BAB II LANDASAN TEORITIS
2.1 Pengertian Rumput Laut
Ditinjau secara biologi, rumput laut algaeseaweed merupakan kelompok tumbuhan yang berklorofil yang terdiri dari satu atau banyak sel dan
berbentuk koloni. Rumput laut mengandung bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin, mineral dan juga senyawa bioaktif. Sejauh ini, pemanfaatan
rumput laut sebagai komoditi perdagangan atau bahan baku industri masih relatif kecil jika dibandingkan dengan keanekaragaman jenis rumput laut yang ada di
Indonesia. Padahal komponen kimiawi yang terdapat dalam rumput laut sangat bermanfaat bagi bahan baku industri makanan, kosmetik, farmasi dan lain-lain.
Berbagai jenis rumput laut seperti Griffithsia, Ulva, Enteromorpna, Gracilaria, Euchema, dan Kappaphycus telah dikenal luas sebagai sumber
makanan seperti salad rumput laut atau sumber potensial karagenan yang dibutuhkan oleh industri gel. Begitupun dengan
Sargassum, ChlorelaNannochloropsis yang telah dimanfaatkan sebagai absorben logam
berat, Osmundaria, Hypnea, dan Gelidium sebagai sumber senyawa bioaktif, Laminariales atau Kelp dan Sargassum Muticum mengandung senyawa alginat
untuk industri farmasi. Pemanfaatan jenis rumput laut lainnya adalah sebagai penghasil bioethanol dan biodiesel ataupun sebagai pupuk organik. Rumput laut
dipandang sebagai bio-energi pengganti BBM yang dipercaya jauh lebih ekonomis ketimbang tanaman jarak, minyak kelapa sawit, dan ethanol dari jagung. Penulis
biofuel Ruth Morris 2009 bahkan menyebut laut dengan segala keunggulannya sebagai senjata rahasia melawan kecenderungan perubahan iklim climate
change.
2.2 Pertemuan Rumput Laut Menjadi Agar-agar
Menurut legenda bangsa Jepang, agar pertama kali dibuat tanpa sengaja pada pertengahan abad ke-17, kemungkinan tahun 1658. Ketika itu seorang
pegawai pemerintah Jepang menginap di sebuah motel pada musim dingin. Sang
pemilik motel, Minoya Tarozaemon, menyajikan jelly rumput laut, terbuat dari Gelidium sp.
Setelah makan malam selesai, kelebihan jelly dibuang oleh sang pemilik motel. Jelly tersebut membeku dalam dinginnya malam musim
dingin, kemudian mencair dan kering oleh matahari. Tarozaemon menemukan bahan lembut ini lalu kemudian merebusnya. Hasilnya, ia menemukan jelly yang
lebih putih dibandingkan dengan aslinya.
Svein Jarle Horn, peneliti dari Department of Biotechnology, Norwegian University of Science and Technology, telah meneliti potensi rumput laut
Laminaria hiperborea sebagai penghasil bioetanol dengan memanfaatkan laminaran dan manitol sebagai substratnya.
Jepang juga telah membuat proyek bernama Ocean Sunrise Project yang bertujuan untuk memproduksi bioetanol dari rumput laut Sargassum horneri.
Teknologi untuk memproduksi bioetanol dari rumput laut telah diterapkan di Korea dan Vietnam. Namun, penggunaan rumput laut sebagai bahan baku
bioetanol memang harus terus di uji coba di Indonesia. Negara kita berpotensi sebagai penyokong kebutuhan bahan baku bioetanol di masa mendatang. Hal ini
karena rumput laut dapat tumbuh dengan baik di beberapa daerah di Indonesia. Bahkan saat ini Indonesia menjadi penghasil rumput laut terbesar di dunia.
Yayasan Rumput Laut Indonesia YRLI telah meneliti teknik pembuatan bioetanol dari rumput laut. Rumput laut memiliki karbohidrat seperti selulosa, agar,
karagenan, dan alginat yang dapat dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol.
Proses pembuatan bioetanol dari rumput laut merupakan proses yang kompleks dan panjang namun memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan tanaman darat lainnya seperti jagung, ubi, dan tebu. Lahan budidaya rumput laut terbentang luas di sepanjang pantai Indonesia sehingga
produksinya melimpah.
Keunggulan lainnya adalah terbukanya lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat nelayan. Bayangkan, butuh berapa juta ton rumput laut untuk
menjalankan kendaraan bermotor yang ada di Negara kita saja. Jutaan ton rumput laut tentu akan menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit bukan?
Revolusi Energi memang harus dilakukan untuk mempertahankan eksistensi umat manusia. Salah satu kemajuan yang dicapai adalah penggunaan bioetanol
sebagai pengganti bahan bakar bensin. Brazil, Amerika Serikat, Kolombia, Australia, Swedia, India, Thailand, Jepang dan Cina sudah menggunakan gasohol
campuran bensin dan etanol murni sebagai bahan bakar.
Brazil merupakan pionir program Pro-Alcohol sejak tahun 1975, sekaligus sebagai produsen dan pengguna gasohol terbesar dengan volume mencapai 14
milyar liter per tahun. Belakangan ini di Negara kita juga sudah mulai menggunakan gasohol sebagai bahan bakar kendaraan bermotor walaupun
jumlah konsumsinya masih sedikit.
Gasohol mulai marak digunakan karena merupakan bahan bakar antara semi terbarukan sampai terbarukan. Semi terbarukan dikarenakan gasohol masih
memerlukan bahan bakar fosil dalam persentase tertentu. Selain itu gasohol juga mengurangi polusi udara. Selama ini udara kita tercemar oleh campuran bahan
bakar seperti timbel atau PlumBum PB dan Methyl Tertiary Butyl Ether MTBE yang juga mencemari air tanah, danau, dan sumber air lainnya.
Marilah kita berpikir sejenak dan membayangkan Negara kita di masa mendatang. Bayangkan kendaraan bermotor menggunakan gasohol E-85, yang
berarti 85 kebutuhan bahan bakar akan digantikan oleh etanol yang diproduksi dari rumput laut.
2.3 Jenis-jenis Rumput Laut