Kinerja Dinas Sosial Kota Bandung (Studi tentang Pemberdayaan Anak Jalanan di Kota Bandung)

(1)

KINERJA DINAS SOSIAL KOTA BANDUNG

(STUDI TENTANG PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN

DI KOTA BANDUNG)

LAPORAN KKL

Diajukan Sebagai Laporan Kuliah Kerja Lapangan di Dinas Sosial Kota Bandung

Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

M Agung Nurfadilah

41707809

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

SURAT KETERANGAN

PENYERAHAN HAK EKSKLUSIF

Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini, penulis dan pihak perusahaan tempat penelitian, bersedia:

”bahwa hasil penelitian dapat dionlinekan sesuai dengan peraturan yang berlaku, untuk kepentingan riset dan pendidikan”.

Bandung, 21 juni 2013

Penulis,


(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Identitas Diri

a. Nama : M. Agung Nurfadilah

b. Tempat Tanggal Lahir : Subang 14 Juli 1989

c. Alamat : Bojong koneng No 25 Rt 05/06 Kel. Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung

d. Status Perkawinan : Belum Kawin e. Nama Ayah : Budiharto

f. Pekerjan Ayah : Pegawai Negeri Sipil g. Nama Ibu : Euis Komariah h. Pekerjaan Ibu : Pegawai Negeri Sipil

I. Alamat Orang Tua : Jatibaru No25 Rt 03/04 Kec.Ciasem Kabupaten Subang

2. Pendidikan Formal

a. SDN Jatibaru : 1995-2001 Berijazah b. SMPN 7 Cimahi : 2001-2004 Berijazah c. STM 12 Bandung : 2004-2007 Berijazah d. UNIKOM : 2007- Sekarang -


(5)

3. Pendidikan Non Formal

a. SSM Music Bandung : 2008 b. Bluse Under Attack : 2009-2010 4. Pengalaman Kerja

a. Electrical Sub Assy. AEI (Avionic Electrical Instrument) PT Dirgantara Indonesia. (2008-2009)

Bandung, 31 Oktober 2012

M. Agung Nurfadilah NIM 41707809


(6)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuliah Kerja Lapangan... 1

1.2 Kegunaan Kuliah Kerja Lapangan ... 9

1.3 Metode Kuliah Kerja Lapangan ... 10

1.3.1 Studi Pustaka ... 10

1.3.2 Observasi ... 10

1.4 Lokasi Dan Waktu Pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kinerja Organisasi ... 13

2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Pencapain Kinerja Organisasi ... 16

2.1.2 Pengukuran Kinerja Organisasi ... 18

2.1.3 Faktor Penghambat Kinerja Organisasi ... 20

2.2 Pengertian Pemberdayaan ... 21

BAB III HASIL KEGIATAN dan PEMBAHASAN KULIAH KERJA LAPANGAN 3.1 Hasil Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan ... 25

3.2 Pembahasan Kuliah Kerja Lapangan ... 39

3.2.1 Dinas Sosial Kota Bandung ... 39

3.2.1.1 Visi Dan Misi Dinas Sosial Kota Bandung ... 40


(7)

iii

3.2.1.3 Sutruktur Dinas Sosial Kota Bandung... 41

3.2.1.4 Landasan Hukum Dinas Sosial Kota Bandung ... 43

3.2.1.5 Tujuan Kerja Dinas Sosial Kota Bandung ... 43

3.2.1.6 Sasaran Kerja Dinas Sosial Kota Bandung ... 44

3.2.1.7 Deskripsi Kerja Dinas Sosial Kota Bandung ... 44

3.2.2 Kinerja Dinas Sosial Kota Bandung Mengenai Pemberdayaan Anak Jalanan ... 47

3.2.2.1 Produktivitas Dinas Sosial Kota Bandung Mengenai Pemberdayaan Anak Jalanan di Kota Bandung ... 47

3.2.2.2 Kualitas Layanan Dinas Sosial Kota Bandung Mengenai Pemberdayaan Anak Jalanan di Kota Bandung ... 51

3.2.2.3 Responsivtas Dinas Sosial Kota Bandung Mengenai Pemberdayaan Anak Jalanan di Kota Bandung ... 57

3.2.2.4 Responsibilitas Dinas Sosial Kota Bandung Mengenai Pemberdayaan Anak Jalanan di Kota Bandung ... 61

3.2.2.5 Akuntabilitas Dinas Sosial Kota Bandung Mengenai Pemberdayaan Anak Jalanan di Kota Bandung ... 65

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 69

4.2 Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA


(8)

iv

DAFTAR TABEL

Table 1.1 Jadawal Kuliah Kerja Lapangan... 12 Tabel 3.1 Data penyandang Masalah kesejahteraan Sosial di


(9)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Surat Permohonan Masuk Balai Rehabilitasi Sosial... 28 Gambar 3.2 Surat Launcing Pemulangan PMKS Dinas Sosial

Kota Bandung ... 30 Gambar 3.3 Surat Rukujan Masuk Rehabilitasi Sosial

Bina Karya Cisarua ... 33 Gambar 3.4 Pola penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS) di Kota Bandung... 36 Gambar 3.5 Posko Pemantauan Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS) di Kota Bandung ... 38 Gambar 3.6 Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Bandung ... 42


(10)

i

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kehidupan dan anugerah yang tak terhingga, atas rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan Lapotan Kuliah Kerja Lapangan yang berjudul “Kinerja Dinas Sosial Kota Bandung (Studi Kasus Pemberdayaan Anak Jalanan Di Kota Bandung)”

Maksud dari Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini adalah sebagai syarat kelulusan pada mata Kuliah Kerja Lapangan program studi Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Bandung.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan selalu penyusun harapkan sebagai masukan yang berguna bagi kesempurnaan karya selanjutnya.

Dalam Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini, penyusun mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik berupa moril maupun berupa materil. Dengan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

2. Nia Karniawati, S.IP.,M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan di Universitas Komputer Indonesia.

3. Dr. Dewi Kurniasih, S.IP.,M.Si selaku pembimbing Kuliah Kerja Lapangan penyusun, yang telah memberikan bimbingan, saran serta motivasinya kepada Penyusun.

4. Tatik Rohmawati, S.IP.,M.Si, Selaku Dosen wali penyusun pada Program Studi Ilmu Pemerinthan di Universitas Komputer Indonesia


(11)

ii

5. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan di Universitas Komputer Indonesia.

6. Seluruh aparatur di Dinas Sosial Kota Bandung

7. Kedua Orang Tua penyusun, yang selalu menginspirasi penyusun, 8. Keluarga Besar Bapak O.Rosid Alm, dan Bapak Sumarlan, semoga

kesehatan dan kebahagian selalu menyertai kita.

9. Keluarga ke dua penyusun Last Article, terimakasih karena kalian penyusun bertahan.

10. Teman-teman penyusun di Program Studi Ilmu Pemerintahan 2007-2009.

11. Seluruh teman-teman penyusun. You’ll Never Walk Alone.

Akhir kata, semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya untuk membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu terselesaikan Kuliah Kerja Lapangan ini, dan semoga Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandung, 31 Oktober 2012 Penyusun

M Agung Nurfadilah NIM 41707809


(12)

DAFTAR PUSTAKA

Literatur Buku

Badudu J.S dan Zain, Sutan Mohammad. 1996. Kamus Umum Bahasa

Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Dharma, Agus dalam. 2003. Manajemen Supervisi. Jakarta. RajaGrafindo. Dwiyanto, Agus,dkk. 2008. Reformasi Birokrasi Publik di

Indonesia.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Handayaningrat, Soewarno. 1982. Administrasi Pemerintahan Dalam

Pembangunan Nasional. Jakarta: PT.Gunung Agung

Ife, Jim. 1995. community development. Australia: Longman Australia Keban, Yeremias T. 1995, Analisis Peran Dalam Seleksi Alternatif

Kebijakan, Pusat Penelitian Kependudukan UGM Yogyakarta.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005 Sumberdaya Manusia Perusahaan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Malayu SP, Hasibuan. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.

Prawirosentono, Suyudi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta. BPFE

Rappaort. 1984. Studies in Empowerment Rappaport, J. 1984. Studies in Empowerment: Introduction to the Issue, Prevention In Human Issue USA.

Ruth J, Parsons, 1994 The Integration of Social Work Practice. California: Wadsworth, Inc, 1994

Rivai, Vaihzal. 2011. Performance Apparaisal. Bandung : Rajawali Pers. Rivai, Veithzal dan Basri. 2005. Performance Appraisal: Sistem Yang Tepat

Untuk Menilai Kinerja Karyawan Dan Meningkatkan Daya Saing

Perusahaan, Jakarta, Rajagrafindo Persada..


(13)

Salam, Setyawan Dharma. 2004. Manajemen Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Suahrto, Edi. 1997. Pembangunan Kebijakan dan Pekerjan Sosial: Spektrum Pemikiran. Bandung. Lembaga Studi Pembangunan-STKS

Leteratur Perundang-Undangan dan Dokumen

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 13 Tahun 2007, tentang Pembentukan dan Susunan Dinas Daerah Kota Bandung

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 tahun 2001tentang kewenangan daerah kota sebagai otonomi daerah

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 tahun 2001 tentang penanganan dan penyelenggaraan kesejahtraan sosial

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 13 tahun 2007 tentang pembentukan dan susunan dinas di lingkungan daerah kota Bandung Undang-Undang No. 18 Tahun 1961 dan diperbaharui dengan UU No. 8

Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian RI. Undang-Undang no 22 tahun 1999 pemerintah daerah.

Literatur Elektronik http://www.bandung.go.id


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kuliah Kerja Lapangan

Keberhasilan suatu bangsa pada masa yang akan datang, tentunya, ditentukan oleh kualitas anak pada masa sekarang. Ditengah-tengah kondisi bangsa dan negara Indonesia saat ini, tidak semua anak menikmati kehidupan yang baik. Banyak anak dalam kondisi yang memprihatikan baik secara fisik, sosial maupun secara psikologis. Salah satunya adalah anak jalanan. Kini, sosok anak-anak di Indonesia, khususnya di Kota Bandung tampil dalam kehidupan yang kian tak menggembirakan.

Kota Bandung, sebagai kota yang memiliki Visi dan Misi yang saling berkaitan dengan kesejahteraan sosial, yakni bersih, makmur, taat dan bersahabat (bermartabat), ternyata bila peneliti lihat saat ini visi dan misi tersebut, sangatlah bersebrangan dan tidak berjalan berdampingan dengan kenyataan yang ada. Salah satunya dapat di lihat dengan banyaknya para anak jalanan yang bertebaran dan hidup memperihatinkan di jalanan-jalanan kota, mall, stasiun-stasiun kereta api, terminal dan tempat-tempat vital lainnya di Kota Bandung. Kota Bandung banyak dipilih oleh anak jalanan dari luar kota, disebabkan kota Bandung merupakan salah satu kota besar sekaligus ibu kota provinsi, selain menjadi daya tarik tersendiri, kesempatan untuk mendapatkan uang dengan cara mengemis atau mengamenpun sangat terbuka lebar, mungkin saja hal itu terjadi karena kurangnya pengawasan yang dilakukan selama ini.

Jumlah anak jalanan menurut data Dinas Sosial Kota Bandung pada 2007 mencapai 4.212. Pada 2009 jumlah tersebut menjadi 4.821 atau naik 609 anak dan jumlah tersebut termasuk yang tertinggi di Indonesia. sebelum masa krisis (tahun 1997) diperkirakan ada 50.000 anak jalanan di Indonesia termasuk di kota bandung. Pasca masa krisis multi dimensional di Indonesia, jumlah tersebut meningkat tajam (lebih dari 1 juta anak) namun sulit untuk mendapatkan jumlah yang pasti karena mobilitas anak jalanan yang sangat tinggi dan kecenderungan mereka untuk menghindar apabila di


(15)

2 datangi oleh petugas dari instansi tertentu. Mereka yang termasuk dalam kategori anak jalanan adalah anak berusia lima sampai delapan belas tahun dan berkeliaran di jalan atau tempat umum minimal empat jam/hari dalam kurun waktu satu bulan, lebih lanjut berdasarkan data dari Dinas Sosial Kota Bandung, ternyata ribuan anak jalanan tersebut, 80 persennya bukanlah warga Kota Bandung, melainkan berasal dari daerah Kabupaten Bandung, Majalengka dan Brebes dan beberapa daerah di sekitaran Kota Bandung.

UNICEF (United Nations Children’s fund) memberikan batasan tentang anak jalanan, anak jalanan yaitu: Street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are

sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life (anak

jalanan merupakan anak-anak terlantar dari rumahnya, dan dari komunitas disekitarnya dimana umur mereka masih dibawah 16 tahun dan larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya. ada beberapa ciri-ciri anak jalanan, jika dilihat dari fisiknya, yaitu:

1. Mereka memiliki kulit yang kotor,

2. Terlihat dekil dan kumuh karena jarang mandi. 3. Rambutnya kotor kemerah-merahan.

4. Bau kurang sedap.

5. Pakaian tampak kumuh karena jarang dicuci.

Realitas yang ditemukan penyusun, di sekitaran lingkungan rumah penyusun, para anak jalanan yang rata-rata berusia di bawah usia sepuluh tahun dan rata-rata dari mereka tidak bersekolah, mereka pergi ke perempatan tol Pasteur (Dr. Djunjunan) yang tergolong sebagai pintu masuk utama para wisatawan yang berkunjung ke Kota Bandung, dengan diantarkan oleh orang tua atau kerabatnya dengan menggunakan sepaeda motor, aktifitas tersebut dilakukan secara rutin setiap harinya, sedangkan para orang tua dari para anak jalanan di bawah umur tersebut, hanya duduk


(16)

3 didekat warung dipinggiran jalan untuk menunggu uang setoran dari para anaknya tanpa memiliki rasa khawatir dan bersalah atas keselamatan dan masa depan anak-anak mereka kelak. anak jalanan bertahan hidup dengan melakukan aktivitas di beberapa sektor informal, di Kota Bandung sendiri menurut data dari Dinas Sosial Kita Bandung, anak jalanan pada umumnya melakukan hal-hal sebagai berikut, seperti:

1. Menyemir sepatu. 2. Menjual Koran. 3. Mencuci kendaraan.

4. Pemulung barang-barang bekas. 5. Mengemis.

6. Mengamen. 7. Mencuri. 8. Mencopet.

9. Terlibat perdagangan sex.

Penyusun berpendapat Anak jalanan bukan sebuah peran antagonis dalam sebuah tatanan kota. Anak jalanan bukan pula sebuah corengan hitam yang mengotori sehelai kertas, anak jalanan merupakan suatu cerminan, dari suatu kebobrokan kesejahteraan sosial, yang tidak pernah dapat terselesaikan di bumi pertiwi ini, padahal Pasal 9 ayat (1) UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan; “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan yang berbeda-beda, Beberapa-berapa faktor pendorong yang membuat anak menjadi anak jalanan:

1. Keluarga dengan tingkat pekerjaan yang berat dan ekonomi yang lemah.


(17)

4 2. Penganiayaan kepada anak baik secara mental maupun fisik mereka. 3. Kurangnya pendidikan yang baik dari kedua orang tua.

4. Lingkungan dan pergaulan yang buruk.

5. Hilangnya kasih sayang dan perceraian kedua orang tua yang memberatkan jiwa seorang anak dan membuatnya berperilaku negatif. 6. Sulitnya lapangan pekerjaan.

7. Keinginan anak itu sendiri, baik karena prihatin terhadap kondisi kehidupan orang tua dan keluarganya ataupun karena mendapatkan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

8. Dipaksa oleh orang tua

9. Dipaksa oleh orang lain yang bukan keluarganya (ditipu atau diperdaya secara halus atau di paksa dengan kekerasan)

Penyusun mengkhawatirkan bila minimnya pemenuhan hak dari para anak jalanan tersebut terjadi secara berkepanjangan, kelak ketika mereka dewasa, besar kemungkinan mereka akan menjadi salah satu pelaku kekerasan, tanpa adanya upaya untuk membantu para anak jalanan, berarti secara otomatis kita telah berperan serta menjadikan anak-anak sebagai korban tak berkesudahan, siapa yang paling bertanggung jawab dalam permasalahan anak jalanan khusnya di Kota Bandung, masalah anak jalanan sejatinya merupakan persoalan bersama, bukan hanya permasalahan individu semata, tetapi menjadi permasalahan bersama, khususnya Dinas Sosial Kota Bandung yang merupakan Dinas yang paling berperan dalam masalah-masalah kesejahteraan sosial di Kota Bandung. Karena itu, perlu upaya bersama secara terpadu dan berkesinambungan untuk mengatasinya,

Anak jalanan merupakan anak yang tengah mengalami tumbuh-kembang, anak memiliki keterbatasan untuk mendapatkan sejumlah kebutuhan tersebut yang sejatinya merupakan hak dasar mereka, Permasalahannya adalah orang yang berada di sekitarnya termasuk


(18)

5 keluarganya seringkali tidak mampu memberikan hak-hak tersebut. Seperti misalnya pada keluarga miskin, keluarga yang pendidikan orang tua rendah, perlakuan salah pada anak, persepsi orang tua akan keberadaan anak, dan sebagainya. Pada anak jalanan, kebutuhan dan hak-hak anak tersebut tidak dapat terpenuhi dengan baik, untuk itu kembali lagi orang dewasa termasuk orang tuanya, masyarakat dan pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak anak tersebut. untuk mengupayakan upaya perlindungannya agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi secara optimal. berikut ini merupakan Beberapa masalah-masalah yang sering terjadi pada anak jalanan di Kota Bandung:

1. Anak jalanan sering mengalami tindak kekerasan, penipuan dan penganiayaan.

2. Anak jalanan, mengakui bahwa mereka mengenal apa itu hubungan seks.

3. Anak jalanan mengalami kekerasan seksual dari sesama anak jalanan maupun orang-orang dewasa yang tidak mempunyai tanggung jawab moral.

4. Anak jalanan minum-minuman keras dan menggunakan narkotika. 5. Anak Jalanan sering dikejar-kejar dan diperlakukan kasar oleh aparat

Pemerintah (Polisi Pamong Praja atau Polisi).

Anak jalanan harus mempertahankan hidupnya dengan cara yang secara sosial kurang dan bahkan dianggap tidak dapat diterima. Hal ini karena tantangan yang dihadapi oleh anak jalanan pada umumnya memang berbeda dari kehidupan normatif yang ada di masyarakat. Dalam banyak kasus, anak jalanan sering hidup dan berkembang di bawah tekanan dari stigma atau cap sebagai pengganggu ketertiban, perilaku anak jalanan tersebut sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari stigma sosial dan keterasingannya dalam masyarakat. UNESCO (United Nations Educational,


(19)

6

Scientific and Cultural Organization) pernah mengungkapkan dan mengakui

bahwa mengubah satu saja anak jalanan sangat sulit, anak jalanan adalah fenomena sosial yang hingga saat ini terus mencemaskan,

Fenomena mengenai permasalahan ekonomi memang menjadi masalah yang krusial bagi setiap orang, tidak terkecuali bagi mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan yang terus membelit dan lapangan pekerjaan semakin sulit. Sementara, kebutuhan hidup yang terus bertambah dan harus segera dipenuhi. Kondisi itulah yang membuat orang tua rela “menyeret” anaknya bertarung dengan debu jalanan. Peningkatan jumlah anak jalanan yang terjadi di kota Bandung dapat membuat suatu ideologi didalam benak anak-anak bahwa ada daya tarik yang didapatkan di jalan raya yaitu suatu lahan basah untuk mendapatkan uang, dimana uang dapat dengan mudah dicari dengan cara memelas, meminta dan juga mondar mandir dipersimpangan jalan dengan berbagai tingkah laku yang dapat membuat hati kita terenyuh agar kita dapat memberikan mereka sejumlah uang kegiatan seperti ini yang membuat kita terus berada dalam lingkaran kemiskinan Kondisi ini sangat memprihatinkan dalam kesehariannya mereka bertarung dengan gumpalan asap dari knalpot kendaraan, teriknya matahari dan derasnya air hujan, namun dilain pihak banyaknya atau berkembangnya anak jalanan yang bersifat sporadis membuat kita menjadi geram karena banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari tindakan dan sikap anak jalanan seperti menjamurnya benih-benih premanisme, lalu terganggunya kenyaman pemakai jalan raya, terbengkalainya pendidikan anak-anak tersebut, mengundang pola urbanisasi yang tinggi, serta mendorong tindakan-tindakan kriminal di jalan raya.

Penyusun berpendapat solusi yang paling tepat untuk membantu memperbaiki nasib para anak jalanan di Kota Bandung ialah melalui proses pemberdayaan. Dinas Sosial Kota Bandung saat ini memegang kunci


(20)

7 penting dalam masalah pemberdayaan anak jalanan di Kota Bandung, Dinas Sosial Kota Bandung melalui para aparaturnya yang bekerja pada bagian-bagian kerjanya, dituntut untuk kembali mengembalikan visi dan misi yang diagung-agungkan oleh pemerintah Kota Bandung, yakni bersih, makmur, taat dan bersahabat, tentunya dalam penanganan anak jalanan tersebut dengan dibantuan oleh dinas-dinas dan instansi terkait, dan tentunya masyarakat Kota Bandung itu sendiri.

Anak merupakan potensi sumber daya insani bagi pembangunan nasional, karena itu pembinaan dan pengembangannya (pemberdayaan) anak jalanan harus dimulai sedini mungkin agar para anak jalanan dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara, upaya pengembangan dan peningkatan kualitas generasi bangsa (termasuk di dalamnya anak jalanan) tidak dapat dilepaskan dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan khususnya anak yang diwarnai dengan upaya pendalaman di bidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, budaya yang mampu meningkatkan kreativitas keimanan, intelektualitas, disiplin, etos kerja dan keterampilan kerja.

Program pemberdayaan dalam penanganannya bagi para anak jalanan dapat dilakukan dipanti rehabilitasi sosial, baik itu milik pemerintah maupun swasta, program pemberdyaan tersebut umumnya berupa pemberian pendidikan baik itu pendidikan membaca, menulis, berhitung ataupun dapat berupa suatu pemberian pelatihan-pelatiahan baik dibidang elektronik, otomotif, seni musik, menjahit, memasak, dan lain-lain kepada anak jalanan tersebut. Pemenuhan pendidikan pada anak jalanan tersebut haruslah memperhatikan aspek perkembangan fisik dan mental mereka. Sebab, anak bukanlah orang dewasa yang berukuran kecil. Anak mempunyai dunianya sendiri dan berbeda dengan orang dewasa. Kita tak cukup memberinya makan dan minum saja, atau hanya melindunginya di sebuah rumah, karena anak membutuhkan kasih sayang. Kasih sayang


(21)

8 adalah fundamen pendidikan, tanpa kasih, pendidikan ideal tak mungkin dapat dijalankan, pendidikan tanpa cinta seperti nasi tanpa lauk,menjadi kering hambar, tak menarik.

Dinas Sosial Kota Bandung saat ini mengalami masalah dalam menjalankan program pemberdayaan bagi para anak jalanan yang masuk ke dalam kategori Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) seperti Gelandangan dan Pengemis (Gepeng), Wanita Tuna Susila (WTS) Pemulung, masalah yang dimiliki oleh Dinas Sosial Kota Bandung yakni tidak memiliki panti rehabilitasi sosial (Rehabsos) bagi para anak jalanan dan para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) lainnya, saat ini para anak jalanan dan yang terkena penertiban oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dititpkan pada panti rehabilitasi sosial yang dimiliki Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, panti rehabilitasi sosial dan rumah perlindungan anak milik swasta, dengan begitu, maka Dinas Sosial Kota Bandung secara seutuhnya tidak menyelesaikan permasalahan penanganan anak jalanan di Kota Bandung.

Adapun yang menjadi tujuan dari Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini adalah untuk mengetahui Kinerja Dinas Sosial Kota Bandung dalam pemberdayaan anak jalanan di kota Bandung. Melalui Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini, diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan bagi penyusun, dan masukan dalam penanganan anak jalanan khususnya yang berada dan tersebar di Kota Bandung dan di luar Kota Bandung pada umumnya. Dari latar belakang yang telah dipaparkan oleh penyusun di atas, maka penyusun mengambil judul mengenai “Kinerja Dinas Sosial Studi Kasus Pemberdayaan Anak Jalanan Di Kota Bandung”.


(22)

9 1.2 Kegunaan KKL

Sesuatu yang dikerjakan tentunya mempunyai maksud, tujuan dan juga diharapkan membawa manfaat baik khususnya bagi diri penyusun sendiri maupun bagi orang lain. Berkaitan dengan hal tersebut maka Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini diharapkan berguna bagi pihak-pihak lain. Adapun kegunaan penyusunan ini antara lain:

1.

Bagi penyusun KKL ini dapat berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan penyusun mengenai Kinerja Dinas Sosial Kota Bandung dalam pemberdayaan anak jalanan di Kota Bandung.

2. Secara teoritis penyusun megharapkan Laporan Kerja Lapangan (KKL) ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan Ilmu Pemerintahan, serta dapat dijadikan bahan acuan untuk masa yang akan datang bagi teman-teman penyusun di Ilmu Pemerintahan yang akan melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Mengenai Kinerja Dinas Sosial Kota Bandung dalam menangani Pemberdayaan anak jalanan di Kota Bandung.

3. Secara praktis Penyusun Mengharapkan Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan penyusun mengenai bagaimana Kinerja Aparatur Dinas Sosial Kota Bandung dalam menangani Pemberdayaan anak jalanan di Kota Bandung. Serta diharapkan Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini, dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan khususnya Dinas Sosial Kota Bandung dalam menyelesaikan permasalahan sosial khususnya anak jalanan di Kota Bandung.


(23)

10 1.3 Metode KKL

Penyusun dalam mengerjakan Laporan Kuliah Lapangan (KKL) ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, karena Laporan Kuliah Lapangan ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan kinerja Dinas Sosial kota Bandung dalam pemberdayaan anak jalanan di Kota Bandung untuk mengkaji bagaimana kinerja Dinas Sosial Kota Bandung dan demi sebuah keseimbangan suatu laporan yang penyusun buat, maka penyusun tidak hanya akan mengumpulkan data dari Dinas Sosial Kota Bandung saja, tetapi penyusun sudah tentu akan mencari data dari beberapa para anak jalanan di Kota Bandung.

1.3.1 Studi Pustaka

Studi Pustaka yang penyusun lakukan dalam Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini yakni dengan cara membaca buku-buku yang memiliki muatan mengenai kinerja organisasi maupun pemberdayaan. Dan untuk menambah data yang penyusun perlukan, penyusun mencari dan mengkaji website-website kedua hal tersebut dari internet, dan beberapa data yang penyusun dapatkan dari hasil Kuliah Kerja Lapangan di Dinas Sosial Kota Bandung.

1.3.2 Observasi

Observasi yang dilakukan penyusun yakni dengan cara mengamati para aparatur Dinas Sosial Kota Bandung dan mempelajari program kerja Dinas Sosial Kota Bandung selama penyusun melakukan Kuliah Kerja Lapangan di Dinas Sosial Kota Bandung, dan penyusunpun mengamati para anak jalanan yang berada di perempatan lampu merah tol pasteur jalan Dr. Junjunan dan Simpang Dago Kota Bandung, mengenai adakah usaha-usaha yang dilakukan Dinas Sosial Kota Bandung mengenai permasalahan pemberdayaan para anak jalanan di jalanan tersebut.


(24)

11 1.4 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan

Lokasi Kuliah Kerja Lapangan yang diambil penyusun yakni di Dinas Sosial Kota Bandung. Yang beralamat di jalan Sindang Sirna, nomor: 40 Karang Setra, Kota Bandung. Adapun penjadwalan yang penyusun lalui untuk melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini melewati beberapa tahapan yang harus dilaksanakan oleh penyusun, tahapan tersebut dibuat dan telah ditentukan sebelumnya, oleh Proram Studi Ilmu pemerintahan, Universitas Komputer Indonesia. Tahapan tersebut Seperti melakukan observasi tempat Kuliah Kerja Lapangan (KKL), Pengajuan Judul, mengurus surat ijin dan lain sebagainya, berikut tabel Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang menjadi pedoman bagi penyusun tersebut:


(25)

12 Tabel 1.1

Jadwal Kuliah Kerja Lapangan

Waktu

Kegiatan

Tahun 2012

Mei Jun

Jul Ags Sep

Okt Nov Des Jan

Feb

Sosialisai KKL

Observasi lokasi KKL

Pengajuan Judul dan

Lokasi KKL

Pengajuan surat ke

tempat KKL

Pelaksanaan KKL

Penyusunan Laporan

KKL

Pengumpulan Laporan

KKL

Persiapan Seminar

Laporan KKL

Seminar Hasil KKL


(26)

13

BAB II LANDASAN TEORI

.2.1 Pengertian Kinerja Organisasi

Penyusun dalam laporan Kuliah Kerja Lapangan menggunakan beberapa teori yang memiliki hubungan terhadap obyek penelitian. Teori-teori tersebut akan penyusun gunakan sebagai landasan dasar dalam mengemukakan kerangka kateoritis, untuk menganalisa dan meneliti setiap permasalahan dan fenomena yang berlangsung dalam kajian Ilmu Pemerintahan.

Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan, para pegawai negeri sipil sering sekali tidak memperhatikan hal-hal tersebut, kecuali bila mana keadaan sudah terlampau buruk, terlalu sering para aparatur tidak mengetahui betapa buruknya kinerja yang mereka tunjukan, sehingga berakibat pada merosotnya kinerja organisasi yang krisis dan serius dalam satuan instansi pemerintahan mereka, dalam teori kinerja organisasi yang disampaikan oleh Agus Dwiyanto dalam bukunya yang berjudul Reformasi

Birokrasi Publik di Indonesia, Agus Dwyanto menyatakan beberapa hal

sebagi berikut, yaitu: 1. Produktivitas

Karakteristik-karakteristik kepribadian individu yang muncul dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.

2. Kualitas layanan

Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi public, muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanaan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian kepuasan dari masyarakat bisa mejadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik.

3. Responsivitas

Kemampuan organisasi untuk mengenali dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas perlu dimasukan ke dalam indikator kinerja karena menggambarkan secara langsung


(27)

14

kemampuan organisasi pemerintah dalam menjalankan misi dan tujuannya.

4. Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi,baik yang eksplisit maupun implisit.

5. Akuntabilitas

Akuntabilitas publik menunjukkan pada berapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat berapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak.

(Dwiyanto, 2008:50-51).

Kinerja organisasi yang telah dipaparkan oleh Agus Dwyanto di atas, lebih lanjut penyusun menarik sebuah kesimpulan bahwa kinerja pemerintahan berarti sekelompok orang dalam organisasi dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan atau sekumpulan orang dan individu-individu para pegawai negeri yang berada pada badan atau lembaga pemerintah yang menjalankan fungsi atau tugas pemerintahan. Kinerja dalam suatu organisasi tentunya ditetukan oleh para individu-individu atau para aparatur dalam organisasi tersebut, ada beberapa faktor penentu pencapaian prestasi kerja atau kinerja individu yang sangatlah jelas dalam menentukan kinerja organisasi tersebut, dan dari lima teori tersebut penyusun yakini memiliki satu muara yang sama yakni keberhasilan organisasi dalam menjalankan tujuan dan tugas yang mereka emban, seperti Dinas Sosial Kota Bandung yang memiliki tujuan dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan kesejahteraan sosial di Kota Bandung, lebih lanjut menurut Suyadi Prawirosentono dalam buku Kebijakan Kinerja Karyawan mengartikan kinerja (performance) yang dapat mempengaruhi kinerja suatu organisasi, adalah sebagai berikut:


(28)

15

“Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan tanggung jawab dan wewenang masing-masing. Dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika”. (Prawirisentono, 1999:2).

Berdasarkan Pendapat di atas penyusun menyimpulkan bahwa yang di maksud kinerja atau performance adalah hasil kerja oleh aparatur, baik pada aspek moral dan etika dan kerja sama dengan tidak melanggar hukum untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan, khususnya dalam permasalah penyelesaian anak jalanan di Kota Bandung, maka kinerja Dinas Sosial Kota Bandung dapat dipertanggung jawabkan dan dilaksanakan sesuai prosedur yang telah ditentukan.

Kinerja organisasi merupakan suatu gambaran atau prestasi yang dicapai oleh aparatur dalam melaksankan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan oleh instansi tempat mereka bernaung, selama periode tertentu. menurut Veithzal Rivai, dalam bukunya yang berjudul Performance Apparaisal menyatakan kinerja pada dasarnya di tentukan oleh tiga hal:

1. Kemampuan. 2. Keinginan. 3. Lingkungan. (Rivai 2011:16)

Penyusun dari paparan Veithzal Rivai di atas, pada hakikatnya kinerja merupakan suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksankan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan keriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu. Yang di tentukan oleh tiga hal yakni kemampuan para aparatur dalam menjalankan tugas yang mereka emban, yang kedua mengenai seberapa besar keinginan para aratur untuk menyelesaikan pekerjaannya dan yang terakhir, bagaimana lingkungan baik secara internal maupun eksternal, yang dapat mempengaruhi kinerja para


(29)

16

apratur tersebut. menurut Sadu Wasistiono dalam bukunya yang berjudul

Menata Ulang Kelembagaan Pemerintah Kecamatan, mengemukakan

bahwa kinerja organisasi pemerintah dapat diukur melalui indikator-indikator sebagai berikut:

1. Indikator Produktivitas.

Hubungan antara tingkat pencapaian hasi implementasi dari wewenang dan tugas dari organisasi pemerintah atas sumber daya dan dana yang tersedia.

2. Indikator Kualitas Layanan.

Kepuasan masyarakat terhadap layanan yang diterima dari organisasi pemerintah.

3. Indikator Responsivitas.

Sejauhmana kepekaan organisasi pemerintah untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

4. Indikator Responsibilitas.

Apakah pelaksanaan kegiatan organisasi pemerintah itu dilakukan dengan prinsip-prinsip organisasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang implisit maupun yang eksplisit.

(Wasistiono 2002:48-49).

Berdasarkan pendapat tersebut diatas penyusun menyimpulkan bahwa kinerja organisasi pemerintahan adalah hasil kerja yang dicapai secara kolektif oleh para aparatur pemerintahan yang berupa tindakan-tindakan atau aktivitas-aktivitas aparatur birokrasi pemerintahan yang sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab dalam rangka melaksanakan kegiatan organisasi pemerintahan pada kurun waktu tertentu. Melalui pengukuran dan evaluasi kinerja dapat ditentukan tingkat keberhasilan dan kegagalan organisasi dalam mencapai tujuannya.

2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Pencapain Kinerja Organisasi

Faktor-faktor penentu pencapaian prestasi kerja atau kinerja individu dalam organisasi untuk peningkatan kinerja pegawai, menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara Dalam Bukunya Sumberdaya Manusia Perusahaan terdapat tujuh langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut:


(30)

17

1. Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja. 2. Mengenal kekurangan dan tingkat keseriusan

3. Mengidentifikasikan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik yang berhubungan dengan sistem maupun yang berhubungan dengan pegawai itu sendiri.

4. Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab kekurangan tersebut.

5. Melakukan rencana tindakan tersebut.

6. Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum.

7. Mulai dari awal, apabila perlu. (Mangkunegara 2005:22-23)

Penyusun bependapat bila langkah-langkah tersebut dapat dilaksanakan dengan baik Dinas Sosial Kota Bandung sesuai dengan kajian yang penyusun bahas, maka tidak menutup kemungkinan kinerja Aparatur Dinas Sosial Kota Bandung, dapat ditingkatkan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam penanganan anak jalanan di Kota Bandung. dan yang terpenting tercapainya tujuan yang menjadi tugas dan tanggung jawab Dinas Sosial Kota Bandung permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di Kota Bandung.

Aparatur sebagai pelayan masyarakat, harus memberikan pelayanan terbaik untuk mencapai suatu kinerja. Kenyataannya untuk mencapai kinerja yang diinginkan tidaklah mudah, banyak hambatan-hambatan yang harus dilewati, masih menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pencapain kinerja, faktor tersebut berasal dari faktor kemampuan dan motivasi aparatur. Berdasarkan hal tersebut maka akan dijelaskan sebagai berikut:

“Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah factor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation), yang dirumuskan sebagai berikut: “Human Performance = Ability+Motivation, Motivation= Atitude+Situation, Ability= Knowledge+Skill”. (Mangkunegara, 2005:13-14).


(31)

18

Berdasarkan pengertian diatas, aparatur dalam pencapaian kinerjanya harus memiliki kemampuan dan motivasi kerja. Kemampuan yang dimiliki aparatur dapat berupa kecerdasan ataupun bakat yang mereka miliki. Motivasi yang dimiliki aparatur dilihat melalui sikap dan situasi kerja yang kondusif, karena hal ini tentunya akan berhubungan dengan pencapaian kinerja organisasi.

2.1.2 Pengukuran Kinerja Oraginasi

Keberhasilan ataupun kegagalan kinerja suatu organisasi, dapat di ukur dengan dilakukannya suatu pengukuran dan suatu pelaporan hasil-hasil kerja dari para aparatur, yang dilakukan secara formal, menurut Veithzal Rivai dalam bukunya Performance Appraisal menyatakan laporan hasil pengukuran kinerja mempunyai dua fungsi:

1. Sebagai pertanggungjawaban atas hasil yang dicapai, proses yang dilakukan, dan sumber daya yang telah dipercaya untuk dikelola.

2. Sebagai umpan balik dalam rangka meningkatkan kinerja di masa yang akan datang.

(Rivai 2011:29)

Laporan hasil kinerja aparatur sangat bermanfaat untuk aparatur itu sendiri maupun lembaga atau instansi dalam meningkatkan kinerja organisasi yang lebih baik dimasa yang akan datang, dari laporan hasil kinerja apartur akan diketahui hasil yang diperoleh oleh para apartaur dalam menyelesaikan pekerjan yang telah diberikan kepadanya, kinerja dalam suatu intansi pemerintahan merupakan suatu cerminan berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Harapan masyarakat atas kinerja yang baik seringkali terkendala ketidaksiapan personil aparatur yang bekerja pada ada intansi tersebut. Adanya pembagian porsi-porsi kerja kepada aparatur yang bertujuan untuk keefektifan dalam melakukan tugas-tugasnya, sesuai dengan kewajiban dan tanggung jawab yang di embannya,


(32)

19

diharapkan dapat menghindari berbagai macam kekacauan-kekacauan, dan kesalahan mengenai kewenangan yang saling, timpang tindih.. Sedangkan Agus Dharma dalam bukunya Manajemen Supervisi mengatakan ”hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.

2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran ”tingkat kepuasan”, yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.

3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan.

(Dharma 2003:355)

Pengukuran suatu kinerja menurut Agus Dharma melibatkan tiga hal yakni, kuantitas, kualitas dan ketepatan waktu, ketiga hal pengukuran tersebut menurut penyusun, bermuara pada satu hal yang sama, yakni mengenai suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh para apartur baik dari segi mutu yag dihasilkan, seberap banyak hasil yang diperoleh maupun ketepatan hasilyang telh ditetapkan

Faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja individu, perlu dilakukan pengkajian terhadap teori kinerja. Secara umum faktor fisik dan non fisik sangat mempengaruhi. Berbagai kondisi lingkungan fisik sangat mempengaruhi kondisi aparatur dalam bekerja. Selain itu, kondisi lingkungan fisik juga akan mempengaruhi berfungsinya faktor lingkungan non fisik. Pentingnya penilaian dari suatu kinerja organisasi pemerintah dikemukakan oleh Yeremias T. Keban, sebagai berikut:

“Bagi setiap organisasi, penilaian terhadap kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting. Penilaian tersebut dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu. Penilaian tersebut juga input bagi perbaikan atau peningkatan kinerja organisasi selanjutnya” (Keban, 1995:1).


(33)

20

Ukuran keberhasilan pencapaian tujuan suatu organisasi dapat dilakukan melalui penilaian kinerja. Baik itu penilaian kinerja aparatur, maupun penilaian kinerja organisasi. Karena pada hakikatnya kinerja aparatur pada akhirnya akan bermuara pada kinerja organisasi.

2.1.3 Faktor Penghambat Kinerja Organisasi

Faktor-faktor pengahambat kinerja selain pada sumber kesalahan dalam penilaian kinerja terdapat pula faktor-fakor yang menghambat kinerja organisasi, faktor penghambat kinerja organisasi, didefinisikan oleh Veithzal Rivai (2003:317) sebagai faktor yang dapat menghambat kinerja, dalam hal ini Veithzal mendefinisikan menjadi 3 (tiga) kelompok utama yaitu:

1. “Kendala hukum/legal.

Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau tidak legal. Apapun format penilaian kinerja yang digunakan oleh departemen SDM harus sah dan dapat dipercaya. Jika hal tersebut tidak dipenuhi, keputusan dan penempatan mungkin ditentang melanggar hukum ketenagakerjaan atau hukum lainnya. Keputusan tidak tepat mungkin dapat terjadi kasus pemecatan yang diakibatkan kepada kelalaian.

2. Bias oleh penilai (penyelia). Setiap masalah yang didasarkan kepada ukuran subyektif adalah peluang terjadinya bias. Bentuk – bentuk bias yang umumnya terjadi adalah:

a. Hallo effect terjadi ketika pendapat pribadi penilai

mempengaruhi pengukuran kinerja baik dalam arti positif dan kinerja jelek dalam arti negatif.

b. Kesalahan yang cenderung terpusat. Beberapa penilai tidak suka menempatkan karyawan ke dalam posisi ekstrim dalam arti ada karyawan yang dinilai sangat positif dan dinilai sangat negatif.

c. Bias terlalu lunak dan terlalu keras. Bias terlalu lunak terjadi ketika penilai cenderung begitu mudah dalam mengevaluasi kinerja karyawan.

3. Mengurangi bias penilaian. Bias penilaian dapat dikurangi melalu standar penilaian dinyatakan secara jelas, pelatihan, umpan balik, dan pemilihan teknik penilaian kinerja yang sesuai”


(34)

21

Faktor penghambat kinerja menurut Veithzal Rivai diatas, terdiri dari tiga kelompok yang pertama, harus bebas dari diskriminasi dan dilakukan oleh lembaga yang sesuai, yang kedua penilaian kinerja harus dilakukan sesuai dengan apa yang terjadi, penilaian harus sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan, dengan begitu berkaitan dengan yang ketiga maka dalam penilaian harus dilakukan secra transparan.

2.4 Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan seseorang maupun kelompok-kelompok rentan dan lemah, untuk memiliki akses terhadap sumber-sumber kehidupan yang produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang di perlukan, dan mampu berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Soetomo dalam bukunya pembangunan masyarakat mengatakan, “Dilihat dari faktor manusia sebagai aktor utama proses pembangunan, pemberdayaan juga dapat berarti proses untuk mengaktualisasi potensi manusia”. Soetomo (2009:418)

Penyusun sangat menyetujui pendapat yang telah dipaparkan oleh Soetomo diatas, pemberdayaan masyarakat merupakan suatu strategi pembangunan, baik itu bagi manusia itu sendiri, maupun bagi pembagunan nasional, karena harus kita sadari betapa penting kapasitas manusia dalam upaya mengaktualisasi potensinya yang tentunya bermanfaat bagi kehidupannya sendiri, dan bagi pembangunan nasional, sementara itu meurut Payne dalam buku modern social work theory, menulis:

“Pemberdayaan dapat diartikan sebagai kegiatan membantu klien untuk memperoleh daya guna mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan, terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan melalui peningkatan kemampuan dan rasa


(35)

22

percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki dengan mentransfer daya dari lingkungannya”. (Payne 1997: 266).

Pemberdayaan bagi para anak jalanan tidak hanya dapat menumbuhkan kemampuan para anak jalanan itu sendiri, tetapi pemberdayaan dapat membuat anak jalanan mampu menyikapi fakto-faktor dari lingkungan mereka, baik maupun buruk yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka itu sendiri, karena kebanyakan para anak jalanan tidak mampu menolak ajakan dari orang-orang yang ada di lingkungan mereka itu sendiri.

Rappaort dalam bukunya Studies in Empowerment mengungkapkan “Pemberdayaan adalah suatu cara dimana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya”. (Rappaport 1984:3). Pemberdayaan bukan merupakan upaya pemaksaan kehendak yang tidak memiliki tujuan yang mulia terhadap seseorang anak jalanan, tetapi memiliki tujuan agar para anak jalanan mampu meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya dalam proses pelaksanaan kehidupan mereka, untuk kepentingan hidup mereka di masa yang akan datang, dan merupakan suatu kepentingan bagi negara untuk dapat mencapai suatu kesejahteraan sosial. Selanjutnya Parsons, dalam buku The Integration of Social Work Practice mengungkapkan:

“Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya”. (Parsons 1994:106)

Pemberdayaan dapat menciptakan pembangunan yang lebih berpusat pada rakyat, meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan


(36)

23

diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan lewat keterampilan yang mereka miliki dan keterampila tersebut dapat membntu orng-orang di sekitarnya. Menurut Sunyoto Usman dalam buku Pembangunan dan

Pemberdayaan Masyarakat, menulis:

“Dalam kehidupan modern semakin sulit mengharapkan keluarga untuk menjaga keteraturan sosial dan memberikan arahan adaptasi terhadap perubahan sosial. Keluarga semakin sulit ditagih perannya sebagai institusi sosial yang mampu meredam perbedan pendapat dan perbedaan kepentingan anggotanya”. (Usman 200:160)

Seorang anak yang menjadi anak jalanan cenderung dipengaruhi oleh faktor-faktor orang tua dan keluarga, yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan hak-hak anak tersebut, maka dari itu dalam Program pemberdayaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandung, bagi para anak jalanan harus dilakukan secara satu paket penuh, dengan memberikan suatu pelayanan sosial kepada orang tua dan keluarga para anak jalanan. “yakni suatu program pelatihan kepada masyarakat miskin khususnya kepada orang tua dan keluarga para anak jalanan”. Seiring dngan pemaparn di atas Ife dalam bukunya Community Development berpendapat, “Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung”. (Ife 1995:56)

Pemberdayaan kepada para anak jalanan dapat membantu para anak jalanan dari kelemahan dan ketidak beruntungan mendapat pendidikan mupun pengetahuan mereka, dengan pendidikan dan pengetahuan maka setidaknya para anak jalanan dapat terbantu dalam kehidupannya dimasa yang akan datang. Beragam definisi pemberdayaan menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial,


(37)

24

yaitu seorang ataupun kelompok miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.


(38)

25

BAB III

HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN KKL

3. 1 Hasil Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan

Penyusun melaksanakan aktivitas Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Dinas Sosial Kota Bandung yang beralamat di jalan Sindang Sirna No 40 Karang Setra Kota Bandung, untuk dapat melaksanakan Kuliah kerja Lapangan (KKL) penyusun melewati beberapa prosedur seperti mengurus surat ijin dari Badan Kesatuan Bangsa, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat (BKPPM) Kota Bandung. Surat ijin tersebut menjadi syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Dinas Sosial Kota Bandung bagi para pelajar ataupun Mahasiswa yang akan melakasanakan penlitian, Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) seperti penyusun.

Dinas Sosial Kota Bandung lewat bagian Tata Usahanya, setelah penyusun dapat memenuhi prosedur di atas, menempatkan Penyusun di seksi Tuna Sosial di bawah koordinasi bidang Rehabilitasi Sosial yang merupakan salah satu unit kerja di Dinas Sosial Kota Bandung, seksi Tuna Sosial yaitu bagian kerja yang mengurusi masalah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Bandung yang meliputi Gelandangan, Pengemis, Wanita Tuna Sosial (WTS), Wanita Pria (Waria), Korban HIV Aids, Korban Bencana Alam, dan lainnya.

Bagian Tuna Sosial merupakan suatu bagian yang sering melakukan penertiban para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Bandung, Bagian Tuna Sosial berisi Lima orang pegawai, empat orang pegawai laki-laki dan satu orang pegawai perempuan. Yang bernama Bapak Tjutju surjana sebagai kasi Tuna Sosial, Bapak Drs. Asep Sugandi sebagai pelaksana seksi Tuna Sosial dan Pelaksana Sub Bag. Keuangan dan Program, Bapak Asep Taryana, Bapak Ade, Ibu Indah sebagai pelaksana seksi Tuna Sosial.

Kuliah Kerja Lapangan yang penyusun laksanakan di seksi Tuna Sosial di Dinas Sosial Kota Bandung, sebetulnya membuat penyusun sedikit


(39)

26 kesulitan dalam menambah wawasan dan data yang penyusun butuhkan dalam pemberdayaan anak jalanan di Kota Bandung, karena seksi Tuna Sosial tidak memiliki peran yang cukup dalam penyelesaian anak jalanan di Kota Bandung. untuk mensiasati hal tersebut, penyusun pada beberapa kesempatan selalu mencoba untuk bertanya dan meminta data yang penyusun butuhkan, kepada aparatur yang bertugas di ruanganan Rehabilitasi Sosial, yang kebetulan berhadapan dengan ruangan Tuna Sosial, yang memiliki peran yang besar di Dinas Sosial Kota Bandung dalam penyelesaian permasalaha- permasalahan anak jalanan di Kota Bandung, penyusun dalam melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) tidak dapat di tempatkan di ruangan Rehabilitasi Sosial, oleh bagia Tata Usaha, karena terkendala quota yang tersedia.

Penyusun memulai aktvitas Kuliah Kerja Lapangan (KKL) pada pukul 08.30 WIB sampai dengan pukul 15.30 WIB, dari mulai tanggal 9 Juli 2012 sampai dengan tanggal 31 juli 2012. Dihari pertama penyusun melakukan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), penyusun mendapatkan tugas untuk mendata seorang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yakni seorang gelandangan yang sengaja datang ke Dinas Sosial Kota Bandung untuk mengajukan permohonan masuk ke Balai Rehabilitasi Bina Karya Cisarua Lembang Kabupaten Bandung Barat, beserta kelurganya, pengajuan permohonan masuk balai rehabilitasi tersebut cukup diwakili oleh satu orang saja, istri atau suami, anak dan Keluarga pemohon ditulis pada kolom pengikut, yang telah tersedia pada formulir permohonan tersebut.

Balai Rehabilitasi Bina Karya Cisarua Lembang Kabupaten Bandung Barat telah menjalin kerjasama dengan Dinas Sosial Kota Bandung untuk penampungan para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), seperti gelandangan dan pengemis, yang pada akhirnya setelah mendapatkan beberapa program dari Balai Rehabilitasi Bina Karya Cisarua Lembang Kabupaten Bandung Barat para Penyandang Masalah


(40)

27 Kesejahteraan Sosial (PMKS) tersebut akan dikembalikan kembali kedaerah asal mereka, berikut ini merupakan contoh formulir permohonan untuk masuk ke balai kehabilitasi sosial tersebut:


(41)

28 Gambar 3.1 Surat Permohonan Masuk Rehabilitasi Sosial

Bina Karya Cisarua Lembang Kabupaten Bandung Barat

SURAT PERNYATAAN MASUK BALAI REHABILITASI SOSIAL BINA KARYA CISARUA LEMBANG

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ………

………

Pekerjaan :

Jenis Kelamin :

Umur :

Alamat Asal :

Tempat Mangkal :

Pengikut :

Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk masuk Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua Lembang dan bersedia mengikuti peraturan yang berlaku.

Demikian atas perhatian dan perkenannya, kami ucapkan terima kasih.

P E M O H O N

Sumber: Seksi Tuna Sosial Dinas Sosial Kota Bandung 2012.


(42)

29 Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang dilaksanakan oleh penyusun di hari kedua, yakni membuat sebuah surat undangan launcing pemulangan kembali para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Bandung ke daerah asal mereka, yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Bandung. surat tersebut dibuat untuk diajukan kepada instansi terkait di Kota Bandung, acara pemulangan para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), dipusatkan di Plaza Balai Kota Bandung pada hari Jum‟at tanggal 13 Juli 2012 pukul 08.00.

Penyusun sempat bertanya kepada Bapak Dr. Asep Sugandi yang merupakan seorang pegawai di bagian tuna Sosial, penyusun bertanya, “para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) apa saja yang akan dipulangkan kedaerah asalnya, serta mereka yang telah terjaring ataukah mereka yang akan dijaring pada saat penertiban sebelum acara launcing dilaksanakan”, dan Bapak Dr. Agus Sugandi menjawab, „”Semua para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang meliputi Gelandangan, Pengemis, Wanita Tuna Sosial (WTS), dan tentunya Anak Jalanan, dan yang akan dipulangkan yakni mereka yang terjaring penertiban yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kota Bandung yang bekerja sama dengan Polisi Pamongpraja pada hari kamis malam sampai jum‟at pagi hari sebelum acara launcing tersebut berlangsung, penertiban tersebut meliputi seluruh daerah di Kota Bandung”. Surat tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:


(43)

30 Gambar 3.2 Surat Launcing Pemulangan PMKS

Dinas Sosial Kota Bandung

PEMERINTAH KOTA BANDUNG DINAS SOSIAL

Jl. Sindang Sirna No. 40 Tlp : (022) 2013139, Fax : (022) 2008044 Bandung

Menindaklanjuti Keputusan Walikota Nomor 460/Kep.427-Dinsos/2012 tanggal 19 Juni 2012 perihal tim koordinasi dan kerjasama penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Jalanan Kota Bandung.

Sehubungan hal tersebut akan dilaksanakan peresmian penanganan pola terpadu sekaligus pelepasan PMKS jalanan kembali ke daerah asal, yang akan kami laksanankan pada:

Hari : Jum’at Tanggal : 13 Juli 2012

Waktu : 08.00 Wib sampai dengan selesai Tempat : Plaza Balaikota Bandung

Untuk acara peresmian dimaksud, masing-masing yang terlibat dalam daftar lampiran ini agar mengirimkan peserta apel sebanyak 30 orang dengan atribut lengkap.

Mengingat pentingnya acara tersebut diharapkan kehadiran Bapak/Ibu tepat pada waktunya. Atas perhatiaannya asaya ucapkan terimakasih.

a.n. KEPALA DINAS SOSIAL KOTA BANDUNG

SEKRETARIS

Dr. ENJANG MULYANA, M.Si. Pembina Tingkat I NIP. 1962 1229 1987 03 1007

Sumber: Seksi Tuna Sosial Dinas Sosal Kota Bandung

Nomor Sifat Lampiran Perihal : : : :

/ /Dinsos -

1 ( Satu) Buah

Launcing Penanganan PMKS Jalanan Kota Bandung

Bandung, Juli 2012 K e p a da :

Yth. Daftar Terlampir

Bandung


(44)

31 Hari Rabu tanggal 11 Juli tahun 2012 tepatnya jam 10 siang, Bagian Tuna Sosial mengadakan penjemputan kepada seorang gelandangan di daerah Gasibu Bandung, dan penyusun berkesempatan untuk mengikuti kegiatan penjemputan tersebut, penjemputan tersebut dilaksanakan setelah adanya telepon atau laporan dari seorang anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memberitahukan adanya gelandangan yang sedang mengalami gangguan kesehatan, penjemputan dilakukan dengan menggunakan kendaraan Dinas Sosial Kota Bandung, gelandangan tersebut dibawa ke rumah Sakit Hasan Sadikin Kota Bandung untuk diberikan perawatan. Setelah selesai membawa gelandangan tersebut ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Kota Bandung, penyusun dan para bapak-bapak dari Tuna Sosial kembali ke kantor Dinas Sosial Kota Bandung pada pukul 13.00. Penyusun sempat menanyakan bagaimana tindakan selanjutnya kepada gelandangan tersebut, tetapi jawaban yang dilontarkan hanya “hal tersebut telah biasa bahkan gelandangan tersebut sudah tidak asing bagi kami”, pada kesempatan lain penyusun sempat menanyakan hal tersebut kepada pegawai Tuna Sosial lainnya tetapi jawaban yang sama diperoleh oleh penyusun.

Penyusun di hari keempat Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yakni pada Hari Kamis tanggal 12 Juli tahun 2012 penyusun mendapat tugas membuat jadwal petugas posko pemantau anak jalanan dan para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) lainnya, di Lima titik di Kota Bandung, yakni posko Dago, posko Pasteur, posko Pasir Koja, posko Riau dan Posko Asia Afrika, disetiap posko diisi oleh empat belas orang, yang meliputi beberapa instansi terkait yakni, Dinas Sosial Kota Bandung, Satuan Polisi Pamong Praja, Bina Mitra Polwil Tabes Bandung, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Karang Taruna, Dinas Perhubungan, dan beberapa instansi lainnya, Satuan Bina Pekerja Sosial (Saktipeksos), Tetapi karena belum adanya koordinasi yang baik dari Dinas Sosial Kota Bandung dengan


(45)

32 Instansi yang terkait tersebut, menyebabkan kurangnya petugas yang ada untuk mengisi posko tersebut, maka dari itu diadakanlah rapat pada ahri tersebut yang diadakan langsung oleh kepala Dinas Sosial kota Bandung Hj. Siti Masnun Samsiati, Sh, sampai denganPenyusun menyelesaikan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), penyusun tidak mengetahui kelanjutan dari pembuatan jadwal petugas posko pemantau tersebut.

Pada hari jum‟at tanggal 13 juli tahun 2012 saat pemulangan para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Plaza Balai Kota Bandung, di pagi hari itu penyusun hanya melihat acara tersebut dari luar area Plaza Balai Kota Bandung, penyusun tidak pergi ke Kantor Dinas Sosial Kota Bandung karena para aparatur Dinas Sosial Kota Bandung semuanya berada di Plaza Balai Kota untuk mengikut acara tersebut.

Penyusun pada Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di minggu kedua tanggal 16 juli tahun 2012, mendapatkan tugas untuk mengerjakan pemindahkan data peromohonan masuk balai rehabilitasi oleh pemohon pada hari senin tanggal sembilan Juli, untuk diisi ke dalam komputer dan dirubah menjadi surat rujukan dari Dinas Sosial Kota Bandung kepada Balai Rehabilitasi Cisarua Kabupaten Bandung Barat, Surat rujukan tersebut dibuat karena pemohon saudara Asep Sopian, yang telah mengisi permohonan masuk rehabilitasi pada hari sebelumnya, tepatnya tanggal sembilan Juli, telah siap beserta anggota keluarganya untuk diberangkatkan ke balai rehabilitasi Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Berikut contoh surat rujukan dari Dinas Sosial Kota Bandung kepada Balai Rehabilitasi Cisarua Kabupaten Bandung Barat tersebut:


(46)

33 Gambar 3.3 Surat Rukujan Masuk Rehabilitasi Sosial

Bina Karya Cisarua

PEMERINTAH KOTA BANDUNG DINAS SOSIAL

Jalan Sindang Sirna No. 40 Telepon (022) 2013139 Bandung

Nomor Sifat Lampiran Perihal

: 461.1 / - Dinsos : biasa

: -

: Permohonan Masuk Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua

An. Asep Sopian 1 (satu) KK

Bandung, 13 Juli 2012 Kepada :

Yth.Kepala Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya Cisarua

Di BANDUNG BARAT

Berdasarkan permohonan dari Sdr. Asep Sopian untuk mendapatkan Pelayanan dan Rehabilitasi sebagaimana tercantum dibawah ini:

Atas permohonan tersebut, kiranya Bapak dapat memberikan Pelayanan dan Rehabilitasi di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya sebanyak 1 ( Satu ) KK / 4 Jiwa. Disamping dilakukan Rehabilitasi, kami mohon dapat dikembalikan ke tempat asal.

Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.

KEPALA DINAS SOSIAL KOTA BANDUNG

Hj. SITI MASNUN SAMSIATI, SH Pembina Utama Muda NIP. 19581130 198603 2 001 Tembusan disampaikan kepada Yth:

1. Bapak Walikota Bandung ( sebagai laporan ); 2. Bapak Wakil Walikota Bandung (sebagai laporan); 3. Bapak Sekretaris Daerah Kota Bandung ( sebagai laporan ); 4. Bapak Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat;

5. Bapak Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan.

Sumber: Seksi Tuna Sosial Dinas Sosial Kota Bandung 2012.

No Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat Ket

1 Asep Sopian 28 Th L Pemulung Stasiun

2 Arlin Marlin 22 Th P Pemulung Stasiun


(47)

34 Tanggal 17 Juli 2012 yakni hari ke tujuh penyusun melaksanakan Kuliah kerja Lapangan, Penyusun mendapatkan tugas dari bagian Tata Usaha Dinas Sosial Kota Bandung untuk memperbaharui data para aparat Dinas Sosial Kota Bandung, data tersebut meliputi alamat dan nomor telepon para aparatur Dinas Sosial Kota Bandung. dihari berikutnya tanggal 18 Juli penyusun melakukan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dan mendapatkan tugas kembali mendata seorang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) formulir data permohonan masuk balai rehabilitasi tersebut sama halnya dengan data pada tanggal sembilan juli di atas yang telah penyusun berikan contohnya..

Tanggal 19 Juli, dari pagi hingga menjelang siang tidak ada pekerjaan yang penyusun dapat kerjakan di ruangan Tuna Sosial, penyusun mencoba memanfaatkan waktu tersebut untuk mencoba mencari data di ruangan Rehabilitasi Sosial (Rehabsos) di Dinas Sosial Kota Bandung, untuk menambah wawasan penyusun dan beberapa data yang penyusun perlukan dalam penanganan anak jalanan di Kota Bandung, setelah jam istirahat berakhir penyusun kembali ke ruangan Tuna Sosial, penyusun mencoba merapihkan beberapa data di satu-satunya komputer yang ada Tuna Sosial tentunya dengan meminta izin terlebih dahulu pada Aparatur di Tuna Sosial, yang menjadi alasan penyusun untuk merapihkan data di komputer tersebut yakni karena, data di komputer Tuna Sosial cukup berantakan, banyak file-file yang terpisah dari setiap Foldernya. sehingga dapat mempersulit pekerjaan para Aparatur Dinas Sosial Kota Bandung itu sendiri.

Penyusun dihari ke sepuluh melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), penyusun kemabali mengerjakan tugas yang pernah penyusun kerjakan dihari sebelumnya yaitu, membuat surat rujukan masuk rehabilitasi, dari pemohon yang telah mengajukan diri pada hari sebelumnya, hari selanjutnya penyusun Kembali mendapatkan tugas dari bagian Tata Usaha


(48)

35 untuk kembali memperbaiki data pegawai Dinas Sosial Kota Bandung, yang pada hari sebelumnya pernah penyusun kerjakan tetapi mengalami kekeliruan data input yang diberikan oleh bagian Tata Usaha tersebut. Hari berikutnya tanggal 24 Juli 2012, penyusun mempelajari dan mencatat bagaimana pola penangan Pola Penanganan Penyandang Masal Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang tertera pada dinding di ruangan Tuna Sosial, berikut tabel Pola Penanganan Penyandang Masal Kesejahteraan Sosial (PMKS) tersebut:


(49)

36 Gambar 3.4 Pola Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

Dinas Sosial Kota Bandung

Sumber: Seksi Tuna Sosial Dinas Sosial Kota Bandung 2012.

Penertiban PMKS Penyuluhan Penertiba PMKS Non Potensial PMKS Potensial Sistem Pelayana Pelayanan PMKS 1. Pembangunan

Mental 2. Pembangunan

Sosial 3. Pelatiahan

Keterampilan 4. Bantuan Stimulan 5. Kemandirian

Sistem Penyaluran

Pelayanan PMKS 1. Penyaluran

Kerjaa 2. Usaha Mandiri 3. Kembali Ke

Keluarga 4. Kembali Ke

Daerah Asal Gagal Terhempas Dan Terdampar Menjadi Limbah Sosial Kota Panti Sosial

Pemerintah Dan Swasta

Diluar Panti Sosial Pemerintah & Swasta

Lintas Sektoral

Kerjasama Antar Daerah PMKS Di


(50)

37 Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Penyusun menyisakan empat hari pada tanggal 25 Juli 2012, dengan begitu pada saat hari itu, penyusun mencoba mengcopy data-data dan merinci data-data yang penyusun perlukan, yang bertujuan untuk mempermudah penyusun dalam penyusunan laporan Kuliah Kerja Lapangan sesuai.

Penyusun di hari selanjutnya kembali mendapatkan tugas untuk membuat data pengajuan rehabilitasi yang sebenarnya pernah beberapa kali penyusun kerjakan, pada pembuatan surat pengajuan rehabilitasi kali ini perbedaannya hanya terdapat pada pemohon yang mengajukan permohonan untuk masuk rehabilitasi, pada permohonan-permohonan sebelumnya biasanya hanya terdapat satu pemohon beserta keluarganya, tetapi pada pengajuan kali ini dari satu permohonan masuk balai rehabilitsai terdapat dua keluarga sekaligus dalam satu pengajuannya.

Pada tanggal 27 Juli, penyusun membantu pegawai Tuna Sosial di Dinas Sosial Kota Bandung, membuat tabel yang dibuat di microsoft power point mengenai pejangkauan posko pemantau Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Bandung, Tabel tersebut menurut pegawai Dinas Sosial Kota Bandung mungin saja dapat dipergunakan dikemudian hari dalam upaya penyelesaian permasalahan sosial di Kota Bandung, tebel tersebut berisi bagaimana setiap posko menyerkahan setiap Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Bandung ke tempat penampungan sementara untuk selanjutnya ditindak lanjuti dengan lima tahap yakni idntifikasi, seleksi, assesment (penaksiran), penyaluran, bimsoslat (bimbingan sosial dan pelatihan), pemberian bantuan, berikut gambar tabel tersebut:


(51)

38 Gambar 3.5 Posko Pemantauan Penyandang Masalh Kesejahteraan Sosial

di Kota Bandung

Sumber: Seksi Tuna Sosial Dinas Sosial Kota Bandung 2012

Kuliah Kerja Lapangan di hari ke enam belas, penyusun kembali memindahkan data permohonan masuk Balai Rehabilitas Sosial, menjadi surat rujukan dari Dinas Sosial Kota Bandung kepada Balai Rehabilitasi Bina Karya Cisaru Kabupaten Bandung Barat, pemohon tersebut mengisi permohonan masuk Balai Rehabilitasi pada tanggal 2 juni 2012 pada saat penyusun belum melaksanakan Kuliah kerja Lapangan (KKL) di Dinas Sosial Kota Bandung.

Hari terakhir penyusun melaksanakan Kuliah kerja Lapangan (KKL) di Dinas Sosial Kota Bandung, penyusun membuat surat keterangan telah melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan dan sekalian berpamitan dengan para Aparatur Dinas Sosial Kota Bandung di Seksi Tuna Sosial, Bidang


(52)

39 Rehabilitasi Sosial, dan bagian tata Usaha yang telah memberikan ijin kepada penyusun, untuk melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Dinas Sosial Kota Bandung selama hampir satu bulan lamanya.

3.2 Pembahasan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

Penyusun dalam pembahasan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini, akan mengupas kinerja Dinas Sosial Kota Bandung studi tentang pemberdayaan anak jalanan di Kota Bandung, yang dikaitkan dengan menggunakan teori dari Agus Dwiyanto, dengan beberapa indikatornya yakni secara Produktivitas, Kualitas layanan, Responsivitas, Responsibilitas, Akuntabilitas dari Dinas Sosial Kota Bandung, tetapi sebelumnya penyusun akan terlebih dahulu memberikan gambaran umum mengenai Dinas Sosial Kota Bandung.

3.2.1 Dinas Sosial Kota Bandung

Dinas Sosial Kota Bandung merupakan lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab melaksanakan pembangunan di bidang kesejahtraan sosial, yang mencakup semua upaya program dan kegiataan yang ditunjukan untuk mewujudkan, membina dan memelihara, memulihkan dan mengembangkan kesejahtraan sosial dilaksanakan bersama sebagai tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Disini penyusun akan memaparkan beberapa penjelasan dari visi misi hingga deskripsi kerja Dinas Soslal Kota Bandung.


(53)

40 3.2.1.1 Visi dan Misi Dinas Sosial Kota Bandung

Visi dari Dinas Sosial Kota Bandung adalah “Terciptanya Kesetiakawanan Sosial yang dinamis dalam kehidupan keluarga yang layak normatif diliputi suasana kehidupan yang bersih makmur taat dan bersahabat”. Sedangkan Misi dari Dinas Sosial Kota Bandung adalah: 1. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran

tinggi, bermartabat serta berhati nurani yang mencakup peningkatan partisipasi masyarakat dalam rangka kesejahteraan sosial keluarga dan olah raga serta kesetaraan gender.

2. Mewujudkan pemanfaatan sumber-sumber kesejahteraan yang diarahkan dan didayagunakan secara optimal untuk meningkatkan daya mampu serta daya jangkau penanggulangan masalah sosial.

3. Mewujudkan upaya kerja sosial sebagai suatu sistem melembaga dalam rangka pembangunan seutuhnya.

4. Meningkatkan kualitas dan jangkauan upaya/usaha untuk mewujudkan, memelihara, memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat.

Dinas Sosial Kota Bandung dari visinya yang telah penyusun sampaikan di atas yakni “Terciptanya Kesetiakawanan Sosial yang dinamis dalam kehidupan keluarga yang layak normatif diliputi suasana kehidupan yang bersih makmur taat dan bersahabat”, dengan melihat visi tersebut sangat jelas bahwa penyelesaian permasalahan anak jalanan di Kota Bandung sangat erat kitannya dengan Dinas Sosial Kota Bandung.

Empat misi yang dimilik Dinas Sosial Kota Bandung, yang berkaitan dengan permasalahan sosial yang sesuai dengan pemberdayan bagi para anak jalanan saat ini, menurut penyusun anak jalanan masuk kedalam misi pada point ke empat, yang berupa peningkatan kualitas, mewujudkan,


(54)

41 memelihara, memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan sosial, lewat pelatihan-pelatiahan pada program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh pemerintah masyarakat, maupun lembaga-lembaga swasta yang ada.

3.2.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial Kota Bandung

Dinas Sosial Kota Bandung Memiliki tugas pokok dan fungsi, Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 13 Tahun 2007 tentang Pembentukan dan Susunan Dinas Daerah Kota Bandung. Tugas Pokok Dinas Sosial Kota Bandung yakni, “Melaksanakan sebagian tugas kewenangan daerah di bidang sosial”, sedangkan fungsi dari Dinas Sosial Kota Bandung adalah:

1. Perumusan Kebijakan Teknis di bidang sosial.

2. Pelaksanaan tugas teknis operasional di bidang sosial yang meliputi Bina Sosial (Binsos), Pelatiahan Sosial (Pelsos), Rehabilitasi Sosial (Rehabsos) dan Keluarga Sejahtera.

3. Pelaksanaan Pelayanan teknis ketatausahaan kantor.

3.2.1.3 Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Bandung

Dinas Sosial Kota Bandung memiliki bagian-bagian kerja di dalamnya, berikut ini merupakan susunan organisasi yang dimiliki oleh Dinas Sosial Kota Bandung:


(1)

67 pemberdayaan, dan sangat ironis Kota Bandung yang merupakan kota dengan tingkat kedatangan anak jalanan yang cukup tinggi, tidak memiliki tempat penampungan bagi para anak jalanan, walaupun saat ini telah Pemerintah Kota Bandung telah menyiapkan pembangunan pusat kesejahteraan sosial di daerah Rancacili Kota Bandung.

Dinas Sosial Kota Bandung dalam menjalankan akuntabilitasnya, baik dari segi internal maupun eksternal, dari hasil pengamatan penyusun selama melaksanankan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Dinas Sosial Kota Bandung akuntanbilitasnya dari segi internal sudah cukup baik, hanya saja, Dinas Sosial Kota Bandung tidak mampu menjaga konsistensi dan mengembangkan program-program kerja yang telah mereka buat. Sementara itu akuntabilitas Dinas Sosial dalam segi eksternal terlampau sulit bila Dinas Sosial Kota Bandung tidak menunjukan perannya dalam menyelesaikan permasalahan anak jalanan serta pengarahan dan sosialisasi kepada masyarakat dalam memperkecil masalah-masalah kesejahteraan sosial yang terjadi di Kota Bandung.

Sedekah yang diberikan oleh masyarakat kepada anak jalanan sebagai salah satu contohnya, telah menjadi hal yang biasa dan lumrah bagi masyarakat pada umumnya, Dinas Sosial Kota Bandung saat ini penyusun lihat kurang dalam memberikan sosialisasi terbaik kepada masarakat untuk menyumbangkan uangnya ketempat-tempat seharusnya, seperti rumah perlindungan anak atau panti asuhan, dengan demikian masih banyaknya masyarakat yang secara cuma-cuma memberikan sedekahnya kepada para anak jalanan, dengan demikian secara tidak langsung telah menggambarkan ketidaktahuan maupun ketidak yakinan masyarakat terhadap penanganan yang dilakukan oleh Dinas Soisal Kota Bandung kepada anak jalanan dan lebih memilih untuk membantu para anak jalanan secara langsung, padahal hal tersebut sangatlah tidak membantu bagi para anak jalanan tersebut.


(2)

68 Dinas Sosial Kota Bandung dan Pemerintah Kota Bandung saat ini melakukan sosialisainya hanya dengan memasang papan iklan saja, tanpa memberikan sosialisasi langsung kepada masyarakat atau setidaknya melakukan sosialisai lewat media cetak maupun media elektronik, karena tidak semua masyarakat mengetahui apa tujuan dari papan iklan tersebut, atau tidak semua masyarakat melihat bahkan sempat membaca isi yang disampaikan dari papan iklan tersebut.

Bersedekah secara langsung kepada anak jalanan yang dilakukan oleh masyarakat merupakan suatu kebiasaan buruk dan ironsinya merupakan sebuah tindakan dapat dicegah atau dapat diberikan hukuman, karena hal tersebut sangatlah lumrah dalam kehidup masyarakat, disinilah peran dari pemerintah, masyarakat atau orang-orang yang memiliki intelektual tinggi dan tentunya Dinas Sosial kota Bandung itu sendiri dalam membenahi hal tersebut, yang diharapkan mampu untuk memberikan sosialisasi yang sempat penyusun sampaikan sebelumnya, karena bagaimanapun memberikan uang secara langsung kepada anak jalanan bukan merupakan tindakan yang dapat membantu memperbaiki kehidupan para anak jalanan, dengan dibiarkannya masyarakat dalam memberikan sedekah kepada para anak jalanan secara langsung, maka hal tersebut telah menghambat salah satu proses input dan output dalam proses pemberdayaan yang telah dijalankan. Proses pemberdayaan akan berjalan sia-sia, karena anak akan besar kemungkinan berpotensi kembali kejalan dimana anak akan menganggap bahwa jalananlah tempat terbaik bagi mereka untuk mencari nafkah.


(3)

69 BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Program pemberdayaan bagi para anak jalanan di Kota Bandung, walaupun tidak dilakukan langsung oleh Dinas Sosial Kota Bandung tetapi menurut penyusun bukanlah suatu alasan, karena Dinas Sosial Kota Bandung memiliki tugas yang mereka emban untuk menyelesaiakan permasalahan sosial di Kota Bandung, para anak jalanan dapat dihentikan untuk mencari nafkah di jalanan yang bukanlah tempat yang seharusnya Sosiallisai kepada masyarakat, merupakan hal yang penting dan tidak dapat dikesampingkan, karena bagaimanapun masyarakat merupakan tempat berinteraksi langsung para anak jalanan.

Pengawasan, pendampingan sosial para anak jalanan yang merupakan faktor penting pada proses pemberdayaan, tidak dapat dikesampingkan dan sangat penting untuk dilakukan secara berkesinambungan, dengan kualitas pengawasan yang baik maka akan ada data atau gambaran mengenai bagaimana tingkat perkembangan anak jalanan di Kota Bandung, dengan nampaknya gambaran tersebut maka secara langsung dapat memberikan kemudahan bagi Dinas Sosial dalam menjalankan program pemberdayaan yang dapat diartikan sebagai proses dalam penyelesaian masalah anak jalanan dan program pendampingan sosial sebagai program penting bagi orang tua maupun keluarga para anak jalanan.

Berdasarkan hasil Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dan penyusunan laporan yang telah penyusun sampaikan pada bab-bab sebelumnya, mengenai Kinerja Dinas Sosial Kota Bandung dapat disimpulkan beberapa hal-hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan indikator produktivitas kinerja aparatur Dinas Sosial Kota Bandung, dalam pemberdayaan anak jalanan di Kota Bandung, penyusun lihat belum maksimal, Dinas Sosial Kota Bandung sebagai pihak penyalur anak jalanan di Kota Bandung kepada Dinas Sosial


(4)

Provinsi Jawa Barat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun Rumah Perlindungan Anak (RPA), belum mampu memberikan terobosan-terobosan dalam proses pemberdayaan anak jalanan kepada pihak-pihak tersebut, hingga menimbulkan kesan Dinas Sosial Kota Bandung hanya sebagai tempat pemberhentian sementara bagi para anak jalanan, hal tersebut terjadi dikarenakan masih kurangnya sumberdaya aparatur di Dinas Sosial Kota Bandung.

2. Berdasarkan indikator kualitas layanan, Dinas Sosial Kota Bandung, dalam pemberdayaan anak jalanan di Kota Bandung, penyusun lihat belum maksimal, dikarenakan Dinas Sosial Kota Bandung hingga saat ini belum memiliki tempat penampungan bagi para anak jalanan, ditambah dari tahun 2009 hingga saat ini data yang dimiliki Dinas Sosial Kota Bandung mengenai jumlah anak jalanan di Kota Bandung belum berubah, hal terebut memperlihatkan ketidakseriusan Dinas Sosial Kota Bandung, dalam beberapa tahun terakhir, dalam menanganai anak jalanan di Kota Bandung yang mengakibatkan banyaknya ketidakpuasan berbagai pihak, dalam penanganan anak jalanan di Kota Bandung.

3. Berdasarkan indikator Responsivitas, Dinas Sosial Kota Bandung, dalam pemberdayaan anak jalanan di Kota Bandung, penyusun nilai kurang maksimal karena Dinas Sosial kota Bandung, masih lemah dalam mengenali dan memenuhi kebutuhan masyarakat, untuk mengenali anak jalanan diperlukan suatu pendekatan secara langsung, Dinas Sosial Kota Bandung sebenarnya telah membangun posko pemantau anak jalanan di Kota Bandung, namun hingga saat ini belum jelas mengenai kelanjutan dari setiap petugas posko tersebut, dan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Dinas Sosial Kota Bandung belum dapat melakukan program-program pendampingan sosial yang sejatinya perlu dilakukan secara beriringan dengan proses pemberdayaan anak jalanan.

4. Berdasarkan indikator Responsibilitas, Dinas Sosial Kota Bandung, penyusun lihat saat melakukan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) sudah


(5)

71 cukup baik, selalu ada kordinasi-kordinasi yang baik baik antara kepala dinas dengan para aparaturnya maupun antara para aparaturnya itu sendiri, begitu pula antara Dinas Sosial Kota Bandung dengan para penjangkau anak jalanan dan pelaku pemberdayaan seperti Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Provinsi Jawa Barat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), maupun Rumah perlindungan Anak (RPA) dalam penitipan anak jalanan di Kota Bandung, telah sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakannya.

5. Berdasarkan indikator Akuntabilitas, Dinas Sosial Kota Bandung, belum mampu merubah cara masyarakat untuk memberikan sedekah kepada anak jalanan tanpa merubah kebiasaan norma-norma yang telah tumbuh dan berkembang dimasyarakat yang telah tertanam sejak lama, dengan demikian Dinas Sosial Kota Bandung secara timbal balik, belum mamapu dalam kegiatannya sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

4.2 Saran

Penyelesaian anak jalanan lewat program pemberdayaan sejatinya bila dilakukan dengan proses yang baik dan tentunya dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan, baik pada proses input maupun pada proses pemberdayaannya, tentu tidak akan menutup kemungkinan menjadi suatu jawaban dalam penyelesaian anak jalanan di Kota Bandung, untuk memperbaiki kinerja Dinas Sosial Kota Bandung, disini penyusun akan memaparkan beberapa poin sebagai berikut:

1. Dinas Sosial Kota Bandung harus memiliki infrastruktur sendiri dalam menyelesaikan permasalahan anak jalanan di Kota Bandung seperti, tempat penampungan anak jalanan, posko pengawasan yang dijalankan sebagaimana fungsinya dan kendaraan pemantau untuk memantau kegiatan para anak jalanan.


(6)

2. DInas Sosial Kota Bandung harus berperan aktif dalam program pemberdayaan anak jalanan di Kota Bandung yang dilakukan oleh beberapa instansi dan lembaga terkait seperti, Dinas Sosial Jawa Barat, Lembaga Swadaya Masyarakat (SDM) dan Rumah Perlindungan Anak (RPA), yang telah menjalin kerjasama dengan Dinas Sosial Kota Bandung.

3. Dinas Sosial Kota Bandung mesti melakukan koordinasi dengan Satuan Polisi Praja (Satpol PP) mengenai, penertiban para anak jalanan, agar penertiban tersebut dilakukan dengan cara yang baik yang bertujuan agar tidak merusak hak-hak anak.

4. Dinas Sosial Kota Bandung harus melakukan pelatihan-pelatihan bagi para aparaturnya, hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja para aparaturnya demi meningkatkan kualitas Dinas Sosial Kota Bandung itu sendiri, khususnya dalam program penanganan para anak jalanan di Kota Bandung.

5. Dinas Sosial Kota Bandung harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat Kota Bandung secara bertahap serta berkesinambungan, untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat Kota Bandung mengenai cara tepat dalam membantu para anak jalanan.

6. Dinas Sosial Kota Bandung baiknya memiliki data terbaru para anak jalanan di Kota Bandung, yang bertujuan untuk mengetahui grafik peningkatan anak jalanan di Kota Bandung, dengan adanya data maka akan mempermudah Dinas Sosial Kota Bandung dalam melakukn penanganan para anak jalanan.

7. Proses pendampingan sosial, yang merupakan proses bantuan dan pelatihan bagi para orang tua maupun keluarga para anak jalanan harus diadakan dan diselaraskan dengan program pemberdayaan kepada anak jalanan, agar para anak jalanan setelah proses pemberdayaan berakhir yang merupakan proses input dari pemberdayaan, kembali ke rumah dengan suasana yang baru.