mempunyai nilai tukar currency yang tinggi pula di dalam pasar libido, yang kemudian akan menentukan harga libidonya secara
ekonomis. Tubuh khususnya perempuan di dalam wacana kapitalisme tidak
saja di eksplorasi nilai gunanya use-value- pekerja, prostitusi, pelayan; akan tetapi juga nilai tukarnya exchange-value- gadis
model, gadis peraga, hostess; dan kini juga nilai tandanya sign-value- erotic magazine, erotic video, erotic photography, erotic film, erotic
vcd. Piliang, 2010:264
3
Melihat beberapa contoh pekerja Sales Promotion Girl terlihat eksploitasi tubuh perempuan telah menyentuh batas-batas seksual dan
batas- batas “berani” dalam masyarakat. Daerah-daerah tabu
perempuan telah hilang dan digantikan oleh daerah-daerah yang bernilai ekonomis tinggi. Mengutip ungkapan Yasraf Amir Piliang,
bahwa sekarang perempuan b erani “bupati” membuka paha tinggi,
dan memperlihatkan “sekwilda” sekitar wilayah dada untuk dihargai tinggi.
4
Sistem ekonomi kapitalis telah membentuk sebuah tuntutan semu perempuan dengan menampilkan sosok ideal. Sebuah tuntutan semu
untuk dihargai dan bernilai tinggi. Seorsng perempuan haruslah “berani” menunjukkan batas-batasnya sehingga terjadilan eksploitasi
tubuh perempuan.
2.2.2 Kekerasan Simbolik Perempuan sebagai Eksploitasi
Eksploitasi lainnya ada ketika perempuan “dianiaya” dalam sebuah kekerasan yang tidak terasa. Kekerasan yang tanpa disadari menjadi
sebuah stereotipe negatif dalam masyarakat. Kekerasan ini bukan kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan terhadap perempuan
karena kriminalitas. Tetapi lebih kepada kekerasan dalam permainan tanda dan simbol atau kekerasan simbolik.
3
Piliang, Yasraf Amir.2010.Post Realitas.Yogyakarta.Jalasutra.
4
Piliang, Yasraf Amir.2003.Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna.Yogyakarta.Jalasutra.
Ibrahim 2011:36 menjelaskan, kini kita bisa menemukan corak kekerasan simbolik yang muncul dalam bentuk bahasa dan foto atau
gambar yang mucul di media baik cetak atau elektronik yang memposisikan perempuan dalam stereotipe body and beauty, not
brain. Eksploitasi dalam kekerasan simbolik menjadi penganiayaan terhadap perempuan, saat tubuh perempuan dijadikan sebagai alat
kapitalis untuk memenuhi kepentingan elit-elit bisnis media.
5
Bentuk praktik-praktik eksploitasi yang terjadi kepada perempuan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Komodifikasi tubuh perempuan dalam media sebagai barang dagangan yang dinilai tinggi saat semakin menunjukan unsur
seksualitas dan erotiseme. 2. Kekerasan simbolik yang menjurus pada dijadikannya tubuh
perempuan sebagai sensual pleasure laki-laki. 3. Obesesi-obsesi tubuh langsing dan ramping yang dimanfaatkan
oleh bisnis. E Banin Diar Sukmono, 2012
Mengutip skripsi dari Dion Pratama yang berjudul Eksploitasi Tubuh
Perempuan dalam Film “Air Terjun Pengantin” Karya Rizal Mantovani Analisis Semiotika Roland Barthes terdapat dua jenis
eksploitasi :
6
A. Eksploitasi perempuan secara fisik 1. Tubuh perempuan hanya sebagai fragmen tidak utuh,
dengan: a. Menonjolkan bibir
b. Menonjolkan lengan dan pundak c. Menonjolkan dada
5
Ibrahim, idi Subandy. 2011.Budaya Populer Sebagai Komunikasi. Yogyakarta. Jalasutra.
6
eJournal Ilmu Komunikasi,2014,24:297-311 ISSN 0000-0000, eJournal,ilkom.Fisip- Unmul.ac.id. Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Film “Air Terjun Pengantin” Karya Rizal
Mantovani Analisis Semiotika Roland Barthes oleh Dion Pratama. Di unduh pada 27 Agustus 2015 pukul 13.20
d. Menonjolkan pinggul 2. Penunjukan hasrat perempuan terhadap laki-laki, melalui:
a. Ekspresi wajah b. Gesture Bahasa tubuh
B. Eksploitasi perempuan secara non fisik, melalui pembentukan karakteristik perempuan:
1. Mudah tergoda laki-laki 2. Seksi
3. Agresif
2.3 SPG Sales Promotion Girl