setelah itu dilakukan visum terhadap korban di rumah sakit Polda Jatim dan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi serta dilakukan
penahanan terhadap tersangka, Setelah berkas-berkas lengkap P.21 maka pihak kepolisian akan memproses perkara tersebut di Kejaksaan.
b. Penerapan sanksi pidana
Mengenai tindak pidana pencabulan terhadap anak yang dilakukan orang dewasa dapat dikenakan ancaman hukuman, yakni:
Menurut Pasal 289 KUHP, menyatakan :
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun.
1. Yang dimaksudkan dengan perbuatan cabul ialah segala perbuatan yang
keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya; cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada,
dan sebagainya.
2. Yang dilarang dalam pasal ini bukan saja memaksa orang untuk
melakukan perbuatan cabul, tetapi juga memaksa orang untuk membiarkan dialkukan pada dirinya perbuatan cabul
Menurut Pasal 290 KUHP, menyatakan ;
Dengan ancaman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum:
1e. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya
2e. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum
cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa orang itu belum masanya buat dikawin.
3e. Barangsiapa membujuk menggoda seseorang, yang diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun
atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa ia belum masanya buat kawin, akan melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya
perbuatan cabul, atau akan bersetubuh dengan orang lain dengan tiada kawin.
c. Skema Proses Penanganan menurut UU Perlindungan Anak.
Dalam proses upaya penegakan hukum terhadap pelaku anak atau
tersangka tindak pidana pencabulan anak yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Polres Surabaya Selatan berbeda dengan upaya penegakan
hukum terhadap pelaku orang dewasa, proses penyelidikan dan penyidikannya pun juga berbeda, adalah sebagai berikut :
1. Pelaporan
Korban berhak melaporkan secara langsung perbuatan cabul kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat
kejadian perkara atau korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau yang lain untuk melaporkan kepada pihak kepolisian baik di
tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara.
Melakukan visum Korban melaporkan
kepada pihak kepolisian
Selesai mediasi Mediasi tidak berhasil
Mediasi
dilanjutkan keperkara penyelidikan dan penyidikan
Perkara dianggap Selesai
2. Visum
Visum adalah suatu keterangan dokter apa yang dilihat dan diketemukan didalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang
luka atau terhadap mayat. Dokter yang berhak melakukan visum Setelah itu dilakukan visum ke Laboratorium Forensik yang digunakan
sebagai alat bukti dalam penyidikan, kemudian polisi melakukan pemanggilan terhadap pelaku untuk proses penyidikan apabila korban
mengalami kekerasan fisik. 3.
Mediasi Tidak semua tindak pidana harus diselesaikan di meja pengadilan
ada pengecualian dalam penyelesaian suatu tindak pidana tertentu dengan melakukan mediasi misalnya dalam kasus tindak pidana yang
dilakukan oleh anak. Pihak kepolisian juga harus menitih tumbuh kembang anak atau psikologis anak.
Mediasi adalah cara penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga, yaitu pihak ketiga yang dapat diterima accertable, artinya para pihak
yang berselisih mengizinkan pihak ketiga untuk membantu para pihak yang berselisih dan membantu para pihak untuk mencapai
penyelesaian.
20
Dalam hal ini aparat yang berwenang yaitu polisi karena menghindari keputusan sepihak yang dilakukan oleh salah satu pihak
20
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Adat, Hukum Syariah, dan Hukum Nasional, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, h. 39.
dan melindungi korban dari intervensi pelaku didalam mediasi tersebut karena semua keputusan ada ditangan korban menerima mediasi atau
tidak. Dalam mediasi penyelesaian perselisihan lebih banyak muncul dari keinginan dari inisiatif para pihak yang bertikai dan mediator
dalam hal ini polisi hanya membantu kesepakatan-kesepakatan yang terjadi dalam mediasi dan menjadi fasilitator.
Peran polisi disini sangat penting untuk memberikan dukungan kepada korban ketika proses penyidikan berlangsung biasanya korban
merasa tertekan terhadap apa yang telah terjadi kepada apa yang telah terimanya disini peran polisi sangat penting untuk memperoleh
keterangan yang akurat dari korban, apabila dalam proses penyidikan berlangsung korban dan pelaku melakukan mediasi maka polisi akan
memfasilitasi sebagai mediator dan mengawasi jalannya mediasi agar korban tidak dirugikan dikemudian hari dan setelah mediasi dibuat
dilanjutkan dengan pencabutan laporan, mediasi terjadi apabila ada kesepakatan antara pihak korban dan pelaku yaitu :
1. Terjadinya kesepakatan damai antara kedua belah pihak.
2. Pelaku berjanji tidak akan melakukan perbuatan serupa dikemudian
hari. 3.
Korban bersedia mencabut laporan yang dibuat.
21
Proses mediasi dibuat dihadapan polisi sebagai mediator agar polisi bisa melihat jalannya proses mediasi agar berjalan lancar dan
menghindarkan dari kecurangan-kecurangan yang terjadi atau
21
Ibid, h. 40
kesepakatan sepihak yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban karena mediasi dibuat untuk melindungi hak-hak korban.
Adapun kelebihan dan kekurangan mediasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian, yakni :
a. Kelebihan proses mediasi:
1. Proses mediasi ditempuh untuk penyelesaian tindak pidana
pencabulan yang dilakukan anak oleh polisi yang berkaitan dengan delik aduan karena mempunyai waktu yang singkat
dalam prosesnya penyelesaiannya.
2. Tidak memerlukan banyak biaya karena apabila diteruskan
hingga pengadilan akan butuh banyak biaya. Dianggap lebih memberikan keadilan bagi pihak yang berselisih karena
adanya kesepakatan antara dua pihak sehingga terjadi mediasi
22
.
Penyelesaian secara mediasi oleh beberapa orang dan lembaga swadaya masyarakat dan komnas HAM dianggap tidak berpihak pada
korban, karena perlakuan yang diperbuat oleh pelaku dianggap sebagai pembiaran tanpa adanya sanksi pidana yang diberikan dan
telah melanggar hukum sesuai dengan kepastian hukum. Tetapi itu semua dikembalikan pada korban apakah ingin melakukan mediasi
atau tetap melanjutkan kasus tersebut. b.
Kekurangan proses mediasi: 1.
Pelaku terhindar dari sanksi pidana karena laporan dicabut ini dianggap tidak memberikan efek jera bagi pelaku.
2. Tidak berlaku untuk semua tidak pidana hanya pidana yang
berkaitan dengan delik aduan.
3. Bukan jaminan pelaku tidak akan melakukan perbuatan yang
serupa dikemudian hari.
23
22
Ibid, h. 41
23
Ibid, h. 43
Apabila dalam proses mediasi pihak korban tetap tidak bisa menyelesaikan secara kekeluargaan maka kasus tindak pidana
pencabulan ini oleh pihak kepolisian akan dilanjutkan dengan proses penyelidikan dan penyidikan.
Proses penyidikan terhadap anak sebagai pelaku kejahatan tindak pidana pencabulan dalam Pasal 41 Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, menyatakan:
Kesimpulan diatas dapat di artikan bahwa antara upaya penegakan hukum oleh kepolisian dalam menangani perkara tindak
pidana pencabulan yang dilakukan orang dewasa dengan anak berbeda. Mulai dari proses penyelidikan yang kemudian dilanjutkan
dengan penyidikan. Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial anak.
Di samping pertimbangan tersebut di atas, demi pertumbuhan dan perkembangan mental anak, perlu ditentukan pembedaan perlakuan di
dalam hukum acara dan ancaman pidananya. Dalam hubungan ini pengaturan pengecualian dari ketentuan yang diatur dalam Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang lama pelaksanaan penahanannya ditentuakan sesuai dengan
kepentingan anak dan pembedaan ancaman pidana bagi anak yang ditentukan oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang
penjatuhan pidananya ditentukan 12 satu per dua dari maksimum
ancaman pidana yang dilakukan oleh orang dewasa, sedangkan penjatuhan pidana mati dan pidana penjara seumur hidup tidak
diberlakukan terhadap anak. Pembedaan perlakuan dan ancaman yang diatur dalam Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dimaksudkan untuk lebih melindungi dan mengayomi anak tersebut
agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang. Selain itu, pembedaan tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan
kepada anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi
diri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara.
d. Penerapan Sanksi Pidana