Peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah industri Permasalahan yang timbul dalam pengelolaan limbah industri: Pertama

135 TEKNIK KERJA BENGKEL TELEKOMUNIKASI lahan pengolahan limbah. Hal ini dalam bidang pengelolaan limbah sering dikenal sebagai NIMBY Not In My Backyard Syndrome. Dengan adanya kecenderungan sikap kontradiktif dari masyarakat ini, perlu direnungkan kembali bagaimanakah pola pengelolaan limbah industri yang tepat agar dapat menjadi solusi terbaik bagi semua pihak yang terlibat. Karena itu materi yang akan dibahas dalam buku ini berkaitan dengan penawaran konsep-konsep yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam mengatasi masalah limbah industri, khususnya di tanah air.

1. Peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah industri

Di Indonesia sendiri, peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah industri telah dituangkan dalam UU 231997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diundangkan sebagai pengganti UU No. 41992. Secara spesifik hal ini ditindaklanjuti dalam Peraturan Pemerintah, PP 191994 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun dan PP 121995 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan diperbarui dengan dikeluarkannya PP 181999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan. Hal-hal yang diatur dalam PP 191994 yang kemudian disempurnakan dalam PP 121995 diantaranya adalah: 1. Kewajiban bagi setiap penghasil limbah B3 atau badan usaha yang mendapat ijin Bapedal untuk mengolah limbahnya. 2. Kewajiban bagi badan usaha pengelola limbah B3 yang melakukan pengumpulan, pengolahan, penimbunan, pemanfaatan dan usaha pengangkutan limbah B3 3. Ketentuan mengenai pengawas dan pelaksanaan pengawasan pengelolaan limbah B3. 4. Ketentuan teknis administratif dalam kegiatan pengelolaan limbah B3, termasuk sanksi-sanksi pelanggarannya. Semua ketentuan yang berhubungan dengan para pelaku pengelolaan limbah B3, baik itu penghasil, pengumpul, pengangkut, maupun 136 TEKNIK KERJA BENGKEL TELEKOMUNIKASI pengolahpenimbun telah diperinci secara jelas, dan hal-hal teknisnya diterjemahkan dalam Keputusan Kepala Bapedal yang mencakup seluruh aspek yang berhubungan dengan pengelolaan limbah dari mulai sumber sampai pembuangan akhir from cradle to grave.

2. Permasalahan yang timbul dalam pengelolaan limbah industri: Pertama

, seperti telah disinggung diatas, adanya sikap masyarakat yang kontradiktif dalam menyikapi permasalahan pembuangan limbah B3. Dari kenyataan yang ada, sikap yang sama juga diperlihatkan masyarakat terhadap pembuangan limbah domestik yang relatif tidak berbahaya. Ditambahkan lagi, sampai saat ini tidak ada satupun database yang dipunyai untuk mengetahui aliran dan deposit limbah industri dalam suatu kawasan, apakah itu perkotaan ataupun permukiman. Dari aktivitas perdagangan dan industri yang dilakukan di kota, kota Surabaya misalnya, belum ada studi yang dilakukan untuk mengetahui berapa tonase kadar logam berat yang terdeposit di tanah per tahunnya, berapa banyak logam berat yang ikut terbawa aliran sungai ataupun berapa yang terdeposit sebagai sedimen dalam badan air lainnya. Bahkan untuk aspek yang sederhana sekalipun, seperti berapa prosentase beban limbah yang termasuk dalam kategori B3 dan non B3 yang dihasilkan oleh kota Surabaya, tidak ada yang tahu. Kedua , seharusnya adanya ketentuan teknis dalam pengelolaan limbah industri di atas akan menciptakan peluang bagi para pengusaha untuk menciptakan bidang usaha yang baru dan bagi praktisiilmuwan untuk menciptakan teknologi baru, namun mengapa hal ini tidak menjadi kenyataan? Ketiga, berhubungan dengan sikap pengusaha yang sampai saat ini berpendapat bahwa mengelola limbah hanya merupakan beban semata, extra-costs yang dapat menyebabkan hilangnya daya saing. Perusahaan yang akan menerapkan program pengelolaan limbah sering menghadapi banyak kendala yang umumnya berhubungan dengan sikap atau pandangan negatif para personel misalnya, bahwa tindakan ini hanya akan meninggikan biaya, hal ini bisa menurunkan kualitas 137 TEKNIK KERJA BENGKEL TELEKOMUNIKASI produk, dampaknya tidak akan dialami orang-perorang secara pribadi, dan sebagainya. Sebagai contoh, beberapa keberatan yang disampaikan beberapa bagian perusahaan telah disampaikan oleh Nemerow 1995 dalam Tabel berikut:. Tabel 1. Beberapa alasan yang disampaikan setiap bagian dalam suatu perusahaan terhadap program pengelolaan limbah Catatan: Hal ini sebenarnya tidak sepenuhnya benar, terutama untuk masa yang akan datang. Justru perusahaan yang memenuhi kebijakan lingkunganlah yang akan mempunyai daya saing. Keempat, walaupun dalam UU maupun peraturan yang ada, semua aspek yang berhubungan dengan pengelolaan limbah industriB3 telah dibahas secara rinci, namun dalam pelaksanaannya masih terasa kurang efektif. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sikap pemerintah pusat yang overprotective. Artinya MenteriKepala Bapedal masih berperan besar dalam menentukan boleh tidaknya atau layaktidaknya suatu perusahaan mengolahmembuang limbah B3 sendiri. Adanya ketentuan seperti ini menyebabkan pejabat pengawas di daerah menjadi kurang berperan dan sama sekali tidak efektif dalam mengawasimengendalikan masalah pencemaran limbah B3 yang terus berlangsung sejalan dengan adanya aktivitas industrinya. Apalagi, unit pengolahan limbah B3 yang diakui pemerintah setidaknya baru satu, yaitu WMI di Cileungsi, Bogor. Hal ini, selain menyulitkan para pengusaha penghasil limbah B3, juga akan meningkatkan biaya 138 TEKNIK KERJA BENGKEL TELEKOMUNIKASI pembuangan, terutama bagi mereka yang berada pada lokasi yang berjauhan. Kondisi seperti ini akan menciptakan peluang bagi pengusaha tersebut untuk secara sembunyi-sembunyi melakukan pembuangan secara illegal sebagian dari limbah B3 ke lingkungan terdekat, yang pada akhirnya mengakibatkan kerugian bagi masyarakat secara umum.

3. Kajian teknis pengelolaan limbah industri