commit to user
3
A. Pendahuluan
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal
dengan istilah masyarakat multikultural. Masyarakat sendiri dikenal sebagai kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu
mengorganisasikan dirinya yang berfikir tentang dirinya sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu, maka konsep masyarakat tersebut bila digabungkan dengan
multikultural memiliki makna sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu
membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain Nuraeni dan Alfan, 2012: 19. Melihat kekayaan warisan budaya di Indonesia tersebut, salah satu literasi yang
membahas hal tersebut misalnya penelitian yang dilakukan oleh Shubuha Pilar Naredia 2015 dengan judul Produksi Kultural Kampung Seni di Kampung Bumen, Kelurahan
Purbayan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta dengan menggunakan desain studi kasus tunggal yang bertujuan menggambarkan tentang Produksi Kultural Kampung Seni
di Kampung Bumen melalui teori Produksi Kultural Pierre Bourdieu. Bahwa Kampung Seni dipandang sebagai Arena dalam Produksi Kultural di Kampung Bumen, di dalamnya
terdapat beberapa aktor seperti kelompok Purba Budoyo, Purba Makuta, dan Purba Swara yang berada dalam ranah seni tradisional serta dalam pergerakan seninya membangun
berbagai habitus disertai dengan berbagai modal yang memungkinkan sebagai dimensi pendorong maupun dimensi penghambat dalam pengelolaan Kampung Seni di Kampung
Bumen. Salah satu adat istiadat di Indonesia yang mendukung keanekaragaman budaya
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI adalah Ada’ Tuho yang ada di Kecamatan Ulumanda, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat. Ada’ Tuho adalah
produk kebudayaan yang lahir atas prakarsa daya cipta dan kreativitas manusia serta menjadi ketetapan aturan masyarakat lokal di Kecamatan Ulumanda yang mengikat para
aktor di dalamnya sehingga mampu menjadi spirit dalam memberikan kontrol terhadap aspek kehidupan sosial yang keberadaannya dirasakan masyarakat sebagai payung
kehidupan untuk memberi perlindungan, kedamaian, dan kesejahteraan bagi masyarakat Ulumanda. Aturan hukum dalam Ada’ Tuho terdiri dari Sakka Pambojanga yang memuat
aturan pernikahan, kemudian Sakka Pariama yang memuat aturan pertanian atau bercocok tanam, adapula Panda Tomate yang memuat aturan tata cara kematian, dan yang terakhir
commit to user
4
ialah Reppoang Ulu Rendengang Tallottong yang memuat aturan kemanusiaan Amin, 2014: 31.
Seiring berjalannya waktu keempat aturan tersebut sudah mulai berubah pada praktiknya, terjadinya berbagai perubahan yang ada pada aturan dalam Ada’ Tuho
disebabkan berbagai faktor yang menyertainya. Berbagai faktor yang menyertai perubahan pada Ada’ Tuho memungkinkan dapat dianalisa sebagai kategori faktor pendorong dan
juga penghambat bagi perubahan aturan hukum dalam Ada’ Tuho sendiri. Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa Ada’ Tuho dalam hal pelaksanaanya kurang
memperhatikan prinsip-prinsip dasar Ada’ Tuho sendiri dan kemudian mulai direproduksi dalam bentuk lain oleh masyarakat Ulumanda dengan berbagai praktik lain. Maka,
penelitian ini mengkaji reproduksi Ada’ Tuho yang menggunakan teori Praktik Sosial milik Pierre Bourdieu dengan habitus, modal, serta ranah sebagai skema analitiknya.
B. Deskripsi Lokasi dan Metodologi Penelitian