UPAYA POLRI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA (Studi Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)

(1)

ABSTRAK

UPAYA POLRI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA (STUDI WILAYAH HUKUM POLRESTA BANDAR LAMPUNG)

Oleh

NIRMALA ASRI PRAYOGI

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang melakukan pembangunan di segala bidang, banyaknya kepemilikan kendaraan bermotor roda dua dan kurangnya kewaspadaan masyarakat dalam menjaga kepemilikan kendaraan bermotor mangakibatkan tingginya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang berdampak pada timbulnya tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah upaya Polri dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraaan bermotor roda dua di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung (2) apakah yang menjadi faktor penghambat upaya polri dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung.

Penelitian skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris dan yuridis normatif untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada, dengan mengadakan pendekatan masalah secara normatif dan empiris, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan cermat tentang segala sesuatu gejala atau keadaan objek yang akan diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Responden dalam penelitian ini terdiri dari Petugas Reskrim (Unit Curanmor) Polresta Bandar Lampung dan Petugas Polantas Polresta Bandar Lampung.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada yaitu (1) Dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua ini, pihak Polresta Bandar Lampung melakukan penanggulangan dengan sarana non penal yaitu preventif (pencegahan) seperti memberikan penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya menumbuhkan kesadaran hukum, meningkatkan kewaspadaan dan memberikan penerangan serta sosialisasi kepada masyarakat, dan melakukan razia surat kelengkapan kendaraan bermotor. Sedangkan sarana penal dengan penanggulangan yang bersifat represif


(2)

Nirmala Asri Prayogi

(penindakan) seperti menerima laporan, melakukan penyidikan, melakukan penyitaan terhadap barang-barang yang diduga hasil kejahatan dan melakukan penangkapan. (2) Faktor-faktor penghambat yang dihadapi oleh Polresta Bandar Lampung dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor hasil pencurian ini adalah dari faktor barang bukti itu sendiri yaitu sepeda motor yang sudah ditadah tersebut tidak dalam keadaan sama saat kendaraan tersebut dicuri sehingga menyulitkan polisi dalam mengusut keberadaaan barang bukti. Selain itu kurangnya kesadaran masyarakat dalam melaporkan kejadian tindak pidana pencurian itu sendiri sangat lamban sehingga polisi mengalami kesulitan dalam mengusut dan menyelesaikan kasus tersebut.

Menyikapi permasalahan tersebut diatas, maka (1) Agar pihak kepolisian cepat dan tanggap dalam menanggulangi masalah tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua ini seperti rangkaian kegiatan penindakan yang ditujukan kearah pengungkapan terhadap semua kasus tindak pidana yang telah terjadi yang disebut sebagai macam faktual. Bentuk kegiatannya antara lain penyelidikan, penyidikan dan upaya lainnya yang disahkan menurut Undang-Undang, selain itu pihak kepolisian harus menambah intensitas razia terhadap kendaraan bermotor roda dua, memberikan pengarahan dan pemahaman hukum serta peningkatan kewaspadaan masyarakat guna meminimalisir terjadinya tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua tersebut. (2) Masyarakat harus lebih waspada terhadap terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang berakibat timbulnya tindak pidana penadahan, selain itu harus lebih memperhatikan kelengkapan dari surat-surat kelengkapan kendaraan bermotor apabila membeli sepeda motor bekas.


(3)

UPAYA POLRI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA

(Studi Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung) (Skripsi)

Oleh

NIRMALA ASRI PRAYOGI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

UPAYA POLRI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA

(Studi Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)

Oleh

NIRMALA ASRI PRAYOGI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Penadahan ... 16

B. Kendaraan Bermotor ... 24

C. Tugas dan Fungsi Polri ... 25

D. Upaya Penanggulangan Kejahatan... 28

E. Faktor yang Menjadi Penghambat dalam Penegakan Hukum ... 31

III.METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 33

B. Sumber dan Jenis Data ... 34

C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 35

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan data ... 36

E. Analisis Data ... 38

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 39

B. Gambaran Umum Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor Roda Dua Di Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung ... 40 C. Upaya Polresta Bandar Lampung Dalam Menanggulangi


(6)

Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor Roda Dua ... 52 D. Fakor-Faktor Penghambat yang dihadapi Polresta

Bandar Lampng Dalam Menanggulangi Tindak Pidana

Penadahan Kendaraan Bermotor Roda Dua ... 60 V. PENUTUP

A. Simpulan ... 63 B. Saran ... 64


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2012. Delik Tertentu Dalam KUHP. Bandar Lampung. Universitas Lampung.

Chazawi, Adami. 2004. Kejahatan Terhadap Harta Benda. Malang. Bayumedia.

Hamzah, Andi.1994. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta

Hasan, Alwi. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka

Lamintang, P.A.F. 1984. Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung. CV.Sinar Baru

Lamintang, P.A.F, dan Theo Lamintang. 2009. Delik-delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Jakarta, Sinar Grafika.

Moeljanto. 1984. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta. Bina Aksara.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti

Muladi dan Barda Nawawi. 1992. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung. Alumni.

Rubai, Masruchin. 2001. Asas-Asas Hukum Pidana. Malang. UM press dan FH UB.

Sunggono, Bambang. 1997. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 2005. Metode Penelitian Hukum. Jakarta. Rineka Cipta. ... 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press.


(8)

... 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press.

Sutanto. 1988. Dasar-Dasar Organisasi. Jakarta. Gunung Aksara. Sumber lainnya :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jakarta. Rineka Cipta.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Tindak Pidana” www.google.com/http/hukumonline.com


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel: 1

Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Roda dua di Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung kurun waktu 2009-2012

TAHUN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN

BERMOTOR

PERKARA MASUK DIPROSES

2009 89 78

2010 94 86

2011 106 90

2012 115 105

JUMLAH 404 359

Sumber : Reskrim Polresta Bandar Lampung

Tabel: 2

Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor Roda dua di Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung kurun waaktu 2009-2012

TAHUN TINDAK PIDANA PENADAHAN

KENDARAAN BERMOTOR

PERKARA MASUK DIPROSES

2009 6 6

2010 8 8

2011 11 10

2012 12 10

JUMLAH 37 34


(10)

Judul Skripsi :Upaya Polri dalam Menanggulagi Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor Roda Dua (Studi Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)

Nama Mahasiswa : Nirmala Asri Prayogi No. Pokok Mahasiswa : 0912011352

Bagian : Hukum Pidana Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Maroni, S.H., M.H. NIP. 19600310987031002

Tri Andrisman, S.H, M.H NIP. 196112311989031023

2. Ketua Bagian Hukum Pidana,

Diah Gustiniati, S.H., M.H. NIP.19620817 198703 2 003


(11)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Maroni, S.H, M.H. ………

Sekretaris/Anggota : Tri Andrisman, S.H., M.H. ………

Penguji Utama : Diah Gustiniati, S.H., M.H. ………

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP. 19621109 198703 1 003


(12)

MOTTO

Dan siapa yang menempuh suatu jalan yang padanya dia dapatkan ilmu maka

Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga

(HR. MUSLIM)

Kerja dan fungsi memecahkan manusia sujud sembah yang mengutuhkannya.

Ego dan nafsu menumpas kehidupan oleh cinta nyawa dikembalikan.

(Emha Ainun Nadjib)

Berantas Kejahatan = Membela Kebenaran

(Penulis)


(13)

PERSEMBAHAN

Teriring Do’a dan Rasa Syukur Kehadirat Allah SWT Atas Rahmat dan

Hidayah-Nya serta Junjungan Tinggi Rasulullah Muhammad SAW

Kupersembahkan Skripsi ini kepada:

Papa dan Ibu, sebagai orangtua penulis tercinta yang telah mendidik,

membesarkan, dan membimbing penulis menajdi sedemikian rupa yang selalu

memberikan kasih dan sayangnya yang tulus dan memberikan do’a yang tak

pernah putus untuk setiap langkah yang penulis lewati serta yang tindak

pernah meninggalkan penulis dalam keadaan penulis terpuruk sekalipun.

Kakak-kakak ku Helli Widhy Prayogi dan Nurtan Sony Prayogi serta saudara

kembarku Nirmala Astri Prayogi yang selalu menjadi motivasi penulis untuk

selalu berpikir maju memikirkan masa depan yang jauh lebih baik dari sekarang.

(Almh) Mbah Putri dan (Alm) Mbah Kakung yang selalu mendukung penulis

semasa hidupnya, serta Mbah biung dan Mbah Kaum yang selalu mendoakan

penulis.

serta kepada seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu

persatu untuk selalu mendo’akan

dan mendukung keberhasilan penulis.

Yoga Nugraha Liawan yang tidak pernah letih menemani penulis dan selalu

memberikan motivasi serta semangat kepada penulis demi terselesaikannya

skripsi ini


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1991, merupakan putri bungsu dari empat bersaudara pasangan Kombes Pol. Putut Prayogi, S.E, M.M. dan Suwarni.

Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Suhardita pada tahun 1997, Sekolah Dasar (SD) Pisangan Tiga Kota Tangerang Selatan pada tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al-Kautsar Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2006, Sekolah Menengah Atas (SMA) Yayasan Pembina Universitas Lampung diselesaikan pada tahun 2009. Pada tahun 2009, Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum dan pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(15)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil „alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT. sebab hanya dengan kehendak-Nya maka Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Upaya Polri Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor Roda Dua (Studi Wilayah Polresta Bandar Lampung) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus sebagai Pembahas I yang memberikan kritik dan saran dalam penulisan ini.

3. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang penuh dengan kesabaran memberikan bimbingan motivasi, jalan saran dan juga kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Pembimbing II atas kesediaannya memberikan bimbingan saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H., M.H., selaku Pembahas II atas masukan dan


(16)

6. Bapak Dita Febrianto, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik atas bimbingannya selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

7. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh studi.

8. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi.

9. Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung khususnya Unit Curanmor yang telah memberikan izin, saran serta masukan kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

10.Kedua Orangtuaku Kombes Pol. Putut Prayogi, S.E, M.M dan Suwarni yang telah mendidik, membesarkan dan selalu mendukung segala yang aku lakukan.

11.Kakak-kakakku, Mba Helli Widhy Prayogi, Mas Nurtan Sony Prayogi dan saudara kembarku Nirmala Astri Prayogi yang tak pernah lupa mendoakan dalam setiap langkahku.

12.Yoga Nugraha Liawan yang tidak pernah letih menemani dan selalu memberikan motivasi serta semangat demi terselesaikannya skripsi ini.

13.Seluruh Om dan Tanteku (Lik Untung, Lik Muna, Lik Timbul, Lik Pur, Lik Umah, Lik Yono, Lik Sakir, Lik Alim)

14.Sahabat-sahabatku 78 (Ayu Hervi, „Ana‟ Uswatun Hasanah, Mida Handayani,

„Mudte‟ Mutiara Raisa, Siti Fei Kenia Nournabila, Sagita Markawira, Refi

Angka Wijaya, M. Archi, Maizar Arif, Yanuar Pribadi, Elma Satrianingsih, Haris Budiman, Trias Nugroho, Kak Adia Nugraha, dan Tiara Pelopin)


(17)

15.Teman-teman seperjuanganku Bro_Kum (Utari Dwi, Vanny Ciendy, Welin Tri Mayasari, M. Soleh, Fery Wirawansyah, Rifky Apriansyah, Bagus Saddam

„Geol‟, Agung Senna Ferrari, M. Andri, Tody Saputra, Yoga Pratama „Agoy‟, Zulqodri Anand, Yasir Ahmad „Acil‟, Fahmy Ardiansyah, Yogaliawan)

16.Teman-teman KKN Tematik 2009 Pekon Sukajaya Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Lampung Barat.

17.Seluruh angkatan 2009, terutama teman-teman Jurusan Hukum Pidana 2009 atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya.

18.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan, kerelaan dan dukungannya.

19.Almamater tercinta Universitas lampung.

Penulis berdoa semoga semua kebaikan dan amal baik yang telah diberikan akan mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT, dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, Maret 2013 Penulis,


(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang melakukan pembangunan di segala bidang. Usaha yang dilakukan oleh negara ini meliputi pembangunan ekonomi, perbaikan sistem publik, melakukan usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak kalah pentingnya adalah pembangunan di bidang hukum dari tahun ke tahun yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.

Kurangnya kesadaran hukum dalam masyarakat menyebabkan terjadinya ketidakpercayaan antara anggota masyarakat itu sendiri maupun ketidakpercayaan dengan aparat penegak hukum dan pemerintah. Terlebih dengan kondisi perekonomian negara kita yang sulit saat ini, mengakibatkan timbulnya kasus kriminalitas yang terjadi dalam masyarakat yang dilatarbelakangi karena kebutuhan hidup yang mendesak.

Kondisi yang terjadi setiap hari dan dialami oleh masyarakat sebagai contohnya, penjambretan, penodongan, pencurian, perampokan, penganiayaan, perkosaan, pembunuhan, tawuran remaja, atau lebih dikenal dengan “kejahatan jalanan” atau


(19)

2

akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus kejahatan semakin sering terjadi dan yang paling dominan adalah jenis kejahatan terhadap harta kekayaan, khususnya yang termasuk di dalamnya adalah tindak pidana penadahan. ”Bahwa kejahatan terhadap harta benda akan tampak meningkat di negara-negara sedang berkembang. Kenaikan ini sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi”.1

Setiap negara tidak terkecuali negara yang paling maju sekalipun, pasti akan menghadapi masalah kejahatan yang mengancam dan mengganggu ketentraman dan kesejahteraan penduduknya. Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan tidak hanya tumbuh subur di negara miskin dan berkembang, tetapi juga di negara-negara yang sudah maju. Seiring dengan adanya perkembangan kejahatan seperti diuraikan di atas, maka hukum menempati posisi yang penting untuk mengatasi adanya persoalan kejahatan ini.

Perangkat hukum diperlukan untuk menyelesaikan konflik atau kejahatan yang ada dalam masyarakat. Salah satu usaha pencegahannya dan pengendalian kejahatan itu ialah dengan menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.2 Tindak pidana dapat diartikan secara kriminologis dan yuridis. Tindak pidana dalam arti kriminologis yaitu perbuatan manusia yang menodai norma-norma dasar dari masyarakat. Hal ini dimaksudkan sebagai perbuatan unsur yang menyalahi aturanaturan yang hidup dan berkembang di masyarakat.

1

Soerjono, Soerkanto. 2005. Metode Penelitian Hukum. Jakarta. Rineka Cipta. Hlm. 2.

2

Muladi dan Barda Nawawi. 1992. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung. Alumni. Hlm. 148.


(20)

3

Tindak pidana dalam arti yuridis yaitu perilaku jahat atau perbuatan jahat dalam arti hukum pidana maksudnya bahwa kejahatan itu dirumuskan di dalam peraturan-peraturan pidana. Tindak pidana yang terjadi di dalam masyarakat adalah tindak pidana terhadap harta kekayaan (tindak pidana materiil), seperti pencurian, pemerasan, penggelapan, penipuan, pengrusakan, dan penadahan.

Tindak pidana yang terjadi belakangan ini adalah tindak pidana penadahan terhadap kendaraan bermotor yang didapat dari kejahatan pencurian. Pada tindak pidana penadahan, pelaku sudah mengetahui atau patut menduga bahwa barang atau obyek tersebut merupakan hasil kejahatan sebagai contoh kendaraan bermotor yang dijual tidak dilengkapi dengan surat-surat yang sah seperti Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Kepemilikan Kendaraan Kendaraan Bermotor (BPKB), sehingga pembeli patut menduga bahwa kendaraan tersebut berasal dari tindak pidana penadahan.

Sebagai contoh kasus yang terjadi di Polresta Bandar Lampung yang diawali dengan adanya laporan dari korban bernama Achmad Junaidi melaporkan bahwa telah terjadi pencurian di rumah korban di Bakso Son Haji yang beralamat di Jl. Wolter Mangonsidi terhadap satu unit sepeda motor. Selanjutnya polisi melakukan pengecekan TKP pencurian dan melakukan penyelidikan atas kejadian tersebut, kemudian tertangkaplah dua orang pelaku yang melakukan pencurian tersebut atas nama Firmansyah dan Dedi Irawan yang kemudian diketahui bahwa hasil barang curian mereka berupa sepeda motor tersebut telah dijual kepada penadah yang bernama Yopi Eka Chandra seharga Rp. 2.500.000,- (dua juta lima


(21)

4

ratus ribu rupiah) yang kemudian dijual kembali kepada Sucipto dengan harga yang sama.

Tersangka Yopi Eka Chandra sebagai pelaku tindak pidana penadahan ini ditangkap karena sesuai dengan Pasal 480 KUHP terbukti menarik keuntungan, menjual suatu benda yang diketahui atau sepatutnya merupakan hasil dari tindak pidana pencurian sehingga ia hanya dikenakan dengan perbuatan tindak penadahan biasa. Penadahan disebut sebagai tindak pidana pemudahan, yakni karena perbuatan menadah telah mendorong orang lain untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang mungkin saja tidak akan ia lakukan, seandainya tidak ada orang yang bersedia menerima hasil kejahatan.3

Tindak pidana penadahan terhadap kendaraan bermotor dapat mendorong orang lain untuk melakukan kejahatan-kejahatan, karena banyak pihak yang terlibat dalam tindak pidana penadahan ini seperti menerima, membeli atau menampung barang dari hasil kejahatan tindak pidana pencurian. Hal ini menjadikannya sebagai salah satu faktor meningkatnya angka kejahatan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yaitu dikarenakan para pelaku mendapatkan tempat yang bersedia untuk menampung hasil kejahatan dengan melakukan transaksi jual beli dengan harga dibawah standar pasaran umum.

Selain itu semakin maraknya penjualan bagian-bagian (onderdil) kendaraan bermotor bekas oleh pedagang kaki lima juga tidak menutup kemungkinan didapat oleh pedagang dari pelaku tindak pencurian kendaraan bermotor. Bahkan,

3


(22)

5

dalam banyak hal pencurian kendaraan bermotor mendapat atau dibekali oleh penadah dengan fasilitas berupa alat-alat yang memudahkan untuk melakukan pencurian kendaraan bermotor. Pembeli kendaraan bermotor hasil penadahan disebut juga sebagai penadah karena pembeli tersebut mengetahui bahwa barang yang dibeli adalah hasil penadahan.

Perlu dilakukan penyidikan lebih lanjut terhadap pedagang kaki lima ataupun oknum-oknum yang memperdagangkan bagian-bagian (onderdil) ataupun orang yang langsung menerima dan memperdagangkan kembali kendaraan bermotor roda dua hasil tindak pidana pencurian. Namun hingga kini, pedagang kaki lima ataupun oknum-oknum yang menerima dan memperdagangkan kembali kendaraan bermotor roda dua hasil curian tidak pernah dilakukan pemeriksaan oleh aparat kepolisian, sehingga memungkinkan tindak pidana penadahan terus berlangsung.

Tindak pidana penadahan sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 480 KUHP, dimana salah satu unsur penadahan yang sering dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam praktik persidangan sehari-hari adalah unsur culpa, yang berarti bahwa si pelaku penadahan dapat dianggap patut harus dapat menyangka asalnya barang dari kejahatan dan jarang dapat dibuktikan bahwa si penadah tahu benar hal itu (asal-usul barang).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil

judul skripsi “Upaya Polri Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor Roda Dua (Studi Wilayah Hukum Polresta Bandar


(23)

6

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat di tarik beberapa permasalahan yang dapat dibahas lebih lanjut. Adapun beberapa permasalahan yang dapat diangkat dalam skripsi ini, yaitu:

a. Bagaimanakah upaya Polri dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua di wilayah hukum Polreta Bandar Lampung? b. Apakah yang menjadi faktor penghambat upaya Polri dalam menanggulangi

tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua di wilayah hukum Polresta Bandar lampung?

2. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dalam penulisan skripsi ini dibatasi pada bidang ilmu hukum pidana khusunya meliputi lingkup substansi penelitian upaya Polri dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua dalam kurun waktu 2009-2012, sedangkan lingkup lokasi penelitian di Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung.


(24)

7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka tujuan penelitian skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui upaya Polri dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua di wilayah Bandar Lampung.

b. Untuk mengetahui faktor penghambat peranan Polri dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua di wilayah Bandar lampung.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini untuk mengidentifikasi tentang masalah-masalah yang timbul pada penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pendahan kendaraan bermotor roda dua di Bandar Lampung.

1. Kegunaan Teoritis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan hukum pidana, khusunya dalam hal peserta pidana penadahan, memberikan manfaat dalam rangka mengembakan ilmu pengetahuan hukum serta pada perkembangan hukum mengenai upaya Polri dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua dan faktor-faktor apa saja yang menjadi


(25)

8

penghambat upaya Polri dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua tersebut.

2. Kegunaan Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang baik dan benar, dan juga diharapkan bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang tertarik dalam masalah yang ditulis dalam skripsi ini juga dapat memberikan masukan kepada aparat penegak hukum mengenai faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat upaya Polri dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua.

b. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan bagi seseorang maupun pihak-pihak yang akan melakukan tindak pidana penadahan agar dapat diminimalisir bahkan ditiadakan.

c. Menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca mengenai upaya Polri dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua.

d. Untuk memberikan informasi kepada civitas akademika pada khususnya dan masyarakat pada umumnya tentang upaya Polri dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua dan apa yang menjadi faktor penghambat bagi upaya Polri dalam menanggulangi tindak pidana penadahan tersebut.


(26)

9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya yang bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.4

a. Teori Penanggulangan Kejahatan

Penggunaan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan memang tidak dapat dipandang sebagai satu-satunya sarana yang berdiri sendiri, sebab hal ini barulah satu sisi saja dalam politik kriminal. Pada hakekatnya kegiatan tersebut bagian dari politik sosial yang lebih luas. Oleh karena itu jika ingin menggunakan hukum pidana sebagai salah satu sarana untuk menanggulangi kejahatan harus diperhatikan kaitannya secara integral antara politik kriminal dengan politik sosial, dan integralitas antara sarana penal dan non penal.5

Dalil ini secara tidak langsung juga mengisyaratkan, bahwa tidak selarasnya politik sosial secara makro, apakah itu dibidang sosial, ekonomi maupun politik akan sangat berpengaruh terhadap optimalisasi fungsi hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan.

4

Soerjono, Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press. Hlm. 124.

5

Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hlm. 4


(27)

10

Tahap aplikasi, yaitu tahap penerapan hukum pidana oleh aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai Pengadilan, disebut juga sebagai tahap kebijakan yudikatif.6

Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa disebut dengan istilah

„politik kriminal‟ dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut G. Peter

Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan: 1) Penerapan hukum pidana (criminal law application)

2) Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)

3) Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (influencing views of society on crime and punishment/mass media)

Upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat

jalur „penal‟ (hukum pidana) dan lewat jalur „non penal‟ (bukan/diluar hukum

pidana). Dalam pembagian GP. Hoefnagels tersebut diatas upaya-upaya yang disebut dalam nomor (2) dan (3) dapat dimasukkan dalam kelompok upaya non penal.

Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat akan mencegah untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan.

6


(28)

11

b. Teori Faktor Penghambat Penanggulangan Kejahatan

Menurut Soerjono soekanto, ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum yaitu :7

1. Faktor hukumnya sendiri 2. Faktor penegak hukum 3. Faktor sarana atau fasilitas 4. Faktor masyarakat

5. Faktor kebudayaan

Tindak pidana penadahan pencurian kendaraan bermotor memilik keterkaitan yang sangat erat dengan tindak pidana lainnya, yaitu tindak pidana pemudahan dalam hal penadahan. Hal tersebut dapat dilihat dengan modus operandi penjahat curanmor yang menjual hasil curian tersebut kepada seseorang yang disebut sebagai penadah. Ketentuan sebagai penadahan diatur dalam pasal 480 KUHP.

Tindak pidana penadahan dalam kejahatan pencurian kendaraan bermotor dilakukan secara berkelompok atau sindikat. Melakukan kejahatan secara berkelompok atau sindikat merupakan modus operandi yang paling sering digunakan oleh pelaku kejahatan curanmor. Sindikat tersebut juga melibatkan penadah atau pemesan yang biasa menadah barang hasil kejahatan.

Dalam menjual kepada seorang penadah, para pelaku biasanya menjual barang tersebut dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga yang sebenarnya. Modus penadahan lain adalah pelaku tidak hanya menjual kendaraan

7


(29)

12

bermotor hasil curiannya tersebut secara utuh, melainkan mereka mempreteli atau mencopot bagian onderdil tersebut untuk dijual secara terpisah. Pelaku menjual bagian onderdil tersebut kepada penadah yang khusus menerima onderdil sepeda motor yang terpisah. Para pelaku kejahatan curanmor biasanya sudah memiliki penadah tetap yang biasa menadah barang hasil curian mereka.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin tahu akan diteliti.8

Agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap pokok-pokok pembahasan dalam penulisan ini, maka penulis akan memberikan konsep yang bertujuan untuk menjelaskan berbagai istilah yang digunakan dalam penulisan ini, agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap pokok-pokok pembahasan.

Adapun istilah-istilah yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Upaya adalah usaha atau daya yang dilakukan untuk mencegah sesuatu yang akan terjadi.9

2. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,

8

Ibid. Hlm. 132.

9


(30)

13

pengayoman, dan pelayanan pada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.10

3. Menanggulangi berasal dari kata tanggulang yang mempunyai arti yaitu membereskan, memecahkan, memintasi, mengamankan, mengatasi, mengendalikan, menguasai, menuntaskan, menyelesaikan;.11

4. Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang.12

5. Penadahan yaitu Barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya. Harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan. Barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.13

6. Kendaraan bermotor Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel.14

10

Pasal 1 Undang-Undang No, 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor Kepolisian Negara Republik Indonesia

11

Alwi Hasan, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. Hlm. 1138

12

Moeljanto, dikutip dari Prof MR. Roeslan Saleh, 1983. Hlm. 9

13

Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

14


(31)

14

E. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sistematika penulisan yang sistematis untuk membahas permasalahan yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui keseluruhan isi dari penulisan skripsi ini, maka dibuat suatu susunan sistematika secara garis besar sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan tenteng latar belakang penulisan. Dari uraian latar belakang tersebut dapat di tarik suatu pokok permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta menguraikan tentang sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan pengantar pemahaman terhadap dasar hukum, pengertian-pengertian umum mengenai tentang pokok bahasan. Dalam uraian bab ini lebih bersifat teoritis mengenai definisi kriminologis, pengertian tindak pidana penadahan, pengertian kendaraan bermotor, serta tugas dan fungsi Polri.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penelitian populasi dan sampel, metode pengumpulan dan pengolahan data, serta tahap akhirnya yaitu analisis data.


(32)

15

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat pokok bahasan berdasarakan hasil penelitian, yang tentang karakteristik responden, gambaran umum mengenai terjadinya tindak pidana penadahan, upaya Kepolisian Negara Republik Indonesia guna menanggulangi tindak pidana penadahan, baik secara penal maupun non penal. Serta apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung dalam penanggulangan tersebut.

V. PENUTUP

Bab ini berisikan mengenai kesimpulan dan saran yang merupakan hasil akhir dari penelitian dan pembahasan yang berkaitan dengan permasalahan yang telah dibahas dalam penelitian skripsi ini.


(33)

16

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana Penadahan

1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan suatu masalah sosial yaitu masalah yang timbul di dalam suatu kalangan masyarakat, dimana pelaku dan korbannya merupakan anggota masyarakat. Tindak pidana adalah merupakan hasil dari interaksi sosial yang dimungkinkan terjadi karena kondisi kemapanan sosial yang begeser, atau karena mekanisme aparatur yang lemah atau keadaan hukm yang tertinggal oleh kepesatan perubahan sosial.

Menurut Moeljanto bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana. Asal saja dari pada itu diingat bahwa larangan itu ditujukan kepada perbuatan (yaitu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan


(34)

17

orang) sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.15

Tindak pidana merupakan salah satu istilah untuk menggambarkan suatu perbuatan yang dapat dipidana, dalam bahasa belanda disebut sebagai

straftbaarfeit. Istilah lain yang pernah digunakan untuk menggambarkan perbuatan yang dapat dipidana adalah:

1. Peristiwa pidana 2. Perbuatan pidana 3. Pelanggaran pidana

4. Perbuatan yang dapat dihukum.16

Tindak pidana dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Tindak pidana formil dan tindak pidana materiil

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusannya dititik beratkan pada perbuatan yang dilarang, misalanya mengenai Pasal 362 KUHP yaitu mengenai tindak pidana pencurian, sedangkan tindak pidana materiil yaitu tindak pidana yang perumusannya dititik beratkan pada akibat yang dilarang, contohnya Pasal 338 KUHP yaitu mengenai tindak pidana pembunuhan. Pada Pasal 338 tersebut dititik beratkan pada akibatnya yaitu hilangnya nyawa seseorang.

15

Moeljanto. 1984. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta. Bina Aksara. Hlm. 54

16


(35)

18

b. Tindak pidana commisionis, Tindak pidana omissionis, Tindak pidana

commissionis per omissionem comisa.

Pengklasifikasian dari tindak pidana ini didasarkan pada cara mewujudkan tindak pidana tersebut. Suatu tindak pidana itu terdiri dari suatu pelanggaran terhadap suatu larangan atau dapat juga terdiri dari suatu pelanggaran terhadap keharusan. Definisi dari tindak pidana commisionis adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap larangan yaitu dengan jalan melakukan perbuatan yang dilarang, contohnya yaitu tindak pidana penipuan dan pembunuhan. Sedangkan tindak pidana omissionis adakah tindak pidana berupa pelanggaran-pelanggaran terhadap keharusan-keharusan menurut undang-undang, contohnya tidak menghadap sebagai saksi dimuka pengadilan (Pasal 224 KUHP). Tindak pidana

comissionis per omissionem comisa yaitu tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap pelanggaran, tetapi dilakukan dengan cara tidak berbuat, contohnya seorang ibu yang berniat untuk membunuh anaknya dengan jalan tidak memberikan air susu jeoada anaknya.

c. Tindak pidana dolus dan culpa/opsettelijke delicten dan culpooze delicten

Pembedaan tindak pidana ini didasarkan pada sikap batin petindak. Opsettelijke delicten adalah delik-delik yang oleh pembuat udang-undang telah disyaratkan bahwa delik-delik tersebut harus dilakukan dengan sengaja. Sedangkan culpooze delicten adalah delik-delik yang oleh pembentuk undang-undang telah dinyatakan bahwa delik-delik tersebut cukup terjadi dengan tidak sengaja agar pelakunya dapat dihukum.


(36)

19

d. Tindak pidana aduan dan bukan aduan

Dasar pembedaan tindak pidana ini adalah berkaitan dengan dasar penuntutannya. Definisi dari tindak pidana aduan ini adalah tindak pidana yang baru dilakukan penuntutan apabila terdapat pengaduan dari korban. Tindak pidana aduan ini dibagi menjadi dua yaitu tindak pidana aduan absolute dan tindak pidana relatif. Tindak pidana aduan ini dibagi menjadi dua yaitu tindak pidana yang menurut sifatnya baru dapat dituntut apabila ada pengaduan dari korban, contohnya Pasal 284 KUHP tentang perzinahan.

Tindak pidana aduan absolute tidak dapat dipecah, dalam tindak pidana ini yang dituntut adalah peristiwanya atau pebuatannya. Tindak pidana aduan relatif yaitu tindak pidana yang pada dasarnya bukan tindak pidana aduan akan tetapi berubah menjadi tindak pidana aduan karena ada hubungan khusus antara petindak dengan korban. Contohnya pencurian dalam lingkungan keluarga yaitu Pasal 367 KUHP, definisi mengenai tindak pidana bukan aduan adalah tindak pidana yang penuntutannya selalu dapat dilaksanakan walaupun tidak ada pengaduan dari korban.

e. Delik umum dan Delik-delik khusus

Delik umum adalah tindak pidana yang dapat dilakukan oleh siapapun sedangkan delik khusus adalah tindak pidana yang hanya mungkin dilakukan oleh mereka


(37)

20

yang memenuhi kualifikasi atau memilik kualitas tertentu, misalnya pegawai negeri, pelaut, dan militer.17

2. Tindak Pidana Penadahan

Salah satu bentuk tindak pidana terhadap harta kekayaan orang yang sangat sulit untuk dilakukan pengusutan dalam tindakannya adalah tindak pidana penadahan. Bentuk kejahatan ini sebenarnya banyak yang sering terjadi di lingkungan masyarakat, tetapi karena rapihnya si pelaku dalam menutup-nutupi dan karena kurangnya kepedulian dari masyarakat sekitar, maka sering kali tindak pidana ini hanya dipandang sebagai perbuatan yang biasa atau wajar saja dan bukan merupakan suatu bentuk kejahatan.

Penadahan dibagi kedalam beberapa jenis berdasarkan pada bentuk dan berat ringannya penadahan, yaitu sebagai berikut:

a. Penadahan Biasa

Tindak pidana penadahan atau tindak pidana pemudahan ini merupakan tindak pidana yang erat kaitannya dengan tindak pidana terhadap harta kekayaan orang lain. Tindak pidana penadahan atau tindak pidana pemudahan ini diatur didalam titel XXX, Buku II dalam Pasal 480 KUHP

“Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah:

1) Barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau

17

Lamintang, P.A.F. 1984. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung. CV.Sinar Baru. Hlm. 213


(38)

21

menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya. Harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan.

2) Barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang

diketahuinya atau sepatutnya diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.”

Terhadap ketentuan Pasal 480 KUHP diatas, terdapat rumusan penadahan dalam ayat (1) yang mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

1) Unsur-unsur obyektif

a. Perbuatan kelompok 1 (satu) yaitu: Membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah atau kelompok 2 (dua). Untuk menarik keuntungan dari menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkat, menyimpan dan menyembunyikan.

b. Objeknya adalah suatu benda. c. Yang diperoleh dari suatu kejadian.

2) Unsur-unsur subyektif a. Yang diketahuinya.

b. Yang sepatutnya dapat diduga bahwa benda tersebut didapat dari sebuah kejahatan.

Dari rumusan diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan dari kedua unsur tersebut yaitu pada unsur kedua perbuatannya di dorong oleh suatu motif untuk menarik keuntungan, dan motif ini harus dibuktikan. Sedangkan bentuk pertama tidak diperlukan motif apapun juga.

Sedangkan dalam ayat (2) dirumuskan penadahan terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:


(39)

22

1) Unsur-Unsur Obyektif

a. Perbuatan yang bertujuan menarik keuntungan dari b. Objeknya adalah hasil dari suatu benda

c. Yang diperolehnya dari suatu kejahatan 2) Unsur-Unsur Subyektif

a. Yang diketahuinya, atau

b. Patut menduga benda itu hasil dari kejahatan b. Penadahan Sebagai Kebiasaan

Penadahan yang dijadikan kebiasaan dimuat dalam Pasal 481 KUHP yang rumusannya adalah sebagai berikut:

1. “Barang siapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan barang yang diperoleh dari kejahatan diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

2. Yang salah dapat dicabut haknya tersebut dalam Pasal 35 Nomor 1-4 dan haknya untuk melakukan pencaharian dalam mana kejahatan

dilakukan”.

Unsur-unsur kejahatan yang dirumuskan dalam pasal tersebut adalah:

1) Unsur-Unsur Obyektif

a. Perbuatan, yaitu: membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan, dan menyembunyikan.

b. Objeknya adalah suatu benda. c. Yang diterima dari suatu kejahatan d. Menjadikan suatu kebiasaan


(40)

23

2) Unsur-unsur subyektif: sengaja.18

c. Penadahan Ringan

Jenis peandahan yang ketiga adalah penadahan ringan, yang diatur dalam Pasal 482 KUHP, yaitu:

“Perbuatan diterangkan dalam Pasal 480 KUHP, diancam karena penadahan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah, jika kejahatan darimana diperoleh adalah salah

satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 364, 373 dan 379”.

Ada dua macam perbuatan si penadah:

1. Yang menerima dalam tangannya, yaitu menerima gadai, menerima hadiah, membeli, menyewa, atau menukar.

2. Yang melepaskan barang dari tangannya, yaitu menjual, menukar, menyewakan, menggadaikan, memberi hadiah, menyimpan, menyembunyikan, mengangkut19.

Hal yang paling penting dikemukakan berkaitan dengan penerapan Pasal 481 KUHP ini adalah bahwa perbuatan penadahan tersebut haruslah menjadi kebiasaan. Artinya harus paling tidak telah dilakukan lebih dari satu kali atau minimal dua kali. Sebab, apabila perbuatan tersebut hanya dilakukan sekali, maka perbuatan tersebut tidak dikenai dengan Pasal 481 KUHP tetapi dikenai dengan Pasal 480 KUHP sebagai tindak pidana penadahan biasa.

18

Adami, Chazawi. 2004. Kejahatan Terhadap Harta Benda. Malang. Bayumedia. Hlm. 5

19

Tri, Andrisman. 2012. Delik Tertentu Dalam KUHP. Bandar Lampung. Universitas Lampung. Hlm. 196


(41)

24

B. Kendaraan Bermotor

Menurut rumusan Pasal 1 ke 8 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan, pengertian kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel.. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak dapat pengertian yang baku dari kata kendaraan bermotor melainkan harus dilakukan pemisahan kata kendaraan bermotor menjadi:

1. Kendaraan

Kendaraan yaitu kendaraan yang digunakan untuk dikendarai atau untuk dinaiki seperti kuda, kereta dan kendaraan bermotor.

2. Bermotor

Kata bermotor terdiri dari awalan ber- dan kata dasar motor. Awalan ber- mempunyai makna memiliki atau menyerupai, sedangkan kata bermotor mempunyai makna mesin yang menjadi tenaga penggerak.20

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata bermotor mempunyai makna mesin yang menjadi tenaga penggerak atau bermotor memiliki makna:

a. Mengendarai sepeda motor

b. Menggunakan motor (mesin) atau dilengkapi dengan motor.

Sedangkan menurut Pasal 1 angka (2) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengnya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan

20


(42)

25

digerakkan oleh perairan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat besar yang bergerak.

C. Tugas, Fungsi dan Wewenang Polri

Menurut Pasal 1 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor, Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan pada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia, arti kata Polisi adalah suatu badan yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar hukum), merupakan suatu badan pemerintahan (pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban). Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu pada Pasal 1 angka 1 disebutkan mengenai pengertian Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.


(43)

26

Tugas pokok kepolisian terdapat dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 dikatakan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adaalah:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat b. Menegakkan hukum, dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Polri menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

a. Pemberian pelayanan kepolisisan kepada masyarakat, dalam bentuk penerimaan dan penanganan laporan/pengaduan, pemberian bantuan dan pertolongan termasuk pengamanan kegiatan masyarakat dan instansi pemerintaha, dan pelayanan surat izin/keterangan, serta pelayanan pengaduan atas tindakan anggota polri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. b. Pelaksanaan fungsi intelijen dalam bidang kemanan guna terselenggaranya

deteksi dini (early detection) dan peringatan dini (early warning).

c. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik lapangan dalam rangka penegakan huku, serta pembinaan, koordinasi, dan pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

d. Pembinaan masyarakat, yang meliputi pemberdayaan masyarakat melalui perpolisian masyarakat, pembinaan dan pengembangan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa dalam rangka peningkatan kesadaran dan ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan ketentuan peraturan


(44)

perundang-27

undangan, terjalinnya hubungan antara Polri dengan masyarakat, koordinasi dan pengawasan Kepolisian khusus.

e. Pelaksanaan fungsi Sabhara, meliputi kegiatan pengaturan, penjagaan pengawalan, patroli (Turjawali) serta pengamanan kegiatan masyarakat dan pemerintahan, termasuk penindakan tindak pidana ringan (Tipiring), pengamanan unjuk rasa dan pengendalian massa, serta pengamanan objek vital, pariwisata dan Very Important Person (VIP).

f. Pelaksanaan fungsi lalu lintas, meliputi kegiatan Turjawali lalu lintas, termasuk penindakan pelanggaran dan penyidikan kecelakaan lalu lintas serta registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dalam rangka penegakan hukum dan pembinaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaram lalu lintas.

Selanjutnya Pasal 15 menjelaskan bahwa dalam menjalankan tugasnya tersebut kepolisian berwenang untuk:

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalm lingkup kewenangan administratif kepolisian


(45)

28

f. Melaksakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang i. Mencari keterangan dan barang bukti

j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional

k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat

l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat

m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. D. Upaya Penanggulangan Kejahatan

Menurut Muladi, hukum pidana berfungsi ganda yakni fungsi primer sebagai sarana penanggulangan (sebagai bagian politik kriminal) dan fungsi sekunder sebagai sarana pengaturan tentang kontrol sosial. Bertujuan untuk menemukan cara-cara memberantas kejahatan setelah menemukan penyebab-penyebab dari suatu kejahatan, maka hasil dari penemuan itu digunakan untuk menemukan cara pemberantasan dan pencegahannya, maka di perlukanlah upaya secara preventif maupun represif. Upaya preventif di lakukan sebelum terjadinya tindak pidana, dengan cara menghimbau dan memberi peringatan akan bahaya dan hukuman apabila melakukan tindak kriminal atau tindak pidana sedangkan upaya represif diterapkan dengan cara pemidanaan.


(46)

29

Upaya penanggulangan Tindak Pidana sangat erat kaitannya dengan tujuan pemidanaan. Didalam literaturnya Van Hammel menunjukan bahwa prevensi khusus suatu pidana ialah:

1. Pidana harus memuat suatu unsur menakutkan supaya mencegah penjahat yang mempunyai kesempatan untuk tidak melaksanakan niat buruknya.

2. Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana.

3. Pidana mempunyai unsur membinasakan penjahat yang tidak mungkin diperbaiki.

4. Tujuan satu-satunya suatu pidana ialah mempertahankan tata tertib hukum.21 Pengertian mengenai tujuan pemidanaan juga diatur lebih rinci didalam rancangan KUHP nasional :

1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkaan norma hukum demi pengayoman masyarakat.

2. Mengadakan koreksi terhadap terpidana dan demikian menjadikannya orang yang baik dan berguna.

3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.

4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Upaya penanggulangan Tindak Pidana dapat dilakukan dengan menggunakan sistem peradilan pidana, atau disebut juga penanggulangan secara penal. Disamping itu penanggulangan lain dapat juga dilakukan dengan non sistem peradilan pidana atau disebut juga dengan non penal.

21


(47)

30

1. Sarana Penal

Upaya penal adalah upaya penanggulangan kejahatan yang bersifat represif bagi pelanggar hukum atau pelaku kejahatan. Jadi upaya ini dilakukan setelah kejahatan terjadi.

2. Sarana Non Penal

Upaya non penal adalah upaya penanggulangan kejahatan yang bersifat preventif, yaitu upaya-upaya pencegahan terhadap kemungkinan kejahatan yang dilaksanakan sebelum terjadi kejahatan. Meskipun demikian apabila pencegahan diartikan secara luas maka tindakan represif yang berupa pemberian pidana terhadap pelaku kejahatan dapatlah dimasukan kedalamnya, sebab pemberian pidana juga dimaksudkan agar orang yang bersangkutan dan masyarakat pada umumnya tidak melakukan tindak pidana.22

Penanggulangan Tindak Pidana dapat dilakukan dengan sarana penal dan non penal. Secara penal dilandasi oleh Pasal 10 KUHP khususnya yang mengatur jenis-jenis hukuman, hukum pidana formal, maupun hukum pelaksanaan pidana yang dilaksanakan melalui sistem peradilan pidana untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tujuannya itu ialah untuk memasyarakatkan kembali pelaku tindak pidana, mencegah kejahatan, dan mencapai kesejahteraan sosial.

Sedangkan upaya non-penal meliputi bidang-bidang yang sangat luas di seluruh sektor kebijakan sosial yang bertujuan memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempunyai pengaruh preventif terhadap

22


(48)

31

kejahatan. Contohnya, pendidikan sosial demi menciptakan tanggung jawab warga masyarakat sehingga menimbulkan pendidikan moral bagi masyarakat, agama dan sebagainya.

E. Faktor yang Menjadi Penghambat dalam Penegakan Hukum

Menurut Serjono soekanto, yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri

Terdapat beberapa asas dalam berlakunya undang-undang yang tujuannya adalah agar undang tersebut mempunyai dampak positif. Artinya agar undang-undang tersebut mencapai tujuannya secara efektif didalam kehidupan masyarakat.

2. Faktor penegak hukum

Penegak hukum mempunyai kedudukan (statue) dan peranan (role). Seorang yang mempunyai kedudukan tertentu lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak sebenarnya wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas

3. Faktor sarana atau fasilitas

Penegakan hukum tidak mungkin berlangsung lancar tanpa adanya faktor sarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seharusnya.


(49)

32

4. Faktor masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian didalam masyarakat. Oleh karena itu dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.

5. Faktor kebudayaan

Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku. Nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianut) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari)23

23


(50)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penulis dalam melakukan penelitian untuk memperoleh bahan penulisan skripsi ini, maka akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama, melalui penelaahan terhadap teori-teori yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi hukum, pandangan dan doktrin-doktrin hukum, dokumen-dokumen hukum berupa Rancangan Undang (RUU), Undang-Undang, makalah-makalah, serta perumusan-perumusan yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dan diteliti.

Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan dengan meneliti langsung ke lapangan yaitu dengan membandingkan antara sikap perilaku, pendapat secara nyata dengan teori dalam upaya polri dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua di Polresta Bandar Lampung berupa sikap dan jawaban yang diberikan oleh responden.

Dengan mengadakan pendekatan masalah secara normatif dan empiris, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan cermat tentang segala sesuatu gejala atau keadaan objek yang akan diteliti.


(51)

34

B. Sumber dan Jenis Data

Data adalah informasi atau keterangan yang benar dan nyata didapatkan dari kegiatan atau hasil pengumpulan data. Jenis data dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan data yang diperoleh langsung dari mayarakat, dan data yang diperoleh dari bahan pustaka.24 Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung dari hasil studi lapangan atau pihak-pihak yang terlibat langsung dalam memberikan data berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan dokumentasi meliputi penelusuran literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang sesuai dengan pokok permasalahan yang ada dalam skripsi ini. Jenis data sekunder di dalam skripsi ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

1. Bahan Hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat secara umum. Bahan hukum primer terdiri dari:

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),

24


(52)

35

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

d. Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun 2010.

2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari pentunjuk lapangan, petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan, serta peraturan pelaksanaan lainnya serta dapat membantu dalam menganalisa dan memahami bahan hukum primer literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi.

3. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang meberikan petunjuk dan penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti literatur-literatur dan hasil penelitian, media massa, kamus, pendapat para sarjana dan ahli hukum, website dan sebagainya.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri yang sama. Populasi dapat berupa himpunan orang, benda, kejadian, kasus-kasus, waktu tempat dengan sifat atau ciri yang sama.25 Sedangkan Soerjono Soekanto yang mengatakan bahwa populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai

25

Bambang, Sunggono. 1997. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 121


(53)

36

ciri-ciri dan karakteristik yang sama.26 Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah pihak-pihak yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas, yaitu seluruh anggota Polresta Bandar Lampung.

Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi. Pada umumnya penelitian tidak dilakukan terhadap populasi akan tetapi dilakukan pada sampel.27 Dalam menentukan sampel dari populasi yang akan diteliti menggunakan metode pengambilan sampel purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil subyek yang didasarkan pada tujuan tertentu. Berdasarkan metode pengambilan sampel, maka responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Petugas Reskrim (Unit Curanmor) Polresta Bandar Lampung : 2 orang b. Petugas Polantas Polresta Bandar Lampung : 1 orang +

Jumlah : 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penenlitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

26

Ibid, Hlm. 72

27


(54)

37

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, yaitu dengan serangkaian kegiatan studi dokumentasi dengan cara mengumpulkan, memilih, membaca, mempelajari, mencatat dan mengutip buku-buku referensi atau literatur dan menelaah peraturan perundang-undangan, juga informasi lainnya yang ada kaitannya dengan penulisan skripsi ini.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan menggunakan teknik wawancara (interview) langsung dengan responden yang telah direncanakan sebelumnya. Wawancara dilaksanakan secara langsung dan terbuka dengan mengadakan tanya jawab untuk mendapatkan keterangan atau jawaban yang bebas, sehingga data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan serta sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.

2. Metode Pengolahan Data

Setelah melalui proses pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data. Sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk menganalisa permasalahan yang akan diteliti dan dalampengolahan data dilalui tahap-tahap sebagai berikut:


(55)

38

a. Editing yaitu memeriksa data yang terkumpul untuk mengetahui mengenai kelengkapan, kejelasan, kebenaran, apakah data yang diperoleh sudah cukup lengkap, benar dan sesuai atau relevan dengan masalah. b. Evaluating yaitu memeriksa dan meneliti data untuk diberikan penilaian

apakah data tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenerannnya.

c. Sistematika Data yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah.28

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian di analisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu menggambarkan kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian, ditarik kesimpulan menggunakan metode induktif, yaitu suatu metode penarik data yang didasarkan pada fakta yang bersifat khusus kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum guna menjawab permasalahan berdasarkan penelitian ini.

28

Abdul, kadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti. Hlm. 126


(56)

V. PENUTUP

A. Simpulan

1. Dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua ini, pihak Polresta Bandar Lampung melakukan penanggulangan yang bersifat

preventif (pencegahan) seperti memberikan penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya menumbuhkan kesadaran hukum, meningkatkan kewaspadaan dan memberikan penerangan serta sosialisasi kepada masyarakat, dan melakukan razia surat kelengkapan kendaraan bermotor. Sedangkan peenanggulangan yang bersifat represif (penindakan) seperti menerima laporan, melakukan penyidikan, melakukan penyitaan terhadap barang-barang yang diduga hasil kejahatan dan melakukan penangkapan. 2. Faktor-faktor penghambat yang dihadapi oleh Polresta Bandar Lampung

dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor hasil pencurian ini adalah dari faktor barang bukti itu sendiri yaitu sepeda motor yang sudah ditadah tersebut tidak dalam keadaan sama saat kendaraan tersebut dicuri sehingga menyulitkan polisi dalam mengusut keberadaaan barang bukti. Selain itu kurangnya kesadaran masyarakat dalam melaporkan kejadian tindak pidana pencurian itu sendiri sangat lamban sehingga polisi mengalami kesulitan dalam mengusut dan menyelesaikan kasus tersebut.


(57)

64

B. Saran

1. Agar pihak kepolisian cepat dan tanggap dalam menanggulangi masalah tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua ini seperti rangkaian kegiatan penindakan yang ditujukan kearah pengungkapan terhadap semua kasus tindak pidana yang telah terjadi yang disebut sebagai macam faktual. Bentuk kegiatannya antara lain penyelidikan, penyidikan dan upaya lainnya yang disahkan menurut Undang-Undang, selain itu pihak kepolisian harus menambah intensitas razia terhadap kendaraan bermotor roda dua, memberikan pengarahan dan pemahaman hukum serta peningkatan kewaspadaan masyarakat guna meminimalisir terjadinya tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua tersebut.

2. Masyarakat harus lebih waspada terhadap terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang berakibat timbulnya tindak pidana penadahan, selain itu harus lebih memperhatikan kelengkapan dari surat-surat kelengkapan kendaraan bermotor apabila membeli sepeda motor bekas.


(1)

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia,

d. Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun

2010.

2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan-bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari pentunjuk lapangan, petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan, serta peraturan pelaksanaan lainnya serta dapat membantu dalam menganalisa dan memahami bahan hukum primer literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi.

3. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang meberikan petunjuk dan

penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti literatur-literatur dan hasil penelitian, media massa, kamus, pendapat para sarjana dan ahli hukum, website dan sebagainya.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri yang sama. Populasi dapat berupa himpunan orang, benda, kejadian, kasus-kasus, waktu

tempat dengan sifat atau ciri yang sama.25 Sedangkan Soerjono Soekanto yang

mengatakan bahwa populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai

25

Bambang, Sunggono. 1997. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 121


(2)

36

ciri-ciri dan karakteristik yang sama.26 Dalam penelitian ini, yang menjadi

populasi adalah pihak-pihak yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas, yaitu seluruh anggota Polresta Bandar Lampung.

Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi. Pada umumnya

penelitian tidak dilakukan terhadap populasi akan tetapi dilakukan pada sampel.27

Dalam menentukan sampel dari populasi yang akan diteliti menggunakan metode

pengambilan sampel purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan

dengan cara mengambil subyek yang didasarkan pada tujuan tertentu. Berdasarkan metode pengambilan sampel, maka responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Petugas Reskrim (Unit Curanmor) Polresta Bandar Lampung : 2 orang

b. Petugas Polantas Polresta Bandar Lampung : 1 orang +

Jumlah : 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penenlitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

26

Ibid, Hlm. 72 27


(3)

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, yaitu dengan serangkaian kegiatan studi dokumentasi dengan cara mengumpulkan, memilih, membaca, mempelajari, mencatat dan mengutip buku-buku referensi atau literatur dan menelaah peraturan perundang-undangan, juga informasi lainnya yang ada kaitannya dengan penulisan skripsi ini.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan

menggunakan teknik wawancara (interview) langsung dengan responden yang

telah direncanakan sebelumnya. Wawancara dilaksanakan secara langsung dan terbuka dengan mengadakan tanya jawab untuk mendapatkan keterangan atau jawaban yang bebas, sehingga data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan serta sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.

2. Metode Pengolahan Data

Setelah melalui proses pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data. Sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk menganalisa permasalahan yang akan diteliti dan dalampengolahan data dilalui tahap-tahap sebagai berikut:


(4)

38

a. Editing yaitu memeriksa data yang terkumpul untuk mengetahui

mengenai kelengkapan, kejelasan, kebenaran, apakah data yang diperoleh sudah cukup lengkap, benar dan sesuai atau relevan dengan masalah. b. Evaluating yaitu memeriksa dan meneliti data untuk diberikan penilaian

apakah data tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenerannnya.

c. Sistematika Data yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematika

bahasan berdasarkan urutan masalah.28

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian di analisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu menggambarkan kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian, ditarik kesimpulan menggunakan metode induktif, yaitu suatu metode penarik data yang didasarkan pada fakta yang bersifat khusus kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum guna menjawab permasalahan berdasarkan penelitian ini.

28

Abdul, kadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti. Hlm. 126


(5)

V. PENUTUP

A. Simpulan

1. Dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua

ini, pihak Polresta Bandar Lampung melakukan penanggulangan yang bersifat preventif (pencegahan) seperti memberikan penyuluhan kepada masyarakat

akan pentingnya menumbuhkan kesadaran hukum, meningkatkan

kewaspadaan dan memberikan penerangan serta sosialisasi kepada masyarakat, dan melakukan razia surat kelengkapan kendaraan bermotor. Sedangkan peenanggulangan yang bersifat represif (penindakan) seperti menerima laporan, melakukan penyidikan, melakukan penyitaan terhadap barang-barang yang diduga hasil kejahatan dan melakukan penangkapan.

2. Faktor-faktor penghambat yang dihadapi oleh Polresta Bandar Lampung

dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor hasil pencurian ini adalah dari faktor barang bukti itu sendiri yaitu sepeda motor yang sudah ditadah tersebut tidak dalam keadaan sama saat kendaraan tersebut dicuri sehingga menyulitkan polisi dalam mengusut keberadaaan barang bukti. Selain itu kurangnya kesadaran masyarakat dalam melaporkan kejadian tindak pidana pencurian itu sendiri sangat lamban sehingga polisi mengalami kesulitan dalam mengusut dan menyelesaikan kasus tersebut.


(6)

64

B. Saran

1. Agar pihak kepolisian cepat dan tanggap dalam menanggulangi masalah

tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua ini seperti rangkaian kegiatan penindakan yang ditujukan kearah pengungkapan terhadap semua kasus tindak pidana yang telah terjadi yang disebut sebagai macam faktual. Bentuk kegiatannya antara lain penyelidikan, penyidikan dan upaya lainnya yang disahkan menurut Undang-Undang, selain itu pihak kepolisian harus menambah intensitas razia terhadap kendaraan bermotor roda dua, memberikan pengarahan dan pemahaman hukum serta peningkatan kewaspadaan masyarakat guna meminimalisir terjadinya tindak pidana penadahan kendaraan bermotor roda dua tersebut.

2. Masyarakat harus lebih waspada terhadap terjadinya tindak pidana pencurian

kendaraan bermotor yang berakibat timbulnya tindak pidana penadahan, selain itu harus lebih memperhatikan kelengkapan dari surat-surat kelengkapan kendaraan bermotor apabila membeli sepeda motor bekas.