ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN PEER LESSON DAN THINK TALK WRITE DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI Semester Ganjil SMA Negeri 2 Abung Semuli Tahun Pelajaran 2014/2015)

(1)

ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN PEER LESSON DAN

THINK TALK WRITE DITINJAU DARI KEMAMPUAN

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

( Studi pada Siswa Kelas XI Semester Ganjil SMA Negeri 2 Abung Semuli Tahun Pelajaran 2014/2015)

(Skripsi)

Oleh

ARIEF ARDYANSYAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRAK

ANALISIS MODEL PEMBELAJARANPEER LESSONDAN

THINK TALK WRITEDITINJAU DARI KEMAMPUAN

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas XI Semester Ganjil SMA Negeri 2 Abung Semuli Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh

ARIEF ARDYANSYAH

Hal paling mendasar dalam pembelajaran matematika adalah komunikasi. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam mengomunikasikan gagasan, ide dan pemahamannya tentang konsep matematika yang dilihat melalui kemampuan siswa dalam menggambar (drawing), menulis (written text) dan ekspresi matematika (mathematicalexpression). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaranPeer LessondanThink Talk Write(TTW). Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IIS 1 dan XI IIS 2 SMA Negeri 2 Abung Semuli Tahun Pelajaran 2014/2015. Data penelitian ini diperoleh melalui tes kemampuan komunikasi matematis dan observasi aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Kesimpulan dari penelitian ini adalah baik model Think Talk Write (TTW) ataupun Peer Lesson, keduanya dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bumi Kencana, Lampung Tengah pada tanggal 10 November 1992. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sigit Megantoro dan Ibu Suparni.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Bumi Kencana pada tahun 2004, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Seputih Agung pada tahun 2007, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB) dengan mengambil program studi Pendidikan Matematika.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik pada tahun 2013 di desa Gunung Sari, Kecamatan Lambu Kibang, Kabupaten Tulang Bawang Barat. Selain itu, penulis menjalankan Program Pengalaman Lapang (PPL) di SMP Negeri 02 Lambu Kibang, Kabupaten Tulang Bawang Barat.


(4)

MOTO

Mensugestikan segala kesulitan mudah untuk dijalani, niscahya

semuanya akan dipermudah, akan selalu ada pertolongan dari Tuhan


(5)

Persembahan

Dengan Mengucap Syukur Kepada Allah SWT

Kupersembahkan karya kecil ini dengan keikhlasan hati dan mengharap Ridho

Allah SWT, sebagai tanda bakti, cinta dan kasih sayangku kepada:

Ayahku (Sigit Megantoro) dan Ibuku (SUPARNI) tercinta

yang telah menjaga, mengasuh, mendidik, membimbing dengan tulus

dan ikhlas dengan pengorbanan yang luar biasa

demi kebahagiaan dan keberhasilanku.

Adikku (Rio Darmawan & Aprillia Zolanda) tercinta

yang telah memberikan dukungan, dan selalu mendo akanku serta

semangatnya padaku.

Para Pendidikku

yang telah membimbingku dan memberikan banyak ilmu yang sangat

berharga kepadaku serta mengajariku dengan tulus ikhlas dan penuh

kesabaran.

Semua Sahabat dan teman

yang tulus menyayangiku dengan segala kekuranganku.

dan


(6)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Model Pembelajaran Peer Lessondan Think Talk WriteDitinjau dari Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Abung Semuli Tahun Pelajaran 2014/2015)” sebagai

syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung, beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika dan Dosen Pembimbing I sekaligus pembimbing akademik yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi dan memberikan


(7)

iii

bimbingan, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

4. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi, dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini. 5. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku dosen pembahas yang telah

memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis.

6. Bapak dan Ibu dosen pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 7. Bapak Mariman, S.Pd, MM., selaku Kepala SMA Negeri 02 Abung Semuli

beserta Wakil, staff dan karyawan yang telah memberikan izin dan kemudahan selama penelitian.

8. Ibu Devi Anggraini, S.Pd., selaku guru mitra dan guru mata pelajaran matematika kelas XI SMA Negeri 02 Abung Semuli yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.

9. Ayah (Sigit Megantoro) dan Ibu (Suparni) tercinta, atas perhatian dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini yang tidak pernah lelah untuk selalu mendoakan yang terbaik.

10. Adikku Zolanda serta keluarga besarku yang telah memberikan doa, semangat dan motivasi kepadaku.

11. Sahabat-sahabat seperjuanganku dalam penyusunan skripsi, Asih, Tri hendarti, Hesti dan Ebta.

12. Sahabat-sahabat seperjuanganku Pendidikan Matematika 2010 A dan B yang memberikan persaudaraan dan kebersamaannya selama ini : Tri F, Rusdi,


(8)

iv

Aan, Novrian, Beni, Sovian, Perdan, Nando, Dhea, Rini, Ria AA, Utari, Yulisa, Rianita, Andri, Cita, Dian, Iga, Intan, Imas, Novi, Nurul H, Nurul R, Qorri.

13. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010, kakak-kakakku angkatan 2007, 2008, dan 2009 serta adik-adikku angkatan 2011, 2012, dan 2013 terima kasih atas kebersamaannya.

14. Sahabat-sahabat KKN Tematik Unila dan PPL SMP Negeri 02 Lambu Kibang, kelompok terbaik sepanjang masa (Alexander Sitinjak, Anggi Mutiara, Viola Indora, Vandan Wiliyanti, Dewi, Yessi, Ivanna, Rika dan Dian), atas kebersamaan yang penuh makna dan kenangan, semoga tali persaudaraan ini tetap terjaga selamanya.

15. Siswa-siswi SMP Negeri 02 Lambu Kibang serta SMA Negeri 02 Abung Semuli.

16. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.

17. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga dengan kebaikan, bantuan dan dukungan yang telah diberikan pada penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung, Oktober 2015 Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Ruang Lingkup Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa... 11

B. Model Pembelajaran Aktif tipePeer Lesson... 14

C. Model Pembelajaran Kooperatif tipeThink Talk Write(TTW) ... 18

D. Penelitian Relevan ... 22

E. Kerangka Pikir ... 23

F. Anggapan Dasar ... 25

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 26

B. Tempat Penelitian ... 26

C. Subjek Penelitian ... 26 Halaman


(10)

vi

D. Prosedur Penelitian ... 27

E. Data Penelitian ... 28

F. Teknik Pengumpulan Data ... 28

1. Observasi Partispatif ... 28

2. Tes Akhir ... 29

G. Instrumen Penelitian ... 29

1. Instrumen Nontes ... 29

2. InstrumenTes ……….. 30

2.1 Validitas Butir Soal ... 30

2.2 Realibilitas Instrumen ... 31

2.3 Daya Pembeda ... 32

2.4 Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 34

H. Keabsahan Data ... 36

I. Teknik Analisis Data ... 37

1. Analisis Hasil Observasi ... 37

2. Analisis Data Kemampuan Komunikasi Matematis siswa ... 38

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 39

B. Pembahasan ... 47

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Rangkuman Validitas Butir Soal Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa... 31 3.2 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 33 3.3 Rangkuman Uji Daya Pembeda Tes Penyelesaian Soal Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa ... 34 3.4 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 35 3.5 Rangkuman Uji Tingkat Kesukaran Tes Penyelesaian Soal

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa... 35 3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Penyelesaian Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa ... 36 3.7 Kriteria Tingkat Keberhasilan Aktivitas Belajar Siswa ... 37 4.1 Aktivitas Siswa pada PembelajaranPeer LessondanThink Talk

Write... 40 4.2 Rekapitulasi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 45 4.3 Data Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Grafik batang persentase siswa yang berdiskusi dalam kelompok ... 41 2 Grafik batang persentase siswa yang memperhatikan proses diskusi .... 42 3 Grafik batang persentase siswa yang bertanya kepada guru ... 42 4 Grafik batang persentase siswa yang menjawab pertanyaan guru ... 43 5 Grafik batang persentase siswa yang mengerjakan LKPD/tugas... 44


(13)

ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN PEER LESSON DAN

THINK TALK WRITE DITINJAU DARI KEMAMPUAN

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

( Studi pada Siswa Kelas XI Semester Ganjil SMA Negeri 2 Abung Semuli Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh Arief Ardyansyah

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. Perangkat Pembelajaran

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) KelasPeer Lesson ... 60

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas TTW ... 72

A.3 Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) KelasPeer Lesson... 84

A.4 Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Kelas TTW ... 101

B. Instrumen Penelitian B.1 Kisi-Kisi Soal-SoalPosttest ... 115

B.2 SoalPosttest... 116

B.3 Kunci Jawaban SoalPosttest ... 117

B.4 Form Penilaian ValiditasPosttest... 122

C. Analisis Data C.1 Analisis Validitas Butir Soal Tes Hasil Uji Coba ... 123

C.2 Analisis Reliabilitas Hasil Tes Uji Coba ... 124

C.3 Analisis Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Hasil Tes Uji Coba ... 126

C.4 Data NilaiPosttestKelasPeer Lesson ... 127

C.5 Data NilaiPosttestKelas TTW ... 129

C.6 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Peer Lesson ... 131

C.7 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas TTW ... 132


(15)

x D. Lembar Observasi Aktivitas Siswa

1. Aktivitas Kelas Peer Lesson ... 133 2. Aktivitas Kelas TTW ... 139


(16)

(17)

(18)

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya yang berkualitas dan mampu berinovasi sangat diperlukan untuk menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang pesat tersebut menjadi faktor pendorong utama bagi masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia, untuk selalu mengikuti arah perkembangan tersebut terutama dalam bidang pendidikan.

Dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, pemerintah Indonesia seringkali melakukan perombakan dan perbaikan sistem pendidikan, mulai dari kurikulum hingga standar nilai kelulusan. Peningkatan standar nilai kelulusan akan sulit dicapai jika tidak didukung dengan kurikulum yang sesuai. Kurikulum baru yang diterapkan sekarang adalah kurikulum 2013. Dengan diterapkannya kurikulum 2013 tersebut, diharapkan mampu meningkatkan kompetensi masa depan siswa, seperti kemampuan berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis, serta mampu hidup di tengah masyarakat global. Hal serupa juga disebutkan dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 tahun 2013 tentang Kurikulum SMA-MA yang menyatakan bahwa:


(20)

2

Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang memiliki peranan penting dalam pendidikan, mengingat kedudukannya sebagai ilmu dasar. Matematika berperan secara langsung dalam pemenuhan kebutuhan praktis dan membantu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, misalnya untuk keperluan berhitung, serta aplikasinya pada penggunaan alat bantu hitung kalkulator dan komputer. Matematika yang diajarkan di sekolah diharapkan mampu mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif siswa. Sebagai ilmu dasar, matematika berperan sangat penting dalam membantu memahami bidang studi lain seperti ekonomi, geografi, kimia, fisika, arsitektur, dan sebagainya.

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (2000) merekomendasikan standar kemampuan yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika, yakni pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving), penalaran matematis (mathematical reasoning), representasi matematis (mathematical representation), koneksi matematis (mathematical connection), dan komunikasi matematis (mathematical communication). Kementerian pendidikan nasional Republik Indonesia juga telah menetapkan standar isi mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah dalam Permendiknas no. 22 tahun 2006, yang mewajibkan siswa agar mampu:


(21)

3

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan data tersebut, kemampuan komunikasi termuat dalam tujuan pembelajaran matematika Permendiknas dan NCTM, hal tersebut menjadi salah satu alasan penting perlunya pengembangan kemampuan komunikasi. Dalam NCTM (2000: 348) bahwa hal yang paling mendasar dalam pembelajaran matematika adalah komunikasi. Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk menginformasikan pendapat atau suatu informasi baik secara langsung maupun tak langsung melalui tulisan ataupun media. Sedangkan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling berhubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misal berupa konsep, rumus, atau strategi pemecahan suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam komunikasi adalah guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.


(22)

4

Kemampuan komunikasi matematis yang baik sangat diperlukan untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa, karena melalui komunikasi matematis siswa dapat melakukan organisasi berpikir matematisnya baik secara lisan atau tulisan. Siswa dapat memberi respon dengan tepat, baik di antara siswa itu sendiri maupun antara siswa dengan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, siswa juga dapat membuat berbagai representasi yang beragam, sehingga akan lebih memudahkan siswa dalam mendapatkan alternatif-alternatif penyelesaian dari berbagai permasalahan matematis.

Kualitas kemampuan matematis siswa yang kurang di Indonesia tercermin dari hasil survei internasional Programme for International Student Assesment(PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS). Berdasarkan hasil PISA tahun 2009, Indonesia hanya menduduki rangking 61 dari 65 negara peserta pada rata-rata skor 371, padahal rata-rata skor internasional adalah 496. Sementara hasil pada TIMSS 2011, Indonesia berada pada peringkat 38 dari 42 negara. Nilai rata-rata skor pencapaian prestasi matematika yang diperoleh adalah 386 dengan standar rata-rata yang digunakan TIMSS adalah 500. Nilai ini turun 11 poin dari rata-rata skor pencapaian prestasi matematika tahun 2007 yaitu 397.

Berdasarkan hasil pengamatan pada siswa kelas XI IIS SMA Negeri 02 Abung Semuli, guru tidak secara penuh menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat dari penunjukan beberapa orang siswa untuk mengerjakan dan menjelaskan soal di depan kelas. Selain itu, guru juga membagi siswa dalam beberapa kelompok untuk mengerjakan soal yang harus dikumpulkan pada akhir


(23)

5

pembelajaran. Berdasarkan pengamatan pula terlihat proses pembelajaran berlangsung kurang efektif, karena penunjukan siswa yang dipilih untuk mengerjakan soal hanya pada siswa yang terlihat kurang memberikan perhatian pada saat pembelajaran berlangsung. Selain itu, guru juga kurang mengontrol kondisi kelas pada saat kerja kelompok berlangsung, sehingga tidak semua siswa berpartisipasi aktif dalam pengerjaan soal.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pada saat proses pembelajaran berlangsung, guru tidak menyebutkan secara pasti jenis model pembelajaran apa yang diterapkan. Meskipun sudah mengarah ke pembelajaran kooperatif, namun kurangnya pengetahuan guru tentang berbagai alternatif model pembelajaran membuat proses pembelajaran tidak berlangsung seperti yang diharapkan. Sedangkan berdasarkan wawancara dengan para siswa, mayoritas siswa masih mengalami kesulitan mengerjakan soal-soal matematika disebabkan kurangnya pemahaman mereka terhadap soal matematika. Hal ini terjadi karena siswa hanya hafal dengan rumus tanpa memahami konsepnya. Fakta tersebut menunjukkan bahwa kemampuan siswa menginterpretasikan suatu permasalahan ke dalam model matematika yaitu berupa gambar maupun simbol matematika masih rendah. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa kelas XI IIS SMA Negeri 2 Abung Semuli masih rendah. Data hasil ujian akhir sekolah mata pelajaran matematika kelas X Tahun Pelajaran 2013/2014 juga menunjukkan masih rendahnya kemampuan matematis siswa, karena tidak lebih dari 20% siswa yang memperoleh nilai diatas 60 dari 92 siswa dengan nilai rata-rata 50,36.


(24)

6

Menanggapi permasalahan kurangnya kemampuan komunikasi matematis tersebut, perlu dilakukan perubahan model pembelajaran yang diterapkan guru. Model pembelajaran yang sesuai adalah model pembelajaran yang dapat menarik minat dan gairah belajar siswa, sehingga siswa aktif dalam proses pembelajaran, karena itu dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk melakukan diskusi antar siswa (kelompok). Beberapa alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan antara lain model pembelajaran aktif tipe Peer Lesson dan model pembelajaran kooperatif tipeThink Talk Write.

Model pembelajaran aktif tipePeer Lessonmenempatkan seluruh tanggung jawab pembelajaran kepada siswa. Siswa dibagi dalam kelompok sesuai dengan kemampuan akademik dan menjelaskan suatu konsep dengan sejelas-jelasnya, sehingga siswa lain memahami maksud dari pelajaran tersebut. Peer Lesson mendorong siswa untuk mengeksplorasi materi yang dipelajari, berkesempatan untuk berdiskusi dengan teman, bertanya dan berbagi pengetahuan. Peer Lesson mendorong siswa untuk dapat mengkomunikasikan pengetahuannya kepada siswa lain. Selain itu, Peer Lesson memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertindak sebagai guru dan narasumber bagi siswa yang lainnya.

Penelitian dengan model pembelajaran aktif tipe Peer Lesson pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti, diantaranya penelitian Mulasiwi (2013:12) dan Rahmadina (2013:8), yang menyimpulkan bahwa Peer Lesson dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian oleh Koleta (2013:12) menyimpulkan bahwa aktivitas belajar dan pemahaman konsep matematis siswa meningkat secara signifikan. Penelitian oleh Afriyeni (2011:5) juga


(25)

7

menyimpulkan hasil positif terhadap penerapan model Peer Lesson, karena penelitian tersebut menyimpulkan bahwa model ini dianggap berhasil meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian yang relevan tersebut, timbul pertanyaan bagaimanakah penerapan model Peer Lesson jika ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa.

Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) adalah suatu model pembelajaran yang dibangun melalui kegiatan berpikir (think), berbicara (talk) dan menulis (write) yang melibatkan pemecahan masalah dalam kelompok kecil. Pemilihan model pembelajaran ini didasarkan pada tiga tahap yang dapat menumbuh-kembangkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi yang merupakan kemampuan dasar dari representasi matematis. Yamin dan Ansari (2012:84) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write ialah suatu strategi pembelajaran yang diharapkan dapat menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa.

Penelitian yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti. Penelitian oleh Nurinayah (2008:30) dan Wahidah (2013:7) menyimpulkan bahwa Think Talk Writeberpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa. Penelitian oleh Wiadnyana (2013:9) menyimpulkan bahwa Think Talk Write tidak hanya meningkatkan hasil belajar siswa, tetapi juga aktivitas belajar siswa. Penelitian Risdianawati (2012:97) menyimpulkan bahwa Think Talk Write cukup efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dan kreatifitas berpikir siswa,


(26)

8

sedangkan penelitian Sugandi (2011:49) menyimpulkan bahwa Think Talk Write dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa sekaligus penalaran matematisnya. Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian yang relevan tersebut, muncul pertanyaan bagaimanakah penerapan model Think Talk Write jika ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa.

Model pembelajaran Peer Lesson dan Think Talk Write mendorong siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran, agar siswa dapat menyampaikan ide-ide, pemikiran, atau konsep-konsep yang dimilikinya untuk menyelesaikan suatu permasalahan matematika. Perbedaan kedua model ini terletak pada tahap akhir proses pembelajaran. Pada model pembelajaran Peer Lesson siswa diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok dalam sebuah bentuk pengajaran. Sementara itu, pada model pembelajaran Think Talk Write siswa diminta untuk menuliskan kembali hasil diskusi kelompok dengan bahasa sendiri. Kedua pembelajaran ini diharapkan dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Bagaimanakah kemampuan komunikasi matematis dan aktivitas siswa pada penerapan model pembelajaran Peer Lesson dan model pembelajaran Think Talk Write?”


(27)

9

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis dan aktivitas siswa yang menerapkan model pembelajaranPeer Lesson dan model pembelajaran Think Talk Write di kelas XI IIS SMA Negeri 2 Abung Semuli tahun pelajaran 2014/2015.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pembelajaran matematika dengan mengunakan model pembelajaran Peer Lesson dan Think Talk Write yang ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi guru, calon guru dan peneliti lain mengenai pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Peer Lesson dan Think Talk Write yang ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa.

E. Ruang lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Model pembelajaran Peer lesson adalah sebuah model yang mengembangkan peer teachingdalam kelas yang menempatkan seluruh tanggung jawab kepada siswa untuk mengajar para peserta didik sebagai anggota kelas.


(28)

10

2. Model pembelajaran Think Talk Write adalah suatu model pembelajaran yang dibangun melalui kegiatan berpikir (think), berbicara (talk) dan menulis (write) yang melibatkan pemecahan masalah dalam kelompok kecil.

3. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam mengekspresikan gagasan-gagasan, ide-ide, dan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Secara umum, komunikasi merupakan suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk memberitahukan pendapat baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung melalui media. Sanjaya (2012:81) menyatakan bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari sumber (pembawa pesan) ke penerima pesan dengan maksud untuk memengaruhi penerima pesan. Komunikasi dapat secara langsung (lisan) dan tak langsung melalui media atau tulisan. Makna suatu komunikasi adalah aktivitas untuk mencapai tujuan komunikasi itu sendiri. Dengan demikian proses komunikasi tidak terjadi secara kebetulan melainkan dirancang dan diarahkan kepada pencapaian tujuan.

Dalam berkomunikasi harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan dapat dipahami oleh orang yang akan menerima pesan tersebut. Seseorang yang menyampaikan pesan dapat menggunakan berbagi macam bahasa dalam pengembangan kemampuan berkomunikasi, salah satunya adalah bahasa matematika. Susanto (2013:11) mengemukakan bahwa komunikasi dalam bidang matematika diartikan sebagai suatu peristiwa yang saling berhubungan atau dialog yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan.


(30)

12

Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari di kelas. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di lingkungan kelas adalah siswa dan guru. Sedang pengalihan pesan dapat terjadi secara lisan maupun tulisan.

Sejalan dengan pemaparan tentang definisi komunikasi di atas, Sanjaya (2012:83) menyatakan bahwa komponen komunikasi terdiri atas (1) siapa komunikator/ pengirim pesan, (2) pesan apa yang disampaikan, (3) melalui apa pesan itu disampaikan/ media, (4) siapa yang menerima pesan, (5) apa dampak/ hasil komunikasi. Jika dikaitkan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa maka kemampuan siswa dalam mengekspresikan pesan (gagasan-gagasan, ide-ide dan pemahamannya tentang konsep matematika) yang mereka pelajari. Schunk (2012:649) menyatakan bahwa anak harus didorong untuk menggunakan kerangka tulisan dan gambar untuk membantu mereka menyusun informasi. Selain itu menurut Eggen dan Kauchak (2012:99) bahwa tugas guru dalam menjelaskan materi atau memberikan informasi kepada siswa harus menggunakan bahasa yang sistematis dan jelas.

Berdasarkan pemaparan tentang kemampuan komunikasi di atas, perlu untuk diketahui apa saja komponen atau aspek yang terdapat dalam kemampuan

komunikasi. Ansari (2003:36) menelaah kemampuan komunikasi matematika dari dua aspek yaitu komunikasi lisan (talking) dan komunikasi tulisan (writing).

Komunikasi lisan diungkap melalui intensitas keterlibatan siswa dalam kelompok kecil selama berlangsungnya proses pembelajaran. Kemampuan komunikasi lisan siswa sulit diukur sehingga untuk mendapatkan informasi tersebut dibutuhkan lembar observasi untuk mengamati kualitas diskusi siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sementara kemampuan komunikasi tulisan adalah kemampuan dan keterampilan siswa menggunakan kosa kata (vocabulary), notasi dan struktur matematika untuk menyatakan hubungan dan gagasan serta memahaminya


(31)

13

dalam memecahkan masalah. Komunikasi matematika tertulis dapat diukur melalui soal.

Indikator komunikasi matematis menurut NCTM (Puspaningtyas, 2012:13) antara lain (1) kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual, (2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan maupun dalam bentuk visual lainnya, (3) Kemampuan dalam menggunakan notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

Salah satu model komunikasi matematis yang dikembangkan adalah komunikasi model Cai, Lane dan Jacobsin (Fachrurazi, 2011:81) meliputi (1) Menulis matematis (Written text). Pada kemampuan ini, siswa dituntut untuk dapat menuliskan penjelasan dari jawaban permasalahannya secara matematis, masuk akal, jelas serta tersusun secara logis dan sistematis, (2) Menggambar secara matematis (Drawing). Pada kemampuan ini, dituntut untuk dapat melukiskan gambar, diagram dan tabel secara lengkap dan benar, (3) Ekspresi Matematis (Mathematical Expression). Pada kemampuan ini, siswa diharapkan untuk memodelkan permasalahan matematis dengan benar atau mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat


(32)

14

berbagai alasan rasional terhadap suatu pernyataan, mengubah bentuk uraian ke-dalam model matematika dan mengilustrasikan ide-ide matematika ke ke-dalam bentuk uraian. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi mate-matika dilakukan observasi pada saat pembelajaran dan pemberian tes kemam-puan komunikasi matematika secara tertulis.

Pada penelitian ini, kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah kemampuan komunikasi matematis tertulis. Alasan pengambilan komunikasi matematis tertulis karena kemampuan siswa dapat diukur sesuai indikator yang ada dan penilaian dapat dilakukan secara bersamaan sehingga tidak menggangu proses pembelajaran di sekolah. Pada komunikasi matematis lisan, akan sulit dilakukan karena keterbatasan waktu untuk melakukan penilaian terhadap masing-masing siswa.

Indikator kemampuan komunikasi tertulis meliputi kemampuan menggambar (drawing), ekspresi matematika (mathematical expression) dan menulis (written texts) dengan indikator kemampuan komunikasi tertulis yang dikembangkan sebagai berikut:

a. Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggu-nakan gambar, bagan, tabel dan secara aljabar.

b. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara tulisan. c. Menggunakan bahasa matematika dan simbol secara tepat.

B. Model Pembelajaran Aktif TipePeer Lesson

Salah satu model pembelajaran yang diyakini dapat meningkatkan kemampuan belajar peserta didik dan mengoptimalkan hasil yang diperoleh dari proses belajar


(33)

15

adalah model pembelajaran aktif. Paham belajar aktif menurut Silberman (2009:1) adalah:

Apa yang saya dengar, saya lupa.

Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit.

Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman, saya mulai paham.

Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan.

Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya menguasainya.

Berdasarkan paham belajar aktif tersebut, mendengar dan melihat saja dalam proses pembelajaran akan membuat siswa kurang aktif dan hasil pembelajaran di kelas tidak akan maksimal. Hasil mendengar dan melihat pada saat proses pembelajaran akan lebih bermakna jika didiskusikan kembali dan disampaikan ulang dengan caranya masing-masing. Umpan balik baik dari teman atau guru akan membuat siswa mampu mengembangkan ide-ide dalam materi yang sedang dipelajari. Hal ini diperkuat oleh Jhon Holt dalam Silberman (2009: 5) yang menyatakan bahwa proses belajar akan meningkat jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal berikut :

a. mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka sendiri. b. memberikan contoh.

c. mengenali dalam bermacam macam bentuk dan situasi.

d. melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain. e. menggunakan dengan berbagai cara.

f. memprediksi sejumlah konsekuensi. g. menyebut lawan atau kaitannya.

Peer Lessonberasal dari katapeerdanlesson. Peerartinya sesama danlessonartinya pelajar atau mengajari, sehingga model peer lesson berarti mengajarkan kesesama


(34)

16

teman. Menurut Zaini, dkk (2008:65), model pembelajaranpeer lessonadalah strategi belajar yang berfungsi untuk menggiatkan kemauan peserta didik mengajarkan materi kepada teman. Sehingga dapat dikatakan model pembelajaran peer lesson adalah kegiatan pembelajaran dimana peserta didik dikelompokkan, dengan demikian mereka dapat berdiskusi untuk menyusun strategi yang terencana dalam menyajikan dan menyampaikan materi kepada temannya.

Pembelajaran teman sebaya sebenarnya dapat dijumpai dalam penerapan berbagai model pembelajaran. Slavin dalam Isjoni (2012: 24) menyatakan bahwa pembelajaran oleh teman sebaya dapat dikatakan sebagai cikal bakal munculnya model pembelajaran yang banyak memanfaatkan hubungan antar siswa, salah satunya pembelajaran kooperatif. Menurut Silberman (2009:173) Peer lesson adalah sebuah strategi yang mengembangkan peer teaching dalam kelas yang menempatkan seluruh tanggung jawab kepada siswa untuk mengajar para peserta didik sebagai anggota kelas. Strategi atau model pembelajaran ini banyak melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, dan mendorong siswa untuk berperan aktif dalam aktifitas pembelajaran. Model pembelajaran Peer Lesson memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari sesuatu dengan baik dan sekaligus menjadi narasumber bagi satu sama lain.

pelaksanaan strategi ini ada beberapa langkah yang harus dilalui, hal ini dijelaskan dalam Silberman (2009:185). Langkah-langkahnya antara lain (1) Guru membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil sebanyak segmen materi akan disampaikan, (2) Guru memberi tanggung jawab kepada setiap kelompok untuk mempelajari pokok bahasan yang mereka terima, (3) Guru meminta setiap kelompok menyiapkan strategi untuk menyampaikan materi kepada teman - teman sekelas.


(35)

17

Sarankan kepada mereka untuk tidak menggunakan metode ceramah atau seperti membaca laporan, (4) Guru memberikan beberapa saran dalam penyajian materi seperti menggunakan alat bantu visual, menyiapkan media pengajaran yang diperlukan, menggunakan contoh-contoh yang relevan, melibatkan teman dalam proses pembelajaran, misalnya melalui diskusi, permainan, kuis, studi kasus, dan lain-lain, (5) Guru memberi siswa waktu yang cukup untuk persiapan, baik di dalam maupun di luar kelas. Kemudian memerintahkan pada tiap kelompok untuk menyajikan materi mereka.

Adapun langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran model pembelajaran aktif tipe peer lesson dalam pembelajaran matematika menurut Silberman (2009:187), antara lain (1) Guru menjelaskan materi mengenai yang akan dipelajari secara garis besar, (2) Guru membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil sebanyak segmen materi akan disampaikan. Pada materi ini, guru membagi siswa menjadi 6 kelompok, dan setiap kelompok terdiri dari 5 orang, (3) Guru memberi tanggung jawab kepada setiap kelompok untuk mempelajari pokok bahasan yang mereka terima, (4) Guru meminta setiap kelompok menyiapkan strategi untuk menyampaikan materi kepada teman-teman sekelas. Sarankan kepada mereka untuk tidak menggunakan metode ceramah atau seperti membaca laporan, (5) Guru memberikan beberapa saran dalam penyajian materi seperti menggunakan alat bantu visual, menyiapkan media pengajaran yang diperlukan, menggunakan contoh-contoh yang relevan, melibatkan teman dalam proses pembelajaran, misalnya melalui diskusi, permainan, kuis, studi kasus, dan lain-lain, (6) Guru memberi siswa waktu yang cukup untuk persiapan, baik di dalam maupun di luar kelas, kemudian memerintahkan pada tiap kelompok untuk menyajikan materi mereka.


(36)

18

Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran aktif tipe Peer Lessondi atas, garis besar pelaksanaannya yaitu kelas dibagi dalam kelompok kecil secara heterogen kemudian kelompok dibagi berdasarkan sub topik yang akan dipelajari. Perbedaan model Peer Lesson dengan pembelajaran kelompok lainnya adalah setiap siswa berkesempatan untuk belajar dan bertindak sebagai nara sumber bagi siswa lain.

C. Model Pembelajaran Kooperatif TipeThink Talk Write(TTW)

Suatu model pembelajaran kooperatif yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemahaman siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write. Iru dan Arihi (2012:67-68) mendefinisikan bahwa Think Talk Write merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari tindakan yang cermat mengenai kegiatan pembelajaran yaitu melalui kegiatan berpikir (think), berbicara/ berdiskusi, bertukar pendapat (talk) serta menulis hasil diskusi (write) agar tujuan pembelajaran dan kompetensi yang diharapkan dapat tercapai.

TTW adalah model pembelajaran yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut dalam bentuk tulisan. Alur kemajuan pembelajaran TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide dengan temannya sebelum menulis. Anggota kelompok diatur secara heterogen dan dalam kelompok siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan, menanggapi dan melengkapinya dengan tulisan dalam suasana yang aktif dan menyenangkan. Suherman (2007:24), menjelaskan


(37)

19

bahwa Think Talk Write merupakan strategi pembelajaran yang dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengritisi, dan alternatif solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian membuat laporan hasil presentasi.

Definisi hampir serupa tentang pembelajaran TTW juga dipaparkan oleh Ngalimun (2013:170) yang menyatakan bahwaThink Talk Writemerupakan pem-belajaran yang dimulai dengan berpikir melalui bacaan (menyimak, memahami dan alternatif solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi dan kemudian buat laporan hasil diskusi. Kegiatan berpikir, berbicara dan menulis adalah kegiatan dalam pembelajaran matematika yang memberi peluang kepada siswa untuk berpartisipasi aktif menyelesaikan suatu masalah. Think Talk Write memberikan waktu kepada siswa untuk melakukan kegiatan tersebut (membaca, berpikir, berdiskusi/ bertukar pendapat, saling melengkapi ide-ide sebelum menulisnya).

Berikut adalah tahapan-tahapan dalam model pembelajaran Think Talk Write yang harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika menurut Yamin dan Ansari (2012: 85-90):

1. Think

Dalam tahap aktivitas berpikir (think) dapat dilihat dari proses membaca suatu teks matematika kemudian membuat catatan dari apa yang dibaca. Dalam penelitian ini, siswa diberikan permasalahan dalam bentuk lembar kerja siswa yang dilakukan secara individu. Tahap ini memungkinkan siswa secara individu membaca, memikirkan, membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada


(38)

20

bacaan dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri ini. Yamin dan Ansari (2012:85) mengungkapkan bahwa menulis setelah membaca dapat merangsang aktivitas berpikir siswa, sehingga dapat meningkatkan daya ingat, pengetahuan, keterampilan berpikir dan menulis siswa.

Selama aktivitas think berlangsung, guru hanya sebatas mengawasi untuk memastikan bahwa setiap siswa sudah melakukan aktivitas think dengan baik. Jika masih ada siswa yang belum melakukan aktivitas think yakni membaca dan menuliskan pada catatan kecilnya maka guru berusaha memotivasi dan memberi arahan tujuan tahap ini.

2. Talk

Tahap ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan ide-ide yang diperolehnya pada tahapwrite(berpikir mandiri) kepada anggota kelompok-nya dimana dalam satu kelompok terdiri dari 3-5 orang siswa yang heterogen. Pada tahap ini ada siswa sebagai siswa dan ada siswa sebagai guru. Sehingga membantu siswa lain yang kemampuannya berbeda untuk menyelesaikan masalah dan setiap siswa dilatih untuk dapat berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa mereka sendiri.

Yamin dan Ansari (2012: 86) memberikan alasan mengapa “Talk (berbicara atau berdiskusi) penting dalam matematika, yaitu (a) matematika adalah bahasa yang spesial dibentuk untuk mengomunikasikan bahasa sehari-hari, (b) pemahaman matematis dibangun melalui interaksi dan diskusi antar individu, (c) siswa menggunakan bahasa sendiri untuk menyajikan ide kepada temannya, memba-ngun teori bersama dan definisi, (d) pada fase talking terjadi pembentukan ide


(39)

21

yang dirumuskan maupun direvisi, dan (e) talking membantu guru mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam belajar matematika sehingga dapat mempersiapkan pembelajaran selanjutnya yang lebih ditekankan.

Pada tahap talk, tugas guru memberikan motivasi atau dorongan kepada siswa yang kurang aktif dalam diskusi, merasa kurang percaya diri terhadap hasil pekerjaannya atau kelompok siswa yang mendapatkan jalan buntu untuk menemukan suatu jawaban. Guru harus meyakinkan siswa bahwa jawabannya merupakan pemikiran yang hebat dan patut dibanggakan. Selain itu, tugas guru yang disampaikan oleh Silver dan Smith (Yamin dan Ansari, 2012:90) adalah mengajukan pertanyaan, menantang setiap siswa untuk berpikir, mendengarkan secara hati-hati ide siswa dan membimbing.

3. Write

Tahap menulis kembali hasil yang diperoleh siswa setelah melewati kedua tahap di atas. Tahap menulis ini berarti mengonstruksi ide, dari kegiatan tahap pertama dan kedua. Yamin dan Ansari (2012:88) mengungkapkan bahwa aktifitas siswa selama tahap ini (1) menulis solusi terhadap masalah atau pertanyaan yang diberikan, (2) mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah, baik penyelesaiannya menggunakan grafik, diagram, atau tabel agar mudah dibaca atau ditindaklanjuti, (3) mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan ataupun perhitungan yang ketinggalan, dan (4) meyakini bahwa pekerjaanya lengkap, mudah dibaca dan terjamin keasliannya. Pada tahap write, guru mempunyai peran dan tugas memonitoring siswa, menilai partisipasi siswa dan memotivasi kembali, membimbing siswa untuk melakukan aktivitas tahap write.


(40)

22

Langkah-langkah pembelajaran Think Talk Write (Yamin dan Ansari, 2012:90) adalah:

1. guru membagi teks bacaan berupa lembaran aktivitas siswa siswa yang memuat situasi masalah bersifat open-ended dan petunjuk serta prosedur pelaksanaannya.

2. siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (think), untuk dibawa ke forum diskusi.

3. siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar.

4. siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi (write).

Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan kegiatan utama dalam model Think Talk Writeantara lain berpikir, berbicara, dan menulis. Kegiatan tersebut memberi peluang kepada siswa untuk berpartisipasi aktif menyelesaikan suatu masalah. Hal tersebut akan lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan anggota kelompok 3-5 siswa.

D. Penelitian Relevan

Penelitian dengan model pembelajaran aktif tipe Peer Lesson pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti, diantaranya penelitian Mulasiwi (2013:12) dan Rahmadina (2013:8), yang menyimpulkan bahwa Peer Lesson dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian oleh Koleta (2013:12) menyimpulkan bahwa aktivitas belajar dan pemahaman konsep matematis siswa meningkat secara signifikan. Penelitian oleh Afriyeni (2011:5) juga menyimpulkan hasil


(41)

23

positif terhadap penerapan model Peer Lesson, karena penelitian tersebut menyimpulkan bahwa model ini dianggap berhasil meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

Penelitian yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti. Penelitian oleh Nurinayah (2008:30) dan Wahidah (2013:7) menyimpulkan bahwa Think Talk Writeberpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa. Penelitian oleh Wiadnyana (2013:9) menyimpulkan bahwa Think Talk Write tidak hanya meningkatkan hasil belajar siswa, tetapi juga aktivitas belajar siswa. Penelitian Risdianawati (2012:97) menyimpulkan bahwa Think Talk Write cukup efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dan kreatifitas berpikir siswa, sedangkan penelitian Sugandi (2011:49) menyimpulkan bahwa Think Talk Write dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa sekaligus penalaran matematisnya.

E. Kerangka Pikir

Kemampuan komunikasi matematis siswa sangat perlu untuk dikembangkan, karena melalui komunikasi matematis siswa dapat melakukan organisasi berpikir matematisnya baik secara lisan atau tulisan. Siswa dapat memberi respon dengan tepat, baik di antara siswa itu sendiri maupun antara siswa dengan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, siswa juga dapat membuat berbagai representasi yang beragam, sehingga akan lebih memudahkan siswa dalam mendapatkan alternatif-alternatif penyelesaian dari berbagai permasalahan matematis. Rendahnya kemampuan komunikasi matematis terjadi karena


(42)

24

pembelajaran yang berlangsung kurang melibatkan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, serta guru kurang berinovasi dengan berbagai model pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas. Selain itu, guru masih menjadi pusat pembelajaran sehingga selama pembelajaran hanya terjadi komunikasi satu arah.

Meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilakukan dengan beberapa hal, salah satunya adalah memilih model pembelajaran yang tepat. Ketepatan dalam memilih dan menerapkan suatu model pembelajaran cukup berpengaruh dalam suatu proses pembelajaran. Model pembelajaran yang dipilih hendaknya dapat menciptakan suasana pembelajaran siswa aktif, kreatif, menyenangkan, serta dapat menarik minat dan gairah belajar siswa.

Perbedaan mendasar antara Peer Lesson dengan Think Talk Write adalah pada tahap akhir proses pembelajaran. PadaPeer Lesson tahap terakhir yang dilakukan siswa adalah menyampaikan hasil diskusi kelompok dalam sebuah kegiatan pengajaran di kelas, yang lebih menekankan pada pengembangan kemampuan komunikasi matematis lisan siswa. Sedangkan pada Think Talk Write, tahap terakhir adalah menuliskan kembali apa yang telah diperoleh siswa pada tahap think (berpikir) dan tahap talk (berdiskusi), yang lebih menekankan pada pengembangan kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa.

Berdasarkan uraian sebelumnya, penerapan model pembelajaranPeer Lesson dan Think Talk Write diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa, baik kemampuan komunikasi matematis tertulis ataupun lisan. Penelitian ini hanya melakukan penilaian pada kemampuan komunikasi matematis tertulis, sehingga muncul pertanyaan


(43)

25

bagaimanakah kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Peer Lesson dan model pembelajaran Think Talk Write

F. Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:

1. Setiap siswa kelas XI IIS semester ganjil SMA Negeri 02 Abung Semuli Tahun Pelajaran 2014/2015 memperoleh materi pelajaran matematika sesuai dengan kurikulum 2013.

2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa selain model pembelajaran dikontrol sehingga memberikan pengaruh yang sangat kecil dan dapat diabaikan.


(44)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Ditinjau dari jenis datanya pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ini hanya berusaha menggambarkan secara jelas berbagai permasalahan dan pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelum peneliti terjun ke lapangan. Secara teoritis format penelitian kualitatif berbeda dengan format penelitian kuantitatif. Perbedaan tersebut terletak pada kesulitan dalam membuat desain penelitian kualitatif, karena pada umumnya penelitian kualitatif yang tidak berpola. Format desain penelitian kualitatif ini menggunakan format deskriptif seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.

B. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas peminatan ilmu-ilmu sosial (IIS), tepatnya di kelas XI IIS 1 dan XI IIS 2 SMA Negeri 2 Abung Semuli.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IIS 1 dan XI IIS 2, dimana peneliti hanya menggunakan dua kelas dengan menggunakan model pembelajaran yang berbeda pada kelas XI IIS di SMA Negeri 2 Abung Semuli yang berjumlah


(45)

27

tiga kelas. Pada kelas XI IIS 1 menggunakan model pembelajaran Peer Lesson dan XI IIS 2 menggunakan model pembelajaranThink Talk Write.

D. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan sebagai berikut : a. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian, untuk

mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian. b. Menentukan subjek penelitian.

Siswa kelas XI IIS 1 dan X1 IIS 2 SMA Negeri 2 Abung Semuli.

c. Menetapkan materi pelajaran dan membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang disusun menggunakan model pembelajaran Peer LessondanThink Talk Write.

d. Membuat instrumen penelitian.

- Lembar Observasi Aktivitas Siswa - Tes Akhir

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Peer LessondanThink Talk Writepada masing-masing kelas eksperimen. b. Mengadakanposttestpada kedua kelas eksperimen.


(46)

28

3. Tahap Pengolahan Data

a. Mengumpulkan data dari masing-masing kelas. b. Mengecek keabsahan data

c. Mengolah dan menganalisis hasil data yang diperoleh dari masing-masing kelas.

d. Membuat kesimpulan.

E. Data Penelitian

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data Primer pada penelitian ini adalah data kemampuan komunikasi matematis siswa yang diperoleh melalui hasilposttest terhadap kelas eksperimen, serta data tentang aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah data jumlah siswa dan hasil ujian semester genap matematika kelas X SMA Negeri 2 Abung Semuli Tahun Pelajaran 2013/2014.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini, yaitu:

1. Observasi Partisipatif

Observasi partisipatif adalah observasi dimana peneliti ikut terlibat dalam proses pembelajaran siswa kelas XI IIS 1 dan X1 IIS 2 SMA Negeri 2 Abung Semuli. Observasi dilaksanakan oleh ibu Devi Anggraini selaku guru mitra dengan bantuan lembar observasi aktivitas siswa.


(47)

29

2. Tes Akhir (Posttest)

Teknik pengumpulan data yang digunakan selanjutnya dalam penelitian ini adalah tes pada akhir proses pembelajaran. Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk uraian dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan komunikasi siswa. Tes diberikan ketika pemberian materi telah selesai atau tes di akhir pembelajaran (posttest).

G. Instrumen Penelitian

1. Instrumen Nontes

Instrumen nontes yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi yang digunakan untuk mengamati aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran dengan model Peer Lesson dan Think Talk Write. Lembar observasi terdiri dari lima indikator aktivitas siswa, diantaranya adalah berdiskusi dalam kelompok, memperhatikan proses diskusi, bertanya kepada guru, menjawab pertanyaan guru serta mengerjakan LKPD/tugas. Analisa hasil observasi dilakukan dengan menentukan presentase seperti yang dikembangkan oleh Sudjana yang akan dijelaskan pada poin selanjutnya.

2. Instrumen Tes

Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen tes. Tes yang digunakan adalah tes kemampuan komunikasi yang dilakukan pada akhir proses pembelajaran. Bentuk tes dalam penelitian ini


(48)

30

berbentuk esai. Soalposttestberupa soal esai yang terdiri dari 3 soal yang terbagi dalam 5 item. Materi yang diujikan adalah pokok bahasan penerapan trigonometri pada segitiga. Sebelum penyusunan tes kemampuan komunikasi matematis dilakukan, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal tes kemampuan komunikasi matematis. Soal yang diberikan disusun berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematis. Setiap soal memiliki satu atau lebih indikator kemampuan komunikasi matematis.

Sebelum digunakan dalam penelitian, soal tes tersebut dikonsultasikan terlebih dosen pembimbing. Selanjutnya soal tes tersebut diujicobakan pada siswa kelas XI MIA 1 SMAN 2 Abung Semuli tahun pelajaran 2014/2015 yang terlebih dahulu telah mempelajari materi tersebut. Untuk mendapatkan data yang akurat, maka butir soal yang digunakan dalam penelitian harus memenuhi kualifikasi soal yang layak digunakan untuk tes. Kualifikasi soal yang baik harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya sebagai berikut.

2.1 Validitas Butir Soal

Alat ukur dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Dengan kata lain validitas berkaitan dengan ketepatan suatu alat ukur. Teknik yang digunakan untuk menguji validitas butir soal dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment (Widoyoko, 2012:137) dengan angka kasar sebagai berikut:

r = N XY ( X)( Y)


(49)

31

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi suatu butir

N = jumlah subyek

= Jumlah skor siswa pada setiap butir soal = Jumlah total skor siswa

= Jumlah hasil perkalian skor siswa pada setiap butir dengan total skor siswa

Penafsiran harga korelasi dilakukan dengan membandingkan dengan harga kritik untuk validitas butir instrumen, yaitu 0,3. Artinya apabila ≥ 0,3, nomor butir tersebut dikatakan valid dan memuaskan (Widoyoko, 2012:143). Interpretasi hasil perhitungan validitas butir tes tertera pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Rangkuman Validitas Butir Soal Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

No.

Butir Soal rxy Interpretasi Validitas

1a 0,97 Valid

1b 0,81 Valid

2 0,74 Valid

3a 0,8 Valid

3b 0,81 Valid

Berdasarkan hasil uji coba pada tingkat validitas butir tes, diperoleh semua soal valid, jadi tidak perlu dilakukan revisi ulang. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.1.

2.2 Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Reliabilitas instrumen diukur berdasarkan koefisien reliabilitas dan digunakan untuk mengetahui tingkat interpretasi suatu tes. Suatu tes dikatakan reliabel jika hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan


(50)

32

tes tersebut berulang kali terhadap subjek yang sama senantiasa menunjukan hasil yang tetap sama atau sifatnya stabil. Instrumen yang digunakan adalah tes tertulis yang berbentuk uraian sehingga untuk menentukan koefisien reliabilitas instrumen digunakan rumus Alpha. Sudijono (2008: 207) mengungkapkan rumus Alpha dengan kriteria suatu tes dikatakan baik jika memiliki reliabilitas lebih dari 0,70 adalah sebagai berikut:

              

2

2 11 1 1 t i n n r σ σ dengan 2 2 2

N

X

N

X

i i

t

σ

Keterangan: 11

r = nilai reliabilitas instrumen (tes)

n

= banyaknya butir soal (item)

2

i

σ = jumlah varians dari tiap-tiap item tes σt2 = varians total

N = banyaknya data = jumlah semua data

= jumlah kuadrat semua data

Berdasarkan perhitungan sesuai dengan rumus di atas, diperoleh nilai r11= 0,93. Harga

11

r tersebut telah memenuhi kriteria reliabilitas menurut pendapat Sudijono (2008). Oleh karena itu, instrumen tes penyelesaian soal kemampuan komunikasi matematis siswa tersebut sudah layak digunakan untuk mengumpulkan data. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2.

2.3 Daya Pembeda

Daya pembeda suatu butir tes adalah kemampuan suatu butir untuk membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Untuk


(51)

33

menghitung daya pembeda, terlebih dahulu mengurutkan siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Karena banyak siswa dalam penelitian ini kurang dari 100 siswa, maka menurut Arikunto (2008: 212) diambil 50% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 50% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah). Daya pembeda butir dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya tingkat diskriminasi atau angka yang menunjukkan besar kecilnya daya pembeda. Menurut Sudijono (2008:389-390) rumus yang akan digunakan untuk menghitung daya beda adalah sebagai berikut.

DP = JA JB IA Keterangan :

DP : Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

JA : Rata-rata kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : Rata-rata kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : Skor maksimum butir soal yang diolah

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

Negatif≤ DP ≤ 0.09 Sangat buruk 0.10≤ DP ≤ 0.19 Buruk

0.20≤ DP ≤ 0.29 Agak baik, perlu revisi 0.30≤ DP ≤ 0.49 Baik

DP≥0.50 Sangat baik

Sudijono (2008:388) Interpretasi hasil perhitungan daya pembeda tertera pada Tabel 3.3.


(52)

34

Tabel 3.3 Rangkuman Uji Daya Pembeda Tes Penyelesaian Soal Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

No.

Butir Soal Daya Pembeda Interpretasi

1a 0,42 Baik

1b 0,6 Sangat Baik

2 0,3 Baik

3a 0,45 Baik

3b 0,5 Sangat Baik

Berdasarkan hasil uji coba daya pembeda, diperoleh tiga soal dengan interpretasi baik dan dua soal dengan interpretasi sangat baik. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.3

2.4 Tingkat Kesukaran Butir Soal

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal. Sudijono (2008: 372) mengungkapkan untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus berikut.

=

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) sebagai berikut:


(53)

35

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

0.00 0.15 Sangat Sukar

0.16 0.30 Sukar

0.31 0.70 Sedang

0.71 0.85 Mudah

0.86 1.00 Sangat Mudah

Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang memiliki intepretasi sedang, yaitu memiliki nilai tingkat kesukaran 0.31TK0.70. Soal yang memiliki interpretasi mudah dan sukar perlu direvisi, sedangkan soal yang memiliki interpretasi sangat mudah dan sangat sukar dibuang. Interpretasi hasil perhitungan tingkat kesukaran tes tertera pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Rangkuman Uji Tingkat Kesukaran Tes Penyelesaian Soal Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

No.

Butir Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1a 0,63 Sedang

1b 0,63 Sedang

2 0,57 Sedang

3a 0,56 Sedang

3b 0,58 Sedang

Berdasarkan hasil uji coba pada tingkat kesukaran, kelima soal memiliki interpretasi sedang. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.3.

Berdasarkan perhitungan tentang uji kualifikasi soal, terbukti soal memiliki kualifikasi yang baik dan layak diujikan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa. Berikut adalah hasil perhitungan selengkapnya.


(54)

36

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Penyelesaian Soal Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

No.

Soal Validitas Reliabilitas Daya Pembeda

Tingkat Kesukaran 1a 0,97 (valid)

0,93 (Raliabilitas

Tinggi)

0,42 (baik) 0,63 (sedang) 1b 0,81 (valid) 0,60 (sangat baik) 0,63 (sedang)

2 0,74 (valid) 0,30 (baik) 0,57 (sedang)

3a 0,80 (valid) 0,45 (baik) 0,56 (sedang)

3b 0,81 (valid) 0,50 (sangat baik) 0,58 (sedang)

H. Keabsahan Data

Dalam penelitian ini digunakan keabsahan konstruk (Construct validity). Keabsahan konstruk adalah keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian bahwa yang diukur benar-benar merupakan variabel yang ingin di ukur. Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Dalam penelitian ini digunakan proses triangulasi, triangulasi yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Triangulasi data

Penelitian ini menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, hasil observasi dan hasil wawancara yang dilakukan lebih dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.

2. Triangulasi metode

Dalam penelitian ini peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi, dan dokumentasi dilakukan untuk memperkuat hasil yang ingin dicapai.


(55)

37

3. Triangulasi pengamat

Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data. Pada penelitian ini, guru mitra bertindak sebagai pengamat (expert judgement)yang memberikan masukan terhadap pengumpulan data.

I. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Analisis Hasil Observasi

Data aktivitas siswa diperoleh selama kegiatan pembelajaran berlangsung melalui observasi. Pengamatan dilakukan oleh observer menggunakan sebuah lembar observasi aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Lembar observasi dianalisa dengan menentukan presentase seperti yang dikembangkan Sudjana (2005: 130) sebagai berikut:

= × 100%

Keterangan:

P = persen siswa aktif

F = jumlah siswa yang aktif brdasarkan indikator yang tersedia N = jumlah siswa seluruhnya

Kriteria penilaian aktivitas belajar dikelompokkan seperti Tabel 3.7. Tabel 3.7 Kriteria Tingkat Keberhasilan Aktivitas Belajar Siswa

Kriteria Range presentase

Sedikit sekali Sedikit Banyak Banyak sekali

1 25

25 < 50 50 < 75 75 < 100


(56)

38

Seperti tertera pada Tabel 3.1 di atas, penelitian ini mengamati lima aktivitas siswa selama proses pembelajaran, yaitu aktivitas siswa berdiskusi dalam kelompok, memperhatikan proses diskusi, bertanya kepada guru, menjawab pertanyaan guru, serta mengerjakan LKPD/tugas.

2. Analisis Data Kemampuan Komunikasi Matematis siswa

Data kemampuan komunikasi matematis siswa diperoleh dari hasil posttest. Posttest ini berfungsi untuk mengetahui tingkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Data kemampuan komunikasi matematis hasil posttest dari kedua kelas dihitung rata-ratanya kemudian dibandingkan untuk melihat perbedaan hasil yang diperoleh. Selanjutnya dilakukan analisis pencapaian indikator kemampuan komunikasi matematis siswa, dengan cara menghitung persentase per indikator terlebih dahulu kemudian membandingkan hasilnya dari kedua kelas. Tujuan dilakukannya analisis ini adalah untuk mengetahui berapa persen indikator kemampuan komunikasi matematis yang dicapai oleh siswa yang menggunakan model pembelajaranPeer LessondanThink Talk Write.


(57)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diperoleh rata-rata hasil posttest pada kelas Peer Lesson sebesar 64,58, sedangkan kelas Think Talk Write (TTW) sebesar 65,05. Persentase pencapaian indikator kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas Peer Lesson sebesar 63,33%, sedangkan kelas TTW sebesar 67,00%. Rata-rata peningkatan aktivitas siswa pada kelas Peer Lesson sebesar 18,75%, sedangkan kelas TTW sebesar 19,35%.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa baik pada kelas Think Talk Write (TTW) maupun kelas Peer Lessonkeduanya dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Guru dapat menggunakan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) sebagai alternatif untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai analisis model pembelajaran Peer Lesson dan Think Talk Write (TTW) ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa hendaknya :


(58)

56

a. Melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama agar hasil penelitian lebih optimal.


(59)

57

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, Bansu Irianto. 2003.Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk Write. Referensi: Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi aksara: Jakarta.

BSNP. 2007.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Pasal 1 Ayat 1. Depdiknas. Jakarta.

Dimiyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta: Jakarta.

Eggen, Paul dan Don Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Indeks: Jakarta.

Fachrurazi. 2011.Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar.Jurnal UPI Edisi Khusus No.01. [online]. Tersedia:

http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf. (diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Iru, La dan La Ode S. Arihi. 2012. Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi dan Model-model Pembelajaran. Multi Presindo: Bantul. Isjoni. 2013. Cooperative Learning. Alfabeta: Bandung.

Koleta. 2013.Penerapan Model Peer Lessons pada Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Peserta Didik.[Online]. Tersedia: http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/3069. (diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Mulasiwi, Cut Misni. 2013.Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Akuntansi Melalui Strategi Peer Lesson dengan Media Ular Tangga. [Online]. Tersedia:http://eprints.uns.ac.id/1629/1/2128-4798-1-SM.pdf. (diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).


(60)

58

Mullis, V.S.I, Martin, M. O., Foy, P. & Arora, A. 2012. TIMSS 2011. Internasional Results in Mathematics. Tersedia (online):

http://timss.bc.edu/timss2011/downloads/T11_IR_Mathematics_FullBook.pdf ( diakses pada 19 Agustus 2014).

NCTM (Natonal Council Teacher of Mathematic). 2000. Priciples and Standard for School Mathematics. Reston, Virgina: NCTM.

Ngalimun. 2013. Strategi dan Model Pembelajaran. Aswaja Pressindo: Yogyakarta. Nurinayah, Nina. 2008.Pengaruh Strategi Think Talk Write (TTW) Terhadap

Hasil Belajar Matematika Siswa.[Online]. Tersedia:

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/10005/1/Nina%20 nurinayah.pdf.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

OECD. 2010.PISA 2009 Result: What Student Know and Can Do: Student Performance in Reading, Mathematics and Science (Volume 1). Tersedia (online):http://dx.doi.org/10.1787/888932343152.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Peraturan Menteri Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kurikulum SMA-MA. PISA. 2009.Higlights From PISA 2009: Performance of U.S. 15 Year-Old

Students in Reading, Mathematics, and Science Literacy in an International Context. [online]. Tersedia: http://nces.ed.gov/pubs2011/2011004.pdf. [19 Agustus 2014].

Puspaningtyas, Nicky Dwi. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (Tps) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi. Unila: Lampung. Tidak diterbitkan.

Rahmadina. 2013.Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Peer Lesson pada Pembelajaran Matematika di Kelas VIII SMPN Padang Panjang.[Online]. Tersedia: http://jurnal.umsb.ac.id/wp-content/uploads/2014/04/jurnal-dina.pdf.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Rina, Afriyeni. 2011.Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Peer Lesson Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas VIII SMPN 10 Padang. [Online]. Tersedia:

http://www.jurnal.stkip-pgri-sumbar.ac.id/MHSMAT/index.php/mat20121/article/view/56.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Risdianawati, Erika. 2012.Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) Menggunakan Mind Map Terhadap Kreativitas Berpikir dan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan (TDIP) Tamansiswa Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012.[Online]. Tersedia:


(61)

59 http://digilib.uinsuka.ac.id/8064/1/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20PUST AKA.pdf.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Sanjaya, Wina. 2012. Media Komunikasi Pembelajaran. Kencana Prenaga Media Group: Jakarta.

Schunk, Dale H. 2012. Learning Theories an Educational Perspective. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Silberman, Mel. 2009. Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Pustaka Insan Madani: Yogyakarta.

Sudjana. 2005.Metoda Statistik. Tarsito: Bandung.

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Sugandi, Asep Ikin. 2011.Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Komunikasi dan Penalaran Matematis. [Online]. Tersedia:

http://www.jurnal.stkip-pgri-sumbar.ac.id/MHSMAT/index.php/mat20121/article/view/56.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Suherman, H. E. dkk. 2007.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA–UPI: Bandung.

Susanto, Hadi. 2013. Peran Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika. [Online]. Tersedia:http://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/05/20/ . (Diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Wahidah, Imama. 2013.Penerapan Strategi Think Talk Write (TTW) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Brawiaya Smart School(BSS).[Online]. Tersedia:

http://jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikelC426991AD61AA9D985FB1 DC4ACBED807.pdf.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Wiadnyana, I Wayan Puspa. 2013.Penerapan Strategi Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa. [Online]. Tersedia:http://eprints.uny.ac.id/7361/1/p-5.pdf.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Widoyoko, Eko Putro. 2012.Evaluasi Program Pembelajaran. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Yamin, Martinis dan Bansu I. Ansari 2012. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Referensi: Jakarta.

Zaini, H. Munthe, B. dan Aryani, S.A. 2008.Strategi Pembelajaran Aktif. CTSD: Yogyakarta.


(1)

38

Seperti tertera pada Tabel 3.1 di atas, penelitian ini mengamati lima aktivitas siswa selama proses pembelajaran, yaitu aktivitas siswa berdiskusi dalam kelompok, memperhatikan proses diskusi, bertanya kepada guru, menjawab pertanyaan guru, serta mengerjakan LKPD/tugas.

2. Analisis Data Kemampuan Komunikasi Matematis siswa

Data kemampuan komunikasi matematis siswa diperoleh dari hasil posttest. Posttest ini berfungsi untuk mengetahui tingkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Data kemampuan komunikasi matematis hasil posttest dari kedua kelas dihitung rata-ratanya kemudian dibandingkan untuk melihat perbedaan hasil yang diperoleh. Selanjutnya dilakukan analisis pencapaian indikator kemampuan komunikasi matematis siswa, dengan cara menghitung persentase per indikator terlebih dahulu kemudian membandingkan hasilnya dari kedua kelas. Tujuan dilakukannya analisis ini adalah untuk mengetahui berapa persen indikator kemampuan komunikasi matematis yang dicapai oleh siswa yang menggunakan model pembelajaranPeer LessondanThink Talk Write.


(2)

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diperoleh rata-rata hasil posttest pada kelas Peer Lesson sebesar 64,58, sedangkan kelas Think Talk Write (TTW) sebesar 65,05. Persentase pencapaian indikator kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas Peer Lesson sebesar 63,33%, sedangkan kelas TTW sebesar 67,00%. Rata-rata peningkatan aktivitas siswa pada kelas Peer Lesson sebesar 18,75%, sedangkan kelas TTW sebesar 19,35%.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa baik pada kelas Think Talk Write (TTW) maupun kelas Peer Lessonkeduanya dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Guru dapat menggunakan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) sebagai alternatif untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai analisis model pembelajaran Peer Lesson dan Think Talk Write (TTW) ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa hendaknya :


(3)

56

a. Melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama agar hasil penelitian lebih optimal.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, Bansu Irianto. 2003.Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk Write. Referensi: Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi aksara: Jakarta.

BSNP. 2007.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Pasal 1 Ayat 1. Depdiknas. Jakarta.

Dimiyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta: Jakarta.

Eggen, Paul dan Don Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Indeks: Jakarta.

Fachrurazi. 2011.Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar.Jurnal UPI Edisi Khusus No.01. [online]. Tersedia:

http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf. (diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Iru, La dan La Ode S. Arihi. 2012. Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi dan Model-model Pembelajaran. Multi Presindo: Bantul. Isjoni. 2013. Cooperative Learning. Alfabeta: Bandung.

Koleta. 2013.Penerapan Model Peer Lessons pada Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Peserta Didik.[Online]. Tersedia: http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/3069. (diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Mulasiwi, Cut Misni. 2013.Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Akuntansi Melalui Strategi Peer Lesson dengan Media Ular Tangga. [Online]. Tersedia:http://eprints.uns.ac.id/1629/1/2128-4798-1-SM.pdf. (diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).


(5)

58

Mullis, V.S.I, Martin, M. O., Foy, P. & Arora, A. 2012. TIMSS 2011. Internasional Results in Mathematics. Tersedia (online):

http://timss.bc.edu/timss2011/downloads/T11_IR_Mathematics_FullBook.pdf ( diakses pada 19 Agustus 2014).

NCTM (Natonal Council Teacher of Mathematic). 2000. Priciples and Standard for School Mathematics. Reston, Virgina: NCTM.

Ngalimun. 2013. Strategi dan Model Pembelajaran. Aswaja Pressindo: Yogyakarta. Nurinayah, Nina. 2008.Pengaruh Strategi Think Talk Write (TTW) Terhadap

Hasil Belajar Matematika Siswa.[Online]. Tersedia:

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/10005/1/Nina%20 nurinayah.pdf.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

OECD. 2010.PISA 2009 Result: What Student Know and Can Do: Student Performance in Reading, Mathematics and Science (Volume 1). Tersedia (online):http://dx.doi.org/10.1787/888932343152.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Peraturan Menteri Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kurikulum SMA-MA. PISA. 2009.Higlights From PISA 2009: Performance of U.S. 15 Year-Old

Students in Reading, Mathematics, and Science Literacy in an International Context. [online]. Tersedia: http://nces.ed.gov/pubs2011/2011004.pdf. [19 Agustus 2014].

Puspaningtyas, Nicky Dwi. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (Tps) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi. Unila: Lampung. Tidak diterbitkan.

Rahmadina. 2013.Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Peer Lesson pada Pembelajaran Matematika di Kelas VIII SMPN Padang Panjang.[Online]. Tersedia: http://jurnal.umsb.ac.id/wp-content/uploads/2014/04/jurnal-dina.pdf.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Rina, Afriyeni. 2011.Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Peer Lesson Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas VIII SMPN 10 Padang. [Online]. Tersedia:

http://www.jurnal.stkip-pgri-sumbar.ac.id/MHSMAT/index.php/mat20121/article/view/56.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Risdianawati, Erika. 2012.Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) Menggunakan Mind Map Terhadap Kreativitas Berpikir dan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan (TDIP) Tamansiswa Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012.[Online]. Tersedia:


(6)

http://digilib.uinsuka.ac.id/8064/1/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20PUST AKA.pdf.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Sanjaya, Wina. 2012. Media Komunikasi Pembelajaran. Kencana Prenaga Media Group: Jakarta.

Schunk, Dale H. 2012. Learning Theories an Educational Perspective. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Silberman, Mel. 2009. Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Pustaka Insan Madani: Yogyakarta.

Sudjana. 2005.Metoda Statistik. Tarsito: Bandung.

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Sugandi, Asep Ikin. 2011.Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Komunikasi dan Penalaran Matematis. [Online]. Tersedia:

http://www.jurnal.stkip-pgri-sumbar.ac.id/MHSMAT/index.php/mat20121/article/view/56.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Suherman, H. E. dkk. 2007.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA–UPI: Bandung.

Susanto, Hadi. 2013. Peran Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika. [Online]. Tersedia:http://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/05/20/ . (Diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Wahidah, Imama. 2013.Penerapan Strategi Think Talk Write (TTW) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Brawiaya Smart School(BSS).[Online]. Tersedia:

http://jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikelC426991AD61AA9D985FB1 DC4ACBED807.pdf.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Wiadnyana, I Wayan Puspa. 2013.Penerapan Strategi Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa. [Online]. Tersedia:http://eprints.uny.ac.id/7361/1/p-5.pdf.(diakses pada tanggal 19 Agustus 2014).

Widoyoko, Eko Putro. 2012.Evaluasi Program Pembelajaran. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Yamin, Martinis dan Bansu I. Ansari 2012. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Referensi: Jakarta.

Zaini, H. Munthe, B. dan Aryani, S.A. 2008.Strategi Pembelajaran Aktif. CTSD: Yogyakarta.


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TTW (THINK TALK WRITE) DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Ngambur Pesisir Barat Tahun Pelajaran 2013-2014)

0 12 44

EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 29 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 3 55

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE

1 5 56

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 13 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

1 8 47

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE DITINJAU DARI KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

5 41 61

ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN PEER LESSON DAN THINK TALK WRITE DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI Semester Ganjil SMA Negeri 2 Abung Semuli Tahun Pelajaran 2014/2015)

1 11 61

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DAN THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Terusan Nunyai T.P. 2014/2015)

0 3 52

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 7 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

1 14 60

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa kelas VII SMP Negeri 26 Bandar lampung Semester Genap T.P 2014/2015)

1 3 55

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (Studi pada Siswa Kelas VII MTs Mathla’ul Anwar Gisting Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 18 70