BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Masalah
Pelayanan kesehatan merupakan upaya peningkatan kesehatan secara luas untuk seluruh masyarakat. Kesehatan itu sendiri meliputi kesehatan badan, rohani dan sosial, dan bukan hanya
keadaan bebas dari penyakit. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang selanjutnya disebut UUD RI 1945 perlindungan terhadap kesehatan sangat jelas diatur
dalam ketentuan Pasal 28H ayat 1 disebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 9 a
yat 3 yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
”. Untuk mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi semua orang pemerintah telah membuat berbagai kebijakan yang terkait dengan perlindungan
dan pengelolahan lingkungan hidup.
1
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis
”. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan tentang Kewajiban. Kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 9 ayat 1 dan Pasal 9 ayat 2. Pasal
9 ayat 1 menyebutkan: “Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya ”. Sedangkan ketentuan
Pasal 9 ayat 2 mengatur: “Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pelaksanaannya
1
Basuki Surodjo, 2013, Stop Smoking For Good, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal 4.
meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan
”. Dengan demikian, pada dasarnya kesehatan itu menyangkut semua segi kehidupan, baik di masa lalu, masa kini, maupun masa yang akan datang, sehingga jangkauannya
sangatlah luas. Dalam sejarah perkembangannya pun telah terjadi perubahan orientasi nilai dan pemikiran tentang upaya memecahkan masalah kesehatan, yang pada hakekatnya berkembang
sejalan dengan proses perkembangan teknologi dan sosiologi budaya. Salah satu dampak negatif dari perkembangan teknologi yang pesat yaitu adanya
perubahan gaya hidup dan perilaku modernisasi yang dapat mengancam kesehatan contohnya adalah merokok. Merokok merupakan suatu fenomena sosial yang unik. Meski banyak orang dan
pakar yang memberi himbauan bahwa rokok dapat mengancam kesehatan dan jiwa perokok namun banyak orang khususnya warga Indonesia yang menjadikan rokok sebagai suatu
kebiasaan dan tetap mendapat tempat atau peminat dikalangan perokok Indonesia. Para perokok bukannya tidak tahu dengan berbagai dampak dari akibat merokok bahkan seharusnya mereka
yang paling tahu dampak dan efek samping merokok. Menurut laporan WHO world health organization mengenai angka prevelensi
Tembakau dunia, angka prevelensi merokok di indonseia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia dengan 46;8 persen laki laki dan 3,1 persen perempuan Jumlah perokok mencapai 62,8 juta
dan 40 persen diantaranya merupakan dari kalangan ekonomi bawah. Dan faktanya kebiasaan merokok sebagian penduduk Indonesia telah menjadi suatu kebiasaan dan menyebabkan lebih
dari 200.000 kematian setiap tahunnya. Indonesia merupakan satu satunya Negara di kawasan asia pasifik yang belum menandatangani Kerangka Konvensi WHO tentang Pengendalian
Tembakau.
2
2
Marie Paule Kieny, http:www.who.intmediacentrefactsheetsfs339en, Diakses Pada Tanggal 01 Desember 2015
Rokok sendiri merupakan produk yang unik dalam hal pemakaian atau konsumsi. Secara definisi rokok merupakan sebuah silinder yang diisi dengan daun Tembakau yang sudah dicacah
ditengahnya yang dilapisi kertas. Dan cara pemakaiannya pun dengan dibakar ujungnya kemudian dihisap. Sebenarnya alasan rokok berbahaya adalah kandungan dari hasil pembakaran
Tembakau bukan Tembakaunya.Asap dari hasil Tembakau yang dibakar mengandung bahan kimia yang dapat memicu berbagai penyakit seperti nikotin, tar dan karbonmonoksida.
3
Untuk mengantisipasi dampak buruk dan bahaya yang disebabkan rokok terhadap kesehatan manusia Pemerintah Indonesia memberikan kewenangan setiap Pemerintah Daerah
untuk menetapkan Kawasan Tanpa Rokok, kewenangan pembentukan Kawasan Tanpa Rokok tersebut tercantum pada Pasal 115 ayat 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan yang menetapkan bahwa Pemerintah Daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.
4
Berdasarkan kewenangan yang diperoleh dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 155 ayat 2, maka Pemerintah Provinsi Bali membuat Peraturan
Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan Daerah tersebut diatur tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali. Untuk mencakup
setiap daerah, maka khusus untuk di Denpasar dibuatlah sebuah Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok untuk mencakup wilayah Denpasar yaitu Peraturan Daerah Kota
Denpasar Nomor 7 tahun 2013. Walaupun sudah diundangkan selama 2 tahun ternyata Peraturan Daerah ini belum
efektif dalam penerapannya. Itu dibuktikan dengan data yang saya peroleh di Satpol PP Provinsi
3
Marie Paule Kieny, http:www.who.inttobaccoresearchyoutheffectsen, , Diakses Pada Tanggal 10 Juli 2015
4
Budhi Antariksa, 2015, “Bahaya merokok bagi kesehatan”, http:www.dokita.co diakses tanggal 19 Februari 2015
Bali. Bahwa pelanggaran atas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok pada tahun 2015 januari -desember berjumlah 208 pelanggar dan untuk wilayah
Denpasar berjumlah 58 pelanggar. Berdasarkan data tersebut ternyata ada pelanggaran Kawasan Tanpa Rokok untuk di wilayah Denpasar. Walaupun ada pelanggaran untuk wilayah Denpasar,
namun ternyata untuk penindakan di wilayah Denpasar dilakukan oleh Satpol PP Provinsi Bali. Untuk menjamin efektifnya implementasi Peraturan Daerah dibutuhkan tanggung jawab
untuk mematuhi aturan hukum yang ada didalamnya baik oleh penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok setempat maupun oleh perokok. Oleh karenanya, pada awal pemberlakuan
Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok dibutuhkan bantuan untuk menjamin kepatuhan sebelum masyarakat menjadi terbiasa jaminan kepatuhan dapat diperoleh dengan keseimbangan
antara sosialisasi pada setiap lapisan masyarakat termasuk penanggung jawab kawasan dan aparat penegak hukum, adanya kesamaan persepsi semua pihak tentang Peraturan Daerah dan
penegakan hukum yang konsisten. Diterbitkannya Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan
Tanpa Rokok menimbulkan suatu permasalahan dalam pelaksanaannya dilapangan. Hal ini disebabkan karena masih banyak terjadi kerancuan dalam hal penerapan terhadap Peraturan
Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian berjudul
“EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA DENPASAR
”.
1.2 Rumusan Masalah