.Teman-teman KKN & PPL SMAN 1 Semaka : Rifa‟i, Inday, Kyky, Jeje, Sofya, Yeni, Rizka, Rizki, dan Randy atas kebersamaan selama 2,5 bulan memberikanku pengalaman yang luar biasa;

14.Kakak tingkat serta adik tingkat Pendidikan Matematika Universitas Lampung;

15.Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini

Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandarlampung, April 2015 Penulis,


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini teknologi berkembang, hubungan antar bangsa semakin kuat, terjadi perubahan cara hidup, serta interaksi warga negara semakin dekat dengan warga negara lain. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern tersebut, masyarakat suatu negara dituntut mampu bersaing dan melakukan penyesuaian untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Jika sumber daya manusia suatu negara berkualitas maka dapat dikatakan negara tersebut maju. Maju mundurnya suatu negara tersebut erat kaitannya dengan aspek pendidikan. Jadi untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, diperlukan pendidikan yang berkualitas pula.

Pendidikan merupakan aktivitas individu yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan dapat terjadi di mana saja. Salah satu pendidikan yang dialami seseorang adalah pendidikan formal di sekolah. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta


(18)

2 keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan di sekolah terjadi di dalam maupun di luar kelas. Pendidikan di dalam kelas erat kaitannya dengan proses pembelajaran.

Pembelajaran adalah suatu upaya membelajarkan siswa. Belajar menurut Uno (2008:54) pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menghasilkan suatu perubahan, yaitu di antaranya pengetahuan dan keterampilan. Salah satu pengetahuan dan keterampilan tersebut adalah matematika sebagai-mana yang dikatakan Uno (2008:126) bahwa matematika merupakan salah satu jenis dari enam materi ilmu (pengetahuan), sehingga matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dipelajari di lembaga pendidikan.

Matematika berperan dalam mengembangkan proses berpikir anak dan berperan penting dalam berbagai disiplin ilmu lainnya. Hal ini sesuai dengan Prihandoko (2006:1) yang menyatakan bahwa matematika merupakan ilmu dasar yang menjadi alat untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Cockroft (Uno, 2008) mengemukakan alasan matematika perlu diajarkan yaitu disebabkan karena matematika sangat dibutuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari (bagi sains, perdagangan, dan industri), hal tersebut karena matematika menyediakan suatu daya dan alat komunikasi yang singkat kemudian tidak ambigius serta berfungsi sebagai alat untuk mendeskripsikan dan memprediksi. Matematika digunakan melalui simbol-simbolnya, ekspresi, dan tata bahasanya. Kegunaan matematika tersebut memberikan fasilitas komunikasi yang disebut sebagai komunikasi matematis.


(19)

3 Komunikasi matematis siswa merupakan salah satu tujuan pembelajaran mate-matika, yang mana sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2006. Sedangkan menurut National Council of Teacher Mathematics (NCTM, 2000), tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah untuk mengembangkan ke-mampuan komunikasi matematis, penalaran matematis, pemecahan masalah mate-matis, koneksi matemate-matis, dan representasi matematis siswa. Salah satu tujuan khusus pembelajaran matematika (Soedjadi, 2000:44) adalah memiliki kemam-puan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika. Kemamkemam-puan yang dapat dialihgunakan tidak hanya kemampuan menerapkan matematika, tetapi juga kemampuan mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, grafik, dan media lainnya untuk memperjelas keadaan atau masalah.

Salah satu komunikasi dalam matematika adalah komunikasi tulisan (TEAMS, 1993) yang berupa penggunaan kata-kata, gambar, tabel, dan sebagainya yang menggambarkan kemampuan siswa dalam mengorganisasi berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah. Komunikasi matematis menjadi sangat penting dalam menyelesaikan berbagai permasalahan matematika karena matematika erat dengan simbol-simbol yang penting untuk diterjemahkan. Kemampuan komunikasi yang dimiliki siswa dapat menentukan apakah siswa dapat menyelesaikan suatu maslah matematika atau tidak. Hal ini menyebabkan kemampuan komunikasi matematis berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh PISA (Programme of International Student Assesment) tahun 2012, rata-rata kemampuan membaca, matematika, dan sains untuk siswa Indonesia menduduki peringkat kedua terbawah dari 65 negara


(20)

4 di dunia yang ikut serta. Skor untuk kemampuan matematika adalah 375 yamg menduduki peringkat ke 64 dengan skor rata-rata matematika dunia 494 (OECD, 2013:5). Literasi matematika pada PISA tersebut fokus kepada kemampuan siswa dalam menganalisa, memberikan alasan, dan menyampaikan ide secara efektif, merumuskan, memecahkan, dan menginterpretasi masalah-masalah matematika dalam berbagai bentuk dan situasi. Kemampuan-kemampuan tersebut erat kaitannya dengan kemampuan komunikasi matematis siswa. Dengan demikian hasil tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia kemampuan komunikasi mate-matis siswa masih harus mendapatkan banyak perhatian.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa juga terjadi di salah satu sekolah di Bandar Lampung, yaitu SMAN 7 Bandar Lampung. Berdasarkan wa-wancara terhadap guru matematika di SMAN 7 Bandar Lampung, pembelajaran matematika di sekolah masih menggunakan pembelajaran konvensional yaitu me-tode ekspositori. Model pembelajaran konvensional (ekspositori) yang diterapkan guru selama ini dalam pembelajaran matematika menyebabkan hanya terjadi komunikasi satu arah dan hanya berpusat pada guru. Siswa lebih sering diberikan soal-soal rutin yang sifatnya menghafal rumus atau langkah-langkah. Hal ini mengakibatkan sebagian besar siswa kurang bisa menjelaskan suatu konsep dengan kalimat sendiri dan merasa kesulitan untuk memodelkan soal uraian atau soal cerita kedalam gambar, ekspresi, dan simbol matematis.

Mengingat tujuan pembelajaran matematika dalam Permendiknas No 23 Tahun 2006 yaitu diharapkan peserta didik memiliki kemampuan komunikasi matematis, tugas besar bagi guru matematika adalah terus melakukan perbaikan agar terjadi


(21)

5 peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. John Dewey (Zamroni, 2011) mengungkapkan bahwa apabila kita melaksanakan pembelajaran saat ini sebagaimana kita melaksanakan pembelajaran di masa lalu, berarti kita merampas masa depan mereka –para peserta didik. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru matematika adalah melakukan perbaikan proses pembelajaran. Upaya memperbaiki proses pembelajaran tersebut diperlukan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu diperlukan perbaikan pembelajaran matematika yang dahulu hanya bersifat abstrak menjadi berkonteks masalah dunia nyata. Siswa perlu memecahkan banyak masalah agar terbiasa dengan prosesnya. Siswa akan terbiasa mengomu-nikasikan masalah ke dalam bahasa matematika dan mengungkapkan pendapatnya itu dengan siswa lain sehingga masalah tersebut dapat dipecahkan. Hal ini sesuai dengan NCTM (Sobel, 2002:60) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah harus menjadi fokus pada pelajaran matematika di sekolah.

Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model Problem Based Learning (PBL). PBL merupakan pembelajaran yang menggunakan masalah nyata sebagai suatu konteks sehingga peserta didik dapat belajar berfikir kritis dalam melakukan pemecahan masalah yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari bahan pelajaran (Hanafiah, 2009: 71). Soedjadi (2000: 162) menyatakan bahwa model belajar “pemecahan masalah” mengharuskan guru menyiapkan masalah yang tepat untuk murid pada jenjang tertentu. Pada proses PBL ini dirancang strategi pembelajaran secara berkelompok, sehingga siswa mampu berkomunikasi dengan sesama temannya untuk membangun pengetahuan dari aktivitas belajar kelompok. Selain itu siswa


(22)

6 juga menjadi terbiasa untuk mengomunikasikan suatu masalah ke dalam bahasa matematika berdasarkan pengetahuan yang telah didapat sebelumnya.

Dengan menerapkan model PBL diharapkan dapat menjadikan kemampuan ko-munikasi matematis siswa lebih baik, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap model PBL yang dianggap efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dirumuskan masalah dalam penelitian sebagai beri-kut: “Bagaimana efektivitas model PBL ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa kelas XI SMAN 7 Bandar Lampung?”

Dari rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan pertanyaan penelitian:

1. Apakah model PBL efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa?

2. Apakah model PBL lebih efektif dari model pembelajaran konvensional jika ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas model PBL ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa kelas XI SMAN 7 Bandar Lampung.

D. Manfaat Penelitian


(23)

7 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan ter-hadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait model PBL dan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, memberikan informasi dan wawasan tentang efektivitas model PBL ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa.

b. Bagi sekolah, memberikan sumbangan ide baru dalam upaya memperbaiki pembelajaran matematika di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan pembelajaran siswa untuk menerima pelajaran atau konsep tertentu, yang diwujudkan dari hasil belajar. Hasil belajar dalam hal ini adalah kemampuan komunikasi matematis siswa. Dalam penelitian ini, pembelajaran dikatakan efektif apabila proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik men-capai lebih dari 0,5. Kriteria siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik adalah siswa yng mendapat nilai lebih dari sama dengan 75.

2. Model PBL merupakan suatu model dimana siswa dibentuk kelompok-kelompok kemudian diberi masalah yang berkaitan dengan materi pembela-jaran. Dengan masalah tersebut siswa berdiskusi dengan anggota kelompok-nya untuk menemukan penyelesaian. Sintaks atau fase PBL terdiri dari


(24)

8 memberikan orientasi permasalahan kepada peserta didik, mendiagnosis masalah, pendidik membimbing proses pengumpulan data individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil.

3. Kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam mengekspresikan gagasan/ide dan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Materi yang dipelajari dalm hal ini adalah limit fungsi.

Adapun indikator untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Menggambarkan bagan, grafik, dan tabel dalam menyatakan langkah untuk mendapatkan solusi.

b. Menjelaskan gagasan/ide, situasi, dan hubungan secara matematika dengan tulisan.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Efektivitas Pembelajaran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti berhasil guna. Efektivitas berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan, atau manfaat dari hasil yang diperoleh. Selain itu efektivitas juga merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas menunjukkan keberhasilan tercapai tidaknya sasaran yang telah di-tetapkannya. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.

Pembelajaran merupakan suatu proses menjadikan seseorang belajar. Menurut Slameto (1987:2) belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya. Sedang-kan menurut Abdurrahman (1999:28) belajar merupaSedang-kan suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Pembelajaran harus mempunyai tujuan yang jelas untuk memberikan arah dan menuntun siswa dalam mencapai


(26)

10 prestasi yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman (1990:25) yang mengungkapkan bahwa tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu: untuk mendapat-kan pengetahuan, penanaman konsep keterampilan baru, pembentumendapat-kan sikap.

Salah satu prinsip pembelajaran adalah efisiensi dan efektivitas (Rohani, 2004). Suatu pengajaran yang baik adalah apabila proses pengajaran itu menggunakan waktu yang cukup sekaligus dapat membuahkan hasil (pencapaian tujuan instruksional) secara lebih tepat dan cermat serta optimal (Rohani, 2004:28). Dengan penggunaan waktu yang efisien dapat membuahkan hasil yang efektif. Dengan sedikit penjelasan dari guru diharapkan peserta didik cepat memahami suatu pelajaran.

Hamalik (2004: 171) bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri dengan melakukan aktivitas-aktivitas belajar. Siswa diberi kesempatan untuk belajar secara mandiri dalam menemukan konsep-konsep atau pemahaman-pemahaman baru. Pendapat lain oleh Sutikno (2005: 88) bahwa efektivitas pembelajaran adalah kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah dan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Simanjuntak (1993: 80) yang mengungkapkan bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan atau dengan kata lain tujuan yang diinginkan tercapai.


(27)

11 Cara untuk mengukur efektivitas adalah dengan melihat bahwa suatu tujuan dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat dengan strategi tertentu daripada strategi yang lain, maka strategi itu efisien. Hal tersebut sesuai dengan Hamdani (2010: 55-56) yang menyatakan bahwa kalau kemampuan mentransfer atau skill yang dipelajari lebih besar dicapai melalui suatu strategi tertentu dibandingkan dengan strategi yang lain, strategi tersebut lebih efektif untuk pencapaian tujuan. Selain itu Uno (2008 : 138) mengungkapkan bahwa sedikitnya ada empat indikator yang masuk dalam keefektifan pengajaran yakni (1) kecermatan penguasaan perilaku, (2) kecermatan unjuk kerja, (3) kesesuaian unjuk kerja , dan (4) kuantitas unjuk kerja.

Mata pelajaran yang dipelajari siswa memiliki indikator masing-masing. Keefektifan suatu pembelajaran dapat terlihat dari persentase siswa yang mencapai ketuntasan belajar untuk masing-masing indikator. BSNP (2006:12) menyatakan bahwa ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara , kriteria ideal untuk masing-masing indikator adalah dengan kriteria ketuntasan minimal ditentukan masing-masing lembaga pendidikan. Untuk mata pelajaran matematika kemampuan yang diukur dalam pencapaian ketuntasan belajar terdiri dari kemampuan rendah hingga kemampuan tingkat tinggi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan siswa dalam menerima pelajaran dan memahami konsep tertentu setelah melakukan aktivitas-aktivitas belajar. Keberhasilan siswa tersebut diwujudkan dalam hasil belajar, apakah sesuai dengan tujuan yang


(28)

12 diharapkan atau tidak. Pada penelitian ini kemampuan yang diukur hanya kemampuan komunikasi matematis sehingga kriteria masing-masing indikator yang digunakan adalah dengan kriteria ketuntasan belajar minimal sesuai dengan yang ditetapkan sekolah yaitu 75.

2. Model Problem Based Learning (PBL)

Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan (Sagala, 2003: 175). Dengan demikian model pembelajaran adalah suatu konsep yang mendeskripsikan prosedur dalam menyusun pengalaman belajar, yang berguna sebagai acuan aktivitas pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika adalah Model Problem Based Learning. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) menekankan pemecahan masalah-masalah autentik seperti yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari (Santrock, 2008: 31). Uno (2008: 133) mengemukakan bahwa dapat diketahui seorang anak yang ingin mencapai hasil belajarnya pada mata pelajaran matematika, diperlukan proses kerja untuk memecahkan masalah matematika.

Arends (Trianto, 2011:68) mengemukakan bahwa PBL merupakan suatu model pembelajaran dimana peserta didik mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Dengan demikian, dalam PBL siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau yang memfasilitasi siswa dalam membangun suatu konsep.


(29)

13

PBL mendorong pemecahan masalah kolaboratif di antara murid dan mendorong guru untuk mengembangkan proyek-proyek pemecahan masalah nyata (Santrock, 2008: 32). Seiring murid-murid bekerja sama pada sejumlah pertemuan di kelas, mereka mempunyai banyak kesempatan untuk berkomunikasi mengenai matematika, berbagi strategi pemecahan masalah mereka dan mendapatkan umpan balik yang membantu mereka menyempurnakan pemikiran mereka. Guru yang dalam hal ini sebagai fasilitator harus paham mengenai masalah nyata yang sesuai dengan materi yang sedang dipelajari.

Rideout (Riyanto, 2012) menyatakan bahwa:

“Karakteristik esensial dari PBL antara lain : (1) suatu kurikulum yang disusun berdasarkan masalah relevan dengan hasil akhir pembelajaran yang diharapkan, bukan berdasarkan topik atau bidang ilmu dan (2) disediakan-nya kondisi yang dapat memfasilitasi kelompok bekerja/belajar secara mandiri dan/atau kolaborasi, menggunakan pemikiran kritis, dan membangun semangat untuk belajar seumur hidup.”

Sedangkan berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow dan Min Liu tahun 2005 (Lidnillah, 2009: 3) menjelaskan bahwa

“Karakteristik dari pembelajaran berbasis masalah, yaitu: 1. Learning is student-centered

Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL juga didukung oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.

2. Authentic problems form the organizing focus for learning

Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti. 3. New information is acquired through self-directed learning

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau dari informasi lainnya.


(30)

14 Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaborative, maka PBM dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menurut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.

5. Teachers act as facilitators

Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai.”

Adapun langkah-langkah dalam penggunaan Model PBL ini menurut David Johnson & Johnson (Hamnuri, 2011 : 111) adalah

“yang dilakukan secara berkelompok yaitu:

1. Mendifinisikan Masalah; yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yag mengandung isu atau konflik, hingga siswa menjadi jelas apa yang akan dikaji.

2. Mendiagnosis Masalah; yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisi berbagai faktor, baik faktor penghambat maupun pendukung penyelesaian masalah.

3. Merumuskan Alternatif Strategi; yaitu menguji setiap tindakan yang telah drumuskan.

4. Menentukan dan Menetapkan Strategi Pilihan; yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan

5. Melakukan Evaluasi; baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil.” Sedangakn Baret (Lidnillah, 2009) menjelaskan bahwa

“Langkah-langkah pelaksanaan PBM adalah sebagai berikut:

1. Siswa diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan diungkap dari pengalaman siswa)

2. Siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil dan melakukan hal-hal berikut:

 Mengklarifikasi kasus permasalahan yang diberikan  Mendefinisikan masalah

 Melakukan tukar pikiran berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki.

 Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.

 Menetapkan hal-hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah.

3. Siswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah yang harus diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan cara mencari sumber di perpustakaan, database, internet, sumber personal, atau melakukan observasi.


(31)

15 4. Siswa kembali kepada kelompk PBM semula untuk melakukan tukar informasi, pembelajaran teman dan bekerja sama dalam menyelesaikan masalah.

5. Siswa menyajikan solusi yang mereka temukan.

6. Siswa dibantu guru melakukan evaluasi berkaitan denga seluruh kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauh mana pengetahuan yang sudah diperoleh siwa serta bagaimana peran masing-masing siswa dalam kelompok.”

Sintaks strategi pembelajaran berbasis masalah (Nunuk, 2012: 115) terdiri dari memberikan orientasi permasalahan kepada peserta didik, mendiagnosis masalah, pendidik membimbing proses pengumpulan data individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil. Strategi pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan melalui kegiatan individu, maupun kegiatan kelompok. Penerapan ini tergantung pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan materi yang diajarkan. Apabila materi yang akan diajarkan dirasa membutuhkan pemikiran yang dalam, maka sebaiknya pembelajaran dilakukan melalui kegiatan kelompok, begitu pula sebaliknya.

Dalam pelaksanaannya model PBL memiliki beberapa keunggulan. Hamnuri (2011: 114) mengungkapkan bahwa

“Adapun keunggulannya dalam pembelajaran matematika yaitu sebagai berikut:

1. Merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

2. Menantang kemampuan siswa serta kepuasan untuk menemukan pengtahuan baru bagi siswa,

3. Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa,

4. Membantu siswa mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata,

5. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan,

6. Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri, baik terhadap hasil maupun proses belajarnya,


(32)

16 7. Lebih menyenangkan dan disukai siswa,

8. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, 9. Memberikan kesempatan pada siswa utnuk mengaplikasikan

pengetahan yang mereka miliki dalam dunia nyata,

10. Mengembangkan minat siswa untuk secara teruss-menerus belajar meskipun pendidikan formal telah berakhir.”

Sedangakan Riyanto (2012: 286) mengemukakan bahwa

“Beberapa faktor yang merupakan kelebihan pembelajaran berbasis masalah adalah :

1. Peserta didik dapat belajar, mengingat, menerapkan, dan melanjutkan proses belajar secara mandiri. Prinsip-prinsip “membelajarkan” seperti ini tidak bisa dilayani melalui pembelajaran tradisional yang banyak menekankan pada kemampuan menghafal.

2. Peserta didik diperlakukan sebagai pribadi yang dewasa. Perlakuan ini memberikan kebebasan kepada peserta didik utnuk mengimplementasikan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki untul menyelesaikan masalah.”

Berdasarkan kajian di atas dapat dikatakan bahwa model PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika. Model PBL ini dalam membangun pemahaman suatu konsep atau materi pada siswa dilakukan dengan cara mengajukan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi atau konsep. Dalam pelaksanaan model PBL, guru banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah sehari-hari. Guru bertugas mengembangkan masalah yang relevan dengan kehidupan siswanya karena masalah sehari-hari sepeti ini sering kali dirujuk sebagai “autentik” (masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu), sedangkan masalah-masalah yang terdapat dalam buku pelajaran terlalu sering tidak mempunyai banyak arti bagi murid.

Sintaks atau fase PBL terdiri dari memberikan orientasi permasalahan kepada peserta didik, mendiagnosis masalah, pendidik membimbing proses pengumpulan


(33)

17 data individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil. Dalam hal ini guru sebaiknya memantau langkah-langkah siswa dalam memecahkan masalah.

3. Model Pembelajaran Konvensional

Menurut Djamarah (2008: 77) pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional melalui metode ceramah, karena sejak dulu pembelajaran ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008) menyatakan bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru melalui metode ceramah, tanya jawab, dan latihan soal. Jadi model pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah model pembelajaran yang telah lama dilakukan oleh guru.

Sanjaya (2009: 17) mengungkapkan bahwa pembelajaran konvensional merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru. Pada model pembelajaran konvensional ini guru menjelaskan semua materi yang ada pada siswa, siswa mencatat hal-hal penting, dan bertanya apabila ada materi yang belum dipahami. Menurut Nining (Alhaq, 2014) pembelajaran konvensional memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan pembelajaran konvensional adalah murah biayanya, siswa mudah mengulang kembali, melatih pendengaran siswa, dan melatih siswa untuk menyimpulkan pembicaraan. Sedangkan kekurangan pembelajaran konvensinal adalah tidak semua siswa memiliki daya tangkap yang baik, siswa sulit mencerna dan menganalisis materi,


(34)

18 pembelajaran sering tidak tercapai, menimbulkan rasa bosan sehingga materi sulit diterima, dan menjadikan siswa malas mencari referensi di buku lain.

Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran tradisional atau model yang telah lama dilakukan oleh guru dalam pembelajaran. Dalam hal ini model pembelajar-an konvensional ypembelajar-ang sering digunakpembelajar-an adalah model pembelajarpembelajar-an dengpembelajar-an metode ekspositori. Metode ekspositori ini pembelajaran terpusat pada guru. Guru dianggap sebagai seseorang yang serba tahu. Guru menjelaskan materi dan siswa mendengarkan, kemudian siswa mengerjakan latihan soal sendiri, bertanya, atau disuruh mengerjakan di papan tulis. Kelebihan model konvensional adalah memerlukan waktu dan biaya yang tidak banyak, sedangkan kelemahannya adalah membuat siswa bosan dan cenderung malas untuk mencoba dan mencari referensi baru.

4. Kemampuan Komunikasi Matematis

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008) komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Menurut Mulyana (2005: 3) komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal (kata-kata) dan nonverbal (nonkata-kata). Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Mulyana juga mengemukakan bahwa komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respon pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik bentuk verbal atau


(35)

19 bentuk nonverbal, tanpa harus memastikan terlebih dahulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem simbol yang sama.

Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki konsep struktur dan hubungan –hubungan yang banyak menggunakan simbol-simbol (Uno, 2008: 130). Simbol-simbol ini sangat penting dalam membantu memanipulasi aturan-aturan yang beroperasi dalam struktur-struktur. Uno juga mengutarakan bahwa simbolisasi juga memberikan fasilitas komunikasi sehingga memungkinkan untuk mendapatkan sejumlah informasi, dari informasi inilah dapat dibentuk konsep-konsep baru. Dengan demikian, simbol-simbol matematika sangat bermanfaat untuk mempermudah cara kerja berpikir, karena simbol-simbol ini dapat digunakan untuk mengomunikasikan ide-ide, dengan jalan memahami karakteristik matematika. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal ini menyebabkan kemampuan komunikasi matematis menjadi sesuatu yang penting untuk ditingkatkan oleh guru dalam pembelajaran matematika.

Mahmudi (2006: 4) juga mengemukakan bahwa proses komunikasi dapat membantu siswa membangun pemahamannya terhadap ide-ide matematika dan membuatnya mudah dipahami. Ketika siswa ditantang untuk berpikir tentang matematika dan mengomunikasikannya kepada orang/siswa lain secara lisan maupun secara tertulis, secara tidak langsung mereka dituntut untuk membuat ide-ide matematika itu lebih terstruktur dan meyakinkan, sehingga ide-ide-ide-ide itu menjadi lebih mudah dipahami, khususnya oleh diri mereka sendiri. Dengan demikian komunikasi akan bermanfaat bagi siswa terhadap pemahamannya akan


(36)

konsep-20 konsep matematika. Komunikasi matematis juga merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika sebagaimana terdapat dalam Permen 22 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan dalam bidang matematika, yaitu: mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain.

Walle (2006: 4-5) menyatakan bahwa

“Salah satu dari lima standar proses adalah komunikasi. Standar komunikasi

menitikberatkan pada pentingnya dapat berbicara, menulis, menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep matematika. Belajar berkomunikasi dalam matematika membantu perkembangan interaksi dan pengungkapan ide-ide di dalam kelas karena siswa belajar dalam suasan yang aktif. Cara terbaik untuk berhubungan dengan suatu ide adalah

mencoba menyampaikan ide tersebut kepada orang lain.”

Selain itu erat kaitannya dengan komunikasi matematis, Ansari (Puspaningtyas, 2012:14) menyatakan bahwa

“Kemampuan komunikasi matematis siswa terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1) Menggambar/drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide-ide matematika. Atau sebaliknya, dari ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar atau diagram; (2) Ekspresi matematika/mathematical expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (3) Menulis/written texts, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan bahasa lisan, tulisan, grafik, dan aljabar, menjelaskan, dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang ma-tematika, membuat konjektur, menyusun argumen, dan generalisasi.”

Sedangkan dalam TEAMS (2014) dikatakan bahwa komunikasi dalam matematika mencakup komunikasi secara tertulis maupun lisan atau verbal. Komunikasi secara tertulis dapat berupa kata-kata, gambar, tabel, dan sebagainya yang menggambarkan proses berpikir siswa. Sedangkan komunikasi lisan atau verbal dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang


(37)

21 menggambarkan kemampuan siswa dalam mengorganisasi berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah.

NCTM (Mahmudi 2009: 3) menyebutkan bahwa

“Standar kemampuan yang seharusnya dikuasai oleh siswa terkait dengan komunikasi matematik adalah sebagai berikut:

1. Mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika dan mengkomunikasikan kepada siswa lain.

2. Memgekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru, dan lainnya.

3. Menungkatkan atau memperluas pengetahuan matematika siswa dengan cara memikirkan pemikiran dan strategi siswa lain.

4. Menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi matematika.

Sedangkan Sumarno (2010: 6) menyatakan bahwa

“Untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis diperlukan beberapa indikator diantaranya: (1) menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, idea, atau model matematik; (2) menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan; (3) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (4) membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis; (5) mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragrap matematika dalam bahasa sendiri.”

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam menggambarkan situasi masalah dalam kehidupan nyata dengan menggunakan gambar, simbol, bilangan dalam matematika. Dari penggambaran tersebut mereka dapat memecahkan masalah sesuai dengan konsep dan pengetahuan yang telah mereka miliki. Selain itu kemampuan komunikasi matematis juga merupakan kemampuan siswa dalam mengungkapkan kembali suatu ungkapan matematika dengan bahasa mereka sendiri.


(38)

22 Dalam penelitian ini, kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah kemampuan komunikasi tertulis yang meliputi kemampuan menggambar ( dra-wing), ekspresi matematika (mathematical expression), dan menulis (written texts) dengan indikator kemampuan komunikasi tertulis yang dikembangkan sebagai berikut:

1. Menggambarkan bagan, grafik, dan tabel dalam menyatakan langkah untuk mendapatkan solusi.

2. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi secara matematika secara tulisan. 3. Menggunakan bahasa matematika dan simbol secara tepat.

B. Kerangka Pikir

Penelitian tentang efektivitas model PBL ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa terdiri dari satu variabel bebas dan dan satu variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah model PBL (X) sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi matematis siswa (Y).

Salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran matematika adalah model PBL. Model PBL ini dalam membangun pemahaman suatu konsep atau materi pada siswa dilakukan dengan cara mengajukan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi atau konsep tersebut. Dalam pelaksanaan model PBL, guru banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah sehari-hari.


(39)

23 Dalam memecahkan masalah itu siswa akan berdikusi dalam kelompok. Diskusi kelompok memungkinkan siswa untuk mengekspresikan pemahaman, mengung-kapkan proses berpikirnya dalam kalimat-kalimat, dan mengklarifikasi pemaham-an atau ketidakpahampemaham-an mereka. Dalam proses dikusi kelompok akpemaham-an terjadi percakapan antarsiswa dan guru. Percakapan tersebut akan mendorong atau mem-perkuat pemahaman sehingga siswa dapat lebih percaya diri dalam mengomu-nikasikan pengetahuan yang mereka miliki kepada siswa lain dan guru baik secara lisan pada umumnya dan komunikasi secara tulisan khususnya.

Berdasarkan uraian tersebut, PBL diduga dapat melatih kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara matematis sehingga menjadi lebih baik lagi. Dalam mengefektifkan model PBL, guru memonitor dan memotivasi keterlibatan siswa dalam diskusi agar selalu berpartisipasi aktif dalam kelompoknya. Dengan demikian, penerapan model ini memungkinkan menghasilkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang baik.

C. Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut.

1. Semua siswa kelas XI IPA semester genap SMAN 7 Bandar Lampung tahun pelajaran 2014-2015 memperoleh kurikulum yang sama yaitu KTSP.

2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa selain model pembelajaran diabaikan.


(40)

24 D. Hipotesis

1. Hipotesis Penelitian :

a. Model PBL efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa.

b. Model PBL lebih efektif dari model konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Hipotesis Kerja :

a. Proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik pada kelas yang menggunakan model PBL mencapai lebih dari 0,5. b. Proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan

baik pada kelas yang menggunakan model PBL lebih tinggi dari kelas yang menggunakan model konvensional.


(41)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 7 Bandar Lampung yang terletak di Jl. Teuku Cik Ditiro No. 2 Beringin Raya Kemiling Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA semester genap tahun pelajaran 2014-2015 yang terdistribusi dalam lima kelas (XI IPA 1-XI IPA 5) dengan jum-lah siswa sebanyak 188 siswa. Pengambilan sampel pada penelitian ini meng-gunakan teknik Purposive Random Sampling yaitu pengambilan sampel atas dasar tujuan dan pertimbangan tertentu. Tujuan penelitian tercapai dengan baik apabila menggunakan data yang valid karena dapat memperkecil faktor lain yang dapat mempengaruhi penelitian. Untuk memperoleh data yang valid tersebut, diperlu-kan sumber data yang valid. Oleh karena itu, sampel yang dipilih adalah dua kelas yang diajar oleh guru yang sama. Pertimbangan yang digunakan adalah pertimbangan yang diberikan oleh ahli yang mengenal populasi dengan baik. Dalam hal ini peneliti mengasumsikan bahwa ahli dalam populasi ini adalah guru matematika kelas XI IPA SMAN 7 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil wawan-cara dengan guru, diperoleh dua kelas yang memiliki kemampuan yang sama dan yang mewakili populasi. Dari populasi yang terdiri dari lima kelas terpilihlah kelas XI IPA 4 dan XI IPA 5, dengan kelas eksperimen yaitu kelas XI IPA 4 dan kelas kontrol yaitu kelas XI IPA 5.


(42)

26 B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Desain yang digunakan adalah post-test only control group design.

Model desain post-test only control group dapat digambarkan sebagai berikut (Furchan, 1982:353) :

Tabel 3.1 Post-test Only Control Group Design

Kelompok Perlakuan Post-test

E X

P Y

Keterangan:

E = Kelas eksperimen P = Kelas kontrol

X = Diberi perlakuan dengan menggunakan model Problem Based Learning

Y = Diberi perlakuan dengan menggunakan model konvensional = Nilai post-test siswa pada kelas eksperimen

= Nilai post-test siswa pada kelas kontrol

C. Data Penelitian

Data penelitian ini adalah data kuantitatif berupa skor kemampuan komunikasi matematis siswa .

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes. Tes diberikan pada kelas PBL dan kelas konvensional, yang dilakukan setelah pembelajaran.


(43)

27 E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah tes. Bentuk tes yang digunakan adalah tes uraian karena dengan soal uraian langkah-langkah penyelesaian siswa yang mengandung indikator kemampuan komunikasi matematis dapat terlihat dengan jelas. Tes terdiri dari 5 soal uraian. Tes disusun berdasarkan indikator-indikator kemampuan komunikasi matematis. Penyusunan perangkat tes dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Melakukan pembatasan materi yang diujikan, yaitu pokok bahasan limit fungsi kompetensi dasar 6.1, menjelaskan secara intuitif arti limit fungsi di suatu titik dan di titik tak-hingga dan menggunakan sifat limit fungsi untuk menghitung bentuk tak tentu fungsi aljabar dan fungsi trigonometri.

2. Menentukan tipe soal, yaitu soal esai. 3. Menentukan jumlah soal, yaitu 5 soal.

4. Menentukan waktu mengerjakan soal, yaitu 90 menit.

5. Membuat kisi-kisi soal berdasarkan indikator pembelajaran yang ingin di-capai.

6. Menulis butir soal, kunci jawaban, dan penentuan skor. 7. Menganalisis validitas

8. Mengujicobakan instrumen.

9. Menganalisis reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran.

10.Memilih item soal yang sudah teruji berdasarkan analisis yang dilakukan.

Tes komunikasi matematis ini menuntut siswa memberikan jawaban berupa menggambar (drawing), ekspresi matematika (mathematical expression), dan


(44)

28

menuliskannya (written texts). Adapun pedoman penskoran tes pemahaman konsep disajikan pada Tabel 3.2.

Setelah perangkat tes tersusun, diujicobakan pada kelas di luar sampel penelitian, yaitu kelas XII IPA 2 SMAN 7 Bandar Lampung. Uji coba dilakukan untuk menguji apakah soal-soal tersebut memenuhi kriteria soal yang layak digunakan.

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Soal Kemampuan Komunikasi Matematis

Skor Menggambar (Drawing) Ekspresi Matematika

(Mathematical Expression)

Menulis (Written Texts)

0 Tidak ada jawaban,

1 Membuat gambar, diagram,

atau tabel namun isi nya tidak sesuai dengan konsep

Hanya sedikit dari pendekatan matematika yang benar

Menjelaskan namun tidak sesuai dengan konsep dan tidak masuk akal

2 Membuat gambar, diagram,

atau table sesuai dengan konsep namun

kurang lengkap

Membuat pendekatan matematika dengan benar, namun salah dalam mendapatkan

solusi

Penjelasan secara matematis masuk akal namun kurang lengkap

3 Membuat

gambar, diagram, atau tabel sesuai dan lengkap

Membuat pendekatan matematika dengan benar, solusi benar, namun terdapat langkah-langkah yang terlewati

Penjelasan secara matematis masuk akal dan lengkap

4 - Membuat pendekatan

matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau

mendapatkan solusi secara lengkap dan benar

-

Skor

Maksimal 3 4 3

1. Validitas Tes

Validitas yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi tes komunikasi matematis ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes komunikasi matematis dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan.


(45)

29

Dalam penelitian ini terkait kesesuaian dengan indikator kemampuan komunikasi matematis, tes dikonsultasikan terlebih dahulu kepada pembimbing selanjutnya dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas XI terkait materi tes. Tes yang dikategorikan valid adalah yang butir-butir tesnya telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur berdasarkan penilaian guru mitra dan dosen pembimbing. Setelah dikonsultasikan, diperoleh bahwa seluruh instrumen tes telah sesuai dengan kisi-kisi tes yang akan diukur serta bahasa yang digunakan telah sesuai dengan kemampuan bahasa siswa (Lampiran B.4, halaman:137 ).

Setelah diadakan uji coba soal, langkah selanjutnya adalah menganalisis hasil uji coba untuk diteliti kualitasnya. Tes yang digunakan dalam penelitian ini harus valid, memiliki reliabilitas yang tinggi atau sangat tinggi, memiliki tingkat kesukaran mudah, sedang, dan sukar, serta memiliki daya pembeda yang baik atau sangat baik.

2. Reliabilitas Tes

Setelah dinyatakan valid, maka instrument tes diujicobakan. Awalnya penguji-cobaan instrumen akan dilakukan pada siswa kelas XI IPA di luar kelas penelitian yang memiliki karakteristik sama dengan kelas penelitian. Melihat kondisi bahwa siswa pada kelas XI IPA di luar kelas penelitian belum menempuh materi yang akan diujikan, maka pengujicobaan instrumen dilakukan pada kelas XII IPA 2 yang telah menempuh atau mempelajari materi. Setelah dilakukan uji coba, langkah selanjutnya adalah menganalisis data hasil uji coba untuk mengetahui reliabilitas tes.


(46)

30 Pengukuran koefisien reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus

Cronbach Alpha (Suherman, 2003:154) sebagai berikut :

Keterangan:

= Koefisien reliabilitas

= Banyak butir soal

= Jumlah varians skor tiap item = Varians skor total

Setelah didapat harga koefisien reliabilitas maka harga tersebut diinterprestasikan terhadap kriteria dengan mengunakan tolak ukur yang dibuat Guilford (Suherman, 2003: 113) seperti pada Tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Besar r 11 Interpretasi

r 11 Reliabilitas sangat rendah 0,20 r 11 0,40 Reliabilitas rendah

r 11 Reliabilitas sedang

r 11 Reliabilitas tinggi r 11 Reliabilitas sangat tinggi

Kriteria koefisien reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang termasuk dalam klasifikasi reliabilitas tinggi. Setelah menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh nilair11= 0,49 (Lampiran C.1 halaman:142) sehingga instrumen tes tersebut memiliki reliabilitas yang sedang sehingga instrument tes perlu direvisi.


(47)

31 Setelah instrument tes direvisi, kemudian instrumen dikonsultasikan kembali kepada guru mitra untuk mengetahui validitas instrumen. Setelah dikonsultasi-kan, diperoleh bahwa seluruh instrumen tes telah sesuai dengan kisi-kisi tes yang akan diukur serta bahasa yang digunakan telah sesuai dengan kemampuan bahasa siswa (Lampiran B.5 halaman:139)

Setelah dinyatakan valid, instrument tes diujicobakan kembali yaitu pada siswa kelas XII IPA 1 yang telah menempuh atau mempelajari materi. Setelah dila-kukan uji coba, langkah selanjutnya adalah menganalisis data hasil uji coba kembali untuk mengetahui reliabilitas tes. Setelah dianalisis diperoleh nilair11= 0,86 (Lampiran C.1 halaman:143) sehingga instrumen tes tersebut memiliki reliabilitas tinggi.

3. Daya Pembeda Tes

Sebelum menghitung indeks daya pembeda, data terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah, kemudian diambil 27% dari jumlah seluruh siswa kelas uji coba yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok tinggi) dan 27% dari jumlah seluruh siswa kelas uji cobayang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok rendah). Menurut Suherman (2003:161) rumusnya adalah :

̅ ̅ Keterangan:

̅ = rata-rata skor kelompok atas ̅ = rata-rata skor kelompok bawah = daya pembeda


(48)

32 Adapun klasifikasi daya pembeda berdasarkan Suherman (2003: 161), dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut:

Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda

Besar Daya Pembeda Interpretasi

DP Soal sangat jelek

DP 0,20 Soal jelek

DP 0,40 Soal cukup

DP 0,70 Soal baik

DP 1,00 Soal sangat baik

Kriteria indeks daya pembeda yang digunakan dalam penelitian ini minimal memiliki klasifikasi cukup. Setelah menghitung daya beda butir soal, diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 3.6 Dari perhitungan tersebut dapat dikatakan bahwa kelima soal termasuk kategori daya pembeda yang baik. Perhitungan selengkapnya mengenai indeks daya beda dapat dilihat pada Lampiran C.2 halaman:144.

4. Indeks Kesukaran Tes

Untuk menghitung indeks kesukaran soal bentuk uraian dapat digunakan rumus sebagai berikut: (Suherman, 2003:17)

̅

Keterangan :

IK = indeks kesukaran

̅ = skor rata-rata tiap butir soal

= skor maksimum ideal tiap butir soal

Adapun klasifikasi indeks kesukaran berdasarkan Suherman (2003:170) dapat dilihat pada Tabel 3.5.


(49)

33 Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Kesukaran

Indeks Kesukaran Interpretasi

IK = 0,00 Soal terlalu sukar 0,00 < IK ≤ 0,30 Soal sukar 0,30 < IK ≤ 0,70 Soal sedang 0,70 < IK ≤ 1,00 Soal mudah

IK > 1,00 Soal terlalu mudah

Dengan adanya klasifikasi tersebut, maka dalam penelitian ini akan digunakan soal yang mempunyai indeks kesukaran sedang. Setelah menentukan indeks ke-sukaran soal diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 3.6. Dari 5 soal ter-sebut, terdapat 1 soal termasuk kategori mudah, 4 soal termasuk kategori sedang. Perhitungan selengkapnya mengenai tingkat kesukaran dapat dilihat pada Lampiran C.2 halaman:145.

Tabel 3.6 Data Hasil Uji Coba Tes

No.

Soal Validitas Reliabilitas Daya Beda

Tingkat Kesukaran

Keputusan yang Diambil 1 Valid 0,498

(sedang)

0,075 (Sangat

Buruk) O,76 (Mudah) Dibuang 2 Valid 0,498

(sedang) 0,18 (Buruk) 0,56 (Sedang) Diperbaiki 3 Valid 0,498

(sedang) 012 (Buruk) 0,65 (Sedang) Diperbaiki 4 Valid 0,498

(sedang)

0,93 (Sangat

Baik) 0,93 (Mudah) Digunakan 5 Valid 0,498

(sedang)

0,029 (Sangat

Buruk) 080 (Mudah) Dibuang 6 Valid 0,498

(sedang) 0,11 (Buruk) 0,54 (Sedang) Diperbaiki

Setelah tes uji coba direvisi, terdapat perubahan komposisi butir tes kemudian dilakukan uji reliabilitas kembali seperti pada Tabel 3.7.


(50)

34 Tabel 3.7 Data Hasil Uji Coba Tes Setelah Direvisi

No.

Soal Validitas Reliabilitas Daya Beda Tingkat Kesukaran 1 Valid 0,86 (tinggi) 0,31 (Cukup) O,76 (Mudah) 2 Valid 0,86 (tinggi) 0,37 (Cukup) 0,61(Sedang) 3 Valid 0,86 (tinggi) 051 (Baik) 0,46 (Sedang) 4 Valid 0,86 (tinggi) 0,31 (Cukup) 0,47 (Sedang) 5 Valid 0,86 (tinggi) 0,31 (Cukup) 0,60 (Sedang)

Instrumen tes telah memenuhi kriteria validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran yang telah ditentukan,sehingga tes layak digunakan untuk pengambilan data penelitian.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur penelitian dikelompokan menjadi dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.

Pada tahap persiapan meliputi:

1. Penentuan populasi penelitian yang dapat mewakili kondisi kemampuan komunikasi matematis siswa SMA di Bandar Lampung, yaitu seluruh siswa kelas XI IPA SMAN 7 Bandar Lampung tahun pelajaran 2014-2015.

2. Pemilihan sampel penelitian yang dilakukan dengan mengambil dua dari lima kelas dan terpilihlah kelas XI IPA 4 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 5 sebagai kelas kontrol.

3. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja siswa (LKS) untuk 6 kali pertemuan. LKS diberikan kepada masing-masing siswa di kelas XI IPA 4.


(51)

35

4. Membuat instrumen penelitian yang terlebih dahulu dibuat kisi-kisi yang sesuai dengan indikator pembelajaran dan indikator komunikasi matematis beserta penyelesaian dan aturan penskorannya. Tersusunlah instrumen tes yang terdiri dari 5 soal dan akan digunakan sebagai post-test di kelas XI IPA 4 dan XI IPA 5.

5. Uji validitas instrumen tes kepada guru matematika kelas XI IPA SMAN 7 Bandar Lampung. Setelah dinyatakan valid, instrumen tes kemudian diujikan pada siswa kelas XII IPA 2 SMAN 7 Bandar Lampung yang selanjutnya di-hitung reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukarannya.

Selanjutnya pada tahap pelaksanaan meliputi:

1. Melakukan pembelajaran di kelas XI IPA 4 dengan menerapkan model PBL dan pembelajaran konvensional pada kelas XI IPA 5.

2. Pemberian posttest pada kelas XI IPA 4 dan XI IPA 5 untuk melihat kemampuan komunikasi matematis akhir siswa.

3. Pengumpulan dan pengolahan data penelitian

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah uji proporsi dan uji kesamaan dua proporsi. Sebelum diuji hipotesis, data yang telah diperoleh dari kelas yang menggunakan model PBL dan model konvensional dilakukan uji prasyarat yaitu:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang didapat berdistribusi normal atau tidak. Uji Normalitas dalam penelitian ini


(52)

36

menggunakan uji Chi-Kuadrat. Uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2009: 273) adalah sebagai berikut.

a. Hipotesis

Ho : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

b. Taraf signifikan : α = 0,05 c. Statistik uji

Keterangan:

= frekuensi harapan

= frekuensi yang diharapkan = banyaknya pengamatan d. Keputusan uji

Terima H0 jika

Uji normalitas ini dilakukan terhadap data kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas PBL dan kelas konvensional. Pada penelitian ini, uji Chi Kuadrat dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel. Hasil perhitungan uji normalitas kelompok data dapat dilihat pada Lampiran C.4 halaman 150, rangkuman uji normalitas tersebut disajikan pada Tabel 3.8.


(53)

37 Tabel 3.8 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi

Matematis

Kelas Keputusan Uji

PBL 1,34 7,81 H0 diterima

Konvensional 7,78 7,81 H0 diterima

Dari hasil uji normalitas data kemampuan komunikasi matematis siswa yang terangkum dalam Tabel 3.8 di atas, terlihat nilai Xhitung2 untuk setiap kelompok kurang dari Xtabel2 .

Ini berarti pada taraf  = 0,05 hipotesis nol untuk setiap kelompok diterima. Dengan demikian data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Setelah dilakukan uji prasyarat kemudian dilakukan uji hipotesis

2. Uji Hipotesis

Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sehingga dilakukan uji proporsi untuk mengetahui persentase siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik kelas PBL dan uji kesamaan dua proporsi untuk membandingkan persentase siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik antara kelas PBL dan kelas konvensional.

a. Uji Proporsi

Untuk menguji hipotesis bahwa proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik di kelas PBL lebih dari 0,5 maka dilakukan uji proporsi pada data kemampuan komunikasi matematis siswa di kelas tersebut. Uji yang dilakukan adalah uji proporsi satu pihak dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:


(54)

38 (proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis

dengan baik kurang dari 0,5)

(proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis

dengan baik lebih dari 0,5)

Statistik yang digunakan dalam uji ini dalam Sudjana (2009: 234) adalah

n n x zhitung ) 5 , 0 1 ( 5 , 0 5 , 0    Keterangan:

x : banyaknya siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik pada model PBL

n : jumlah siswa pada kelas PBL

0,5 : proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik

Dalam pengujian ini digunakan taraf signifikan , dengan peluang dengan kriteria uji: tolak H0 jika , di mana didapat dari daftar normal baku dengan peluang . Untuk hipotesis H0 diterima.

b. Uji Kesamaan dua proporsi

Untuk menguji hipotesis mengenai proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik di kelas PBL dibandingkan dengan siswa pada kelas konvensional maka dilakukan uji kesamaan dua proporsi pada data kemampuan komunikasi matematis siswa di kedua kelas tersebut. Uji yang dilakukan adalah uji kesamaan dua proporsi satu pihak dengan rumusan hipotesis sebagai berikut


(55)

39 (proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis

dengan baik pada kelas PBL sama dengan pada kelas konvensional)

(proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis

dengan baik pada kelas PBL lebih tinggi dari kelas konvensional) Statistik yang digunakan dalam uji ini dalam Sudjana (2009: 264) adalah .

√ { } Dengan

Keterangan:

: banyaknya siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik pada kelas PBL

: banyaknya siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik pada kelas konvensional

: jumlah siswa pada kelas PBL

: jumlah siswa pada kelas konvensional

Dengan kriteria tolak jika dan terima untuk dengan taraf nyata.


(56)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran PBL efektif dan lebih efektif daripada model konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa kelas XI SMA Negeri 7 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal ini diketahui dari pencapaian proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik untuk model PBL mencapai proporsi yang telah ditetapkan yaitu 0,5. Selain itu proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik pada model PBL lebih tinggi dari proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik pada model konvensional.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Kepada guru yang ingin menggunakan model PBL dalam pembelajaran matematika perlu diperhatikan kempauan prasyarat siswa. Jika siswa lupa atau kurang memahami materi prasyarat, model PBL ini menjadi tidak efektif.

2. Skripsi ini menjadikan bahan referensi penelitian lanjut atau penelitian serupa sebagai pengembangan dari penelitian ini dengan menggunakan


(57)

46 indikator yang lebih komprehensif yaitu untuk kemampuan komunikasi matematis secara lisan.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Alhaq, Arini. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi. Lampung. Unila. Tidak diterbitkan.

BNSP. 2006. Ketuntasan Belajar Siswa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. [on line]. Tersedia: http://bsnp-indonesia.org/id/wp-content/uploads /kompetensi/ Panduan_Umum_KTSP.pdf. (28 Februari 2015) Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta. ________. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. ________. 2003. UU NOMOR 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikolog Belajar. Rieneka Cipta. Jakarta.

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Usaha Nasional : Surabaya

Hamalik, Oemar. 2004. Perencanaan Pengajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara. Jakarta.

Hamdani. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Pustaka Setia. Bandung. Hamnuri. 2011. Strategi Pembelajaran. Insan Madani. Jakarta.

_____________. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Lidnillah, Dindin Abdul Muiz. 2009. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem

Based Learning). [on line]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/kd-

tasikmalaya/dindin_abdul_muiz_lidinillah_(kd-tasikmalaya)-

197901132005011003/132313548%20-%20dindin%20abdul%20muiz%20lidinillah/Problem%20Based%20Learnin g.pdf. (4 November 2014).


(59)

48 Mahmudi, M. Ali. 2006.Pengembangan Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa Melalui Pembelajaran Matematika. [on line]. Tersedia: http://eprints. uny.ac.id/7247/1/PM-10%20-%20Ali%20Mahmudi.pdf (31 Oktober 2014).

Mulyana, D. 2005. Komunikasi Efektif. Bandung: Rosda.

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Va: NCTM.

Nunuk Suryani dan Leo Agung. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Penerbit Ombak. Yogyakarta.

Nunung Hanafiah dan Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. PT Refika Aditama. Bandung.

PISA Indonesia. 2013. What Students Know and Can Do Student Performance in Matehmatics, Reading, and Science. [on line]. Tersedia: www.oecd.org/pisa/ keyfindings/PISA-2012-result-snapshot-Volume-I-ENG.pdf. (20 Oktober 2014)

Prihandoko, Antonius Cahya. 2006. Memahami Konsep Matematika Secara Benar dan Menyajikannya dengan Menarik. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Puspaningtyas, Nicky Dwi. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi. Lampung. Unila. Tidak diterbitkan

Rohani, Ahmad. 2004. Pendidikan Prinsip-Prinsip Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Riyanto H. Yatim. 2012. Paradigma Baru Pembelajaran sebagai Referensi Guru/Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Yang Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Salemba Humanika. Jakarta Selatan.

Sardiman, A. M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta.

Simanjuntak, Lisnawaty. 1993. Metode Mengajar Matematika 1. Rineka Cipta. Jakarta.


(60)

49 Slameto. 1987. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta.

Jakarta

Sobel dan Malestsky. 2002. Mengajar Matematika. PT Gelora Aksara Pratama. Jakarta

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Sudjana. 2009. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung

Suherman, Erman. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika. JICA UPI. Bandung.

Sumarno, U. 2010. Pendidikan Karakter, Berpikir dan Disposisi Logis yang Dikembangkan pada Peserta Didik. [on line]. Tersedia:

http://math.sps.upi.edu. (25 Oktober 2013)

Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. NTP Pres. Mataram. TEAMS. 1993. Communication. [on line]. Tersedia: http://teams.lacoe.edu/

documentation/classrooms/amy/algebra/5-6/teacher/guide/commun.html. (6 Oktober 2014)

Triana, Mella. 2014. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Dan Self-Concept.

Skripsi. Lampung. Unila. Tidak diterbitkan.

Trianto. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Uno, Hamzah B. 2008. Model Pembelajaran. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Walle, John A Van De. 2006. Matematika Pengembangan PengajaranSekolah Dasar dan Menengah. Erlangga. Jakarta.

Zamroni. 2011. Kebijakan Pendidikan Mempersiapkan Pendidikan Indonesia Menuju Abad 21. [on line]. Tersedia: http://www.academia.edu/7878655 /Kebijakan_Pendidikan_Mempersiapkan_Pendidikan_Indoensia_Menuju_A bad_21. (12 Oktober 2014)


(1)

39 (proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis

dengan baik pada kelas PBL sama dengan pada kelas konvensional)

(proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik pada kelas PBL lebih tinggi dari kelas konvensional) Statistik yang digunakan dalam uji ini dalam Sudjana (2009: 264) adalah .

√ { } Dengan

Keterangan:

: banyaknya siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik pada kelas PBL

: banyaknya siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik pada kelas konvensional

: jumlah siswa pada kelas PBL

: jumlah siswa pada kelas konvensional

Dengan kriteria tolak jika dan terima untuk dengan taraf nyata.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran PBL efektif dan lebih efektif daripada model konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa kelas XI SMA Negeri 7 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal ini diketahui dari pencapaian proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik untuk model PBL mencapai proporsi yang telah ditetapkan yaitu 0,5. Selain itu proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik pada model PBL lebih tinggi dari proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik pada model konvensional.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Kepada guru yang ingin menggunakan model PBL dalam pembelajaran matematika perlu diperhatikan kempauan prasyarat siswa. Jika siswa lupa atau kurang memahami materi prasyarat, model PBL ini menjadi tidak efektif.

2. Skripsi ini menjadikan bahan referensi penelitian lanjut atau penelitian serupa sebagai pengembangan dari penelitian ini dengan menggunakan


(3)

46 indikator yang lebih komprehensif yaitu untuk kemampuan komunikasi matematis secara lisan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Alhaq, Arini. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi. Lampung. Unila. Tidak diterbitkan.

BNSP. 2006. Ketuntasan Belajar Siswa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. [on line]. Tersedia: http://bsnp-indonesia.org/id/wp-content/uploads /kompetensi/ Panduan_Umum_KTSP.pdf. (28 Februari 2015) Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta. ________. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. ________. 2003. UU NOMOR 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikolog Belajar. Rieneka Cipta. Jakarta.

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Usaha Nasional : Surabaya

Hamalik, Oemar. 2004. Perencanaan Pengajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara. Jakarta.

Hamdani. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Pustaka Setia. Bandung. Hamnuri. 2011. Strategi Pembelajaran. Insan Madani. Jakarta.

_____________. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Lidnillah, Dindin Abdul Muiz. 2009. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem

Based Learning). [on line]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/kd-

tasikmalaya/dindin_abdul_muiz_lidinillah_(kd-tasikmalaya)-

197901132005011003/132313548%20-%20dindin%20abdul%20muiz%20lidinillah/Problem%20Based%20Learnin g.pdf. (4 November 2014).


(5)

48 Mahmudi, M. Ali. 2006.Pengembangan Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa Melalui Pembelajaran Matematika. [on line]. Tersedia: http://eprints. uny.ac.id/7247/1/PM-10%20-%20Ali%20Mahmudi.pdf (31 Oktober 2014). Mulyana, D. 2005. Komunikasi Efektif. Bandung: Rosda.

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Va: NCTM.

Nunuk Suryani dan Leo Agung. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Penerbit Ombak. Yogyakarta.

Nunung Hanafiah dan Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. PT Refika Aditama. Bandung.

PISA Indonesia. 2013. What Students Know and Can Do Student Performance in Matehmatics, Reading, and Science. [on line]. Tersedia: www.oecd.org/pisa/ keyfindings/PISA-2012-result-snapshot-Volume-I-ENG.pdf. (20 Oktober 2014)

Prihandoko, Antonius Cahya. 2006. Memahami Konsep Matematika Secara Benar dan Menyajikannya dengan Menarik. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Puspaningtyas, Nicky Dwi. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi. Lampung. Unila. Tidak diterbitkan

Rohani, Ahmad. 2004. Pendidikan Prinsip-Prinsip Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Riyanto H. Yatim. 2012. Paradigma Baru Pembelajaran sebagai Referensi Guru/Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Yang Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Salemba Humanika. Jakarta Selatan.

Sardiman, A. M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta.

Simanjuntak, Lisnawaty. 1993. Metode Mengajar Matematika 1. Rineka Cipta. Jakarta.


(6)

Slameto. 1987. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta

Sobel dan Malestsky. 2002. Mengajar Matematika. PT Gelora Aksara Pratama. Jakarta

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Sudjana. 2009. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung

Suherman, Erman. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika. JICA UPI. Bandung.

Sumarno, U. 2010. Pendidikan Karakter, Berpikir dan Disposisi Logis yang Dikembangkan pada Peserta Didik. [on line]. Tersedia:

http://math.sps.upi.edu. (25 Oktober 2013)

Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. NTP Pres. Mataram. TEAMS. 1993. Communication. [on line]. Tersedia: http://teams.lacoe.edu/

documentation/classrooms/amy/algebra/5-6/teacher/guide/commun.html. (6 Oktober 2014)

Triana, Mella. 2014. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Dan Self-Concept. Skripsi. Lampung. Unila. Tidak diterbitkan.

Trianto. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Uno, Hamzah B. 2008. Model Pembelajaran. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Walle, John A Van De. 2006. Matematika Pengembangan PengajaranSekolah Dasar dan Menengah. Erlangga. Jakarta.

Zamroni. 2011. Kebijakan Pendidikan Mempersiapkan Pendidikan Indonesia Menuju Abad 21. [on line]. Tersedia: http://www.academia.edu/7878655 /Kebijakan_Pendidikan_Mempersiapkan_Pendidikan_Indoensia_Menuju_A bad_21. (12 Oktober 2014)


Dokumen yang terkait

ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN PEER LESSON DAN THINK TALK WRITE DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI Semester Ganjil SMA Negeri 2 Abung Semuli Tahun Pelajaran 2014/2015)

1 11 61

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 7 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

1 14 60

EFEKTIVITAS MODEL DISCOVERY LEARNING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014-2015)

1 13 58

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Xaverius 2 Bandarlampung Semester Genap T.P. 2014/2015)

0 6 57

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Padang Cermin Semester Genap Tahun Pelajaran 2014-2015)

1 5 58

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Penelitian Kuantitatif pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 22 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 10 75

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa kelas VII SMP Negeri 26 Bandar lampung Semester Genap T.P 2014/2015)

1 3 55

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN SELF CONFIDENCE MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 8 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014-2015)

0 13 64

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 12 50

EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 8 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 4 60