Tinjauan Yuridis Peran Polri Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Sebagai Kejahatan Terorganisir Di Wilayah Hukum Polda SUMUT

(1)

………

……….

……….

………

………..

………..

………..

C. Sumber Lain

………..

………

………

………..

………


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdulsyani, Sosiologi Kriminalitas, Remadja Karya CV, Bandung, 1987. Alisjahbana, S. Takdir. 1978. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat

Bambang Poernomo . S.H, Asas - Asas Hukum Pidana, Galia Indonesia, 1982 Karjadi, M dan Soesilo, R. KUHAP. Politeia. Bogor. 1997.

Marpaung, Leden. Proses Penanganan Perkara Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. 1992.

M. Sudradjad Bassar. S.H, Tindak - Tindak Pidana Tertentu Di Dalam KUHP, Remaja Karya CV Bandung 1986

Prinst, Darwan. Hukum Acara Pidana dalam Praktik. Djambatan. Bandung. 2002.Prakoso, Djoko.

Soekanto, Soerdjono. dan Mamudji, Sri. Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan

Singkat. Rajawali Press. Jakarta. 2001.Soekanto Soerjono S, 1994, Metode Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Politeia, Bogor, 1994

B. Perundang – Undangan

Indonesia. Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). UU No. 8, LN. No. 76 Tahun 1981, TLN. 3209.


(3)

BAB III

PERANAN PIHAK POLDA SUMATERA UTARA DALAM MENAGGULANGI PENCURIAN KENDARAAN NERMOTOR YANG

DILAKUKAN SECARA TERORGANISIR

A. Tinjauan Terhadap Unit Kendaraan Bermotor (Unit Ranmor) Polda Sumatra Utara

Sebagai pengemban tugas pokok kepolisian, Unit Ranmor Polda Sumatra Utara terus berupaya dalam rangka pelayanan prima kepada masyarakat, terutama berkaitan dengan pelayanan Penyidikan Perkara secara Obyektif, Transparan, Cepat, Tepat, Tuntas dan Akuntabel. Disamping itu, Unit Ranmor juga senantiasa melakukan inovasi lain berupa upaya dalam penyelesaian tunggakan perkara secara cepat dan tepat serta memberikan motivasi guna meningkatkan kinerja Anggota/Penyidik dalam melayani masyarakat

Unit Pencurian Kendaraan Bermotor (RANMOR), bertugas melaksanakan penyidikan tindak pidana pencurian, pemalsuan surat-surat kendaraan dan tindak pidana penipuan/penggelapan yang berhubungan dengan ranmor Roda dua maupun Roda empat. Unit Ranmor dipimpin oleh seorang Kanit Ranmor dan dibantu oleh beberapa Kasubnit serta Bintara Administrasi (Bamin) yang bertugas Membuat data tentang tempat serta waktu terjadinya curanmor guna menentukan daerah rawan curanmor serta antisipasi penanggulangannya. Melakukan tindakan upaya paksa terhadap pelaku curanmor sesuai dengan Undang-Undang maupun prosedur yang berlaku. Dimana Kanit/Kasubnit Ranmor Mengirimkan Laporan hilang-temu ranmor ke Dir Lantas Polda Sumut dan Bid Telematika Polda Sumut


(4)

secara rutin. Kanit Ranmor melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh kegiatan personil di unitnya dengan dibantu oleh Kasubnit. Tugas pokok Satuan Ranmor adalah:

1. Satuan Kendaraan Bermotor disingkat Sat V/Ranmor adalah unsur pelaksana pada Polda Sumatera Utara yang bertugas menyelenggarakan pembinaan dan pengendalian fungsi Reserse bidang Ranmor.

2. Sat V/Ranmor dipimpin oleh seorang Pamen berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi yang bertugas menyelenggarakan pembinaan dan pengendalian fungsi Reserse pada tingkat bawah yang dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Kanit I s/d V sedangkan dalam bidang administrasi dibantu oleh Paur Mindik dan Bamin.

3. Kasat V/Ranmor bertugas tanggung jawab melakukan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap gangguan kriminalitas seperti pencurian, perampasan, pemalsuan dokumen serta bentuk kejahatan lainnya terhadap obyek kendaraan bermotor yang karena sifat, kwalitas, intensitas dan dampaknya perlu diselesaikan ditingkat Polda.

4. Melaksanakan tugas kegiatan operasi khusus dan operasi rutin Kepolisian yang diperintahkan kepadanya.

5. Memberikan bantuan operasional kepada Satuan wilayah Jajaran Polda Sumatera Utara.

Dasar Hukum Pelaksanaan Tugas Unit Ranmor Polda Sumatra Utara,pada Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia


(5)

(Polri), ada tiga fungsi dan peran Polri yang harus dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:

a. Pemelihara kamtibmas. b. Penegak hukum.

c. Pelindung, pengayom dan pelayan kepada masyarakat.31

31

http://www.polri.go.id/berita/823

Sehingga keberadaan Polri harus menjadikan masyarakat aman dan nyaman dalam menjalani tatanan kehidupan dan penghidupannya. Penyidikan kriminal adalah proses mengumpulkan fakta. Mirip seperti kepingan terpisah dari rangkaian teka-teki bergambar yang membentuk suatu pola atau gambar, begitulah seorang penyidik menyatukan fakta dan bahan untuk membentuk sebuah gambaran yang bermakna dari suatu kejadian. Dugaan bahwa seseorang (atau sekelompok orang) telah melakukan pelanggaran tertentu dalam kode etik kriminal harus dibuktikan melebihi keraguan yang wajar dalam sebuah peradilan hukum. Bukti itu diperoleh dari penyidikan.

Peran penyidikan adalah menyediakan jawaban bagi pertanyaan: Siapa? Apa? Kapan? Di mana? Bagaimana? Dan terkadang, Mengapa? Ketepatan penyidikan dan kemampuan penyidik dapat menghasilkan penuntutan yang sukses dan penghukuman bagi pelaku kejahatan atau pembebasan orang yang dituduh dengan sewenang-wenang. Penyidikan yang tidak tepat dapat menghasilkan kegagalan penuntutan dan penghukuman terhadap orang yang keliru.


(6)

Penyidikan adalah tugas yang sulit. Pekerjaan itu dapat terasa monoton, tanpa penghargaan, berbahaya, bermuatan politis, dan penuh konfrontasi yang menantang kestabilan mental. Penyidik harus mampu bertindak dalam lingkungan yang kompleks agar pengaruh yang tidak berhubungan dengan tugas penyidikan dapat menghambat kemajuan penyidikan itu. Oleh karena itu, pendidikan seorang penyidik tidak berhenti pada pendidikan formal. Penyidik harus selalu waspada terhadap apa yang terjadi dalam komunitas, negara bagian, negara, dan dunia.32

1. Gunakan alarm pada kendaraan Anda dan memasang kunci stang. Unit Ranmor Polda Sumatra Utara bertanggung jawab dalam penanggulangan tindak pencurian kendaraan bermotor secara terorganisir apabila terdapat sesuatu hal yang menyimpang dan akan diselesaikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam penegakan hukum, Polri harus memperhatikan aspek semangat penegakan hak azasi manusia, hukum dan keadilan. Sehingga personil pada Polri, selain harus cukup, memadai dan sesuai dengan karakter kewilayahannya, juga harus memiliki dedikasi dan kinerja yang tinggi. Dan profesional. Sebab tanpa kondisi seperti ini, citra Polri di masyarakat kewilayahannya, akan tidak baik, sehingga tatanan kehidupan dan penghidupan masyarakat akan terganggu. Cara efektif untuk menanggulangi kendaraan adalah:

2. Jika berpergian, parkirlah kendaraan Anda di tempat yang resmi dan pastikan ada petugas yang mengawasi tempat itu, hindari parker di tepat-tempat yang sepi.

32


(7)

3. Jika Anda parkir di pinggir jalan sebuah kompleks perumahan, ada baiknya Anda menyapa warga setempat yang kebetulan sedang berada di sekitar situ. Ucapkan permisi sembari berbasi-basi sedikit. Tujuannya, agar orang itu tahu bahwa kendaraan itu milik Anda, jadi jika kendaraan Anda diutak-atik orang tak dikenal, warga setempat langsung mengenalinya.

4. Sebelum meninggalkan kendaraan di tempat parkir, pastikan semua pintu telah terkunci dan tidak ada barang-barang berharga di kendaraan tersebut.

5. Jika parkir bukan di tempat resmi, hindari parkir berlama-lama. Hal ini karena keamana di temat parker tak resmi, keamanannya kurang terjamin.

B. Pelaksanaan Kegiatan pihak Polda Sumut Dalam Rangka Upaya Penaggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor yang Dilakukan Secara Terorganisir.

Sepeda motor dan mobil adalah salah satu benda yang disukai pencuri untuk dijadikan sasaran pencurian karena nilainya yang tinggi, fleksibel, dibutuhkan banyak orang dan mudah dicuri. Pencuri ranmor motor profesional umumnya hanya membutuhkan waktu kurang dari satu menit saja dalam menjalankan aksi kejahatannya.


(8)

Mereka menggunakan berbagai metode / modus untuk membawa kabur motor jarahan yang berhasil dikerjai. Cara atau modus operandi yang sering digunakan oleh pencuri sepeda motor adalah seperti :

a) Menggunakan kunci letter T untuk menyalakan paksa mesin motor.

b) Mengangkut motor ke dalam mobil boks atau truk.

c) Merusak kunci-kunci keamanan yang ada dengan trik tertentu lalu membawa kabur motor, dll.

Waspadai pula aksi kejahatan ranmor / kendaraan bermotor lainnya yang berhubungan dengan sepeda motor anda seperti pencurian helm, pencurian aksesoris motor, dsb. Berikut ini adalah beberapa saran untuk anda dalam menghindar dan mengurangi resiko kehilangan motor.

1. Jenis – Jenis Kegiatan yang Dilakukan Pihak Polda Sumatra Utara

Untuk meminimalisir terjadinya tindak pencurian kendaraan bermotor di wilayah hukum Polda Sumatera Utara,Satuan Ranmor melakukan serangkaian kegiatan berupa:

• Edukasi dan Pemberian Informasi.

• Operasi Rutin (Razia)


(9)

2. Instrumen dan Perangkat Pendukung yang Digunakan Untuk Mengulangi Pencurian Kendaraan Bermotor yang Dilakukan secara Terorganisir

C. Hambatan – hambatan yang ada dalam Upaya Polda Sumatra Utara Dalam Menaggulangi Pencurian Kendaraan Bermotor yang Terorganisir

Kasus curanmor terkadang memang karena kesempatan yang diberikan oleh pemilik kendaraan sendiri. Mereka seringkali parkir di tempat yang tidak ada pengamanan atau penjagaan. Sehingga memungkinkan pelaku kejahatan beraksi. Karena itu masyarakat lebih berhati-hati dan waspada jika ingin memarkir kendaraannya. Selain itu, segera lapor polisi jika kehilangan.

a. Kendala tempat kejadian perkara (TKP)

Yang sulit dilakukan olah TKP. Hal ini berkaitan dengan tidak segeranya korban melapor kepada polisi. TKP yang merupakan


(10)

salah satu sarana pihak kepolisian untuk mencari petunjuk rusak karena tidak segera di tangani oleh polisi.

b. Dari pihak pelapor seringkali terlambat melapor.

Korban sebagian besar lama melaporkan, bisa 5 jam kemudian baru lapor, polisi akhirnya sulit olah TKP. Padahal, harusnya secepat mungkin melapor supaya bisa segera operasi (olah TKP).

c. ………

d. ……….


(11)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Peranan Pihak Polda Sumatra Utara dalam menangani pencurian secara terorganisir harus mengacu kepada tantangan yang dihadapi yang akan datang. Pengaruh lingkungan strategi baik global, maupun regional terutama dengan kebijakan otonomi daerah menuntut pengetahuan mengenai karakteristik masyarakat yang berkembang. Untuk itu maka dalam implementasi operasional tugas – tugas penyidik, selain harus propesional dalam arti mahir dan terampil dalam menerapkan teknik dan taktik penyidikan, jangan mengenyampingkan hal penting yang harus menjadi pegangan.

2. Bahwa tindakan pencurian kendaraan bermotor secara terorganisir berdasarkan Undang – Undang Hukum Acara Pidana dapat dijerat dengan Pasal 365 KUHAP bahwa pencurian dilakukan secara terorganisir itu berakibat dengan matinya orang maka ancaman diperberat lagi selama-lamanya lima belas tahun, hanya saja yang penting adalah kematian orang tersebut tidak dikehendaki oleh pencuri.


(12)

4. …….

B. Saran

a) Bagi polisi dalam menjalankan tugas dan kewenangannya seyogyanya dapat mengacu kepada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, karena dalam negara demokratis dimanapun di muka bumi ini penegakan hukum seharusnya dilakukan oleh polisi dan tidak dipengaruhi oleh unsur-unsur lain, sehingga tidak terjadinya tumpang tindih sebagaimana pengalaman pada era orde baru dimana fungsi penegakan hukum telah dilaksanakan oleh berbagai institusi.

b) Dalam aplikasinya di lapangan justru penegakan hukum yang telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan aturan yang ada, dirasakan tidak memenuhi tuntutan keadilan masyarakat sehingga menimbulkan berbagai reaksi yang bersifat destruktif. Oleh karenanya berbagai upaya penegakan hukum yang diantaranya dilakukan oleh Polri telah dihadapkan pada dilema yang menempatkannya pada posisi yang serba salah, padahal begitu kentalnya harapan masyarakat terhadap kemampuan Polri untuk dapat mengatasi serta mengelola situasi transisi yang penuh dengan ketidak pastian ini untuk dapat mengarah kepada terwujudnya stabilitas Kamtibmas yang mantap.


(13)

(14)

BAB II

TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI KEJAHATAN TERORGANISIR DILIHAT DARI KITAB UNDANG-UNDANG

HUKUM PIDANA (KUHP)

A. Tinjauan Tentang Pencurian Kendaraan Bermotor Dikaitkan Dengan KitabUndang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Pengaruh modernisasi tidak dapat dielakan disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan yang telah mengubah cara hidup manusia. Apalagi dalam tahap pembangunan Nasional disegala bidang dewasa ini yang merangsang pula timbulnya perubahan nilai sosial budaya. Undang-Undang harus disesuaikan dengan dinamika kehidupan, oleh karena itu pembuat undang-undang harus selalu “mengikuti” perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu hukum pidana sedang berubah dan memang seharusnya memerlukan perubahan sesuai dengan perubahan masyarakat. Perubahan ini tidak hanya mengenai perbuatan apa yang merupakan atau dinyatkan sebagai kejahatan, karena gagasan mengenai pidana juga telah berubah sesuai dengan perubahan-perubahan itu sendiri terutama mengenai pandangan hidup tentang moral dan kemasyarakatan.

Mengenai tugas atau fungsi pembuat undang-undang dalam tahap ini, lebih diperinci sebagai berikut: “perencanaan atau kebijakan penanggulangan kejahatan


(15)

yang dituangkan oleh peraturan perundang-undangan secara garis besar meliputi:21

1. Perencanaan atau kebijakan tentang perbuatan-perbuatan terlarang apa yang akan ditanggulangi karena di pandang membahayakan atau merugikan. 2. Perencanaan atau kebijakan tentang sanksi apa yang dapat dikenakan

terhadap pelaku perbuatan terlarang itu (baik berupa pidana atau tindakan) dan sistem penerapannya.

3. Perencanan atau kebijakan tentang prosedur atau mekanisme sistem peradilan pidana dalam rangka proses penegakan hukum pidana.”14

Mengenai landasan yuridis hukuman dan bentuk-bentuknya telah dijelaskan dalam buku I KUHP bab ke-2 dari Pasal 10 sampai Pasal 43, yang kemudian juga diatur lebih jauh mengenai hal-hal tertentu dalam beberapa peraturan yaitu:

1). Reglemen penjara (Stb 1917 No. 708) dan telah diubah dengan LN 1948 No.77;

2). Ordonasi pelepasan bersyarat (Stb 1917 No. 749); 3). Reglemen pendidikan paksaan (Stb 1917 741);

KUHP sebagai induk atau sumber utama hukum pidana telah merinci dan merumuskan tentang bentuk-bentuk pidana yang berlaku di Indonesia. Bentuk-bentuk pidana dalam KUHP disebutkan dalam Pasal 10 KUHP. Pidana ini juga berlaku bagi delik yang tercantum di luar KUHP, kecuali ketentuan UU itu

21

http://www.kesimpulan.com/2009/04/kebijakan-kriminal-dalam.html

14


(16)

menyimpang. Dalam KUHP pidana dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

pertama, pidana pokok dan kedua, pidana tambahan, diantaranya:22

a. Pidana mati

Pidana pokok terdiri dari (Hoofd Straffen):

b. Pidana penjara c. Pidanan kurungan d. Pidana denda

e. Hukuman tutupan. Hukuman ini ditambahkan ke dalam KUHP dengan Undang - Undang (Republik Yogya) tahun 1946 no. 20.

Adapun pidana tambahan terdiri dari (Bijkomende Straffen):

a. Pidana pencabutan hak-hak tertentu b. Pidana perampasan barang-barang tertentu c. Pidana pengumuman keputusan hakim.

Tindak pidana pencurian diatur dalam KUHP buku II bab XXII Pasal 362 sampai dengan Pasal 367. Untuk Pasal 362 memberi pengertian tentang pencurian, pada Pasal 363 mengatur tentang jenis pencurian dan pencurian dengan pemberatan, Pasal 364 mengatur tentang pencurian ringan, Pasal 365 mengatur tentang pencurian dengan kekerasan, Pasal 367 mengatur tentang pencurian dalam keluarga.

22


(17)

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) dalam konsiderannya berupaya untuk memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia. Akan tetapi dalam penjabaran pasal-pasal di dalam dictum serta dalam penjelasannya tidak terakomodir ketentuan yang memuat hak dan kewajiban bagi korban secara adil. Berikut ini beberapa ketentuan dalam KUHAP yang memarjinalkan korban dan lebih berorientasi kepada kepentingan pelaku, yaitu:23

23

http://fahmiatjeh.blogspot.com/2010/02/sang-pemerkosa.html

a. Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 yang terdiri atas angka 1 (satu) hingga 32 dan berisi tentang berbagai macam pengertian berkaitan dengan proses peradilan dengan segala aspeknya, tidak satupun yang merumuskan pengertian tentang korban.

b. Bab VI tentang Tersangka dan Terdakwa, yang terdiri atas 19 Pasal, sarat dengan aturan yang memberikan hak sebagai perlindungan hak asasi manusia terhadap pelaku.

c. Bab VII tentang Bantuan Hukum dalam ketentuan pasal-pasalnya mengatur adanya beberapa hak dan kewajiban dari penasehat hukum selama proses peradilan. Hak-hak ini dapat pula dikatakan sebagai pendukung bagi terlaksananya hak-hak dari pelaku.


(18)

d. Bab XII tentang Ganti Kerugian dan Rehabilitasi, menunjukkan pula adanya beberapa hak bagi pelaku sebagai wujud dari perlindungan hukum dalam proses peradilan pidana.

e. Bab XIV tentang Penyidikan juga dijumpai ketentuan-ketentuan yang lebih berorientasi terhadap hak pelaku.

f. Dalam penjelasan dicantum dan pasal-pasal, tampak bahwa KUHAP lebih berorientasi pada kepentingan pelaku daripada korban dan di bagian akhir dari penjelasan KUHAP disebutkan beberapa asas yang maknanya lebih dominant bagi kepentingan pelaku daripada korban.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat direkomendasikan bahwa KUHAP dalam penjabaran konsideran melalui ketentuan pasal-pasalnya seyogyanya memperhatikan secara seimbang aspek keadilan dan perlindungan harkat serta martabat korban dan pelaku.

B. Tinjauan Tentang Kejahatan Terorganisir dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Dengan mengacu pada definisi perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir, dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan dengan perbuatan pidana pada umumnya, hanya saja yang membedakan adalah dari segi subyek pelakunya yang lebih dari satu orang. Oleh karena itu perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir pembahasan dititik beratkan pada kata “terorganisir” .Jadi berdasarkan kata “terorganisir” yang menunjuk pada pelaku pada perbuatan pidana dimaksudkan adalah dua orang lebih dan tidak terbatas maksimalnya.


(19)

Maka berdasarkan hal tersebut perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir dengan massa yang terbentuk secara terorganisir.

Massa yang terorganisir adalah dimana dalam melakukan perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir, massa yang berbuat terbentuk secara terorganisir. Umumnya pada bentuk massa ini dikendalikan oleh operator-operator lapangan yang mengerahkan bagaimana dan sejauhmana massa harus bertindak. Tindakan yang dilakukan ditujukan untuk mencari keuntungan (material) secara kelompok dan dilakukan secara ilegal (melanggar hukum).

Pada bentuk yang pertama ini massa berbuat dalam melakukan perbuatan pidana dilakukan dengan kerjasama secara fisik dan non fisik (artinya kerjasama dalam menentukan rencana yang akan dijalankan pada saat beraksi), sertadisadari dan dikehendaki terjadinya. Massa pada bentuk ini bergerak secara sistematis dan terkordinasi satu sama lainnya dan berada dibawah satu komando, yang umumnya memiliki pemimpin atau ketua sebagai motor penggeraknya. Pemimpin atau ketua mempunyai tanggungjawab yang besar dan penuh terhadap semua anggotanya selama masih dibawah kewenangannya.


(20)

Pada bentuk massa yang terorganisir dalam pembentukkannya dapat terbentuk melalui 2 cara yaitu:24

1). Massa yang terbentuk secara terorganisir melalui organisasi, adalah mempunyai ciri-ciri yaitu: memiliki identitas/nama perkumpulan, memiliki struktur organisasi, memiliki peraturan yang mengikat anggotanya, memiliki keuangan sendiri, berkesinambungan dan sosial oriented.

2). Massa yang terbentuk secara terorganisir tidak melalui organisasi, adalah massa yang terorganisir hanya untuk jangka pendek atau sementara sifatnya, dan spontan dibentuk untuk melakukan perbuatan pidana, dan apabila sudah selesai apa yang dikerjakan maka langsung bubar.

Pada bentuk yang pertama ini dalam melakukan perbuatan pidana menurut Tb Ronny Nitibaskara memiliki 3 (tiga) jenis perbuatan pidana atau bahasa yang sering digunakan adalah kekerasan massa (dapat dipersamakan dengan kekerasan kolektif), adapun jenis tersebut, yaitu:25

1). Kekerasan terorganisir primitif, adalah yang pada umumnya bersifat nonpolitis, ruang lingkup terbatas pada suatu komunitas lokal, misalnya pengeroyokan, tawuran sekolah.

24

http://images.wilystra2007.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SQVKTQoKCmwAAHmS Hg81/KARTIKA-BAB%20II.doc?nmid=125490498

25

http://images.wilystra2007.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SQVKTQoKCmwAAHmS Hg81/KARTIKA-BAB%20II.doc?nmid=125490498


(21)

2). Kekerasan terorganisir reaksioner, adalah umumnya merupakan reaksi terhadap penguasa. Pelaku dan pendukungnya tidak semata-mata berasal dari suatu komunitas lokal, melainkan siapa saja yang merasa berkepentingan dengan tujuan kolektif yang menentang suatu kebijakan/sistem yang dianggap tidak adil dan jujur. Contoh : ribuan sopir angkot mogok (didukung oleh mahasiswa karena disulut oleh adanya kenaikan retribusi dua kali dari Rp. 400 menjadi Rp. 800 yang terjadi di Bandar Lampung tahun 1996).

Sedangkan kekerasan kolektif modern, merupakan alat untuk mencapai tujuan ekonomis dan politis dari satu organisasi yang tersusun dan terorganisir dengan baik.

2. Perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir dengan massa yang terbentuk tidak secara terorganisir.

Massa yang terbentuk tidak secara terorganisir adalah massa yang melakukan sebuah reaksi terbentuk secara spontanitas tanpa adanya sebuah perencanaan terlebih dahulu. Pada jenis massa ini jauh lebih gampang berubah menjadi amuk massa (acting mob) (korupsi). Adapun tindakan tentang dilakukan merupakan bentuk dari upaya untuk menarik perhatian dari publik maupun aparat penegak hukum atas kondisi sosial yang kurang memuaskan dengan cara yang illegal. Pada bentuk kedua ini walaupun massa dalam melakukan perbuatan pidana dengan bersama-sama yang artinya adanya kerjasama, tapi


(22)

dalam kerjasama yang dilakukan terjadi dengan tanpa rencana sebelumnya dan kerjasamanyapun hanya sebatas pada kerjasama fisik saja tidak non fisik.

Tindak pidana pencurian dan pencurian dengan kekerasan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai berikut:

a) Pencurian biasa (pasal 362 KUHP) ,Pencurian biasa ini terdapat didalam Undang-Undang pidana yang dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi : ”Barang siapa yang mengambil barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilik barang itu dengan melawan hukum, dipidana karena mencuri dengan pidana selama-lamanya lima tahun atau dengan denda sebanyak-banyaknya sembilan ribu rupiah”. Dari pengertian Pasal 362 KUHP, maka unsur dari pencurian ini adalah sebagai berikut :

a. Tindakan yang dilakukan adalah ”mengambil”

R. Soesilo mengartikan sebagai berikut : Mengambil untuk dikuasainya meksudnya untuk penelitian mengambil barang itu dan dalam arti sempit terbatas pada penggerakan tangan dan jarijarinya, memegang barangnya dan mengalihkannya kelain tempat, maka orang itu belum dapat dikatakan mencuri akan tetapi ia baru mencoba mencuri.15

Yang dimaksud dengan barang pada detik ini pada dasarnya adalah setiap benda bergerak yang mempunyai nilai ekonomis. Pengertian ini

b. Yang diambil adalah ”barang”

15

R . Soesilo, KUHP Serta Komentar-nya Lengkap Pasal Demi Pasal Politeia,Sukabumi, tahun 1988, halaman 249.


(23)

adalah wajar, karena jika tidak ada nilai ekonomisnya, sukar dapat diterima akal bahwa seseorang akan membentuk kehendaknya mengambil sesuatu itu sedang diketahuinya bahwa yang akan diambil itu tiada nilai ekonomisnya.

c. Status barang itu ”sebagian atau seluruhnya menjadi milik orang lain

Barang yang dicuri itu sebagian atau seluruhnya harus milik orang lain, misalnya dua orang memiliki barang bersama sebuah sepeda itu, dengan maksud untuk dimiliki sendiri. Walaupun sebagian barang itu miliknya sendiri, namun ia dapat dituntut juga dengan pasal ini.

d. Tujuan perbuatan itu adalah dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum (melawan hukum)

Maksudnya memiliki ialah melakukan perbuatan apa saja terhadap barang itu seperti halnya seorang pemilik, apakah itu akan dijual, dirubah bentuknya, diberikan sebagai hadiah kepada orang lain, semata-mata tergantung kepada kemauannya.26

b) Pencurian dengan Pemberatan,dinamakan juga pencurian dikualifikasi dengan ancaman hukuman yang lebih berat jika dibandingkan dengan pencurian biasa, sesuai dengan Pasal 363 KUHP menyatakan sebagai berikut:

(1). Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun:  Pencurian ternak.

26


(24)

 Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, hura-hura, pemberontakan atau bahaya perang.

 Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau di pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang adalah disitu setahunya atau tiada kemauannya yang berhak.

 Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama.  Pencurian yang dilakukan untuk dapat masuk ketempat kejahatan

atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu dengan jalan membongkar, memecah, memanjat, atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian-pakaian palsu.

(2). Jika pencurian yang diterangkan dalam No.3 disertai dengan salah satu hal tersebut dalam No.4 dan 5, maka dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun.

c) Pencurian Ringan

Pencurian ini adalah pencurian yang dalam bentuk pokok, hanya saja barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu. Yang penting diperhatikan pada pencurian ini adalah walau harga yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu rupiah namun pencuriannya dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya, dan ini tidak bisa disebut dengan pencurian ringan.


(25)

Pencurian ringan dijelaskan dalam Pasal 364 KUHP yang bunyinya sebagai berikut: ”Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 point 5, asal saja tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau dalam pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya, dan jika harga barang yang dicuri itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu rupiah dipidana karena pencurian ringan, dengan pidana penjara selama-lamanya 3 bulan atau sebanyak-banyaknya sembilan ratus rupiah”. Sesuai jenis perinciannya, maka pada pencurian ringan hukuman penjaranya juga ringan dibanding jenis pencurian lain. Seperti diketahui bahwa pencurian ringan diancam dengan hukuman penjara selamalamanya tiga bulan dan denda sebanyak sembilan ribu rupiah.27

d) Pencurian dengan terorganisir

Sesuai dengan pasal 365 ayat (2) KUHP, menyatakan: Dipidana penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan:

a). Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau dipekarangan tertutup yang ada rumahnya, atau di jalan umum.

b). Jika perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih.

27


(26)

c). Jika yang bersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

d). Jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat.

Jika pencurian dilakukan secara terorganisir itu berakibat dengan matinya orang maka ancaman diperberat lagi selama-lamanya lima belas tahun, hanya saja yang penting adalah kematian orang tersebut tidak dikehendaki oleh pencuri. Hukuman mati bisa dijatuhkan jika pencurian itu mengakibatkan matinya orang luka berat dan perbuatan itu dilakuakan oleh dua orang atau lebih bersama-sama atau sesuai dengan pasal 88 KUHP yaitu : ”Mufakat jahat berwujud apabila dua orang atau lebih bersama-sama sepakat akan melakukan kejahatan itu”.

Dalam kasus-kasus perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir baik dengan massa yang terbentuk secara terorganisir dan massa yang terbentuk tidak secara terorganisir, memiliki motif dan maksud yang lebih kompleks. Motif dan maksud memiliki makna yang berbeda, “motif” hanya menjelaskan tentang latar belakang perbuatan yang dilakukan seseorang. Jadi sifatnya menjawab pertanyaan mengapa pelaku berbuat, sedangkan “maksud” bermakna menjelaskan tentang apa yang hendak dicapai oleh pelaku dengan perbuatannya, jadi lebih menerangkan pada tujuan tertentu dari suatu perbuatan.

Menurut Romli Atmasasmita dengan melihat fenomena kejahatan, kekerasan khususnya dalam hal ini perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir cukup banyak terkandung perbedaan dalam motif dan maksudnya. Selain itu, perbuatan pidana terorganisir ini juga melahirkan bentuk-bentuk


(27)

tindakan/perbuatan yang bervariatif dan kompleks sehingga sangat sulit untuk menentukan kuasa kejahatan.28

Jadi karena sulit dan kompleksnya penyebab/faktor yang melatarbelakangi suatu perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir, sehingga tidak ada yang mutlak atau dapat disamakan antara kasus yang satu dengan kasus yang lain tentang hal-hal apa yang melatarbelakanginya. Dalam menentukan suatu kausa kejahatan hukum pidana dalam hal ini tidak dapat menyelesaikannya sendiri maka dibutuhkan ilmu-ilmu bantu yang relevan dalam hal ini dari segi sosiologi, kriminologi dan psikologi. Dengan mendasarkan pada ilmu-ilmu tersebut maka faktor penyebab terjadinya perbuatan pidana terorganisir adalah :29

a. Segi sosiologi

Menurut Setiadi (1999) berbagai peneliti sosial seprti Levinson (1994), Segal, Dasery, Berry, Poortinga (1990), dan Triardis (1994), pada umumnya menemukan bahwa kekerasan kolektif disebabkan oleh karena terjadinya ketidakpuasan atau konflik antara kelompok-kelompok dalam suatu bangsa/Negara, dan biasanya berkaitan dengan sumber daya ekonomi dan kekuasaan politik yang ada.

Pada intinya, ada kelompok yang mengalami relative deprivation, yaitu perasaan tidak puas yang didasari keyakinan bahwa kelompoknya mendapat lebih sedikit dari yang sepantasnya diperoleh. Dalam hal ini

28

http://shevaonseven.blogspot.com/2010/06/perbuatan-pidana-yang-dilakukan-secara.html

29

http://images.wilystra2007.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SQVKTQoKCmwAAHmS Hg81/KARTIKA-BAB%20II.doc?nmid=125490498


(28)

bukan kelompok yang paling tertekan yang akan terlibat dalam kekerasan kolektif, tetapi mereka yang yakin bahwa mereka seharusnya dan dapat memperoleh yang lebih baik hal itu kadang-kadang disertai dengan tidak adanya kepercayaan terhadap sistem hukum yang berlaku.

b. Kriminologi

Dari imu kriminologi perbuatan pidana terorganisir ini, dalam ilmu krimonologi dikenal dengan kekerasan kolektif dapat dijelaskan dengan menggunakan Social Control Theory (Teori Kontrol Sosial).

Pengertian “Teori Kontrol”/“Control Theory” menunjuk kepada setiap perpektif yang membahas ihwal pengendalian tingkah laku manusia. Sementara itu pengertian “Teori Kontrol Sosial” atau “Social Control Theory” menunjuk kepada pembahasan dan kejahatan dikaitkan dengan variabel-variabel yang bersifat sosiologis antara lain keluarga, pendidikan, kelompok dominan.30

30

http://images.wilystra2007.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SQVKTQoKCmwAAHmS Hg81/KARTIKA-BAB%20II.doc?nmid=125490498

Pencurian ranmor paling sering dilakukan oleh jaringan kejahatan terorganisir . Ini adalah kejahatan kesempatan, maka pelaku tidak perlu menjadi seorang kriminal, bisa saja menjadi individu yang frustrasi melihat peluang dan melompat ke atasnya. Bahkan penjahat yang bekerja untuk sindikat kejahatan terorganisir, tergantung pada kesempatan untuk menjalankan pencurian ranmor.


(29)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara kita adalah negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang, dengan tujuan pokok untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat tercapai apabila masyarakat mempunyai kesadaran bernegara dan berusaha untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Masyarakat dikatakan sejahtera apabila tingkat perekonomian menengah keatas dan kondisi keamanan yang harmonis Hal tersebut dapat tercapai dengan cara setiap masyarakat berperilaku serasi dengan kepentingan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yang diwujudkan dengan bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Namun belakangan ini dengan terjadinya krisis moneter yang berpengaruh besar terhadap masyarakat sehingga mengakibatkan masyarakat Indonesia mengalami krisis moral. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin meningkatnya kejahatan dan meningkatnya pengangguran. Dengan meningkatnya pengangguran sangat berpengaruh besar terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.

Berbagai kasus merebak sejalan dengan tuntutan akan perubahan, yang dikenal dengan reformasi, tampak di berbagai lapisan masyarakat dari tingkat atas sampai bawah terjadi penyimpangan hukum. Pembangunan masyarakat hukum madani (civil society) merupakan tatanan hidup masyarakat yang memiliki


(30)

kepatuhan terhadap nilai-nilai hukum. Akan tetapi dalam perjalanan (transisi) perubahan terdapat sejumlah ketimpangan hukum yang dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat. Pencurian, misalnya dibentuk dari tingkat dan klasifikasi pencurian yang bermula dari tingkat atas sampai bawah, sehingga dalam setiap peristiwa, sorotan keras terhadap pencurian terus dilancarkan, dalam rangka mengurangi tindak kriminal. Dalam sejarah peradaban manusia pencurian ada sejak terjadi ketimpangan antara kepemilikan benda-benda kebutuhan manusia, kekurangan akan kebutuhan, dan ketidakpemilikan cenderung membuat orang berbuat menyimpang (pencurian). Pencurian dilakukan dengan berbagai cara, dari cara-cara tradisional sampai pada cara-cara modern dengan menggunakan alat-alat modern dengan pola yang lebih lihai. Hal seperti ini dapat terlihat dimana-mana, dan cenderung luput dari jeratan hukum.

Pada era globalisasi, aktivitas kehidupan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu dimana dengan didukung oleh derasnya arus informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi, kualitas dan kuantitas kejahatan semakin meningkat dengan modus operandi yang lebih bervariasi dan canggih serta sulit pembuktiannya mulai dari kejahatan yang bersifat konvensional, kejahatan terorganisir, kejahatan kerah putih sampai pada kejahatan yang aktivitasnya lintas negara (kejahatan transnasional). Situasi dan kondisi tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi POLRI sebagai institusi yang dipercaya masyarakat dalam melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, menegakkan hukum, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Terkait dengan hal tersebut berbagai pola perpolisian terus dikembangkan, hingga


(31)

diharapkan mampu menekan terjadinya setiap permasalahan kehidupan masyarakat agar tidak terjadi kejahatan atau gangguan kamtibmas lainnya.1

Kepolisian Republik Indonesia mengemban dua tugas pokok antara lain Tugas Preventif dan Tugas Represif. Tugas Preventif dilakukan berupa patroli-patroli yang dilakukan secara terarah dan teratur, mengadakan tanya jawab dengan orang lewat, termasuk usaha pencegahan kejahatan atau pelaksanaan tugas preventif, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum. Sedangkan tugas Represif dilakukan dengan menghimpun bukti-bukti sehubungan dengan pengusutan perkara dan bahkan berusaha untuk menemukan kembali barang-barang hasil curian, melakukan penahanan untuk kemudian diserahkan ke tangan Kejaksaan yang kelak akan meneruskannya ke Pengadilan. 2

Dari kesemua penjabaran tugas kepolisian diatas, merupakan tugas Kepolisian yang dinilai paling efektif untuk menanggulangi terjadinya kejahatan dalam penanggulangan dan pengungkapan suatu tindak pidana adalah tugas preventif karena tugas yang luas hampir tanpa batas, dirumuskan dengan kata-kata berbuat apa saja boleh asal keamanan terpelihara dan asal tidak melanggar hokum itu sendiri. Preventif itu dilakukan dengan 4 kegiatan pokok; mengatur, menjaga, mengawal dan patroli (TURJAWALI). Patroli merupakan kegiatan yang dominan dilakukan karena berfungsi untuk mencegah bertemunya faktor niat dan kesempatan agar tidak terjadi gangguan Kamtibmas/pelanggaran hukum dalam

1

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia NO. Pol 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, hal 1.

2

Gerson W. Bawengan, Masalah Kejahatan dengan Sebab Akibat, Jakarta, Pradya Paramita,1977,hal.124


(32)

rangka upaya memelihara/meningkatkan tertib hukum dan upaya pembina ketentraman masyarakat guna mewujudkan/menjamin Kamtibmas.

Setiap wilayah mempunyai keadaan sosial, budaya dan kultur yang berbeda,hal itu menyebabkan kejahatan disatu tempat berbeda dengan tempat lainnya, kejahatan dikota Medan belum tentu sama cara dan penyebab yang melatarbelakangi bila dibandingkan dengan kota Jakarta, Masyarakat senantiasa berproses dan kejahatan senantiasa mengiringi proses tersebut, sehingga diperlukan pengetahuan untuk mempelajari kejahatan tersebut, mulai dari pengetahuan tentang pelaku, sebab-sebab pelaku tersebut melakukan kejahatan, sampai dengan melakukan kejahatannya. Pengetahuan itu telah dipergunakan oleh P Topinand (1879), seorang antropologi perancis. Sebelumnya ia menggunakan istilah antropologi kriminal dan kemudian menggunakan istilah kriminologi. Kriminologi berasal dari kata Crimen yang berarti kejahatan dan Logos berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi Kriminologi berarti ilmu atau pengetahuan tentang kejahatan. 3

3

Topo Santoso, Kriminologi, Rajawali Pers, Jakarta, 2003, hal. 9

Patroli polisi dilakukan untuk mengetahui tentang bagaimana keadaan sosial masyarakat dan budayanya sehingga diketahuilah rutinitas masyarakat disatu tempat yang akhirnya apabila suatu hari ditemukan hal-hal yang diluar kebiasaan daerah tersebut maka akan segera diketahui, dan mudah menanggulagi kejahatan diwilayah tersebut. Dengan demikian masyarakat dapat merasa lebih aman dan merasakan adanya perlindungan dan kepastian hukum bagi dirinya. Disamping itu kita juga harus menyadari dan mengakui bahwa masyarakat juga


(33)

harus turut berperan serta aktif untuk menciptakan keamanan dan ketentraman ditengah-tengah masyarakat.

Pembangunan hukum merupakan suatu kewajiban pemerintah, yang mendapat berbagai hambatan, sehingga upaya penyadaran hukum kepada masyarakat perlu makin ditingkatkan. Tanpa ada upaya yang baik akan berakhir dengan sebuah kenistaan dimana terdapat sebuah kondisi masyarakat yang amburadul. Untuk itu hukum dijadikan sebagai Panglima dalam mengatur berbagai gerak dinamika masyarakat. Obyektifitas penegakan hukum terasa masih jauh dari harapan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari peradilan yang tidak jujur, hakim-hakim yang terkontaminasi oleh kondisi perilaku pemerintahan yang tidak konsisten, pengacara yang mengerjai rakyat, adalah akumulasi ketidakpercayaan lembaga yudikatif, di dalam menjalankan perannya sebagai pelindung, pengayom rakyat, yang berdampak pada tatanan kehidupan masyarakat yang tidak menganggap hukum sebagai jaminan keselamatan di dalam interaksi sesama warga masyarakat.

Berbagai kasus merebak sejalan dengan tuntutan akan perubahan, yang dikenal dengan reformasi, tampak di berbagai lapisan masyarakat dari tingkat atas sampai bawah terjadi penyimpangan hukum. Pembangunan masyarakat hukum madani (civil society) merupakan tatanan hidup masyarakat yang memiliki kepatuhan terhadap nilai-nilai hukum. Salah satu bentuk kejahatan yang akhir-akhir ini sering terjadi dan sangat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat di Sumatera Utara adalah pencurian kendaraan bermotor. Dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP, buku ke-2 titel XXII mulai dari Pasal


(34)

362 sampai Pasal 367 KUHP. Bentuk pokok delik pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHP, adalah pencurian kendaraan bermotor khususnya kendaraan bermotor roda dua merupakan salah satu jenis kejahatan terhadap harta benda yang banyak menimbulkan kerugian. Akan tetapi dalam perjalanan (transisi) perubahan terdapat sejumlah ketimpangan hukum yang dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat.4

Kecenderungan melakukan pencurian dengan delik apapun sering dilakukan, namun dalam beberapa kasus pencurian dilakukan dalam waktu tertentu, yaitu melibatkan kondisi dimana setiap orang akan mencari waktu yang tepat dalam melakukan aksi operandinya.

Pencurian, misalnya dibentuk dari tingkat dan klasifikasi pencurian yang bermula dari tingkat atas sampai bawah, sehingga dalam setiap peristiwa, sorotan keras terhadap pencurian terus dilancarkan, dalam rangka mengurangi tindak kriminal. Dalam sejarah peradaban manusia pencurian ada sejak terjadi ketimpangan antara kepemilikan benda-benda kebutuhan manusia, kekurangan akan kebutuhan, dan ketidakpemilikan cenderung membuat orang berbuat menyimpang (pencurian). Pencurian dilakukan dengan berbagai cara, dari cara-cara tradisional sampai pada cara-cara-cara-cara modern dengan menggunakan alat-alat modern dengan pola yang lebih lihai. Hal seperti ini dapat terlihat dimana-mana, dan cenderung luput dari jeratan hukum.

5

4

http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/24/hukum-tinjauan-kriminologis-tentang-delik-pencurian-kendaraan-bermotor-roda-dua-di-kabupaten-barru/

5

http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/24/hukum-tinjauan-kriminologis-tentang-delik-pencurian-kendaraan-bermotor-roda-dua-di-kabupaten-barru/

Dari beberapa pengamatan terhadap kasus-kasus tampak bahwa kejadian pencurian yang sangat rawan (rentan)


(35)

terhadap perilaku pencurian adalah di waktu malam hari, sehingga hampir setiap saat di waktu malam seluruh komponen masyarakat cenderung menyiapkan berbagai cara untuk mengatasi atau meminimalkan peluang pencurian, untuk itu dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam ronda-ronda malam (jaga malam) ini memberikan indikasi bahwa peluang pencurian dan sasaran waktu yang dipilih oleh komplotan atau individu di dalam melakukan aksi pencurian dilakukan pada malam hari, sehingga dapatlah diindikasikan waktu malam memiliki potensi pencurian yang sangat tinggi dibandingkan dengan waktu-waktu lain, sementara aktivitas pencurian yang dilakukan memiliki kecenderungan berkelompok yang dibentuk untuk menyusun aktivitas pencuriannya.

Pencurian merupakan tindakan kriminalitas, yang sangat menganggu kenyamanan rakyat. Untuk itu perlu sebuah tindakan konsisten yang dapat menegakkan hukum, sehingga terjalin kerukunan. Kemiskinan yang banyak mempengaruhi perilaku pencurian adalah kenyataan yang terjadi di tengah masyarakat, ini dapat dibuktikan dari rasio pencurian yang makin meningkat di tengah kondisi obyektif pelaku di dalam melakukan aktivitasnya, kondisi ini dapat berdampak pada beberapa aspek, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan kehidupan pelaku tersebut, namun sejauh mana aktivitas itu dapat memberikan nilai positif dalam membangun masyarakat yang taat hukum. Dari pemberitaan di berbagai media massa, baik itu media elektronik maupun media cetak, dapat diketahui bahwa berita mengenai pencurian kendaraan bermotor secara terorganisir bukan saja menarik perhatian, tetapi juga mengusik rasa aman sekaligus mengundang sejumlah pertanyaan tentang kenyataan apa yang berlangsung di masyarakat.


(36)

Demikian pula halnya di Sumatera Utara yang mana di daerah tersebut penulis mengambil tempat atau lokasi penelitian sebab dari hasil pantauan penulis masih sering terjadi pencurian kendaraan bermotor secara terorganisir.

Uraian dari latar belakang tersebut, menyimpulkan penulis untuk mengetahui lebih jelas mengenai tindak pidana pencurian kendaraan bermotor sebagai kejahatan terorganisir di wilayah Polda Sumatra Utara. Karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul; ”Tinjauan Yuridis Peran Polri dalam Pemberantasan Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Sebagai Kejahatan Terorganisir di Wilayah Hukum Polda Sumut.”

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang, maka peneliti mengidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Sebagai Kejahatan Terorganisir dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)?

2. Bagaimana peranan pihak Polda Sumatra Utara dalam menangulangi pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


(37)

Tujuan yang hendak dicapai dengan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengkaji dan memahami secara jelas mengenai intensitas tindak pidana pencurian kendaraan bermotor sebagai kejahatan terorganisir yang terjadi di wilayah hukum Polda Sumatra Utara.

b. Mengetahui tentang sejauh mana peranan Polda Sumatra Utara dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kendaraan bermotor sebagai kejahatan terorganisir.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Secara Teoritis

Sebagai sumbangan pemikiran bagi pendidikan di tingkat perguruan tinggi dalam perkembangan mata kuliah hukum, serta diharapkan juga dapat memberikan konstribusi bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, khususnya hukum pidana yang ad di masyarakat.

b. Secara Praktis

 Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengambil kebijakan dan para pelaksana dibidang hukum pidana, khususnya aparat kepolisian dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.


(38)

 Untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat akan pentingnya penegakan hukum pidana mengenai tindak pidana pencurian kendaraan bermotor secara terorganisir dalam pengaruhnya pada kehidupan manusia pada masa yang akan datang.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul Tinjauan Yuridis Peran Polri Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor sebagai Kejahatan Terorganisir di Wilayah Hukum Polda Sumatra Utara. Dalam penulisan skripsi ini, penulis selain melakukan studi kepustakaan, penulisan juga melakukan riset ke Polda Sumatra Utara guna memperoleh data-data yang dapat mendukung penulisan skripsi ini. Sehubungan dengan pemeriksaan yang penulis lakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara itu dalam rangka pembuktian bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, maka telah terbukti skripsi ini benar-benar merupakan hasil pemikiran dari penulis sendiri dan bukan berasal dari karya tulis orang lain.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Definisi Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor

Dalam hukum pidana kita mengenal beberapa rumusan pengertian tindak pidana atau istilah tindak pidana sebagai pengganti istilah


(39)

"Strafbaar Feit". Sedangkan dalam perundang-undangan negara kita istilah tersebut disebutkan sebagai peristiwa pidana, perbuatan pidana atau delik. Melihat apa yang dimaksud diatas, maka pembentuk Undang-Undang sekarang sudah konsisten dalam pemakaian istilah tindak pidana.

Tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana pencurian adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan perbuatan jahat atau kejahatan yang bisa diartikan secara kriminologis. Mengenai isi dari pengertian tindak pidana tidak ada kesatuan pendapat diantara para sarjana. Ada dua aliran yang menganut faham yang berbeda yaitu golongan aliran monistis dan aliran dualistis. Mereka menyebutkan pengertian tindak pidana beserta unsur-unsurnya.6

- Oleh orang yang mampu bertanggung jawab”

Golongan monistis adalah golongan yang mengajarkan tentang penggabungan antara perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana sebagai syarat adanya pidana merupakan keseluruhan dari sifat dan perbuatan.

D. Simon menyebutkan unsur-unsur dari tindak pidana adalah: - Perbuatan manusia

- Diancam dengan pidana - Melawan hukum

- Dilakukan dengan kesalahan

4

Jadi dalam hal ini pengertian pidana adalah perbuatan manusia yang dilakukan secara melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan, diancam dengan pidana dan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.

6

http://www.docstoc.com/docs/36648975/Tindak-Pidana-Pencurian-Dengan-Kekerasan-(Kajian-Perkembangan

4


(40)

Van Hamel mendefinisikan tindak pidana adalah perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan patut dipidana.

J. Baumann menyebutkan tindak pidana adalah perbuatan

yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.

Karni mendefinisikan tindak pidana adalah delik itu

mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak, dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan tersebut patut dipertanggungjawabkan.”5

Moeljatno, unsur-unsur perbuatan (tindak) pidana :

Pandangan dualistis, pandangan yang memisahkan antara dilarangnya suatu perbuatan pidana (criminal act atau actus reus)

dan dapat dipertanggungjawabkannya si pembuat (criminal responsibility atau mens rea).Mens rea : criminal intent atau sikap batin jahat. Di negara yang menganut sistem Anglo Saxon berlaku asas atau maxim mens rea : ”Actus non facit reum nisi mens sit rea (an act does not make a person guilty, unless the mind is guilty).Penganut pandangan dualistis adalah H.B. Vos, WPJ, Pompe dan Moeljatno, contohnya :

7

a). perbuatan manusia.

b). memenuhi rumusan UU (syarat formil : sebagai konsekuensi adanya asas legalitas)

5

Ibid. hal. 56

7


(41)

c). bersifat melawan hukum (syarat materiil : perbuatan harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan karena bertentangan dengan tata pergaulan di masyarakat)

d). Kesalahan dan kemampuan bertanggungjawab tidak masuk sebagai unsure perbautan pidana karena unsur ini terletak pada orang yang berbuat.

Dari berbagai pandangan di atas dapat diambil kesimpulan yaitu tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan manusia, bersifat melawan hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana. Kemudian perlu dijelaskan pula mengenai pengertian dari sanksi pidana . Pemidanaan adalah penderitaan untuk sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu . Unsur-unsur dari pemidanaan adalah:8

8

http://www.docstoc.com/docs/36648975/Tindak-Pidana-Pencurian-Dengan-Kekerasan-(Kajian-Perkembangan

1. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.

2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kesalahan.

3. Pidana tersebut diberikan kepada orang yang telah melakukan tindak pidana menurut Undang-Undang.


(42)

Mengenai Tindak Pidana Pencurian dalam bentuknya yang pokok itu diatur dalam Bab XXII buku II Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum pidana yang berbunyi: “Barang siapa mengambil suatu benda, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud menguasai benda tersebut secara melawan hak. Maka ia dihukum karena salahnya melakukan pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda setinggi-tingginya enam puluh rupiah”.

Di dalam KUHP tidak memberikan pengertian dari pencurian, hal ini dapat diketahui dalam KUHP BAB IX buku I tentang arti beberapa istilah yang dipakai dalam kitab Undang-Undang tersebut tidak dijelaskan. Melihat dari rumusan pasal tersebut segera dapat kita ketahui, bahwa kejahatan pencurian itu merupakan delik yang dirumus kan secara formal, dimana yang dilarang dan diancam dengan hukuman itu adalah suatu perbuatan yang dalam hal ini adalah perbuatan “mengambil” barang orang lain. Suatu tindak pidana yang dilakukan secara sengaja dengan maksud untuk memiliki barang atau benda tanpa sepengetahuan pemiliknya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencurian, sesuai dengan Pasal 362 KUHP.9

2. Definisi Kejahatan Terorganisir

Kejahatan terorganisir (organizazied crime:Inggris) Adalah istilah yang berarti dimana kejahatan tersebut dipimpin oleh seseorang / kelompok mempunyai rancangan terlebih dahulu berbeda dari kejahatan

9


(43)

spontan. dan mempunyai tujuan-tujuan tertentu dimana kejahatan terorganisir mempunyai spesialisasi sendiri dalam melaksanakan tugasnya. Biasanya kejahatan teroganisir seperti :10

1. Kejahatan terorganisir akan narkotika dan obat-obatan terlarang (drug crime).

2. Kejahatan terorganisir akan suatu organisasi rahasia yang mempunyai tujuan untuk membunuh /merampok/ memperkosa/ menciptakan suatu situasi chaos (kekacauan masal) ataupun bisa dikatakan organisasi rahasia ini mempunyai ciri khas tersendiri dibandingkan dengan kejahatan yang tidak diorganisir

3. Kejahatan terorganisir akan suatu organisasi jalanan (gangster) dimana dalam tujuannya hanya untuk ugal-ugalan menciptakan kekacauan sesaat dan meganggu ketentraman umum dalam waktu yang lama hal ini akan menjadi situasi yang tidak meng-enakkan jika tidak ditindak secepatnya

Kejahatan terorganisir atau yang disebut dengan organized crime

sering digolongkan ke dalam salah satu bentuk white collar crime. Yang dimaksud dengan kejahatan terorganisir adalah suatu jenis kejahatan kerah putih yang dilakukan oleh para mafia dalam suatu jaringan yang terorganisir rapi dalam suatu orgamisasi bawah tanah. Dilihat dari

10


(44)

keabsahan bisnisnya, suatu kejahatan terorganisir dapat dikategorikan ke dalam:11

1. Kejahatan dengan bisnis gelap.

2. Kejahatan dengan bisnis setengah gelap. 3. Kejahatan dengan bisnis terang-terangan.

Adapun hambatan-hambatan dalam melakukan law enforcement

(menegakkan hukum) terhadap kejahatan terorganisir ini, yang paling prinsip adalah sebagai berikut:12

1. Organisasi kejahatan tersebut cukup canggih sehingga tidak mudah terdeteksi.

2. Organisasi kejahatan tersebut cepat menyesuaikan diri mengikuti perkembangan teknologi penyidikan penegak hukum.

3. Organisasi kejahatan memegang penegak hukum dan pejabat pemerintah dengan cara menyuap.

4. Organisasi kejahatan membunuh penegak hukum dan pejabat pemerintah yang tidak bisa disuap.

5. Penegak hukum dan pejabat pemerintah takut dengan ancaman pembunuhan oleh organisasi kejahatan.

11

http://djicom.wordpress.com/category/manajemen/ 12


(45)

6. Para anggota organisai kejahatan menjalankan kewajibannya (perintah atasan) dengan disiplin yang tinggi karena taruhannya adalah nyawa.

Dalam kenyataannya, keberhasilan dari suatu law enforcement

(penegakan hukum) terhadap kejahatan terorganisir ini bergantung kepada beberapa faktor sebagai berikut:13

1. Adanya tekad dan semangat yang kuat dari penegak hukum dan pemerintah.

2. Integritas para penegak hukum dan pemerintah yang tinggi sehingga tidak gampang disuap oleh para mafia.

3. Adanya keberanian dari penegak hukum dan pemerintah sehingga tidak takut dari ancaman para mafia, termasuk ancaman pembunuhan.

4. Adanya Undang-Undang yang dapat benar-benar menunjang pembasmian para mafia.

5. Menggunakan seefektif mungkin para informan yang berasal dari anggota mafia yang membelot.

6. Keikutsertaan masyarakat untuk membasmi mafia, dengan tidak menyembunyikan data para mafia dan berani mengungkapkannya.

3. Macam-macam Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor

13


(46)

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat bisa diartikan secara yuridis atau kriminologis. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti

yuridis normatif adalah perbuatan seperti yang terwujud in abstracto

dalam peraturan pidana. Sedangkan dalam kriminologis adalah [perbuatan manusia yang memperkosa / menyalahi norma yang hidup di masyarakat secara kongkret. Pengertian tindak pidana menurut Moeljatno dibedakan dapat dipidananya perbuatan dan dapat dipidananya orang. Dibedakan pula perbuatan pidana (criminal act) dengan pertanggungjawaban pidana (criminal reponsibility / liability). Moeljatno penganutpandangan dualistis yang berbeda dengan pandangan monistis.14

a. Pencurian ternak;

Pencurian dengan pemberatan yang pertama adalah yang diatur dalam Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi sebagai berikut :

Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun:

b. Pencurian pada waktu terjadi kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, letusan gunung berapi, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang;

c. Pencurian di waktu malam dalam sebuah tempat kediaman atau diatas sebuah pekarangan tertutup yang diatasnya terdapat suatu

14


(47)

kediaman, oleh orang yang berada disana diluar pengetahuan atau diluar keinginan dari orang yang berhak;

d. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama (terorganisir);

e. Pencurian dimana yang bersalah telah mengusahakan jalan ke tempat kejahatan atau sampai pada barang yang diambilnya yaitu dengan jalan membongkar, merusak atau memanjat, dengan kunci-kunci palsu, dengan perintah palsu atau dengan mempergunakan seragam palsu.

Unsur-unsur dari kejahatan pencurian yang diatur dalam Pasal 363 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diatas, yang ternyata merupakan unsur-unsur yang menyebabkan pencurian itu diancam dengan hukuman yang lebih berat dari pada kejahatan pencurian di dalam bentuknya yang pokok.15

a. Tindak pidana dengan cara tunggal

Dapat dilihat dari objeknya bahwa pencurian kendaraan bermotor terdiri dari kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat. Sedangkan cara tindak pidana yang dilakukan dengan cara:

Jaman sekarang sepeda motor bukanlah sebuah kendaraan mewah. Kendaraan Ini sudah sangat mudah di temui di segala penjuru kota bahkan sudah merambah ke pedesaan dan bahkan

15


(48)

pulau-pulau kecil di Indonesia. Walaupun kendaraan ini tidak termasuk barang mewah, tetap saja bagi sebahagian besar masyarakat Indonesia merasakan kendaraan ini merupakan kendaraan mahal tergantung dari daya beli masyarakat. Dengan semakin merebaknya pengguna kendaraan ini membuat rasa aman justru semakin sulit yaitu dengan semakin banyaknya tindakan kriminal dengan bermacam modus hanya untuk mendapatkan kendaraan roda dua ini.

Berikut ini beragam modus yang biasa di gunakan oleh para pelaku pencurian kendaraan bermotor dalam melakukan aksinya, diantaranya:16

1. Biasanya Pelaku pencurian sepeda motor mempergunakan kunci T. Tetapi seiring perkembangan jaman, modus pencurian seperti ini sangat mudah diketahui oleh penjaga.

2. Mengganti plat sepeda motor. Modus ini termasuk sederhana tapi cukup ampuh. Umumnya dilakukan pada area parkir yang sepi dari penjagaan. Biasanya, pelaku masuk ke area parkir dengan motornya sendiri, yang lengkap dengan STNK. Tidak lupa, ia membawa plat nomor dua pasang yang sama dengan nomor polisi motornya. Setelah sampai di dalam, si pelaku mencari motor yang sesuai tipe motor miliknya. Begitu ketemu, nomor polisi milik motor korban dicopot dan diganti dengan nomor polisi bawaan. Setelah itu, pelaku dengan santai pergi

16


(49)

melewati kasir parkir dengan alasan karcis hilang. Petugas parkir yang hanya mencocokkan STNK dengan nomor polisi motor yang dipakai si pelaku pun meloloskan motor tanpa curiga. Sebaliknya, begitu motor incaran berhasil dicuri, pelaku atau temannya kembali lagi ke area parkir untuk mengambil motornya sendiri.

3. Jual parfum oleh wanita cantik. Modus ini masih awan di kalangan pemilik sepeda motor. Prakteknya dengan cara berpura-pura menawarkan parfum. Alih-alih menyemprotkan minyak wangi, ternyata obat bius. Si pemilik kendaraan pun tak sadarkan diri. Begitu tersadar, kendaraannya telah raib dicuri wanita si penjual minyak bius.

4. Memperdaya korban dengan meracun. Modus ini dikenal cukup ekstrim dan sadis. Selain ingin menguasai motor korbannya, pelaku juga membunuh si pemilik kendaraan.

5. Menyamar sebagai anggota reserse. Modus ini yang sering mengecohkan pemilik kendaraan sepeda motor. Pelaku biasanya menyamar sebagai anggota kepolisian (beberapa kasus malahan berseragam lengkap). Korban biasanya dituduh terlibat pelanggaran hukum, dimana ia harus menyerahkan sepeda motornya untuk dibawa ke kantor polisi. Namun di tengah perjalanan, pelaku dan gerombolannya akan raib di tengah jalan, meninggalkan korban seorang diri. Jurus


(50)

menghadapi modus curanmor model ini adalah menanyakan surat tugas sembari mengkonfirmasi dengan markas kepolisian terdekat.

b. Tindak Pidana dengan cara Terorganisir

Pencurian kendaraan bermotor (curanmor) secara terorganisir diakui Polda Sumatera Utara sulit diungkap. Setidaknyada ada beberapa kendala yang dialami polisi untuk menguak kasus tersebut. Berdasarkan data Polda Sumatera Utara, jumlah laporan kasus curanmor bisa mencapai ……. dalam sebulan. Agustus 2010 misalnya terdapat …. laporan kasus kehilangan kendaraan bermotor. Sedangkan pada September 2010, jumlahnya mencapai ….. kasus. Meski demikian, upaya penanganannya termasuk terkecil dibandingkan kasus pencurian lainnya. Ini bisa dilihat dari penyelesaiannya yang hanya ….. persen pada September 2010 dan …… persen dalam Agustus 2010.

Modus operandi secara berkelompok dengan menggunakan mobil truk atau mobil box. Motor yang akan dicuri mereka intai terlebih dahulu dan ketika dirasa aman maka dengan sigap beberapa maling tersebut turun dari mobil, mengangkat motor yang terkunci dan memasukkannya ke mobil dengan cepat. Hanya dibutuhkan kira-kira satu menit saja untuk melakukan hal tersebut. Oleh karena itu, cara terbaik untuk menghindari pencurian semacam ini adalah


(51)

mengunci motor kepada benda-benda solid yang tidak gampang dilepas atau dipindahkan. Tambahkan juga alarm yang peka terhadap getaran agar bisa menarik perhatian orang lain yang berbunyi ketika mereka sedang berusaha memindahkan motor.17

Sedang kelompok Malimping beraksi lebih halus yakni selalu menggunakan kunci leter T, ilmu sirep maupun mengangkut motor yang ada di dalam rumah. Ditengarai ilmu sirep ini dipelajari mereka di wilayah Pandeglang dan sekitarnya. Tidak jauh berbeda dengan kelompok Malimping, kelompok Indramayu juga kerap memakai kunci leter T untuk menggasak motor kelompok ini pula yang sering beraksi dengan menuduh korban dengan ulah memukul atau menabrak anggota keluarganya, setelah itu merampas motor.

Dari sejumlah pelaku yang ditangkap, polisi mengidentifikasi kelompok pelaku berdasarkan asal daerah mereka. Ada tiga kelompok penjahat yang paling sering bermain motor di wilayah hukum Polda Sumatra Utara. Mereka merupakan kelompok Lampung, Malimping (Banten), dan Indramayu. Kelompok Lampung biasanya bermain kasar dengan cara membegal di tengah jalan, menusuk atau menembak pakai senjata api rakitan. Sepak terjang mereka dikenal sadis, namun kelompok ini juga mengincar kendaraan bermotor di parkiran.

6

17

http://roda-dua.com/pages/news/?act=show&id=23 6

http/:www.hukumonline.com/berita/penegakan hukum di Polda Sumatra Utara. Diakses tanggal 02 November 2010


(52)

4. Latar Belakang Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor yang Terorganisir

Masalah pencurian secara terorganisir adalah salah satu masalah sosial yang menarik dan menuntut perhatian yang serius dari waktu ke waktu. Terlebih lagi menurut asumsi umum serta beberapa hasil pengamatan dan penelitian berbagai pihak, terdapat kecenderungan perkembangan peningkatandari bentuk dan jenis kejahatan tertentu, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Di dalam kehidupan bermasyarakat, kejahatan bukan merupakan suatu hal yang baru lagi. Sesuai apa yang diungkapkan oleh Durkheim dimana kejahatan adalah gejala yang normal pada masyarakat, apabila tingkat keberadaannya tidak melampaui tingkat yang dapat dikendalikan lagi berdasarkan hukum yang berlaku.

Edwin: H. Sutherland dalam bukunya Principles of Criminology menyebutkan tujuh unsur kejahatan yang saling bergantungan dan saling mempengaruhi. Suatu perbuatan tidak akan disebut kejahatan kecuali apabila memuat semua tujuh unsur tersebut. Unsur-unsur tersebut adalah:18

18

http://dodik.student.umm.ac.id/2010/12/05/

1. Harus terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau kerugian. 2. Kerugian tersebut harus dilarang oleh undang-undang, harus


(53)

3. Harus ada perbuatan atau sikap membiarkan sesuatu perbuatan yang disengaja atau sembrono yang menimbulkan akibat-akibat yang merugikan.

4. Harus ada maksud jahat (mens rea).

5. Harus ada hubungan kesatuan atau kesesuaian persamaan suatu hubungan kejadian diantara maksud jahat dengan perbuatan. 6. Harus ada hubungan sebab akibat diantara kerugian yang dilarang

undang-undang dengan perbuatan yang disengaja atas keinginan sendiri

7. Harus ada hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang.

Beberapa aspek sosial yang oleh Kongres ke-8 PBB tahun 1990 di Havana, Cuba, diidentifikasikan sebagai faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan (khususnya dalam masalah "urban crime"), antara lain:19

a). Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan (kebodohan), ketiadaan/kekurangan perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta latihan yang tidak cocok/serasi;

b). Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek (harapan) karena proses integrasi sosial, juga karena memburuknya ketimpangan-ketimpangan sosial;

c). Mengendurnya ikatan sosial dan keluarga;

d). Keadaan-keadaan/ kondisi yang menyulitkan bagi orang-orang yang beremigrasi ke kota-kota atau ke negara-negara lain;

19


(54)

e). Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian/kelemahan dibidang sosial, kesejahteraan dan lingkungan pekerjaan;

f). Menurun atau mundurnya (kualitas) lingkungan perkotaan yang mendorong peningkatan kejahatan dan berkurangnya pelayanan bagi tempat-tempat fasilitas lingkungan/bertetangga;

g). Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk berintegrasi sebagaimana mestinya didalam lingkungan masyarakatnya, keluarganya, tempat kerjanya atau lingkungan sekolahnya;

h). Penyalahgunaan alkohol, obat bius dan lain-lain yang pemakaiannya juga diperlukan karena faktor-faktor yang disebut diatas;

i). Meluasnya aktivitas kejahatan terorganisasi, khususnya perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian;

j). Dorongan-dorongan (khususnya oleh mass media) mengenai ide-ide dan sikap-sikap yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak) atau sikap-sikap tidak toleransi.

Beberapa masalah dan kondisi sosial yang dapat merupakan faktor kondusif penyebab timbulnya kejahatan jelas merupakan masalah yang tidak dapat diatasi semata-mata dengan "penal'. Disinilah keterbatasan jalur penal clan oleh karena ltu harus ditunjang oleh jalur non-penal. Salah satu jalur non-penal untuk mengatasi masalah-masalah sosial seperti yang dikemukakan diatas adalah


(55)

lewat jalur kebijakan sosial. Kebijakan sosial pada dasarnya adalah kebijakan atau upaya-upaya rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Jadi identik dengan kebijakan atau perencanaan pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek yang cukup luas dari pembangunan.

5. Akibat Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor yang Terorganisir

Belakangan ini dengan terjadinya krisis moneter yang berpengaruh besar terhadap masyarakat sehingga mengakibatkan masyarakat Indonesia mengalami krisis moral. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin meningkatnya kejahatan dan meningkatnya pengangguran. Dengan meningkatnya pengangguran sangat berpengaruh besar terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang rendah cenderung untuk tidak mempedulikan norma atau kaidah hukum yang berlaku. Melihat kondisi ini untuk memenuhi kebutuhan ada kecenderungan menggunakan segala cara agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Dari cara-cara yang digunakan ada yang melanggar dan tidak melanggar norma hukum.

Media-media massa dan media elektronik menunjukkan bahwa seringnya terjadi kejahatan pencurian dengan berbagai jenisnya dilatarbelakangi karena kebutuhan hidup yang tidak tercukupi. Dengan berkembangnya tindak pidana pencurian maka berkembang pula bentuk-bentuk lain dari pencurian. Salah satunya yang sering dilakukan adalah tindak pidana pencurian dengan kekerasan.20

20

http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=190&Itemid=190 Kejahatan adalah suatu persoalan yang selalu melekat dimana


(56)

masyarakat itu ada. Kejahatan selalu akan ada seperti penyakit dan kematian yang selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke tahun. Segala daya upaya dalam menghadapi kejahatan hanya dapat menekan atau mengurangi meningkatnya jumlah kejahatan dan memperbaiki penjahat agar dapat kembali sebagai warga masyarakat yang baik.

Masalah pencegahan dan penanggulangan kejahatan, tidaklah sekedar mengatasi kejahatan yang sedang terjadi dalam lingkunga masyarakat, tapi harus diperhatikan pula, atau harus dimulai dari kondisi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia. Perlu digali, dikembangkan dan dimanfaatkan seluruh potensi dukungan dan partisipasi masyarakat dalam upaya untuk menanggulangi kejahatan. Hal itu menjadi tugas dari setiap kita, karena kita adalah bagian dari masyarakat. Agar terciptanya tujuan yang diharapkan oleh hukum yaitu untuk menciptakan kehidupan yang aman dan tentram, maka setiap terjadi pelanggaran-pelanggaran atau perilaku yang tidak sesuai dengan undang-undang maka akan mendapatkan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukan.

F. Metode Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam menyusun penulisan hukum ini dengan metode yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Spesifikasi penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Deskriptif Analisis, yaitu metode penelitian yang bertujuan menggambarkan dan menganalisis fakta yang terjadi apa adanya dan


(57)

dikaitkan dengan teori hukum, dan pelaksanaanya yang menyangkut dengan permasalahan yang diteliti.7

2. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan Yuridis Sosiologis (socio legal research) yaitu penelitian digunakan agar dapat diungkap dan didapatkan makna yang mendalam dan rinci terhadap objek penelitian dan narasumber.8

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Menurut Soerjono Soekanto, Penelitian Kepustakaan yaitu:

“Penelitian terhadap data sekunder, yang dengan teratur dan sistematis menyelenggarakan pengumpulan dan pengolahan bahan pustaka untuk disajikan dalam bentuk layanan yang bersifat edukatif, informatif dan rekreatif kepada masyarakat.”9

1. Bahan Hukum Primer, yaitu perundang-undangan nasional, Adapun dalam penelitian kepustakaan ini, meliputi:

10

7

Ronny Hamitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang. 1998. hlm.97-98

8

Ronny H.S. Ibid. 9

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, PT.Raja Grafindo Persada Jakarta, 2001. hlm. 42

10

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20, Alumni Bandung, 2006,hlm.134

yang berkaitan erat dengan variabel penelitian, berupa: Undang-Undang


(58)

Dasar 1945, Undang-Undang Hukum Acara Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang menberikan penjelasan mengenai bahan-bahan primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasil karya ilmiah, hasil penelitian serta biografi hukum.11

3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti Artikel, Koran, dan lain-lain.12

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data yang ada hubungannya dengan judul penelitian yang diperoleh dari Direktorat Lalulintas Polda Sumatera Utara, dan melakukan wawancara dengan petugas disana, kemudian disusun secara sistematis untuk dianalisis, yang kemudian diambil kesimpulan secara ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan.

4. Analisis Data

Analisis Data dapat dirumuskan sebagai suatu proses penguraian secara sistematis dan konsisten terhadap gejala-gejala tertentu. Terhadap

11

Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit. hlm. 53 12


(59)

penelitian ini, data dianalisis secara Yuridis-Kualitatif . Menurut Ronny Hanitijo Soemitro, bahwa:

“Analisis data secara Yuridis-Kualitatif, adalah cara penelitian yang menghasilkan data Deskriptif-Analitis, yaitu yang dinyataka oleh responden secara tertulis atau lisan serta tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh, tanpa harus menggunakan rumus matematika”.13

G. Sistematika Penulisan

Sesuai dengan metode pendekatan yang digunakan, maka data-data yang diperoleh untuk penelitian ini selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif dalam arti bahwa untuk melakukan analisis terhadap data yang diperoleh tidak menggunakan perhitungan statistik, melainkan dengan metode penafsiran.

Bab I Pendahuluan. Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematikan penulisan juga di uraikan dalam bab ini.

Bab II, Menjelaskan dan menguraikan bagaimana tinjauan tentang pencurian kendaraan bermotor dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tinjauan tentang kejahatan terorganisir dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

13


(60)

Bab III, menjelaskan dan menguraikan bagaimana peranan pihak Polda Sumatra Utara dalam menanggulangi pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir, pelaksanaan pihak Polda Sumatra Utara dalam rangka upaya penanggulangan pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir dan hambatan yang ada dalam upaya Polda Sumatra Utara dalam menanggulangi pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir


(61)

TINJAUAN YURIDIS PERAN POLRI DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR

SEBAGAI KEJAHATAN TERORGANISIR DI WILAYAH HUKUM POLDA SUMUT

* Endang Hermawan ** Abul Khair, SH, M.Hum

*** Nurmalawaty, SH, M.hum

Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas mengenai tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir dengan studi di Polda Sumatera Utara, hal ini mengingat bahwa kasus tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir yang terjadi di wilayah Polda Sumut semakin meningkat hal ini bisa dilihat dari bulan Januari sampai dengan Juli 2010 dari kasus pencurian yang terjadi 80 % kasus diantaranya dilakukan secara terorganisir. Melihat fakta tersebut maka penulis menilai bahwa wilayah Polda Sumatera Utara cocok untuk dijadikan obyek penelitian.

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir dan upaya-upaya apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian Polda Sumatera Utara dalam mengatasi fenomena dalam masyarakat seperti itu. Maka metode pendekatan yang digunakan penulis menilai bahwa wilayah Polda Sumut cocok untuk dijadikan obyek penelitian.

Dalam upaya untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir dan upaya-upaya apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian Polda Sumatera Utara dalam mengatasi fenomena dalam masyarakat seperti itu. Maka metode pendekatan yang digunakan penulis adalah Yuridis


(62)

Sosiologis yang mana memaparkan realitas sosial yang ada mengenai kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir yang kemudian dikaji lebih lanjut. Berdasarkan teori-teori hukum dan asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang permasalahan. Kemudian seluruh data yang ada dianalisis secara Deskriptif Analisis.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis dapat merumuskan permasalahan yang ada, yaitu:

1. Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Sebagai Kejahatan Terorganisir dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2. Bagaimana peranan pihak Polda Sumatera Utara dalam menanggulangi pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir.

* Penulis

** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II


(63)

TINJAUAN YURIDIS PERAN POLRI DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR

SEBAGAI KEJAHATAN TERORGANISIR DI WILAYAH HUKUM POLDA SUMUT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

OLEH :

ENDANG HERMAWAN NIM : 080221008

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(64)

TINJAUAN YURIDIS PERAN POLRI DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR

SEBAGAI KEJAHATAN TERORGANISIR DI WILAYAH HUKUM POLDA SUMUT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan

memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh

ENDANG HERMAWAN NIM : 080221008

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

isetujui oleh

Ketua Departemen Hukum Pidana

H.Abul Khair, SH, M.Hum NIP. 1961070221989031001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

H.Abul Khair, SH, M.Hum Nurmalawaty, SH, M.Hum NIP. 1961070221989031001 NIP. 196209071988112001


(65)

. KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih dan anugerah-Nya pada akhirnya skripsi ini dapat selesai juga ditengah – tengah kesibukan perkuliahan.

Skripsi ini berjudul “TINJAUAN YURIDIS PERAN POLRI DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI KEJAHATAN TERORGANISIR DI WILAYAH HUKUM POLDA SUMUT)”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka mencapai gelar Sarjana Hukum di Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini saya persembahkan untuk Istri dan Anak-Anak ku tercinta, Kedua Orang Tua saya dan seluruh jajaran Polda Sumatera Utara yang telah mendukung penulis selama perkuliahan berupa materi dan moril.

Dalam proses penulisan skripsi ini, Penulis mengucapkan terima-kasih yang sebesar besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(66)

3. Bapak Abul Khair, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Abul Khair, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan mengarahkan Penulis selama proses penulisan skripsi.

5. Ibu Nurmalawaty, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membimbing dan mengarahkan Penulis selama proses penulisan skripsi.

6. Bapak / Ibu Dosen dan seluruh Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh teman – teman ekstension Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2008 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Demikian Penulis sampaikan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk memperluas cakrawala berfikir kita semua.

Medan, Desember 2010 Penulis


(67)

TINJAUAN YURIDIS PERAN POLRI DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR

SEBAGAI KEJAHATAN TERORGANISIR DI WILAYAH HUKUM POLDA SUMUT

* Endang Hermawan ** Abul Khair, SH, M.Hum

*** Nurmalawaty, SH, M.hum

Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas mengenai tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir dengan studi di Polda Sumatera Utara, hal ini mengingat bahwa kasus tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir yang terjadi di wilayah Polda Sumut semakin meningkat hal ini bisa dilihat dari bulan Januari sampai dengan Juli 2010 dari kasus pencurian yang terjadi 80 % kasus diantaranya dilakukan secara terorganisir. Melihat fakta tersebut maka penulis menilai bahwa wilayah Polda Sumatera Utara cocok untuk dijadikan obyek penelitian.

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir dan upaya-upaya apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian Polda Sumatera Utara dalam mengatasi fenomena dalam masyarakat seperti itu. Maka metode pendekatan yang digunakan penulis menilai bahwa wilayah Polda Sumut cocok untuk dijadikan obyek penelitian.

Dalam upaya untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir dan upaya-upaya apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian Polda Sumatera Utara dalam mengatasi fenomena dalam masyarakat seperti itu. Maka metode pendekatan yang digunakan penulis adalah Yuridis


(1)

3. Bapak Abul Khair, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Abul Khair, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan mengarahkan Penulis selama proses penulisan skripsi.

5. Ibu Nurmalawaty, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membimbing dan mengarahkan Penulis selama proses penulisan skripsi.

6. Bapak / Ibu Dosen dan seluruh Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh teman – teman ekstension Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2008 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Demikian Penulis sampaikan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk memperluas cakrawala berfikir kita semua.

Medan, Desember 2010 Penulis


(2)

TINJAUAN YURIDIS PERAN POLRI DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR

SEBAGAI KEJAHATAN TERORGANISIR DI WILAYAH HUKUM POLDA SUMUT

* Endang Hermawan ** Abul Khair, SH, M.Hum

*** Nurmalawaty, SH, M.hum

Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas mengenai tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir dengan studi di Polda Sumatera Utara, hal ini mengingat bahwa kasus tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir yang terjadi di wilayah Polda Sumut semakin meningkat hal ini bisa dilihat dari bulan Januari sampai dengan Juli 2010 dari kasus pencurian yang terjadi 80 % kasus diantaranya dilakukan secara terorganisir. Melihat fakta tersebut maka penulis menilai bahwa wilayah Polda Sumatera Utara cocok untuk dijadikan obyek penelitian.

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir dan upaya-upaya apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian Polda Sumatera Utara dalam mengatasi fenomena dalam masyarakat seperti itu. Maka metode pendekatan yang digunakan penulis menilai bahwa wilayah Polda Sumut cocok untuk dijadikan obyek penelitian.

Dalam upaya untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir dan upaya-upaya apa yang


(3)

Sosiologis yang mana memaparkan realitas sosial yang ada mengenai kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir yang kemudian dikaji lebih lanjut. Berdasarkan teori-teori hukum dan asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang permasalahan. Kemudian seluruh data yang ada dianalisis secara Deskriptif Analisis.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis dapat merumuskan permasalahan yang ada, yaitu:

1. Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Sebagai

Kejahatan Terorganisir dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2. Bagaimana peranan pihak Polda Sumatera Utara dalam menanggulangi

pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan secara terorganisir.

* Penulis

** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II


(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ………...……….….. i

KATA PENGANTAR ……….…. iv

ABSTRAKSI ... v

DAFTAR ISI ……….…... vi

BAB I : PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang ... B. Perumusan Masalah ... C. Tujuan dan manfaat penulisan ... D. Keaslian Penulisan ... E. Tinjauan Kepustakaan ...

1. Definisi Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor ... 2. Definisi Kejahatan Terorganisir...

3. Macam - macam Tindak Pidana Pencurian Kendaraan

Bermotor... 4. Latar belakang Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor yang Terorganisir. ...


(5)

F. Metode Penelitian ... G. Sistematika Penulisan ...

BAB II: TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI KEJAHATAN TERORGANISIR DILIHAT DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) ...

A. Tinjauan tentang pencurian kendaraan bermotor dikaitkan dengan Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP) ……… B. Tinjauan tentang kejahatan terorganisir dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP)...

BAB III : BAGAIMANA PERANAN PIHAK POLDA SUMATERA

UTARA DALAM MENANGGULANGI PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN SECARA TERORGANISIR. ...

A. Tinjauan terhadap Unit Kendaraan Bermotor (unit Ranmor)

Polda Sumatera Utara………..

1) Pengertian Unit Ranmor Polda Sumatera Utara...

2) Dasar Hukum pelaksanaan tugas Unit Ranmor Polda

Sumatera Utara. ………

3) Tanggung Jawab unit Ranmor Polda Sumatera Utara...

B. Pelaksanaan kegiatan pihak Polda Sumut dalam rangka upaya penanggulangan pencurian kendaraan bermotor yang


(6)

1) Jenis-jenis kegiatan yang dilakukan pihak Polda Sumatera Utara. ...

2) Instrumen dan perangkat pendukung yang digunakan untuk menggulangi pencurian kendaraan bermotor

yang dilakukan secara terorganisir. ...

C. Hambatan-hambatan yang ada dalam upaya Polda Sumatera

Utara dalam menanggulangi pencurian kendaraan bermotor

yang dilakukan secara terorganisir. ...

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ...

A. KESIMPULAN ... B. SARAN ... DAFTAR PUSTAKA ...