46
artinya dalam pengolahan biji kedelai menjadi susu kedelai akan mengurangi kadar
proteinnya sebesar 2,27.
4.2.3. Fermentasi Susu Kedelai
Susu kedelai sebelum difermentasi harus dipasteurisasi dulu
pada suhu 80
o
C selama 15 menit. Pasteurisasi dilakukan supaya
mikroorganisme dalam susu kedelai mati sehingga tidak mengganggu kultur
bakteri yang akan memfermentasi. Pasteurisasi juga bertujuan untuk
memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan biakan kultur. Pada
penelitian ini pasteurisasi tidak boleh dilakukan dengan suhu yang terlalu
tinggi karena suhu yang tinggi dapat merusak protein. Setelah
dipasteursasi, susu kedelai kemudian ditambah gelatin 1. Gelatin
merupakan salah satu nutrisi yang diperlukan bagi kultur bakteri asam
laktat sehingga dengan penambahan gelatin ini diharapkan kultur bakteri
pada penelitian ini dapat berkembang dengan baik.
Pada penelitian ini ada tiga jenis starter yang diinokulasikan
untuk memfermentasi susu kedelai. Starter tersebut adalah dari kultur
Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, dan Streptococcus thermopilus.
Kultur dalam starter tersebut dipilih dalam penelitian ini karena kultur
tersebut paling sering digunakan untuk membuat produk susu fermentasi.
Sebanyak 5 starter dari kultur Lactobacillus bulgaricus dicampur dengan
5 Streptococcus thermopilus. Starter Lactobacillus casei 5 juga dicampur
dengan Steptococcus thermopilus 5. Starter tersebut kemudian
diinokulasikan pada susu kedelai kemudian dilakukan fermentasi di dalam
47
inkubator. Susu fermentasi tersebut diambil pada jam ke 0, 6, 8, dan 10
untuk diuji kadar proteinnya.
Yusmarini dan Efendi 2004 menyatakan selama fermentasi
terbentuk asam‐asam organik sehingga menimbulkan citarasa yang khas.
Kandungan gula yang terdapat pada susu kedelai dimanfaatkan oleh kultur
untuk proses metabolismenya sehingga dihasilkan asam‐asam organik
terutama asam laktat. Asam‐asam inilah yang akan menggumpalkan protein
pada susu kedelai. Ratnawati 1999 menyatakan selama proses fermentasi
terjadi perubahan fraksi protein, dari fraksi protein besar menjadi fraksi
yang lebih kecil. Perubahan fraksi protein ini terjadi karena aktivitas kultur
bakteri selama proses fermentasi. Perubahan fraksi protein susu kedelai ini
menyebabkan berubahnya tekstur susu kedelai dari cair menjadi
semipadat. Farm
2006 menyatakan
terjadi hubungan
yang menguntungkan
antara kultur Lactobacillus dengan kultur Streptococcus thermopilus.
Streptococcus thermopilus tumbuh lebih cepat dan menghasilkan
asam dan karbon dioksida. Asam dan karbon dioksida yang dihasilkan
ini menstimulasi pertumbuhan Lactobacillus. Disamping itu, aktivitas
dari Lactobacillus bulgaricus ternyata juga menghasilkan asam amino
yang digunakan oleh Streptococcus thermopillus. Kultur Streptococcus
thermopilus memberikan keadaan yang mendukung untuk pertumbuhan
Lactobacillus. Kultur ini berperan dahulu menurunkan pH
48
sampai kira‐kira 5,0. Keadaan asam inilah yang baik dan mendukung
pertumbuhan Lactobacillus.
Proses fermentasi dari kedua kultur campuran ini dilakukan
dengan variasi waktu. Waktu yang digunakan pada penelitian ini adalah 0
jam, 6 jam, 8 jam, dan 10 jam. Selang waktu tersebut dipilih untuk
mengetahui pengaruh perbedaan waktu fermentasi terhadap kadar protein,
sedangkan waktu yang digunakan untuk proses fermentasi pada umumnya
adalah selama 6 jam. Saat waktu untuk fermentasi selesai, susu hasil
fermentasi kemudian dipindahkan ke dalam kulkas dengan suhu di bawah 0
o
C sampai dianalisis kadar proteinnya, hal ini dilakukan untuk menghentikan
proses fermentasi. Pada suhu di bawah 0
o
C, kultur bakteri akan inaktif
sehingga proses metabolismenya berhenti. Proses fermentasi dapat juga
dihentikan dengan pemanasan pada suhu 110
o
C selama 10 menit, namun
jika ini dilakukan mungkin akan berpengaruh pada kadar protein yang
dihasilkan karena pemanasan pada suhu tinggi akan merusak protein.
4.2.4. Analisis Kadar Protein