EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA DENPASAR.

(1)

i

SKRIPSI

EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH NOMOR 7

TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

DI KOTA DENPASAR

NI KADEK DWI WAHYUNI NIM. 1116051006

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM EKSTENSI

UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

ii

SKRIPSI

EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH NOMOR 7

TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

DI KOTA DENPASAR

NI KADEK DWI WAHYUNI NIM. 1116051006

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM EKSTENSI

UNIVERSITAS UDAYANA


(3)

iii

EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH NOMOR 7

TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

DI KOTA DENPASAR

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

KADEK DWI WAHYUNI NIM. 1116051006

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(4)

iv

Lembar Persetujuan Pembimbing

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL, 7 APRIL 2016


(5)

v

SKRIPSI INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL : 29 April 2016

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana Nomor : 0680/UN14.4E/IV/PP/2016 Tanggal 19 April 2016


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas rahmat-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang merupakan tugas dan kewajiban bagi setiap mahasiswa di tingkat terakhir pada Fakultas Hukum Universitas Udayana dan sebagai syarat untuk menempuh ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Hukum. Meskipun pada awalnya terdapat berbagai hambatan dan keraguan dalam proses pembuatannya, namun karena ini adalah kewajiban penulis yang harus diselesaikan sebagai bagian dari pertanggungjawaban, maka sudah menjadi kewajiban penulis untuk dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan sebaik-baiknya. Adapun judul skripsi yang penulis angkat ialah EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA DENPASAR”. Dengan terselesaikannya skripsi akhir ini, maka satu kewajiban penulis dapat terselesaikan. Keberhasilan ini tidak begitu saja dapat diraih tanpa adanya motivasi, baik itu dalam bentuk materiil dan imaterril dari berbagai pihak. Sehingga baiknya penulis sampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya dan dari hati yang paling dalam kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., MH., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak I Ketut Sudiarta, S.H., M.H., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana


(7)

7

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H., M.H., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak I Wayan Suardana, S.H., M.H., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana.

5. Bapak A.A Gede Oka Parwata, SH., M.Si., Ketua Program Ekstensi Fakultas Hukum Universitas Udayana.

6. Bapak Dr. Gede Marhaendra Wija Atmadja, SH. M.Hum, Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi banyak motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 7. Bapak Dr.I Nyoman Suyatna,SH.,MH sebagai Dosen Pembimbing I dalam

penyusunan skripsi ini, beliau selalu memberikan petunjuk, arahan, motivasi serta meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan serta petunjuk dengan penuh kesabaran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 8. Bapak Nengah Suharta,SH.,MH sebagai Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan saran serta masukan dalam perbaikan skripsi ini, guna menghasilkan skripsi yang sempurna, beliau selalu teliti, cermat serta sabar dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan penyusunan skripsi.

9. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen serta pegawai administrasi dilingkungan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

10.Kedua Orang Tua tercinta, I Wayan Duparna.SH.,Mkn , Ni Made Korni yang telah banyak membantu lewat doa, perhatian, dorongan sungguh besar terhadap penulis karena tanpa dukungan, dampingan serta kasih sayang mereka penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini, mereka telah berkorban demi penulis, mereka selalu vii


(8)

8

ada disaat penulis susah ataupun senang, mendidik, serta selalu memberi nasehat dan selalu memberikan semangat agar penulis tidak putus asa.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa kesempurnaan adalah hanya milik Tuhan/Ida Shang Hyang Widhi Wasa, dan kekurangan adalah milik segala manusia, maka begitu pula dalam skripsi ini mungkin belum mampu memaparkan secara sempurna permasalahan yang di kaji. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan pemikiran di masa mendatang.

Om Shanti, Shanti, Shanti Om

Denpasar,7 April 2016

Penulis

viii viii


(9)

9

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, 7 April 2016 Yang Menyatakan

(Kadek Dwi Wahyuni) NIM. 1116051006

DAFTAR ISI

ix xi


(10)

10

HALAMAN SAMPUL DEPAN

HALAMAN SAMPUL DALAM ... ii

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING/PENGESAHAN ……… . iv

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... v

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 6

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 8

a. Tujuan Umum ... 8

b. Tujuan Khusus ... 9

1.6 Manfaat Penelitian ... 9

1.7 Landasan Teoritis ... 10

1.8 Metode Penelitian ... 17

a. Jenis Penelitian ... 17


(11)

11

b. Jenis Pendekatan ... 18

c. Sumber Data ... 19

d. Teknik Pengumpulan Data ... 21

e. Teknik Pengolahan dan Analisis data ... 22

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK 23 2.1 Pengertian Peraturan Daerah dan Kedudukan Peraturan Daerah dalam Hierarki Perundang-Undang ... 23

2.2 Pengertian Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok ... 26

2.3 Manfaat Sosiologis dalam Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok ... 29

BAB III KETENTUAN PELAKSANAAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENEGAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA DENPASAR ………. 33

3.1 Pengaturan Partisipasi Masyarakat Kota Denpasar dalam Kawasan Tanpa Rokok ... 33

3.2 Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar ... 38

3.3 Pelaksaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok ... 40

BAB IV KEWENANGAN PENEGAKAN HUKUM DAN PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELAKU PELANGGARAN KAWASAN TANPA ROKOK……… 46

4.1 Penegakan Hukum Kawasan Tanpa Rokok ... 46

4.2 Penerapan Sanksi Terhadap Pelaku Pelanggar Kawasan Tanpa Rokok ... 49

4.3 Faktor-Faktor Penghambat Penerapan Sanksi Terhadap Pelaku Pelanggaran Kawasan Tanpa Rokok ... 51

BAB V PENUTUP


(12)

12

BAB V PENUTUP………. .. 56

5.1 Kesimpulan ... 57 5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RESPONDEN RINGKASAN SKRIPSI


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Masalah

Pelayanan kesehatan merupakan upaya peningkatan kesehatan secara luas untuk seluruh masyarakat. Kesehatan itu sendiri meliputi kesehatan badan, rohani dan sosial, dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang selanjutnya disebut UUD RI 1945 perlindungan terhadap kesehatan sangat jelas diatur dalam ketentuan Pasal 28H ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 9 ayat (3) yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Untuk mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi semua orang pemerintah telah membuat berbagai kebijakan yang terkait dengan perlindungan dan pengelolahan lingkungan hidup.1

Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan menyebutkan “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan tentang Kewajiban. Kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (2). Pasal 9 ayat (1) menyebutkan:“Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya”. Sedangkan ketentuan Pasal 9 ayat (2) mengatur: “Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya

1


(14)

meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan”. Dengan demikian, pada dasarnya kesehatan itu menyangkut semua segi kehidupan, baik di masa lalu, masa kini, maupun masa yang akan datang, sehingga jangkauannya sangatlah luas. Dalam sejarah perkembangannya pun telah terjadi perubahan orientasi nilai dan pemikiran tentang upaya memecahkan masalah kesehatan, yang pada hakekatnya berkembang sejalan dengan proses perkembangan teknologi dan sosiologi budaya.

Salah satu dampak negatif dari perkembangan teknologi yang pesat yaitu adanya perubahan gaya hidup dan perilaku modernisasi yang dapat mengancam kesehatan contohnya adalah merokok. Merokok merupakan suatu fenomena sosial yang unik. Meski banyak orang dan pakar yang memberi himbauan bahwa rokok dapat mengancam kesehatan dan jiwa perokok namun banyak orang khususnya warga Indonesia yang menjadikan rokok sebagai suatu kebiasaan dan tetap mendapat tempat atau peminat dikalangan perokok Indonesia. Para perokok bukannya tidak tahu dengan berbagai dampak dari akibat merokok bahkan seharusnya mereka yang paling tahu dampak dan efek samping merokok.

Menurut laporan WHO (world health organization) mengenai angka prevelensi Tembakau dunia, angka prevelensi merokok di indonseia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia dengan 46;8 persen laki laki dan 3,1 persen perempuan Jumlah perokok mencapai 62,8 juta dan 40 persen diantaranya merupakan dari kalangan ekonomi bawah. Dan faktanya kebiasaan merokok sebagian penduduk Indonesia telah menjadi suatu kebiasaan dan menyebabkan lebih dari 200.000 kematian setiap tahunnya. Indonesia merupakan satu satunya Negara di kawasan asia pasifik yang belum menandatangani Kerangka Konvensi WHO tentang Pengendalian Tembakau.2

2

Marie Paule Kieny, http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs339/en/, Diakses Pada Tanggal 01 Desember 2015


(15)

Rokok sendiri merupakan produk yang unik dalam hal pemakaian atau konsumsi. Secara definisi rokok merupakan sebuah silinder yang diisi dengan daun Tembakau yang sudah dicacah ditengahnya yang dilapisi kertas. Dan cara pemakaiannya pun dengan dibakar ujungnya kemudian dihisap. Sebenarnya alasan rokok berbahaya adalah kandungan dari hasil pembakaran Tembakau bukan Tembakaunya.Asap dari hasil Tembakau yang dibakar mengandung bahan kimia yang dapat memicu berbagai penyakit seperti nikotin, tar dan karbonmonoksida.3

Untuk mengantisipasi dampak buruk dan bahaya yang disebabkan rokok terhadap kesehatan manusia Pemerintah Indonesia memberikan kewenangan setiap Pemerintah Daerah untuk menetapkan Kawasan Tanpa Rokok, kewenangan pembentukan Kawasan Tanpa Rokok tersebut tercantum pada Pasal 115 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menetapkan bahwa Pemerintah Daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.4

Berdasarkan kewenangan yang diperoleh dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 155 ayat (2), maka Pemerintah Provinsi Bali membuat Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan Daerah tersebut diatur tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali. Untuk mencakup setiap daerah, maka khusus untuk di Denpasar dibuatlah sebuah Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok untuk mencakup wilayah Denpasar yaitu Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 tahun 2013.

Walaupun sudah diundangkan selama 2 tahun ternyata Peraturan Daerah ini belum efektif dalam penerapannya. Itu dibuktikan dengan data yang saya peroleh di Satpol PP Provinsi

3

Marie Paule Kieny, http://www.who.int/tobacco/research/youth/effects/en/, , Diakses Pada Tanggal 10 Juli 2015

4

Budhi Antariksa, 2015, “Bahaya merokok bagi kesehatan”, http://www.dokita.co/ diakses tanggal 19 Februari 2015


(16)

Bali. Bahwa pelanggaran atas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok pada tahun 2015 ( januari -desember) berjumlah 208 pelanggar dan untuk wilayah Denpasar berjumlah 58 pelanggar. Berdasarkan data tersebut ternyata ada pelanggaran Kawasan Tanpa Rokok untuk di wilayah Denpasar. Walaupun ada pelanggaran untuk wilayah Denpasar, namun ternyata untuk penindakan di wilayah Denpasar dilakukan oleh Satpol PP Provinsi Bali.

Untuk menjamin efektifnya implementasi Peraturan Daerah dibutuhkan tanggung jawab untuk mematuhi aturan hukum yang ada didalamnya baik oleh penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok setempat maupun oleh perokok. Oleh karenanya, pada awal pemberlakuan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok dibutuhkan bantuan untuk menjamin kepatuhan sebelum masyarakat menjadi terbiasa jaminan kepatuhan dapat diperoleh dengan keseimbangan antara sosialisasi pada setiap lapisan masyarakat termasuk penanggung jawab kawasan dan aparat penegak hukum, adanya kesamaan persepsi semua pihak tentang Peraturan Daerah dan penegakan hukum yang konsisten.

Diterbitkannya Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok menimbulkan suatu permasalahan dalam pelaksanaannya dilapangan. Hal ini disebabkan karena masih banyak terjadi kerancuan dalam hal penerapan terhadap Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian berjudul “EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH NOMOR 7


(17)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar ?

2. Bagaimanakah hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup atau batas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan pembahasan merupakan pembatasan-pembatasan seperlunya terhadap materi yang hendak dibahas dengan maksud untuk lebih terarahnya pembahasan dan untuk mencegah meluasnya permasalahan yang kadang-kadang justru akan mengaburkan pembahasan terhadap permasalahan yang diangkat. Sesuai dengan permasalahan tersebut di atas, maka pembahasan dalam proposal ini terbatas pada pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok.


(18)

Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia pendidikan di Indonesia mahasiswa diwajibkan untuk mampu mewujudkan orisinalitas dari penelitian yang sedang ditulis. Dalam hal ini penulis wajib memakai minimal 2 (dua) penelitian pembeda, adapun 2 (dua) pembeda dalam penelitian ini:

1. Skripsi yang berjudul “ Kepastian Penegakan Hukum Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pariwisata Bali” yang disusun oleh I Gusti Agung Ngurah Iriandhika Prabhata. Dalam skripsi ini mengangkat dua permasalahan, yaitu tentang: 1) Bagaimana pengaturan mengenai penegakkan hukum kawasan tanpa rokok di Bali? 2) Bagaimana keterkaitan antara kepastian penegakan hukum kawasan tanpa rokok dengan upaya meningkatkan kualitas pariwisata Bali? Hasil penelitian dari skripsi ini yaitu melalui interpretasi sistematis, interpretasi gramatikal, interpretasi perbandingan dan interpretasi teologis terkait prosedur penegakan dan sanksi hukum dapat dilihat bahwa Perda Provinsi Bali tentang KTR tidak secara jelas mengatur mengenai prosedur penegakkan hukum, dengan kata lain memuat suatu kekaburan norma hukum, sehingga belum mampu memberikan kepastian dalam penegakan hukumnya. Disamping itu sanksi hukum terhadap pelanggaran Perda Provinsi Bali Tentang KTR belum mampu memberikan efek jera . melalui jaminan kepastian hukum dalam hal penegakkan kebijakan KTR, maka akan meningkatkan kualitas pariwisata Bali, sebagaimana yang telah diterapkan di DKI Jakarta dan Surabaya, khususnya terpenuhinya faktor kebersihan dan kenyamanan dalam berwisata (cleanliness and personality comfort) yang merupakan faktor meningkatnya kualitas suatu pariwisata.

2. Skripsi yang berjudul “Peran Satpol PP Makasar dalam mengatasi Kawasan Tanpa Rokok


(19)

dua permasalahan, yaitu tentang: 1) Bagaimana tugas Satpol PP dalam menangani Kawasan Tanpa Rokok ditempat suci tersebut? 2) Dan bagaimana peran Satpol PP dalam melaksanakan Perda baru tersebut? Hasil penelitian dari skripsi ini yaitu dalam melakukan penegakan peraturan daerah kota Makassar tentang Kawasan Tanpa Rokok hendaknya diadakan sosialisasi tentang bentuk-bentuk pelanggaran dan sanksi-sanksi yang akan dijatuhkan kepada pelanggar kawasan tanpa rokok, itu dimaksudkan agar timbul kesadaran dan tanggung jawab sebagai unsur aparatur Negara yang pada akirnya penegakan Peraturan Daerah kota Makassar tersebut dapat diterapkan secara optimal.

Bertolak dari kedua skripsi diatas tidak ada persamaan dengan penelitian yang dilakukan penulis, baik dari judul maupun masalahnya.

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui secara umum peran pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar.

1.5.2 Tujuan Khusus

Sesuai dengan permasalahan yang dikaji adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui, menjelaskan, menganalisa pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar.

2. Untuk mengetahui, menjelaskan, menganalisa hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

1.6 Manfaat Penelitian


(20)

Secara teoritis dari hasil penelitian ini adalah untuk memberi masukan dan manfaat positif bagi pengembangan ilmu hukum, khusunya terkait dengan pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar.

1.6.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini ditujukan untuk dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan karya-karya tulis baik itu dalam pembuatan makalah maupun penelitian hukum lainnya dan memberikan pengalaman belajar serta melakukan penelitian bagi mahasiswa sehingga mahasiswa mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok.5

1.7 Landasan Teoritis

1.7.1 Teori Negara Hukum

Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila, di mana unsur-unsur di atas terpenuhi seperti yang temuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alenia

pertama yang menyatakan bahwa “kemerdekaan merupakan hak segala bangsa”, pernyataan

tersebut merupakan affirmasi dari Hak dasar untuk menentukan nasib sendiri.Dalam alenia kedua pembukaan menyebutkan Indonesia sebagai negara yang “adil” dan “makmur”. Kekuasaan hendaklah dijalankan dengan adil, artinya negara tidak dapat bertindak

5


(21)

wenang terhadap rakyatnya.6 Dalam alenia ketiga tercantum hasrat Indonesia untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, yang menekankan HAM kolektif yang dimiliki sebuah bangsa, serta alenia keempat mencantukan hak sosial, ekonomi, politik dan pendidikan. Di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Istilah Negara hukum di Indonesia, sering di terjemahkan rechtstaats atau the rule of law. Paham recht staats pada dasarnya bertumpu pada sistem hukum Eropa Kontinental.

Immanuel Kant mengemukakan paham Negara hukum dalam arti sempit, yang menempatkan rechtstaats, hanya sebagai alat perlindungan hak – hak individual dan kekuasaan Negara diartikan secara pasif, yang bertugas sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan masyarakat. Sementara itu di dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuann Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa segala tindakan penguasa atau pemerintah memerlukan suatu bentuk hukum tertentu dan harus sesuai dengan Undang – Undang yang berlaku. Pernyataan tersebut mengandung arti adanya supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang – Undang Dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjadi persamaan setiap warga Negara dalam hukum serta jaminan keadilan bagi setiap orang termasuk penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.7 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

menyatakan bahwa “negara Indonesia adalah negara hukum”. Konsep ini berasal dari Freidrich Julius Stahl yang diilhami oleh Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur negara hukum (rechtsstaat) adalah:

6

Sjachran Basah, 1985, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Alumni Bandung, hal.11.

7


(22)

1. Perlindungan hak-hak asasi manusia

2. Pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu. 3. Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan. 4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Sedangkan prinsip suatu negara hukum menurut J.B.J.M ten Berge adalah adanya asas legalitas, perlindungan hak-hak asasi, pemerintah terikat pada hukum, monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum dan pengawasan oleh hakim yang merdeka.8

Dalam suatu negara hukum seperti halnya negara Indonesia, Hak Asasi merupakan suatu hal yang penting.Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara implisit menjamin keberadaan hak asasi.Kemudian dalam Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 hak asasi juga sudah dijamin secara tegas.Hak-hak asasi yang diatur dalam konstitusi negara inilah yang kemudian disebut sebagai hak konstitusi.

Pengakuan Hak Asasi Manusia tersebut merupakan bukti bahwa Indonesia tidak hanya secara deklaratif menyatakan sebagai Negara hukum namun juga secara praktis, yang dalam hal ini Indonesia menganut negara hukum dalam arti materiil atau yang dikenal dengan sebutan Negara Kesejahteraan (Welfare State). Dalam negara, kesejahteraan hak rakyat bebas dari asap rokok. Namun demikian dalam pengawasan dan penegakkan kawasan tanpa rokok tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang. Berkaitan dengan pandangan tersebut maka skripsi ini memuat tentang efektifitas Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar, dimana hal ini apabila tidak ditangani dapat mengancam hak konstitusional rakyat Indonesia untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat.

1.7.2 Teori Penegakan Hukum

8


(23)

Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi hukum guna menjamin penataan terhadap

ketentuan yang ditetapkan. Menurut Satjipto Rahardjo, “penegakan hukum adalah suatu proses

untuk mewujudkan keinginan – keinginan hukum (yaitu pikiran – pikiran badan pembuat undang

– undang yang dirumuskan dalam peraturan –peraturan hukum) menjadi kenyataan”.9

Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul penegakan hukum, menyebutkan bahwa :

Suatu penegakan hukum dapat dilakukan dengan baik dan mantap bukan hanya dilihat dari jumlah peraturan yang tertulis yang telah dikeluarkan dan luas bidang suatu kehidupan masyarakat karena hal itu akan mewujudkan penegakan hukum secara formal saja, namun dalam segi materialnya lebih hukum itu sendiri, karena tanpa kegiatan tersebut kesulitan besar akan dihadapi disamping biaya social yang sangat besar. 10

Penegakan hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum.Penegakan hukum mencakup pilar segala aktifitas yang dimaksud agar hukum sebagai perangkat kaidah normatif yang mengatur dan mengikat para subjek hukum dalam segala aspek kehidupan masyarakat dan bernegara benar

– benar ditaati dan sunguh – sunguh dijalankan sebagaimanan mestinya.

Secara umum, sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, faktor– faktor yang mempengaruhi dalam penegakan hukum ada 5 macam antara lain :

1. Faktor hukum atau norma hukum yang berlaku

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukm

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan 5. Faktor kebudayaan, yang sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada

karya manusia dalam pergaulan hidup

9

Satjipto Rahardjo, 1996, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, hal. 24. 10

Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Cet I, Binacipta, Bandung, (selanjutnya disingkat Soerjono soekanto I), h.37.


(24)

Faktor – faktor tersebut diatas saling berkaitan satu sama lain, sebab merupakan bagian dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari efektivitas berlakunya undang – undang atau peraturan.11 Dari kelima faktor tersebut dapat dikaji berdasarkan Teori Sistem hukum dari Lawrence M Friedman Teori Sistem Hukum dari sistem kemasyarakatan, maka hukum mencakup tiga komponen yaitu :

a. Legal substance (subtansi hukum) : merupakan aturan – aturan, norma-norma dan pola tingkah laku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang merela susun. 12

b. Legal structure (struktur hukum) : merupakan kerangka, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan instansi

– instansi penegak hukum antara lain ; institusi atau penegak hukum seperti advokat, polisi, jaksa dan hakim.

c. Legal culture (budaya hukum) : merupakan suasana pikiran sistem dan kekuatan social yang menentukan bagaimana hukum itu digunakan, dihindari atau disalah gunakan oleh masyarakat.

Sebagai daerah otonom, Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota, berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, guna menyelenggarakan urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah, setelah

11

Soerjono Soekanto, 1988, Efektifitas Hukum dan Peranan Sanksi, Ramadja Kara Bandung dikutip dari Siswanto Sunarso, 2011, Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian Sosiologi Hukum (Selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II), Cet IV, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Hal.88

12


(25)

mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).13 Dalam menegakkan Peraturan Daerah, Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah tersebut yang telah diundangkan dalam berita daerah. Untuk menegakkan peraturan daerah tersebut, dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang bertugas dalam membantu kepala daerah untuk menegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.14Anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil dan penyelidikan, serta penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.Dalam menegakkan Peraturan Daerah dapat juga ditunjuk pejabat lainyang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran selama berdasarkan pada ketentuan peraturan daerah tersebut.

1.7.3 Teori Efektivitas Hukum

Berbicara mengenai efektivitas hukum, Soerjono Soekanto berpendapat tentang pengaruh hukum baik sebagai kaidah maupun sebagai sikap tindak atau prilaku teratur dalam membimbing manusia.15 Masalah pengaruh hukum tidak hanya terbatas pada timbulnya ketaatan atau kepatuhan pada hukum tapi mencakup efek total dari hukum terhadap sikap tindak atau prilaku baik yang bersifat positif maupun negatif. Ketaatan seseorang bersikap atau berprilaku didasarkan pada kesesuaiannya dengan harapan pembentuk undang-undang. Pengaruh hukum terhadap sikap tindak atau prilaku, dapat diklarifikasikan sebagai ketaatan (compliance), ketidaktaatan atau penyimpangan (deviance) dan pengelakan (evasion).

13

Soerjono Soekanto, 2010, Faktor – Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, ( Rajawali Press, Jakarta, (Selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto III), h. 5.

14

Siswanto Sunarno, 2009, Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal 37. 15Ibid


(26)

Efektivitas penegakan hukum dibutuhkan kekuatan fisik untuk menegakkan kaidah-kaidah hukum tersebut menjadi kenyataan berdasarkan wewenang yang sah. Sanksi merupakan aktualisasi dari norma hukum threats dan promises, yaitu suatu ancaman tidak akan mendapatkan legitimasi bila tidak ada faedahnya untuk dipatuhi atau ditaati. Internal values merupakan penilaian pribadi menurut hati nurani yang diartikan sebagai suatu sikap tingkah laku.

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Dalam penelitian hukum dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris.16

1. Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja hukum normatif, yaitu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.17

2. Penelitian hukum empiris adalah istilah dari penelitian hukum sosiologis pada penelitian sosiologis, hukum dikonsepkan sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitan dengan variable-variabel sosial yang lain. Apabila hukum sebagai gejala sosial yang empiris sifatnya, dikaji sebagai variabel bebas/sebab ( independent variabel) yang menimbulkan

16

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan ke IV, Kencana Prenada Media Group, Jakarta Hal. 35

17

Johnny Ibrahim, 2005, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Pertama, Bayumedia Publishing, Malang, hal. 57


(27)

pengaruh dan akibat pada berbagai kehidupan sosial, kajian itu merupakan kajian hukum sosiologis (sosio-legal research).18

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum empiris. Menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum empiris atau sosiologis terdiri dari penelitian terhadap hukum identifikasi hukum ( tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektifitas hukum. Sehingga penulis mengkaji bagaimanakah Efektifitas Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok ini penerapannya dala, masyarakat. Penelitian hukum empiris menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi:

a. Penelitian yang bersifat Eksploratif b. Penelitian yang bersifat Deskriptif c. Penelitian yang bersifat eksplanatoris

Dalam hal ini penulis menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif. Sifat deskriptif ini pada penelitian secara umum, termasuk pula dalam penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antar gejala yang satu dengan gejala lainnya di dalam masyarakat.19

1.8.2 Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, penelitian akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah :

18

Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, Hal.133

19

Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ke III, Universitas Indonesia, Jakarta, ( selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto IV ) Hal. 51


(28)

1. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) 2. Pendekatan fakta (The fact Approach)

3. Pendekatan Kasus (Case Approach) 4. Pendekatan Historis (Historical Approach)

5. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (analytical and conceptual approach) 6. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)

7. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach).20

Dari berbagai pendekatan secara teoritis adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu :

a) Pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) yaitu dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditangani.

b) Pendekatan fakta (fact approach) yang artinya bahwa pendekatan yang di lakukan berdasarkan fakta – fakta yang terjadi di lapangan yang ada kaitannya dengan permasalahan isu hukum yang sedang di tangani.

1.8.3 Sumber Data

Pada umumnya, data dalam penelitian dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan bahan pustaka.Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat disebut dengan data primer (data dasar) dan data yang diperoleh dari bahan pustaka disebut data sekunder. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, data yang didapatkan bersumber dari data berikut :

a) Data primer

20


(29)

Data primer adalah data yang diperoleh oleh hasil penelitian lapangan.Adapun sumber utama dalam penulisan penelitian ini adalah data yang diperoleh dari Dinas Trantib dan Satpol PP Provinsi Bali.

b) Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang bersumber dari penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan yang dimaksud antara lain : dokumen-dokumen berupa peraturan perundang-undangan, literatur hukum, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan yang menunjang dan berkaitan dengan penelitian serta untuk menyempurnakan data yang di dapat dari lapangan. Untuk sumber data dari peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier sebagai berikut :

1)Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat (Perundang-Undangan). Dalam penelitian ini bahan hukum yang dipergunakan adalah :

- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. - Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. - Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

- Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

- Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.


(30)

- Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok. - Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kawasan

Tanpa Rokok

2) Bahan Hukum Sekunder

Data ini diperoleh melalui membaca atau meneliti beberapa buku atau literatur hukum, serta menalaah pendapat dari para pakar hukum yang ada hubungannya dan relevansinya dengan permasalahan yang dibahas, penelitian kepustakaan ini diharapkan menghasilkan kesimpulan yang teoritis. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari penelitian kepustakaan ( library research)

3) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan-bahan non hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.Bahan hukum tertier yang digunakan seperti kamus-kamus hukum.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam mendapatkan data untuk penelitian ini, digunakan 2 cara, kedua cara tersebut adalah :

a) Teknik studi dokumen, yaitu dalam pengumpulan bahan hukum primer dan sekunder terhadap sumber kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Studi dokumen dilakukan dengan cara membaca, mengklarifikasi, mengutip, dan menganalisis aturan-aturan terkait dengan Kawasan Tanpa Rokok.

b) Studi lapangan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara terjun secara langsung dilapangan dan melakukan proses wawancara untuk mendapatkan data primer (basic data


(31)

primary data). Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data primer dilakukan penelitian pada Dinas Trantib dan Satpol PP Provinsi Bali.

1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Dalam penelitian hukum empiris dikenal adanya analisis data yang diperoleh dan telah dikumpulkan serta diolah dengan menganalisa secara kualitatif karena di lihat sifat dari data dan penelitiannya yang berupa deskriptif.Data tersebut kemudian disajikan secara deskriptif analitis, yaitu dengan menggambarkan secara lengkap sebagaimana adanya tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan masalah yang dibahas sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan.


(32)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

1.1 Pengertian Peraturan Daerah dan Kedudukan Peraturan Daerah dalam hierarki perundang-undangan

Teori grundnorm (norma dasar) ini banyak dikembangkan oleh ahli hukum positivisme utamanya oleh Hans Kelsen. Apa yang dimaksud grundnorm (norma dasar) adalah kaidah -kaidah yang paling fundamental tentang kehidupan manusia dimana diatas norma dasar tersebut dibuatlah kaidah-kaidah hukum lain yang lebih konkret dan lebih khusus. biasanya, norma dasar yang berlaku dalam suatu negara ditulis dalam konstitusi dari negara tersebut. 1

Suatu norma dasar tidak dengan sendirinya mengikat secara hukum tanpa kehadiran suatu aturan hukum pada tataran yang lebih konkret berupa norma hukum yang valid. Jadi yang disebut dengan norma dasar dalam suatu negara adalah konstitusi. Menjadi pertanyaan kenapa suatu konstitusi sebagai norma dasar mengikat suatu bangsa.2 Dalam hal ini berbeda dengan norma biasa yang mengikat jika dibuat dengan prosedur yang benar oleh pihak yang berwenang seperti perlemen misalnya, maka mengikatnya sebuah konstitusi adalah karena dianggap harus mengikat, karena itulah yang terbaik buat manusia dan masyarakat yang bersangkutan,dan itulah pilihan dari bangsa yang bersangkutan dalam hubungannya dengan norma dasar, jika dilihat dari segi mobilitas suatu norma hukum, terdapat dua macam norma hukum yaitu:

1. Norma hukum statis 2. Norma hukum dinamis

Norma hukum statis merupakan sejumlah hak, kewajiban, kewenangandan larangan yang terdapat dalam hukum substantif yang merupakan ketentuan yang harus dipatuhi oleh individu

1

Dr.Munir Fuady, 2013, Teori-Teori Besar Dalam Hukum, cetakan ke -2, Jakarta, hal, 138.

2

Jasmin Hamidi dan Mustafa Lutfi, 2010, Education Antara Realita Politik dan Implementasi Hukumnya,

Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, Hal. 80


(33)

dan masyarakat. adapun yang dimaksud dengan norma hukum dinamis adalah suatu norma hukum yang berisikan ketentuan tentang bagimana proses aplikasi dari suatu ketentuan hukum untuk dijalankan oleh manusia dan masyarakat.3

Ungkapan Hans Kelsen yang terkenal adalah bahwa dengan mengakui adanya sistem hukum yang berdasarkan pada norma dasar, maka kita akan dapat membedakan antara yang merupakan ketertiban karena aturan dari para gengster (gangster'order) dengan ketertiban yang berdasarkan pada aturan hukum dari penguasa yang sah.4

Karena itu, menurut teori norma dasar (grundnorm), ketika ditanya kenapa seorang harus tunduk dan mengikuti sebuah peraturan pemerintah, maka jawabannya misalnya karena peraturan pemerintah tersebut adalah sesuai dengan atau merupakan perintah dari undang-undang yang dibuat oleh parlemen. Dan, kenapa seseorang harus tunduk dan mengikuti perintah undang-undang yang dibuat oleh parlemen, maka jawabannya adalah karena hal tersebut merupakan perintah dari konstitusi, yang memberikan kewenangan kepada parlemen untuk membuat undang-undang dan memerintahkan rakyat untuk mematuhi Undang-Undang buatan parlemen tersebut. Jadi, segala aturan hukum yang berlaku bagi rakyat haruslah berasal dari konstitusi yang oleh Hans Kelsen disebutnya sebagai norma dasar (grundnorm), yaitu berisikan norma-norma fundamental untuk mengatur tingkah laku manusia. 5

Penjelasan umum mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah juga berkaitan dengan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dikatakan penyelenggara pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggung jawabnya serta atas kuasa Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dapat

3

Mohamad Taufik Makarao, 2011, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta, hal, 104.

4

Ibid , h. 104

5


(34)

menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, dan ketentuan daerah lainnya. Kebijakan daerah dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta Peraturan Daerah lain.Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. 6 Peraturan Daerah dibentuk untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan. Peraturan Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Dalam pelaksanaan Peraturan Daerah juga harus sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangn yang dalam Pasal 7 ayat (1) menyebutkan sebagai berikut:

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan terdiri atas : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ; d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Dari penjelasan diatas maka Peraturan Daerah menjadi sangatlah penting sebagai dasar bagi Pemerintah Daerah dalam menjalankan roda pemerintahannya.7 Berdasarkan pendapat dari

Irawan Soejito “Peraturan Daerah merupakan suatu keputusan yang sifatnya umum dan dimaksudkan berlaku lama serta mempunyai kekuatan hukum yang mengikat setiap penduduk di daerah hukum tersebut.

Pengertian Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok

6

Irawan Soejito, 1983, Teknik Membuat Peraturan Daerah, PT. Bima Aksara, Jakarta, Hal.9

7

Deddy Supriady Bratakusumah dan Dadang Solihin, 2003, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Pt.Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, Hal.391


(35)

Hak warga negara untuk mendapatkan jaminan kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia pemerintah harus berkomitmen memberikan perlindungan kesehatan seperti memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat yang berasaskan hukum. Terutama melindungi warga dari paparan asap rokok orang lain dan dari dampak buruk asap rokok baik langsung maupun tidak langsung.8 Rokok mengandung zat adiktif yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Zat adiktif adalah zat yang jika dikonsumsi manusia akan menimbulkan adiksi atau ketagihan, dan dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke, penyakit dan janin. Rokok itu sendiri merupakan hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2013tentang Kawasan Tanpa Rokok di dalam penjelasan umum dijelaskan bahwa asap rokok tidak hanya membahayakan perokok, tetapi juga orang lain disekitar perokok (Perokok pasif). Asap rokok tersebut terdiri dari asap rokok utama (main stream) yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya dan asap rokok sampingan (side stream) yang mengandung 75% kadar berbahaya. Asap rokok mengandung lebih dari 4000 jenis senyawa kimia.Sekitar 400 jenis diantaranya merupakan zat beracun (berbahaya) dan 69 jenis tergolong zat penyebab kanker (karsinogenik). Asap rokok pasif merupakan zat sangat kompleks berisi campuran gas, partikel halus yang dikeluarkan dari pembakaran rokok.Zat karsinogen Benzo (A) Pyrene merupakan salah satu kandungan asap rokok, merupakan salah satu zat pencetus kanker. Zat ini banyak ditemukan pada orang bukan perokok aktif, tetapi kehidupan mereka bersentuhan dengan perokok aktif. Dalam kaitannya

8


(36)

terhadap hal tersebut diatas dalam ketentuan Pasal 3 huruf d Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, dinyatakan bahwa dianggap perlu adanya suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka mencegah atau menangani dampak penggunaan rokok baik langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan, salah satunya dengan menetapkan pengaturan Kawasan Tanpa Rokok.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Daerah Kota Denpasar tentang Kawasan Tanpa Rokok, adapun yang dimaksud dengan Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. Adapun kawasan yang dimasukkan dalam kategori Kawasan Tanpa Rokok berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 3Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2013 meliputi: Fasilitas pelayanan kesehatan; Tempat proses belajar mengajar; Tempat anak bermain; Tempat ibadah; Angkutan umum; Tempat kerja; Tempat umum; dan Tempat lain yang ditetapkan. Dalam hal ini tempat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g meliputi : Pasar modern; Pasar tradisional; Tempat wisata; Tempat hiburan; Hotel; Restoran; Tempat rekreasi; Halte; Terminal angkutan umum; Terminal angkutan barang; Pelabuhan; dan Bandara.

Kawasan Tanpa Rokok merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu, masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah dan non- pemerintah, untuk melindungi hak-hak generasi sekarang maupun yang akan datang atas kesehatan diri dan lingkungan hidup yang sehat. Komitmen bersama dari lintas sektor dan berbagai elemen akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kawasan tanpa rokok.9

Adapun yang menjadi tujuan penetapan Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana yang

9

Kementrian Kesehatan, 2011, Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok, Pusat Promosi Kesehatan, Jakarta, hal .16


(37)

termuat dalam buku pedoman penetapan Kawasan Tanpa Rokok yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia antara lain, untuk menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan produktivitas kerja yang optimal, mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok, menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula mewujudkan generasi muda yang sehat. Disamping itu penetapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok.

1.2 Manfaat sosiologis dalam kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

Kebiasaan buruk bagi kesehatan seperti merokok adalah penyebab utama dari penyakit dan kematian di banyak negara. Prilaku ini sering dimulai sejak sebelum orang menyadari bahaya dari tindakan mereka.10 Bahaya asap rokok dihadapi oleh bayi dalam kandungan ibu yang merokok dan orang-orang yang berada dalam ruangan yang terpapar asap rokok yang telah ditinggalkan perokok. Dampak langsung setelah terpapar asap rokok orang lain adalah batuk, bersin, sesak napas, pusing, sedangkan untuk efek jangka panjang akan menimbulkan masalah kesehatan yang serius. Dampak kesehatan asap rokok terhadap orang dewasa antara lain menyebabkan penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker paru dan payudara, dan berbagai penyakit saluran pernafasan. Asap rokok akan memicu serangan asma serta menyebabkan asma pada orang sehat. Setiap orang pun memiliki Hak Asasi Manusia yang sama untuk memperoleh jaminan akan kesehatan.Selain dampak kesehatan asap rokok orang juga akan berdampak terhadap ekonomi individu, keluarga dan masyarakat akibat hilangnya pendapatan karena sakit dan tidak dapat bekerja, pengeluaran biaya obat dan biaya perawatan. Kesehatan merupakan hak

10


(38)

asasi manusia setiap orang. Hak asasi masyarakat bukan perokok atas lingkungan hidup yang sehat, termasuk bersih dari cemaran dan risiko kesehatan dari asap rokok juga harus dilindungi. Demikian juga dengan perokok aktif, perlu disadarkan dari kebiasaan merokok yang dapat merusak kesehatan diri dan orang lain disekitarnya.

Hal tersebut diatas menjadi landasan sosiologis bagi Pemerintah Kota Denpasar untuk membuat pengaturan tentang Kawasan Tanpa Rokok, dimana memberikan batasan bagi orang untuk tidak merokok di area tertentu yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Meski demikian masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat dikarenakan ketidaktahuan masyarakat karena kurangnya sosialisasi, dan dalam beberapa kasus banyak dijumpai orang yang masih merokok meski telah mengetahui bahwa area tersebut merupakan Kawasan Tanpa Rokok, hal tersebut dikarenakan karena selama ini tidak ada penegakan yang dilakukan bagi para pelanggar kebijakan. Dengan kata lain tidak adanya kepastian penegakan hukum ketika terjadi pelanggaran dilapangan.Perkembangan yang demikian itu membawa serta peranan dan pengaturan melalui hukum dan melontarkan suatu bahan baru untuk dikerjakan oleh para pakar hukum. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok lahir dengan tujuan untuk memberikan jaminan perlindungan Hak Asasi Manusia bagi masyarakat dalam kaitannya terhadap bidang kesehatan yang merupakan salah satu aspek sosial masyarakat.

Adapun elemen-elemen dari perubahan sosial dalam masyarakat meliputi: nilai nilai yang hidup dalam masyarakat, lembaga/institusi sosial masyarakat, dan prilaku masyarakat. Dalam kaitan terhadap penegakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, maka pemahaman masyarakat terhadap bahaya rokok dan kesadaran masyarakat untuk mematuhi aturan hukum berperan penting dalam proses penegakan tersebut.


(39)

mengemukakan bahwa penegakan hukum pada hakekatnya adalah penegakan ide-ide serta konsep-konsep yang abstrak, seperti ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial.11 Dapat dikatakan pula bahwa penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide atau keinginan-keinginan menjadi kenyataan. Disamping itu, penegakan hukum menurut Jimly Asshiddiqie adalah suatu proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.12 Oleh sebab itu, agar norma-norma hukum di dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok dapat berfungsi sebagaimana mestinya di dalam masyarakat, maka perlu adanya perumusan yang jelas di dalam substansi hukumnya sehingga mampu memberikan kepastian dalam penegakkannya. M Laica Marzuki menguraikan masing-masing unsur sistem hukum pada dasarnya juga berkaitan dengan penegakan hukum (law enforcement), yaitu bagaimana substansi hukum ditegakkan serta dipertahankan. Dengan demikian struktur hukum merupakan institusionalisasi ke dalam entitas-entitas hukum.

11

Moh. Mahfud MD,., 2013, Dekonstruksi dan Gerakan Pemikiran Hukum Progresif, Thafa Media, Yogyakarta, hal, 160.

12


(1)

menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, dan ketentuan daerah lainnya. Kebijakan daerah dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta Peraturan Daerah lain.Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. 6 Peraturan Daerah dibentuk untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan. Peraturan Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Dalam pelaksanaan Peraturan Daerah juga harus sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangn yang dalam Pasal 7 ayat (1) menyebutkan sebagai berikut:

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan terdiri atas : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ; d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Dari penjelasan diatas maka Peraturan Daerah menjadi sangatlah penting sebagai dasar bagi Pemerintah Daerah dalam menjalankan roda pemerintahannya.7 Berdasarkan pendapat dari

Irawan Soejito “Peraturan Daerah merupakan suatu keputusan yang sifatnya umum dan dimaksudkan berlaku lama serta mempunyai kekuatan hukum yang mengikat setiap penduduk di daerah hukum tersebut.

Pengertian Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok

6

Irawan Soejito, 1983, Teknik Membuat Peraturan Daerah, PT. Bima Aksara, Jakarta, Hal.9

7

Deddy Supriady Bratakusumah dan Dadang Solihin, 2003, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Pt.Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, Hal.391


(2)

Hak warga negara untuk mendapatkan jaminan kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia pemerintah harus berkomitmen memberikan perlindungan kesehatan seperti memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat yang berasaskan hukum. Terutama melindungi warga dari paparan asap rokok orang lain dan dari dampak buruk asap rokok baik langsung maupun tidak langsung.8 Rokok mengandung zat adiktif yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Zat adiktif adalah zat yang jika dikonsumsi manusia akan menimbulkan adiksi atau ketagihan, dan dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke, penyakit dan janin. Rokok itu sendiri merupakan hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2013tentang Kawasan Tanpa Rokok di dalam penjelasan umum dijelaskan bahwa asap rokok tidak hanya membahayakan perokok, tetapi juga orang lain disekitar perokok (Perokok pasif). Asap rokok tersebut terdiri dari asap rokok utama (main stream) yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya dan asap rokok sampingan (side stream) yang mengandung 75% kadar berbahaya. Asap rokok mengandung lebih dari 4000 jenis senyawa kimia.Sekitar 400 jenis diantaranya merupakan zat beracun (berbahaya) dan 69 jenis tergolong zat penyebab kanker (karsinogenik). Asap rokok pasif merupakan zat sangat kompleks berisi campuran gas, partikel halus yang dikeluarkan dari pembakaran rokok.Zat karsinogen Benzo (A) Pyrene merupakan salah satu kandungan asap rokok, merupakan salah satu zat pencetus kanker. Zat ini banyak ditemukan pada orang bukan perokok aktif, tetapi kehidupan mereka bersentuhan dengan perokok aktif. Dalam kaitannya

8


(3)

terhadap hal tersebut diatas dalam ketentuan Pasal 3 huruf d Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, dinyatakan bahwa dianggap perlu adanya suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka mencegah atau menangani dampak penggunaan rokok baik langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan, salah satunya dengan menetapkan pengaturan Kawasan Tanpa Rokok.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Daerah Kota Denpasar tentang Kawasan Tanpa Rokok, adapun yang dimaksud dengan Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. Adapun kawasan yang dimasukkan dalam kategori Kawasan Tanpa Rokok berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 3Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2013 meliputi: Fasilitas pelayanan kesehatan; Tempat proses belajar mengajar; Tempat anak bermain; Tempat ibadah; Angkutan umum; Tempat kerja; Tempat umum; dan Tempat lain yang ditetapkan. Dalam hal ini tempat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g meliputi : Pasar modern; Pasar tradisional; Tempat wisata; Tempat hiburan; Hotel; Restoran; Tempat rekreasi; Halte; Terminal angkutan umum; Terminal angkutan barang; Pelabuhan; dan Bandara.

Kawasan Tanpa Rokok merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu, masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah dan non- pemerintah, untuk melindungi hak-hak generasi sekarang maupun yang akan datang atas kesehatan diri dan lingkungan hidup yang sehat. Komitmen bersama dari lintas sektor dan berbagai elemen akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kawasan tanpa rokok.9

Adapun yang menjadi tujuan penetapan Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana yang

9

Kementrian Kesehatan, 2011, Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok, Pusat Promosi Kesehatan, Jakarta, hal .16


(4)

termuat dalam buku pedoman penetapan Kawasan Tanpa Rokok yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia antara lain, untuk menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan produktivitas kerja yang optimal, mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok, menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula mewujudkan generasi muda yang sehat. Disamping itu penetapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok.

1.2 Manfaat sosiologis dalam kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

Kebiasaan buruk bagi kesehatan seperti merokok adalah penyebab utama dari penyakit dan kematian di banyak negara. Prilaku ini sering dimulai sejak sebelum orang menyadari bahaya dari tindakan mereka.10 Bahaya asap rokok dihadapi oleh bayi dalam kandungan ibu yang merokok dan orang-orang yang berada dalam ruangan yang terpapar asap rokok yang telah ditinggalkan perokok. Dampak langsung setelah terpapar asap rokok orang lain adalah batuk, bersin, sesak napas, pusing, sedangkan untuk efek jangka panjang akan menimbulkan masalah kesehatan yang serius. Dampak kesehatan asap rokok terhadap orang dewasa antara lain menyebabkan penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker paru dan payudara, dan berbagai penyakit saluran pernafasan. Asap rokok akan memicu serangan asma serta menyebabkan asma pada orang sehat. Setiap orang pun memiliki Hak Asasi Manusia yang sama untuk memperoleh jaminan akan kesehatan.Selain dampak kesehatan asap rokok orang juga akan berdampak terhadap ekonomi individu, keluarga dan masyarakat akibat hilangnya pendapatan karena sakit dan tidak dapat bekerja, pengeluaran biaya obat dan biaya perawatan. Kesehatan merupakan hak

10


(5)

asasi manusia setiap orang. Hak asasi masyarakat bukan perokok atas lingkungan hidup yang sehat, termasuk bersih dari cemaran dan risiko kesehatan dari asap rokok juga harus dilindungi. Demikian juga dengan perokok aktif, perlu disadarkan dari kebiasaan merokok yang dapat merusak kesehatan diri dan orang lain disekitarnya.

Hal tersebut diatas menjadi landasan sosiologis bagi Pemerintah Kota Denpasar untuk membuat pengaturan tentang Kawasan Tanpa Rokok, dimana memberikan batasan bagi orang untuk tidak merokok di area tertentu yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Meski demikian masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat dikarenakan ketidaktahuan masyarakat karena kurangnya sosialisasi, dan dalam beberapa kasus banyak dijumpai orang yang masih merokok meski telah mengetahui bahwa area tersebut merupakan Kawasan Tanpa Rokok, hal tersebut dikarenakan karena selama ini tidak ada penegakan yang dilakukan bagi para pelanggar kebijakan. Dengan kata lain tidak adanya kepastian penegakan hukum ketika terjadi pelanggaran dilapangan.Perkembangan yang demikian itu membawa serta peranan dan pengaturan melalui hukum dan melontarkan suatu bahan baru untuk dikerjakan oleh para pakar hukum. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok lahir dengan tujuan untuk memberikan jaminan perlindungan Hak Asasi Manusia bagi masyarakat dalam kaitannya terhadap bidang kesehatan yang merupakan salah satu aspek sosial masyarakat.

Adapun elemen-elemen dari perubahan sosial dalam masyarakat meliputi: nilai nilai yang hidup dalam masyarakat, lembaga/institusi sosial masyarakat, dan prilaku masyarakat. Dalam kaitan terhadap penegakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, maka pemahaman masyarakat terhadap bahaya rokok dan kesadaran masyarakat untuk mematuhi aturan hukum berperan penting dalam proses penegakan tersebut.


(6)

mengemukakan bahwa penegakan hukum pada hakekatnya adalah penegakan ide-ide serta konsep-konsep yang abstrak, seperti ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial.11 Dapat dikatakan pula bahwa penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide atau keinginan-keinginan menjadi kenyataan. Disamping itu, penegakan hukum menurut Jimly Asshiddiqie adalah suatu proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.12 Oleh sebab itu, agar norma-norma hukum di dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok dapat berfungsi sebagaimana mestinya di dalam masyarakat, maka perlu adanya perumusan yang jelas di dalam substansi hukumnya sehingga mampu memberikan kepastian dalam penegakkannya. M Laica Marzuki menguraikan masing-masing unsur sistem hukum pada dasarnya juga berkaitan dengan penegakan hukum (law enforcement), yaitu bagaimana substansi hukum ditegakkan serta dipertahankan. Dengan demikian struktur hukum merupakan institusionalisasi ke dalam entitas-entitas hukum.

11

Moh. Mahfud MD,., 2013, Dekonstruksi dan Gerakan Pemikiran Hukum Progresif, Thafa Media, Yogyakarta, hal, 160.

12