gumpalan, dan kadang-kadang istilah “ tumor sejati” dipakai untuk membedakan neoplasma dengan gumpalan lainnya. Neoplasma dapat dibedakan berdasarkan
sifat-sifatnya; ada yang jinak, ada pula yang ganas Price et al., 2006.
2.1.2 Sifat-sifat Neoplasma Table 2.1 Menunjukkan Karakteristik Tumor Jinak dan Tumor Ganas.
Karakteristik Tumor Jinak
Tumor Ganas Diferensiasi anaplasia
Berdiferensiasi baik; struktur mungkin khas
jaringan asal Sebagian tidak
memperlihatkan diferensiasi disertai
anaplasia; struktur sering tidak khas
Laju pertumbuhan Biasanya progresif dan
lambat; mungkin berhenti tumbuh atau
menciut; gambaran mitotik jarang dan
normal Tidak terduga dan
mungkin cepat atau lambat; gambaran
mitotik mungkin banyak dan abnormal
Invasi lokal Biasanya kohesif dan
ekspansil, massa berbatas tegas yang
tidak menginvasi atau menginfiltrasi jaringan
normal di sekitarnya Invasif lokal,
menginfiltrasi jaringan normal di sekitarnya;
kadang-kadang mungkin tampak kohesif dan
ekspansil tetapi dengan invasi mikroskopik
Metastasis Tidak ada
Sering ditemukan; semakin besar dan
semakin kurang berdiferensiasi tumor
primer, semakin besar
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan metastasis Kumar et al., 2007
2.1.3 Faktor Risiko dan Predisposisi Terjadinya Karsinoma Faktor predisposisi terjadinya carcinoma:
a. Faktor geografik dan lingkungan
Karsinogen lingkungan banyak ditemukan di lingkungan sekitar. Contohnya seperti sinar matahari, dapat ditemukan terutama di perkotaan, atau
terbatas pada pekerjaan tertentu. Hal tertentu dalam makanan dilaporkan mungkin merupakan faktor predisposisi. Termasuk diantaranya merokok dan konsumsi
alkohol kronik.
b. Usia
Secara umum, frekuensi kanker meningkat seiring pertambahan usia. Hal ini terjadi akibat akumulasi mutasi somatik yang disebabkan oleh berkembangnya
neoplasma ganas. Menurunnya kompetensi imunitas yang menyertai penuaan juga mungkin berperan.
c. Hereditas
Saat ini terbukti bahwa pada banyak jenis kanker, terdapat tidak saja pengaruh lingkungan, tetapi juga predisposisi herediter. Bentuk herediter kanker
dapat dibagi menjadi tiga kategori. Sindrom kanker herediter, pewarisan satu gen mutannya akan sangat
meningkatkan risiko terjangkitnya kanker yang bersangkutan. Predisposisinya memperlihatkan pola pewarisan dominan autosomal.
Universitas Sumatera Utara
Kanker familial, kanker ini tidak disertai fenotipe penanda tertentu. Contohnya mencakup karsinoma kolon, payudara, ovarium, dan otak. Kanker
familial tertentu dapat dikaitkan dengan pewarisan gen mutan. Contohnya keterkaitan gen BRCA1 dan BRCA2 dengan kanker payudara dan ovarium
familial. Sindrom resesif autosomal gangguan perbaikan DNA. Selain kelainan
prakanker yang diwariskan secara dominan, sekelompok kecil gangguan resesif autosomal secara kolektif memperlihatkan ciri instabilitas kromosom atau DNA
Kumar et al., 2007.
2.1.4 Karsinogenesis
Dalam kondisi normal, pembelahan, poliferasi, dan diferensiasi sel dikontrol secara ketat Price et al., 2006. Kerusakan genetik nonletal merupakan
hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan atau mutasi genetik semacam ini mungkin didapat akibat pengaruh lingkungan, seperti zat kimia, radiasi, atau virus,
atau diwariskan dalam sel germinativum Kumar et al., 2007; Price et al., 2006. Telah diidentifikasi empat golongan gen yang memainkan peranan penting
dalam mengatur sinyal mekanisme faktor pertumbuhan dan siklus sel itu sendiri, termasuk protoonkogen yang mendorong pertumbuhan, gen penekan kanker
tumor suppressor gene yang menghambat pertumbuhan antionkogen, gen yang mengatur kematian sel terencana programmed cell death, atau apoptosis
dan gen yang mengatur perbaikan DNA yang rusak Kumar et al., 2007; Price et al., 2006.
Karsinogenesis adalah suatu proses banyak tahap, baik pada tingkat fenotipe maupun genotype. Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat
fenotipik, misalnya pertumbuhan berlebihan, sifat invasi lokal, dan kemampuan metastasis jauh. Sifat ini diperoleh secara bertahap, suatu fenomena yang disebut
tumor progression. Pada tingkat molekular, progresi ini terjadi akibat akumulasi kelainan genetik yang pada sebagian kasus dipermudah oleh adanya gangguan
Universitas Sumatera Utara
pada perbaikan DNA. Perubahan genetik yang mempermudah tumor progression melibatkan tidak saja gen yang mengendalikan angiogenesis, invasi, dan
metastasis. Sel kanker juga harus melewatkan proses penuaan normal yang membatasi pembelahan sel Kumar et al., 2007.
Dalam kondisi fisiologis normal, mekanisme sinyal sel yang memulai proliferasi sel dapat dibagi menjadi langkah- langkah sebagai berikut: 1 faktor
pertumbuhan, terikat pada reseptor khusus pada permukaan sel; 2 reseptor faktor pertumbuhan diaktifkan yang sebaliknya mengaktifkan beberapa protein
transduser; 3 sinyal ditransmisikan melewati sitosol melalui second messenger menuju inti sel; 4 faktor transkripsi inti yang memulai pengaktifan transkripsi
asam deoksiribonukleat DNA. Ketika keadaan menguntungkan untuk pertumbuhan sel, sel terus melalui
fase replikasi sel, Siklus sel tersebut dibagi menjadi empat fase: G1 gap 1, S sintesis, G2 gap 2, dan M mitosis. Sel tidak aktif yang terdapat dalam
keadaan tidak membelah disebut G0 Price et al., 2006. Banyak yang telah diketahui tentang gen RB karena merupakan gen
penekan tumor yang pertama kali ditemukan. Produk gen RB adalah suatu protein pengikat-DNA yang diekspresikan pada semua sel yang diteliti; protein tersebut
berada dalam bentuk terhipofosforilasi aktif dan terhiperfosforilasi tidak aktif. Pada keadaan aktif, RB berfungsi sebagai rem untuk menghambat melajunya sel
dari fase G1 ke S pada siklus sel. Apabila sel dirangsang oleh faktor pertumbuhan, protein RB diinaktifkan melalui fosforilasi, rem dilepas, dan sel melewati tahap
G1 ke S. saat masuk fase S, sel bertekad committed untuk membelah tanpa memerlukan stimulasi faktor pertumbuhan tambahan. Selama fase M berikutnya,
gugus fosfat dikeluarkan dari RB oleh fosfat selular sehingga kembali dihasilkan bentuk RB terdefosforilasi.
Dasar molekul efek perngereman ini telah diungkapkan secara rinci dan elegan. Sel tenang quiescent, pada G0 atau G1 mengandung RB bentuk
terhipofosforilasi yang inaktif. Pada status ini, RB mencegah replikasi sel dengan
Universitas Sumatera Utara
mengikat, dan mungkin menyebabkan sekuestrasi, family E2F dari faktor transkripsi. Apabila sel yang tenang ini dirangsang oleh faktor pertumbuhan,
konsentrasi siklin D dan E meningkat, dan aktivasi siklin DCDK4, siklin DCDK6, dan siklin ECDK2 yang terjadi menyebabkan fosforilasi RB. RB
bentuk terhiperfosforilasi membebaskan faktor transkripsi E2F dan mengaktifkan transkripsi beberapa gen sasaran. Apabila tidak terdapat protein RB, atau apabila
kemampuannya untuk menyingkirkan faktor transkripsi terganggu akibat mutasi, rem molecular terhadap siklus sel akan lepas, dan sel berpindah secara
bersemangat ke dalam fase S.
Gambar 2.1 Skema Sederhana Dasar Molekular Kanker. Kumar et al., 2007.
Gen penekan tumor TP53 dulu P53 adalah salah satu gen yang paling sering mengalami mutasi pada kanker manusia. Gen ini memiliki banyak fungsi
dan tidak dapat di klasifikasikan dengan mudah ke dalam kelompok fungsional
Universitas Sumatera Utara
tertentu yang serupa dengan gen lain. TP53 dapat menimbulkan efek anti proliferasi, tetapi yang tidak kalah penting, gen ini juga mengendalikan apoptosis.
secara mendasar, TP53 dapat dipandang sebagai suatu monitor sentral untuk stress, mengarahkan sel untuk memberikan tanggapan yang sesuai, baik berupa
penghentian siklus sel maupun apoptosis. Berbagai stress dapat memicu jalur respons TP53, termasuk anoksia, ekspresi onkogen yang tidak sesuai, dan
kerusakan pada integritas DNA. Dengan mengendalikan respons kerusakan DNA, TP53 berperan penting dalam mempertahankan integritas genom.
TP53 normal di dalam sel yang tidak mengalami stress memiliki waktu paruh yang pendek 20 menit. Waktu paruh yang pendek ini disebabkan oleh
ikatan dengan MDM2, suatu protein yang mencari TP53 untuk menghancurkannya. TP53 mengalami modifikasi pascatranskripsi yang
membebaskannya dari MDM2 dan meningkatkan waktu-paruhnya. Selama proses pembebasan dari MDM2, TP53 juga menjadi aktif sebagai suatu faktor transkripsi.
Sudah ditemukan lusinan gen yang transkripsinya dipicu oleh TP53. Gen tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kategori umum-gen yang menyebabkan
penghentian siklus sel dan gen yang menyebabkan apoptosis. Penghentian siklus sel yang diperantarai oleh TP53 dapat dianggap
sebagai respons primordial terhadap kerusakan DNA. Hal ini terjadi pada akhir fase G1 dan disebabkan terutama oleh transkripsi CDK1 dependen-TP53
CDKN1Ap21. Gen CDKN1A, seperti telah dijelaskan, menghambat kompleks siklinCDK dan mencegah fosforilasi RB yang penting agar sel dapat masuk ke
fase G1. Penghentian siklus sel ini disambut baik karena “member napas” bagi sel untuk memperbaiki kerusakan DNA. TP53 juga membantu proses dengan
menginduksi protein tertentu, seperti GADD45 penghentian pertumbuhan dan kerusakan DNA, yang membantu perbaikan DNA. Apabila kerusakan DNA
berhasil diperbaiki, TP53 meningkatkan upregulate transkripsi MDM2, yang kemudian menkan down regulate TP53, sehingga hambatan terhadap siklus sel
dapat dihilangkan. Apabila selama jeda kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki,
Universitas Sumatera Utara
TP53 normal mengarahkan sel ke “liang kubur” dengan memicu apoptosis. Protein ini melakukannya dengan memicu gen pencetus seperti BAX.
Secara singkat, TP53 mendeteksi kerusakan DNA melalui mekanisme yang tidak diketahui dan membantu perbaikan DNA dengan menyebabkan
penghentian G1 dan memicu gen yang memperbaiki DNA. Sel yang mengalami kerusakan DNA dan tidak dapat diperbaiki diarahkan oleh TP53 untuk mengalami
apoptosis. Berdasarkan aktivitas ini, TP53 layak disebut “pengawal genom”. Apabila terjadi kehilangan TP53 secara homozigot, kerusakan DNA tidak dapat
diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi di sel yang membelah sehingga sel akan masuk jalan satu-arah menuju transformasi keganasan Kumar et al., 2007.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Peran TP53 dalam Mempertahankan Integritas Genom. Kumar et al., 2007.
2.2 Kanker pada Anak 2.2.1 Definisi Anak
Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Bab 1 Pasal 1 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
Universitas Sumatera Utara
seorang anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
2.2.2 Kanker yang tersering Table 2.2 Neoplasma Ganas yang Sering Ditemukan pada Masa Bayi dan
Anak 0 – 4 tahun
5 – 9 tahun 10 – 15 tahun
Leukemia Retinoblastoma
Neuroblastoma Tumor Wilms
Hepatoblastoma Sarkoma jaringan lunak
terutma rabdomiosarkoma Teratoma
Tumor sistem saraf pusat Leukemia
Retinoblastoma Neuroblastoma
Hepatokarsinoma
Sarkoma jaringan lunak
Tumor sistem saraf pusat
Tumor Ewing Limfoma
Hepatokarsinoma
Sarkoma jaringan lunak
Sarkoma osteogenik Karsinoma tiroid
Penyakit Hodgkin Maitra et al., 2007
2.2.3 Leukemia
Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33 dari keganasan pediatrik. Leukemia limfoblastik akut LLA berjumlah kira-kira
75 dari semua kasus. Leukemia mieloid akut LMA berjumlah kira-kira 20
Universitas Sumatera Utara
dari leukemia. Leukemia sisanya adalah berbentuk kronis LLK William et al., 2000; Smith et al., 1999 .
2.2.3.1 Klasifikasi
Leukemia, mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai “darah putih”, adalah penyakit yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi
sel induk hematopoietik yang secara maligna melakukan transformasi, yang menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sumsum yang normal.
Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah klasifikasi dari FAB French-American-British. Klasifikasi ini klasifikasi morfologi dan didasarkan
pada diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta pada penelitian sitokimia Baldy, 2006.
Tabel 2.3 Klasifikasi Kelompok Kooperatif FAB mengenai Leukemia Akut Leukemia Limfoblastik Akut
L- 1
L- 2
L- 3 Leukemia limfositik akut anak-anak;
Populasi sel homogen Leukemia limfositik akut pada dewasa;
Populasi sel heterogen Leukemia jenis limfoma Burkitt: sel besar,
Populasi sel homogen
Leukemia Mieloblastik Akut
M- 0 M- 1
M- 2
M- 3
M- 4 Berdiferensiasi minimal
Diferensiasi granulositik tanpa maturasi Diferensiasi granulositik dengan maturasi sampai stadium
promielositik Diferensiasi granulositik dengan promielosit hipergranular,
dihubungkan dengan koagulasi intravascular diseminata Leuke mia mielomonosit akut ; garis sel monosit dan granulosit
Universitas Sumatera Utara
M- 5a M- 5b
M- 6 M- 7
Leukemia monosit akut; berdiferensiasi buruk Leukemia monosit akut; berdiferensiasi baik
Eritroblastosis yang menonjol dengan diseritropoiesis berat Leukemia megakariosit
Baldy, 2006.
2.2.3.2 Leukemia Limfoblastik AkutLLA
LLA anak adalah kanker tersebar yang pertama terbukti dapat disembuhkan dengan kemoterapi dan radiasi.
Gejala pertama biasanya nonspesifik dan meliputi anoreksia, iritabel, dan letargi. Kegagalan sumsum tulang yang progresif sehingga timbul anemia,
perdarahantrombositopenia, dan deman neutropenia, keganasan. Pada pemeriksaan inisial, lebih kurang 50 menunjukkan petekie atau perdarahan
mukosa. Limfoadenopati biasanya nyata dan spenomegali dijumpai. Diagnosis leukemia dikesankan oleh adanya sel blas pada preparat apus
darah tepi tetapi dipastikan dengan pemeriksaan sumsum tulang, yang biasanya sama sekali oleh limfoblas leukemia. Terapi LLA diringkas pada Table 2.4
William et al., 2000.
Table 2.4 Regimen Terapi yang Efektif bagi Leukemia Limfoblastik Akut Risiko- Rendah
Induksi Remisi 4-6 minggu
Vinkristin 1,5 mgm³ maks. 2mg IV minggu Prednison 40 mgm² maks. 60mg PO hari
Asparaginase E.coli 10,000 Um²hari 2 mingguan IM.
Terapi Intratekal
Terapi tripel: MTX HC
Ara- C Mingguan 6x selama induksi dan kemudian tiap 8 minggu untuk 2 tahun
Universitas Sumatera Utara
Terapi Lanjutan Sistemik
6- MP 50 mg m² hari PO MTX 20 mg m² minggu PO, IV, IM
Atur MTX ± 6- MP diberikan dengan dosis tinggi
Penambahan Reinforcement
Vinkristin 1,5 mgm² maks. 2mg IV tiap 4 minggu Prednison 40mg m² hari PO x 7 hari tiap 4 minggu
MTX = metotreksat; HC = hidrokortison; Ara-C = sitarabin; IV = intravena; PO = oral; IM = intramuscular; 6- MP = 6- merkaptopurin
Dosis pengobatan intratekal disesuaikan dengan umur Umur MTX HC Ara- C
≤ 1 thn 10 mg 10 mg 20 mg 2 – 8 thn 12,5 mg 12,5 mg 25 mg
≥ 9 thn 15 mg 16 mg 30 mg William et al., 2000
2.2.4 Limfoma