Aplikasi Prosedur Perawatan Prostodontik Pada Praktik Dokter Gigi Umum Di Kota Medan

(1)

APLIKASI PROSEDUR PERAWATAN PROSTODONTIK

PADA PRAKTIK DOKTER GIGI UMUM

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

WILDAN HUMAIRAH NIM: 090600020

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Prostodonsia Tahun 2015

Wildan Humairah

Aplikasi Prosedur Perawatan Prostodontik pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan

xx + 157 halaman

Kehilangan gigi yang terjadi dapat dirawat dengan melakukan perawatan prostodontik. Pada dasarnya prosedur perawatan prostodontik baik pada pembuatan gigitiruan penuh (GTP), gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) maupun gigitiruan cekat (GTC) telah diajarkan sesuai kurikulum yang ditetapkan oleh fakultas kedokteran gigi, namun sebagian besar dokter gigi tidak mengaplikasikan seluruh rangkaian prosedur perawatan yang diajarkan selama masa pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aplikasi prosedur perawatan prostodontik (GTP, GTSL dan GTC), mengetahui masalah yang dihadapi oleh dokter gigi dalam melaksanakan prosedur perawatan serta mengetahui persentase jenis perawatan prostodontik yang dilakukan pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan. Rancangan penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh dokter gigi umum yang praktik di Kota Medan. Cara sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 40 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan mengunjungi responden dan dicatat pada kuesioner yang telah disediakan. Analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu dihitung dalam bentuk persentase. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik dokter gigi umum yang melakukan perawatan prostodontik di Kota Medan paling banyak pada kelompok usia responden 26-35 tahun, jenis kelamin perempuan, lama praktik ≤ 10 tahun, berasal dari lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dengan tahun tamat ≤ 2006. Dokter gigi umum di Kota Medan tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan prostodontik yang telah mereka pelajari selama masa pendidikan, baik prosedur perawatan GTP, prosedur perawatan GTSL maupun prosedur perawatan GTC. Pemeriksaan


(3)

radiografik merupakan tahap prosedur yang diaplikasikan dengan persentase terendah pada perawatan GTP dan GTSL, sedangkan pemasangan sementara GTC merupakan tahap prosedur yang diaplikasikan dengan persentase terendah oleh dokter gigi umum di Kota Medan. Dokter gigi umum mengalami permasalahan dengan persentase terbesar dalam mengaplikasikan perawatan GTP. Adapun prosedur pemeriksaan radiografik merupakan tahap prosedur dengan persentase permasalahan terbesar dalam mengaplikasikan perawatan GTP, sedangkan prosedur border molding pada sendok cetak fisiologis merupakan tahap prosedur dengan persentase permasalahan terbesar dalam mengaplikasikan perawatan GTSL. Prosedur pemasangan sementara merupakan tahap prosedur dengan persentase permasalahan terbesar dalam mengaplikasikan perawatan GTC. Keterbatasan waktu, biaya serta cenderung merasa tidak perlu mengaplikasikan prosedur tertentu merupakan jenis permasalahan yang paling sering dihadapi oleh dokter gigi dalam mengaplikasikan tahap prosedur perawatan GTP, GTSL maupun GTC. Persentase perawatan prostodontik terbesar pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan dari tahun 2010 hingga 2012 adalah perawatan GTSL resin akrilik dengan persentase 35,16% (2010), 28,61% (2011) dan 25,95% (2012).


(4)

APLIKASI PROSEDUR PERAWATAN PROSTODONTIK

PADA PRAKTIK DOKTER GIGI UMUM

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

WILDAN HUMAIRAH NIM: 090600020

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 9 April 2015

Pembimbing: Tanda tangan

Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D.,Sp.Pros (K)


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 9 April 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Syafrinani, drg., Sp. Pros (K)

ANGGOTA : 1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D.,Sp.Pros (K) 2. Ricca Chairunnisa, drg., Sp. Pros


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda H. Kamaruddin SE dan Ibunda Dra. Hj. Siti Zulfah M.Hum yang telah membesarkan serta memberikan kasih sayang, doa terindah yang selalu dipanjatkan, dorongan, semangat dan dukungan baik secara moril maupun materil kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan pendidikan ini, begitu juga kepada adik-adik penulis yaitu Dina Khairunnisah S.Ked, Syifa Syafitri, M. Farhan Syauqi dan Qanita Khalisah atas doa, cinta kasih dan dukungan, serta pengorbanan demi kebaikan dan kebahagiaan penulis. Seluruh Keluarga Besar H. Sulaiman Wahab dan Bachtiar atas doa, kasih sayang serta dukungan baik secara moril maupun materil Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Nurul Habibi atas kesiagaan, bantuan, motivasi serta kasih sayang yang selama ini diberikan kepada penulis

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat pengarahan, bimbingan, bantuan, dukungan, saran-saran serta doa dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat disusun dengan baik. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp. Pros (K) selaku pembimbing utama penulis dalam penulisan skripsi ini yang telah member perhatian dan meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan serta dorongan, semangat dan nasihat-nasihat kepada penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.

2. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.


(8)

3. Hubban Nasution, drg selaku pembimbing pendamping penulis yang telah rela meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan dorongan dan semangat kepada penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.

4. Prof. Haslinda Z. Tamin, drg., M.Kes., Sp. Pros (K) selaku Koordinator skripsi Departemen Prostodonsia Fakultas Kedoktetran Gigi Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan bantuan dan bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

5. Syafrinani, drg., Sp.Pros(K) selaku Ketua Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai ketua tim penguji skripsi atas kesempatan dan bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

6. Ricca Chairunnisa, drg., Sp. Pros dan Putri Welda Utami Ritonga, drg., MDSc selaku anggota tim penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat kepada penulis untuk penyempurnaan skripsi ini.

7. Astrid Yudhit, drg., M.Si selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara terutama di Departemen Prostodonsia atas saran, bantuan serta motivasi yang telah diberikan dalam pengerjaan skripsi ini.

9. Maya Fitria, SKM, M.Kes, staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas bantuannya kepada penulis dalam analisis statistik penelitian.

10. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yang atas bantuannya dalam memperoleh data penelitian untuk penyelesaian skripsi ini.

11. Seluruh Dokter Gigi di Kota Medan yang secara sukarela bersedia menjadi responden dalam penelitian ini atas dukungan, bantuan serta izinnya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.


(9)

12. Senior penulis dan teman-teman yang telah memberikan bantuan dan masukan selama pengerjaan skripsi ini terutama Evi (2007), Oktavina (2008), Ruth dan Tuty (2009).

13. Teman-teman seperjuangan yang melaksanakan skripsi di Departemen Prostodonsia yaitu Langgeng Surya Dewi, Sumarni, Juliana Pardede, Rachel, Witta, Olivia, Calvin, Steven Tiopan, Sri Dewi, Cindy Denhara Wijaya dan David, atas dukungan dan bantuannya selama penulis mengerjakan skripsi.

14. Sahabat-sahabat terbaik saya semasa sekolah : Dila Afifah, Victoria Febrina R Simangunsong, Irma Sari Nasution, Fanny Arizka Andini, Elnoviamy, Tengku Chairun Mamnun, Siti Octrina Malikah dan Aditya Hidayat atas segala dukungan moril dan motivasi selama penulis mengerjakan skripsi.

15. Sahabat-sahabat terbaik lainnya Ririn, Tarra, Ade, Femmy, Icut, Rifaidah, Mira, Raja dan seluruh teman-teman FKG USU angkatan 2009, adinda dan kakanda senior di FKG USU yang memberi dukungan, bantuan dan motivasi kepada penulis selama perkuliahan dan penulisan skripsi.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Dengan kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu, masyarakat, dan bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Prostodonsia.

Medan, 9 April 2015 Penulis,

( Wildan Humairah ) NIM: 090600020


(10)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 4

1.3 Rumusan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 5

1.5.2 Manfaat Praktis ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawatan Prostodontik ... 6

2.1.1 Pengertian ... 6

2.1.2 Tujuan Perawatan Prostodontik ... 6

2.1.3 Jenis Perawatan Prostodontik... 7

2.1.3.1 Gigitiruan Lepasan ... 7

2.1.3.1.1 Gigitiruan Penuh ... 7

2.1.3.1.2 Gigitiruan Sebagian Lepasan ... 7

2.1.3.2 Gigitiruan Cekat ... 7

2.1.3.3 Gigitiruan Implan ... 8

2.1.3.4 Protesa Maksilofasial ... 8

2.1.4 Keberhasilan Perawatan Prostodontik ... 8

2.1.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Perawatan Prostodontik………... 8


(11)

2.1.4.2 Syarat Keberhasilan Perawatan Prostodontik.. 9

2.2 Aplikasi ... 10

2.2.1 Pengertian ... 10

2.2.2 Aplikasi Prosedur Perawatan Prostodontik oleh Dokter Gigi ... 10

2.3 Prosedur Perawatan Prostodontik ... 10

2.3.1 Prosedur Perawatan Gigitiruan Penuh ... 11

2.3.1.1 Prosedur Diagnostik ... 11

2.3.1.2 Pencetakan Anatomis ... 15

2.3.1.3 Pencetakan Fisiologis ... 17

2.3.1.4 Penentuan Basis Gigitiruan dan Oklusal Rim 20 2.3.1.5 Penentuan Hubungan Rahang... 23

2.3.1.6 Pemilihan Warna Anasir Gigitiruan Penuh ... 26

2.3.1.7 Pasang Percobaan Gigitiruan Penuh ... 27

2.3.1.8 Remounting dan Selective Grinding….. ... 28

2.3.1.9 Pemasangan Gigitiruan Penuh……… 28

2.3.1.10Pemeriksaan Pasca Pemasangan Gigitiruan Penuh……….. 29

2.3.2 Prosedur Perawatan Gigitiruan Sebagian Lepasan ... 30

2.3.2.1 Prosedur Diagnostik ... 30

2.3.2.2 Pencetakan Anatomis ... 31

2.3.2.3 Pencetakan Fisiologis ... 32

2.3.2.4 Penentuan Hubungan Rahang... 35

2.3.2.5 Pemilihan Warna Anasir Gigitiruan Sebagian Lepasan………... 37

2.3.2.6 Pasang Percobaan Gigitiruan Sebagian Lepasan……….. 38

2.3.2.7 Pemasangan Gigitiruan Sebagian Lepasan .... 39

2.3.2.8 Pemeriksaan Pasca Pemasangan Gigitiruan Sebagian Lepasan ... 39

2.3.3 Prosedur Perawatan Gigitiruan Cekat ... 40

2.3.3.1 Prosedur Diagnostik ... 40

2.3.3.2 Pencetakan Anatomis ... 41

2.3.3.3 Pemilihan Warna Gigitiruan Cekat ... 41

2.3.3.4 Preparasi Gigi Penyangga... 42

2.3.3.5 Retraksi Gingiva ... 45

2.3.3.6 Pencetakan Fisiologis ... 46

2.3.3.7 Restorasi Sementara ... 47

2.3.3.8 Pasang Percobaan Gigitiruan Cekat ... 49

2.3.3.9 Pemasangan Sementara Gigitiruan Cekat ... 49

2.3.3.10Pemasangan Tetap Gigitiruan Cekat ... 50

2.3.3.11Pemeriksaan Pasca Pemasangan Gigitiruan Cekat ... 50 2.3.4 Permasalahan yang Dihadapi oleh Dokter Gigi


(12)

Selama Mengaplikasikan Prosedur Perawatan

Prostodontik………... 50

2.4 Kerangka Teori ... 52

2.5 Kerangka Konsep ... 53

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 54

3.2 Populasi Penelitian ... 54

3.3 Sampel ... 54

3.3.1 Kriteria Inklusi... 55

3.2.2 Kriteria Eksklusi ... 55

3.4 Variabel Penelitian ... 55

3.4.1 Variabel Bebas... 55

3.4.2 Variabel Terikat ... 56

3.4.3 Variabel Terkendali ... 56

3.4.4 Variabel Tidak Terkendali ... 56

3.5 Definisi Operasional ... 56

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 58

3.7 Prosedur Penelitian ... 58

3.7.1 Alat dan Bahan Penelitian ... 58

3.7.1.1 Alat Penelitian ... 58

3.7.1.2 Bahan Penelitian ... 59

3.7.2 Cara Penelitian... 59

3.8 Analisis Data ... 59

3.9 Kerangka Operasional ... 60

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Dokter Gigi Umum yang Melakukan Perawatan Prostodontik di Kota Medan………. . 61

4.2 Aplikasi Prosedur Perawatan Prostodontik pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan…………... 62

4.2.1Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Penuh pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan………… 63

4.2.1.1 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Penuh pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 64

4.2.1.2 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Penuh pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan Berdasarkan Usia……….. 67

4.2.1.3 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Penuh pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan Berdasarkan Lama Praktik…… 72 4.2.1.4 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan


(13)

Kota Medan Berdasarkan Tamatan

Universitas………. 76

4.2.1.5 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Penuh pada Praktik Dokter Gigi Umum di

Kota Medan Berdasarkan TahunTamat…… 78 4.2.2 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Sebagian

Lepasan pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota

Medan……….. 81

4.2.2.1 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Sebagian Lepasan pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan Berdasarkan

JenisKelamin.………. 83

4.2.2.2 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Sebagian Lepasan pada Praktik Dokter Gigi

Umum di Kota Medan Berdasarkan Usia….. 86 4.2.2.3 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan

Sebagian Lepasan pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan Berdasarkan Lama

Praktik………... 91 4.2.2.4 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan

Sebagian Lepasan pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan BerdasarkanTamatan

Universitas………. 95

4.2.2.5 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Sebagian Lepasan pada Praktik Dokter Gigi Umum diKota Medan Berdasarkan Tahun

Tamat………. 97

4.2.3 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Cekat pada

Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan………… 100 4.2.3.1 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan

Cekat pada Praktik Dokter Gigi Umum di

Kota Medan Berdasarkan Jenis Kelamin…. 102 4.2.3.2 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan

Cekat pada Praktik Dokter Gigi Umum di

Kota Medan Berdasarkan Usia………. 105 4.2.3.3 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan

Cekat pada Praktik Dokter Gigi Umum di

Kota Medan Berdasarkan Lama Praktik….. 110 4.2.3.4 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan

Cekat pada Praktik Dokter Gigi Umumdi Kota Medan Berdasarkan Tamatan

Universitas……….. 114

4.2.3.5 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Cekat pada Praktik Dokter Gigi Umum di


(14)

4.3 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami Permasalahan dalam Mengaplikasikan Seluruh Prosedur Perawatan

Prostodontik pada Praktik di Kota Medan………... 119 4.3.1.1 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami

Permasalahan dalam Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan GigitiruanPenuh

pada Praktik di Kota Medan ……… 120 4.3.1.2 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami

Permasalahan dalam Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan Gigitiruan Penuh pada Praktik di Kota Medan

Berdasarkan permasalahannya………. 122 4.3.2.1 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami

PermasalahandalamMengaplikasikanTahap Prosedur Perawatan Gigitiruan Sebagian

Lepasan pada Praktik diKotaMedan…….... 125 4.3.2.2 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami

Permasalahan dalam Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan Gigitiruan Sebagian Lepasan pada Praktik di Kota

Medan Berdasarkan Permasalahannya…. 126 4.3.3.1 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami

Permasalahan dalam Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan Gigitiruan

Cekat pada Praktik di Kota Medan………. 129 4.3.3.2 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami

Permasalahan dalam Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan Gigitiruan Cekat pada Praktik di Kota Medan

Berdasarkan Permasalahannya...………… 130 4.4 Persentase Jenis Perawatan GTP, GTSL& GTC dari

Seluruh Perawatan Prostodontik yang Dilakukan padaPraktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan Tahun

2010-2012………. 133

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Dokter Gigi Umum yang Melakukan

Perawatan Prostodontik di Kota Medan………. 134 5.2 Aplikasi Prosedur Perawatan Prostodontik pada Praktik

Dokter Gigi Umum di Kota Medan……… 134 5.2.1 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Penuh pada

Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan……….. 135 5.2.2 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Sebagian

Lepasan pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota


(15)

5.2.3 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Cekat pada

Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan……….. 142 5.3 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami Permasalahan

dalam Mengaplikasikan Seluruh Prosedur Perawatan

Prostodontik pada Praktik di Kota Medan………... 145 5.3.1.1 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami

Permasalahan dalam Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan Gigitiruan

Penuh pada Praktik di Kota Medan………. 145 5.3.1.2 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami

Permasalahan dalam Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan Gigitiruan Penuh pada Praktik di Kota Medan

Berdasarkan Permasalahannya………….. 146 5.3.2.1 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami

PermasalahandalamMengaplikasikanTahap Prosedur Perawatan Gigitiruan Sebagian

Lepasan pada Praktik di Kota Medan…… 147 5.3.2.2 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami

Permasalahan dalam Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan Gigitiruan Sebagian Lepasan pada Praktik di Kota

Medan Berdasarkan Permasalahannya…. 148 5.3.3.1 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami

Permasalahan dalam Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan Gigitiruan

Cekat pada Praktik di Kota Medan……… 148 5.3.3.2 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami

Permasalahan dalam Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan Gigitiruan Cekat pada Praktik di Kota Medan

BerdasarkanPermasalahannya………. 149 5.4 Persentase Jenis Perawatan GTP, GTSL, dan GTC dari

Seluruh Perawatan Prostodontik yang Dilakukan pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan

Tahun2010-2012... 149 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan………..………

. 152

6.2 Saran………...…... 153

DAFTAR PUSTAKA……… 154


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel

1 Definisi operasional variabel bebas……….. 56

2 Definisi operasional variabel terikat………... 57

3 Definisi operasional variabel terkendali………... 58

4 Definisi operasional variabel tidak terkendali……… 58

5 Persentase distribusi karakteristik dokter gigi umum yang melakukan perawatan prostodontik di Kota Medan………... 62

6 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan prosedur perawatan prostodontik pada praktik di Kota Medan ……… 63

7 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap prosedur perawatan gigitiruan penuh pada praktik di Kota Medan……….. 64

8 Persentase dokter gigi umum laki-laki yang mengaplikasikan prosedur perawatan gigitiruan penuh pada praktik………... 65

9 Persentase dokter gigi umum perempuan yang mengaplikasikan prosedur perawatan gigitiruan penuh pada praktik …………... 65

10 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap prosedur perawatan gigitiruan penuh pada praktik berdasarkan jenis kelamin……….. 67

11 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan prosedur perawatan gigitiruan penuh pada praktik berdasarkan usia…………. 68

12 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap prosedur perawatan gigitiruan penuh pada praktik berdasarkan usia………... 71

13 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan prosedur perawatan gigitiruan penuh pada praktik berdasarkan lama praktik……….. 72


(17)

14 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap prosedur perawatan gigitiruan penuh pada praktik berdasarkan

lama praktik……… 75

15 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan prosedur perawatan gigitiruan penuh pada praktik berdasarkan tamatan

universitas……… 76

16 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap prosedur perawatan gigitiruan penuh pada praktik berdasarkan

tamatan universitas……… 78

17 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan prosedur

perawatan gigitiruan penuh pada praktik berdasarkan tahun tamat.. 79 18 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap

prosedur perawatan gigitiruan penuh pada praktik berdasarkan tahun

tamat………. 81

19 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap prosedur perawatan gigitiruan sebagian lepasan pada praktik di Kota

Medan………..…... 83 20 Persentase dokter gigi umum laki-laki yang mengaplikasikan

prosedur perawatan gigitiruan sebagian lepasan pada

praktik………...…. 84

21 Persentase dokter gigi umum perempuan yang mengaplikasikanp

prosedur perawatan gigitiruan sebagian lepasan pada praktik……… 84 22 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap

prosedur perawatan gigitiruan sebagian lepasan pada praktik

berdasarkan jenis kelamin ……….… 86 23 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan prosedur

perawatan gigitiruan sebagian lepasan pada praktik berdasarkan

usia………...…… 87

24 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap prosedur perawatan gigitiruan sebagian lepasan pada praktik

berdasarkan usia……… 90

25 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan prosedur perawatan gigitiruan sebagian lepasan pada praktik berdasarkan


(18)

26 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap prosedur perawatan gigitiruan sebagian lepasan pada praktik

berdasarkan lama praktik ……… 94 27 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan prosedur

perawatan gigitiruan sebagian lepasan pada praktik berdasarkan

tamatan universitas……….. 95 28 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap

prosedur perawatan gigitiruan sebagian lepasan pada praktik

berdasarkan tamatan universitas ……… 97 29 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan prosedur

perawatan gigitiruan sebagian lepasan pada praktik berdasarkan

tahun tamat……… 98

30 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap prosedur perawatan gigitiruan sebagian lepasan pada praktik

berdasarkan tahun tamat……….. 100 31 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap

prosedur perawatan gigitiruan cekat pada praktik di Kota

Medan………... 102

32 Persentase dokter gigi umum laki-laki yang mengaplikasikan

prosedur perawatan gigitiruan cekat pada praktik ……… 103 33 Persentase dokter gigi umum perempuan yang mengaplikasikan

prosedur perawatan gigitiruan cekat pada praktik ……… 103 34 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap

prosedur perawatan gigitiruan cekat pada praktik berdasarkan jenis

kelamin………..….. 105

35 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan prosedur

perawatan gigitiruan cekat pada praktik berdasarkan usia………… 106 36 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap

prosedur perawatan gigitiruan cekat pada praktik berdasarkan

usia………..…….. 109

37 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan prosedur


(19)

38 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap prosedur perawatan gigitiruan cekat pada praktik berdasarkan lama

praktik………... 113

39 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan prosedur perawatan gigitiruan cekat pada praktik berdasarkan tamatan

universitas………...….. 114

40 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap prosedur perawatan gigitiruan cekat pada praktik berdasarkan

tamatan universitas………. 116 41 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan prosedur

perawatan gigitiruan cekat pada praktik berdasarkan tahun tamat…. 117 42 Persentase dokter gigi umum yang mengaplikasikan setiap tahap

prosedur perawatan gigitiruan cekat pada praktik berdasarkan tahun

tamat………..….. 119

43 Persentase dokter gigi yang mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan prostodontik pada

praktik di Kota Medan………. 120 44 Persentase dokter gigi yang mengalami permasalahan dalam

mengaplikasikan tahap prosedur perawatan gigitiruan penuh pada

praktik di Kota Medan……… 122 45 Persentase dokter gigi yang mengalami permasalahan dalam

mengaplikasikan tahap prosedur perawatan gigitiruan penuh pada

praktik di Kota Medan berdasarkan permasalahannya……….. 124 46 Persentase dokter gigi yang mengalami permasalahan dalam

mengaplikasikan tahap prosedur perawatan gigitiruan sebagian

lepasanpada praktik di Kota Medan……… 126 47 Persentase dokter gigi yang mengalami permasalahan dalam

mengaplikasikan tahap prosedur perawatan gigitiruan sebagian

lepasan pada praktik di Kota Medan berdasarkan permasalahannya .. 128 48 Persentase dokter gigi yang mengalami permasalahan dalam

mengaplikasikan tahap prosedur perawatan gigitiruan cekat pada


(20)

49 Persentase dokter gigi yang mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan tahap prosedur perawatan gigitiruan cekat pada

praktik di Kota Medan berdasarkan permasalahannya……….. 132 50 Persentase Jenis Perawatan GTP, GTSL dan GTC dari Seluruh

Perawatan Prostodontik yang Dilakukan pada Praktik Dokter Gigi


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

1 Pemeriksaan ekstra oral……….. .. 13

2 Sendok cetak logam dengan desain yang baik dalam berbagai

ukuran.……… 15

3 Tepi sendok cetak yang telah dilapisi dengan soft boxing wax….. 16 4 Hasil cetakan anatomis yang mencakup seluruh daerah

pendukung tidak poreus dan terisi seluruhnya………. 17 5 Sendok cetak fisiologis untuk (a) Rahang atas dan (b)Rahang

bawah………...

. 17

6 Hasil border molding dengan green stick compound pada sendok

cetak fisiologis yang dilakukan secara berurutan per regio………. 19 7 Sendok cetak fisiologis rahang atas dengan border molding dan

lubang………... 19

8 Ukuran dan bentuk basis dan oklusal rim……… 21 9 Hubungan antara garis interpupil mata, Camper’s line dan bidang

oklusal……….. 22

10 Salah satu contoh shade guide pada pemilihan warna anasir GTP 26 11 Outline sendok cetak fisiologis……… 32 12 Wax spacer dilapiskan pada model di atas permukaan linggir

edentulus, daerah palatal dan di atas gigi-geligi……….. 33 13 Resin akrilik swapolimerisasi yang diadaptasikan pada model

menutupi wax spacer hingga batas outline………. 33 14 Sendok cetak fisiologis yang telah selesai dibuat……… 34


(22)

15 Interocclusal record dengan Aluwax……… 36 16 Penentuan hubungan rahang dengan bantuan basis dan oklusal

rim 36

17 Salah satu contoh shade guide pada pemilihan warna GTC……… 42 18 Contoh Colour communication form pada pemilihan warna

GTC……….. 42

19 Restorasi yang optimum harus memenuhi syarat biologis, mekanis

dan estetik ……… 43

20 Bentuk akhiran servikal preparasi: (a) knife edge,(b) bevel,

(c) chamfer, (d) shoulder, (e) shoulder bevel……… 45 21 Faktor yang harus dipertimbangkan pada pembuatan restorasi

sementara……… 47

22 Restorasi sementara buatan pabrik yang terbuat dari bahan

(a)polycarbonate dan (b) nickel-chromium……….... 48 23 Restorasi sementara buatan sendiri dari bahan resin ... 48


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Surat Pengantar Dinas Kesehatan Kota Medan 2 Lembar Penjelasan Kepada Responden

3 Lembar Persetujuan Subjek Responden

4 Kuesioner Terstruktur Aplikasi Prosedur Klinis Perawatan Prostodontik Pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan


(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehilangan gigi yang terjadi dapat dirawat dengan melakukan perawatan prostodontik.1 Tujuan dari perawatan prostodontik adalah memperbaiki dan memelihara kesehatan umum pasien, memperbaiki fungsi, meliputi fungsi pengunyahan dan fungsi bicara, memperbaiki estetik sehingga menambah kepercayaan diri pasien dalam penampilan, merestorasi dan memelihara kesehatan gigi dan jaringan yang masih ada serta mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut dari struktur rongga mulut.2,3

Jenis perawatan prostodontik meliputi gigitiruan lepasan, gigitiruan cekat (GTC), gigitiruan implan dan protesa maksilofasial. Gigitiruan lepasan terdiri atas gigitiruan penuh (GTP) dan gigitiruan sebagian lepasan (GTSL), sedangkan GTC meliputi gigitiruan mahkota (crown), dan gigitiruan jembatan (bridge).4-6 Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Gigi, dokter gigi umum yang melakukan perawatan postodontik pada pasien anak dan dewasa, berkompetensi untuk melakukan perawatan kasus gigitiruan cekat, gigitiruan sebagian dan gigitiruan penuh sederhana.7 Pemilihan jenis gigitiruan yang dibutuhkan oleh seorang pasien disesuaikan dengan jumlah elemen gigi yang hilang, kondisi jaringan pendukung gigitiruan, lokasi gigi yang hilang, usia pasien, kesehatan sistemik pasien, keinginan dan kebutuhan.1

Untuk mencapai keberhasilan perawatan prostodontik, suatu gigitiruan harus memenuhi beberapa syarat, meliputi retensi, stabilisasi, dukungan, oklusi, estetik dan tidak menimbulkan rasa sakit pada jaringan rongga mulut. Retensi merupakan daya tahan terhadap gaya yang melepaskan gigitiruan dalam arah yang berlawanan dengan arah pemasangan. Stabilitas merupakan kemampuan gigitiruan untuk dapat bergerak secara horizontal dengan baik dan konstan posisinya bila tekanan jatuh padanya.


(25)

Dukungan adalah daya tahan gigitiruan terhadap komponen vertikal dari pengunyahan atau tekanan-tekanan lain yang dijatuhkan ke arah daerah pendukung.1

Seorang dokter gigi dalam menjalankan tugasnya dituntut untuk bersikap profesional sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Gigi. Untuk mencapai kompetensi tersebut, pendidikan dokter gigi yang merupakan pendidikan profesi harus didasari oleh keilmuan yang kokoh. Dengan demikian seorang dokter gigi akan mempunyai kompetensi akademik-profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi yang didasari oleh pendidikan akademik, sehingga setelah selesai pendidikannya akan memiliki kemampuan melaksanakan praktik sesuai dengan keahliannya, bersikap profesional, dengan selalu membekali dirinya dengan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.7

Keberhasilan dalam perawatan gigitiruan tergantung pada upaya tiga pihak, yaitu dokter gigi yang membuat diagnosa, persiapan rencana perawatan dan melaksanakan prosedur klinis, tekniker gigi yang melakukan prosedur laboratorium pembuatan gigitiruan dan pasien dalam hal menyesuaikan diri terhadap gigitiruan dan menerima keterbatasan gigitiruan.8 Proses pembuatan gigitiruan bagi pasien melibatkan banyak prosedur terpisah yang saling berkaitan antara satu prosedur dengan prosedur lainnya dan hal tersebut merupakan faktor yang paling menentukan untuk keberhasilan perawatan gigitiruan. Prosedur yang harus dilakukan meliputi prosedur klinis dan prosedur laboratoris. Apabila salah satu prosedur yang dilakukan kurang tepat, maka gigitiruan yang dihasilkan tidak akan memuaskan, baik bagi pemakainya maupun operatornya.1,8

Setiap prosedur yang dilakukan, telah banyak dijelaskan di dalam berbagai buku untuk memandu dokter gigi dalam melakukan perawatan prostodontik secara optimal. Prosedur perawatan prostodontik juga telah diajarkan di dalam kurikulum oleh seluruh institusi pendidikan Kedokteran Gigi.9-13 Hasil penelitian Petropoulos dan Rashedi (2005 dan 2006) mengenai kurikulum klinis gigitiruan penuh dan gigitiruan sebagian lepasan pada institusi pendidikan kedokteran gigi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pendidikan prostodontik bervariasi antar institusi


(26)

pendidikan, namun sebagian besar institusi pendidikan menggunakan bahan maupun teknik yang sama dalam perawatan gigitiruan penuh, gigitiruan sebagian lepasan dan gigitiruan cekat.9,10

Aplikasi adalah kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari berupa hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah metode bekerja pada suatu kasus dan masalah yang nyata misalnya mengerjakan, memanfaatkan, menggunakan dan mendemonstrasikan.14,15 Berdasarkan penelitian Singh dkk (2011), hanya 11,4% dokter gigi di India Utara melaksanakan seluruh rangkaian prosedur, baik prosedur klinis maupun prosedur laboratoris oleh mereka sendiri, sedangkan 88,6%, prosedur laboratoris dilakukan oleh teknisi laboratorium11 Hasil penelitian Mendez (1985) dan Singh dkk (2011), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara prosedur yang diajarkan di fakultas, dan prosedur yang benar-benar dipraktikkan.11-12 Sebagian besar dokter gigi tidak mengikuti prosedur yang telah mereka pelajari selama masa pendidikan dan lebih mengikuti prosedur singkat dan sesuai kenyamanan mereka sendiri untuk melakukan perawatan prostodontik.12 Clark dkk (2001) melaporkan bahwa dokter gigi di Amerika Serikat dan di negara lain biasanya tidak menggunakan teknik restoratif tertentu yang telah dipelajari di fakultas, terdapat teknik alternatif yang sesuai untuk masing-masing kasus yang mereka rawat. Sementara mahasiswa kedokteran gigi menggunakan teknik yang telah diajarkan, kebanyakan dokter gigi lebih memilih untuk tidak menggunakannya atau memilih teknik yang berbeda yang mereka pelajari dari luar universitas.13 Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka sebagian besar dokter gigi tidak mengikuti prosedur yang telah mereka pelajari selama masa pendidikan.11-13

Hasil penelitian Singh dkk (2011) menyatakan, bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh dokter gigi dapat dikaitkan dengan kurangnya pengetahuan tentang bahan dan teknik serta keterampilan selama melakukan prosedur klinis perawatan prostodontik.12 Selain itu, beberapa penelitian menyebutkan keterbatasan waktu dan tingginya biaya juga merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh dokter gigi selama melakukan prosedur perawatan prostodontik.11-13,16-17


(27)

1.2 Permasalahan

Pada dasarnya prosedur perawatan prostodontik baik pada pembuatan gigitiruan penuh, gigitiruan sebagian lepasan maupun gigitiruan cekat telah diajarkan berdasarkan kurikulum yang ditetapkan oleh fakultas kedokteran gigi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dokter gigi tidak melaksanakan seluruh rangkaian prosedur peawatan yang diajarkan selama masa pendidikan yang penting untuk mencapai keberhasilan perawatan prostodontik. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu diadakan penelitian terhadap aplikasi prosedur perawatan prostodontik (GTP, GTSL dan GTC) pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan.

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik dokter gigi umum yang melakukan perawatan prostodontik di Kota Medan?

2. Bagaimana aplikasi prosedur perawatan prostodontik (GTP, GTSL dan GTC) pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan?

3. Apa saja masalah yang dihadapi oleh dokter gigi dalam melaksanakan prosedur perawatan prostodontik (GTP, GTSL dan GTC) pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan?

4. Berapa persentase perawatan GTP, GTSL dan GTC dari seluruh perawatan prostodontik yang dilakukan pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan tahun 2010-2012?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui karakteristik dokter gigi umum yang melakukan perawatan prostodontik di Kota Medan.

2. Untuk mengetahui aplikasi prosedur perawatan prostodontik (GTP, GTSL dan GTC) pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan.

3. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi oleh dokter gigi dalam melaksanakan prosedur perawatan prostodontik (GTP, GTSL dan GTC) pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan.


(28)

4. Untuk mengetahui persentase perawatan GTP, GTSL dan GTC dari seluruh perawatan prostodontik yang dilakukan pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan tahun 2010-2012.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Untuk memperoleh data mengenai aplikasi prosedur perawatan prostodontik pada praktik dokter gigi di Kota Medan.

2. Hasil penelitan ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi dokter gigi tentang prosedur perawatan prostodontik untuk menunjang keberhasilan perawatan.

3. Sebagai referensi bagi institusi pendidikan kedokteran gigi untuk lebih meningkatkan pemahaman dan pembelajaran perawatan prostodontik kepada mahasiswa.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan Continuing Dental Education dalam bidang prostodontik bagi dokter gigi.

2. Sebagai masukan bagi dokter gigi agar menerapkan seluruh prosedur perawatan prostodontik untuk menunjang keberhasilan perawatan.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Perawatan Prostodontik 2.1.1 Pengertian

Prosthodontics atau Prosthetic Dentistry dan disebut juga dengan ilmu Prostodonsia adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi, yang berhubungan dengan diagnosis, rencana perawatan, rehabilitasi dan pemeliharaan kesehatan mulut, kenyamanan, penampilan dan kesehatan pasien dengan cara mengganti gigi dan jaringan maksilofasial yang hilang atau tidak sempurna terbentuk dengan alat tiruan biokompatibel untuk pemulihan sistem stomatognasi.18 Hal ini sesuai dengan filosofi perawatan prostodontik yaitu "restore what is missing but also preserve what is remains", sehingga perawatan prostodontik yang dilakukan oleh dokter gigi tidak hanya untuk menggantikan struktur yang hilang tetapi memelihara struktur rongga mulut yang masih ada.2,3

2.1.2 Tujuan Perawatan Prostodontik

Perawatan prostodontik bertujuan untuk memperbaiki dan memelihara kesehatan umum pasien, memperbaiki fungsi, meliputi fungsi pengunyahan dan fungsi bicara, memperbaiki estetik sehingga menambah kepercayaan diri pasien dalam penampilan, merestorasi dan memelihara kesehatan gigi dan jaringan yang masih ada serta mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut dari struktur rongga mulut. 2,3 Hasil penelitian Roessler (2003) menyebutkan terdapat dua alasan utama pasien melakukan perawatan prostodontik yaitu untuk memperbaiki estetik terutama pada kasus pembuatan gigitiruan sebagian lepasan maupun gigitiruan cekat dan untuk meningkatkan fungsi pengunyahan.8


(30)

2.1.3 Jenis Perawatan Prostodontik 2.1.3.1Gigitiruan Lepasan

Gigitiruan lepasan merupakan jenis perawatan prostodontik yang menggantikan gigi serta jaringan pendukung pada kehilangan sebagian maupun seluruh gigi dengan gigitiruan yang dapat dipasang dan dilepas sendiri oleh pasien dari rongga mulut. Berdasarkan jumlah gigi yang digantikannya, gigitiruan lepasan terdiri atas gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) dan gigitiruan penuh (GTP).18,19

2.1.3.1.1Gigitiruan Penuh

Gigitiruan penuh (GTP) adalah gigitiruan yang menggantikan seluruh gigi-geligi yang hilang dan jaringan pendukungnya baik di rahang atas dan rahang bawah.

18,19

Tujuan pembuatan GTP adalah untuk memenuhi kebutuhan estetik, fonetik, dukungan oklusal, pengunyahan, kenyamanan dan kesehatan jaringan pendukung.1

2.1.3.1.2Gigitiruan Sebagian Lepasan

Gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigitiruan yang menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang dan jaringan pendukungnya pada rahang atas atau rahang bawah serta dapat dibuka pasang oleh pasien, terdiri atas GTSL akrilik dan GTSL kerangka logam. Indikasi pemakaian GTSL, yaitu: 3,5,18,19

1. Panjang daerah tidak bergigi tidak memungkinkan pembuatan GTC 2. Tidak terdapat gigi penyangga di sebelah distal ruang tidak bergigi 3. Resorpsi tulang alveolar berlebih

4. Bila dukungan sisa gigi asli kurang sehat atau belum erupsi sempurna.

2.1.3.2Gigitiruan Cekat

Gigitiruan cekat (GTC) didefinisikan sebagai gigitiruan yang memperbaiki mahkota gigi yang rusak atau menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang dengan bahan tiruan dan dipasangkan ke pasien secara permanen serta tidak dapat dibuka-buka oleh pasien, terdiri dari gigitiruan cekat mahkota (crown) dan jembatan (bridge).6,18,19Perawatan gigitiruan cekat berfokus untuk mengembalikan fungsi, estetik dan kenyamanan. Indikasi pemakaian GTC yaitu: 3,5


(31)

1. Menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang

2. Daerah tidak bergigi masih dibatasi oleh gigi asli pada kedua sisinya

3. Gigi yang dijadikan sebagai penyangga harus sehat dan jaringan periodontal baik

4. Pasien berumur 20-55 tahun.

2.1.3.3Gigitiruan Implan

Merupakan gigitiruan yang mempunyai dukungan dari bahan yang ditanamkan ke dalam tulang alveolar untuk mendapatkan retensi dan dukungan yang cukup terhadap gigitiruan cekat maupun gigitiruan lepasan.18

2.1.3.4Protesa Maksilofasial

Protesa maksilofasial merupakan jenis perawatan protodontik yang berhubungan dengan restorasi dan atau penggantian sistem stomatognatik dan struktur wajah yang disebabkan oleh adanya penyakit, tindakan bedah dan kelainan bawaan dengan alat tiruan yang dapat atau tidak dapat dilepas oleh pasien.18 Jenis protesa maksilofasial terdiri atas protesa ekstra oral dan intra oral. Protesa ekstra oral adalah protesa yang merestorasi dan atau menggantikan bagian dari wajah atau struktur kepala yang hilang seperti protesa mata, protesa hidung dan protesa telinga. Protesa intra oral adalah protesa yang merestorasi dan atau menggantikan kelainan struktur di dalam rongga mulut seperti obturator pada celah palatum, speech aids, palatal lifts dan feeding plate pada bayi.19

2.1.4Keberhasilan Perawatan Prostodontik

2.1.4.1Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Perawatan Prostodontik

Keberhasilan dalam perawatan prostodontik tergantung pada upaya tiga pihak, yaitu dokter gigi yang membuat diagnosa, persiapan rencana perawatan dan melaksanakan prosedur klinis, tekniker gigi yang melakukan prosedur laboratorium dan pasien dalam hal menyesuaikan diri terhadap gigitiruan dan menerima keterbatasan gigitiruan.8 Prosedur klinis dan prosedur laboratoris merupakan faktor


(32)

yang paling menentukan untuk keberhasilan perawatan prostodontik, hal ini disebabkan perawatan prostodontik bagi pasien melibatkan banyak prosedur terpisah yang saling berkaitan antara satu prosedur dengan prosedur lainnya sehingga harus ada komunikasi, kerjasama yang baik serta saling menghargai antara dokter gigi dan tekniker gigi selama melakukan pembuatan gigitiruan.17

2.1.4.2Syarat Keberhasilan Perawatan Prostodontik

Suatu perawatan prostodontik dikatakan berhasil apabila memenuhi beberapa persyaratan, antara lain retensi dan stabilisasi gigitiruan yang baik, dukungan yang cukup, oklusi harmonis, estetik serta nyaman dan tidak menimbulkan rasa sakit pada jaringan rongga mulut. Retensi merupakan daya tahan terhadap gaya yang melepaskan gigitiruan dalam arah yang berlawanan dengan arah pemasangan. Retensi disebut juga sebagai usaha mempertahankan posisi gigitiruan didalam rongga mulut yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adhesi, kohesi, tegangan permukaan antar fasial, daya tarik-menarik kapiler, tekanan atmosfer dan otot-otot rongga mulut dan wajah. Stabilitas merupakan kemampuan gigitiruan untuk dapat bergerak secara horizontal dengan baik dan konstan posisinya bila tekanan jatuh padanya. Kestabilan gigitiruan didapat dari kontak rapat antara basis gigitiruan dengan mukosa, besar dan bentuk daerah pendukung, kualitas cetakan fisiologis, bentuk permukaan yang dipoles serta lokasi dan susunan anasir gigitiruan. Sedangkan dukungan merupakan daya tahan gigitiruan terhadap komponen vertikal dari pengunyahan atau tekanan-tekanan lain yang dijatuhkan ke arah daerah pendukung. Dukungan terhadap gigitiruan didapat dari tulang rahang atas dan rahang bawah serta jaringan mukosa yang menutupinya. Dukungan akan bertambah dengan pemberian tekanan selektif yang serasi dengan kekenyalan jaringan yang tersedia untuk dukungan.1,2,3


(33)

2.2Aplikasi 2.2.1 Pengertian

Menurut Notoatmodjo, aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari berupa hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah metode bekerja pada suatu kasus dan masalah yang nyata misalnya mengerjakan, memanfaatkan, menggunakan dan mendemonstrasikan.14,15

2.2.2Aplikasi Prosedur Perawatan Prostodontik oleh Dokter Gigi

Hasil penelitian Mendez (1985) dan Singh dkk (2011), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara prosedur yang diajarkan di fakultas, dan prosedur yang benar-benar dipraktikkan.11,12 Sebagian besar dokter gigi tidak mengikuti prosedur yang telah mereka pelajari selama masa pendidikan dan lebih mengikuti prosedur singkat dan sesuai kenyamanan mereka sendiri untuk melakukan perawatan prostodontik.11 Clark dkk (2001) melaporkan bahwa dokter gigi di Amerika Serikat dan di negara lain biasanya tidak menggunakan teknik restoratif tertentu yang telah dipelajari di fakultas, terdapat teknik alternatif yang sesuai untuk masing-masing kasus yang mereka rawat. Sementara mahasiswa kedokteran gigi menggunakan teknik yang telah diajarkan, kebanyakan dokter gigi lebih memilih untuk tidak menggunakannya atau memilih teknik yang berbeda yang mereka pelajari dari luar universitas.13 Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka sebagian besar dokter gigi tidak mengikuti prosedur yang telah mereka pelajari selama masa pendidikan.11-13

2.3 Prosedur Perawatan Prostodontik

Perawatan prostodontik melibatkan banyak prosedur terpisah yang saling berkaitan antara satu prosedur dengan prosedur lainnya. Dalam hal ini, prosedur klinis dilaksanakan oleh dokter gigi terhadap pasien di ruang praktik. Setiap prosedur perawatan yang diaplikasikan, telah banyak dijelaskan di dalam berbagai buku dan


(34)

telah diajarkan di dalam kurikulum oleh seluruh institusi pendidikan kedokteran gigi untuk memandu dokter gigi dalam melakukan perawatan prostodontik secara optimal.9-13 Apabila salah satu prosedur yang dilakukan kurang tepat, maka gigitiruan yang dihasilkan tidak akan memuaskan, baik bagi pemakainya maupun operatornya.1,8

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, oleh sebab itu, sebagai bahan acuan prosedur perawatan prostodontik disesuaikan dengan kurikulum yang diajarkan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, yang meliputi:

2.3.1 Prosedur Perawatan Gigitiruan Penuh

Proses perawatan gigitiruan penuh yang harus dilakukan oleh dokter gigi terdiri dari beberapa tahap, antara lain:

2.3.1.1Prosedur Diagnostik

Prosedur diagnostik perlu diaplikasikan pada pasien yang akan membuat gigitiruan penuh untuk membantu dalam menetapkan diagnosa dan rencana perawatan, meliputi: 1,4,5

A. Informasi Sosial

Identitas pasien penting diketahui meliputi nama, usia, alamat, nomor telepon dan pekerjaan pasien. Informasi ini diperlukan bila akan menghubungi pasien lebih lanjut dan dapat memberikan petunjuk tentang keadaan sosial-ekonomi pasien. 1,4,5

B. Status Medis

Dokter gigi harus mengetahui kesehatan umum pasien khususnya kondisi yang mungkin berpengaruh terhadap perawatan gigitiruan. Kesehatan umum dapat diamati dari postur dan kondisi pasien yang terlihat pada saat kunjungan pertama pasien ke dokter gigi. Namun, harus dipastikan dengan mengadakan pemeriksaan lebih lanjut, baik dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terpilih, pemeriksaan objektif maupun berkonsultasi dengan dokter yang merawat pasien tersebut. Informasi kesehatan umum meliputi penyakit sistemik yang diderita pasien seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung, alergi, penyakit kronis lainnya serta


(35)

obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien harus dapat diketahui dengan jelas karena akan mempengaruhi keberhasilan perawatan yang akan dilakukan. 1,4,5

C. Sikap Mental Pasien

Dr. Milus House berdasarkan pengalaman klinisnya, mengklasifikasikan sikap mental pasien yang membuat gigitiruan menjadi empat kategori, yaitu philosophic, indifferent, critical dan skeptical. Sikap mental pasien merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam mendiagnosa pasien. Dokter gigi harus mampu mengerti dan memahami sikap pasien yang akan dilakukan perawatan. Untuk mengatasi sikap mental pasien pada dasarnya dokter gigi harus melakukan perawatan dengan penuh simpati, kesabaran dan bersikap empati terhadap pasien untuk mencapai keberhasilan perawatan prostodontik yang dilakukan.1

D. Riwayat Kesehatan Gigi dan Mulut

Dokter gigi harus mengetahui riwayat kesehatan gigi pasien dengan mengajukan beberapa pertanyaan, misalnya mengenai pencabutan terakhir gigi. Waktu dan gigi dibagian mana yang dicabut terakhir perlu diketahui. Apakah gigi tesebut sengaja dicabut atau tanggal sendiri. Bila tanggal sendiri mungkin ada sisa akar yang tertinggal. Lama jangka waktu antara pencabutan terakhir dengan saat dimulainya pembuatan gigitiruan akan mempengaruhi hasil perawatan. Informasi lain seperti prosedur kebersihan rongga mulut pasien, kebiasaan pasien misalnya mengunyah di satu sisi dan bruxism. Selain itu perlu diketahui kelainan rongga mulut yang pernah diderita serta perawatan yang pernah diterima oleh pasien. 1,4,5

Pada pasien yang pernah memakai gigitiruan, harus diberi kesempatan untuk menyampaikan keluhan tentang gigitiruannya yang lama. Hal ini penting untuk dijadikan petunjuk bagi dokter gigi agar dapat mengetahui permasalahan utama yang diinginkan oleh pasien sehingga dapat diperbaiki pada gigitiruannya yang baru. 1,4


(36)

E. Pemeriksaan Klinis

1. Pemeriksaan ekstra oral dan intra oral

Pemeriksaan ekstra oral meliputi bentuk muka, profil wajah, postur bibir saat istirahat dan selama berfungsi, sendi temporomandibular dan kemungkinan kebiasaan terkait dengan pemakaian gigitiruan seperti mengangkat gigitiruan rahang bawah dengan lidah. 1,4

Gambar 1. Pemeriksaan ekstra oral. (a) Bentuk Wajah dan (b) Profil Wajah 6

Pemeriksaan intra oral meliputi screening seluruh jaringan rongga mulut terhadap kelainan patologis yang dilakukan secara visual dan palpasi pada mukosa rongga mulut, linggir alveolar, palatum, lidah dan relasi rahang. Pemeriksaan terhadap jumlah serta konsistensi saliva perlu dilakukan karena berpengaruh pada retensi, stabilisasi serta kenyamanan pemakaian gigitiruan. Bila terdapat jaringan flabby, ridge tajam (knife edge), protuberensia tulang seperti torus, eksostosis dan jaringan hiperplasia perlu dilakukan pertimbangan tindakan pembedahan atau membuat desain khusus. Dokter gigi memegang peranan penting dalam deteksi dini oral neoplasia, khususnya karsinoma. Prosedur pembuatan gigitiruan harus ditunda bila terdapat kelainan patologis sampai seluruh jaringan rongga mulut dalam keadaan sehat. 1,4,5

2. Pemeriksaan gigitiruan

Tujuan dari pemeriksaan gigitiruan adalah untuk menentukan kualitas gigitiruan yang berhubungan dengan keluhan pasien mengenai gigitiruannya sehingga dapat dilakukan perbaikan pada gigitiruan yang baru. Pemeriksaan yang dilakukan


(37)

pada saat gigitiruan dikeluarkan dari rongga mulut meliputi kebersihan gigitiruan, bentuk umum, posisi gigi, oklusi, dan keausan gigitiruan. Kemudian dilakukan pemeriksaan gigitiruan di dalam rongga mulut meliputi adaptasi gigitiruan, border extension, freeway space, dimensi vertikal, oklusi sentrik, estetik, serta posisi gigi dan hubungannya terhadap lidah, pipi dan bibir, sebelum melakukan penilaian stabilitas dan retensi. 1,4

Keinginan dan harapan pasien terhadap gigitiruan yang akan dibuat sebaiknya harus diketahui pada saat kunjungan pertama. Harus disadari oleh pasien maupun dokter gigi bahwa gigitiruan yang akan dibuat harus dapat menciptakan fungsi rongga mulut dan keharmonisan hubungan dengan struktur rongga mulut lainnya serta jaringan sekitarnya.1

3. Model diagnostik

Pembuatan model diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui beberapa hal. Pada saat melakukan pencetakan model diagnostik, sensitivitas pasien terhadap prosedur yang dilakukan di rongga mulut, koordinasi aktifitas lidah dan faktor-faktor lain yang penting untuk penegakan diagnosa dapat diketahui lebih dini. Apabila masih terdapat gigi asli pada kedua rahang dan masih dapat dioklusikan, maka model diagnostik dapat dipasangkan ke artikulator sehingga hubungan oklusi yang ada dapat dicatat. Selain itu dokter gigi dapat mengevaluasi bentuk lengkung dan hubungan rahang serta mengevaluasi pemeriksaan intraoral yang telah dilakukan.1

4. Pemeriksaan radiografik

Pemeriksaan radiografik pada prinsipnya penting dilakukan untuk mengevaluasi kondisi setiap pasien yang memerlukan perawatan prostodontik sehingga kondisi di bawah membran mukosa yang secara klinis tidak ditemukan adanya kelainan, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan radiografik dapat diketahui adanya sisa akar, gigi terpendam maupun keadaan patologis seperti kista. Pemeriksaan radiografik juga dapat melihat keadaan jaringan periodontal gigi yang masih ada serta vitalitasnya, tebal submukosa yang menutupi tulang, lokasi kanalis mandibula, foramen mentale serta adanya tulang yang tajam. 1,4,5


(38)

Pemeriksaan radiografik panoramik dari kedua lengkung rahang ditambah dengan foto periapikal atau oklusal bila diperlukan sangat membantu didalam menegakkan diagnosa, namun perlu dipertimbangkan pemaparan radiasi pada pasien harus seminimal mungkin. Karena itu disarankan untuk melakukan pemeriksaan radiografik dengan menggunakan foto panoramik, sedangkan foto periapikal atau oklusal hanya bila diperlukan untuk pemeriksaan tambahan.4

2.3.1.2 Pencetakan Anatomis

Pencetakan anatomis berfungsi untuk mendapatkan batas dukungan gigitiruan dan memperoleh studi model. Sendok cetak yang digunakan untuk melakukan pencetakan anatomis adalah sendok cetak pabrik yang terbuat dari bahan metal atau plastik. Sendok cetak ini ada yang berlubang dan tidak berlubang. Bentuk sendok cetak untuk pasien edentulus membulat pada permukaan yang menutupi linggir alveolar. Sendok cetak harus disesuaikan terlebih dahulu pada rongga mulut pasien. Ukuran sendok cetak edentulus sekitar 5 mm lebih besar dari permukaan linggir alveolar agar memberikan tempat yang cukup untuk bahan cetak.1,4,20

Gambar 2. Sendok cetak logam dengan desain yang baik dalam berbagai ukuran.Tanda panah menunjukkan bentuk sendok cetak edentulus melengkung pada permuka-

an yang menutupi linggir alveolar dan daerah otot masseter dari sendok cetak tidak memiliki sudut yang tajam 20


(39)

Tepi sendok cetak harus dilapisi dengan soft boxing wax pada tuberositas dan vestibulum bukal untuk membantu adaptasi tepi sendok cetak dengan jaringan, melindungi jaringan perifer dari kekerasan tepi sendok cetak dan sebagai pembatas bagi bahan cetak alginat agar tidak mengalir jauh dari jaringan yang akan dicetak. Sendok cetak tidak boleh menyebabkan distorsi atau perubahan bentuk terhadap jaringan dan struktur yang harus berkontak dengan tepi serta permukaan gigitiruan.1,20

Gambar 3. Tepi sendok cetak yang telah dilapisi dengan soft boxing wax. Tanda panah menunjukkan soft boxing wax. 20

Bahan cetak yang sering digunakan untuk pencetakan anatomis adalah alginat (irreversible hidrocolloid) karena harga yang ekonomis, mudah untuk digunakan dan mempunyai viskositas yang tinggi. 20

Hasil cetakan, harus meluas mencakup seluruh jaringan pendukung gigitiruan dan perifer. Cetakan rahang atas harus meliputi kedalaman fungsional dari sulkus labial, bukal dan tuberositas serta mencakup hamular notch dan vibrating line pada bagian posterior. Pada cetakan rahang bawah harus meliputi kedalaman fungsional dari sulkus labial, bukal dan lingual serta mencakup retromolar pads dan fossa retromylohyoid di bagian posterior. 1,4,5,20


(40)

Gambar 4. Hasil cetakan anatomis yang mencakup seluruh daerah pendukung, tidak poreus dan terisi seluruhnya. (a) Rahang atas (b) Rahang bawah 20 Hasil cetakan harus segera diisi dengan bahan plaster of paris untuk mendapatkan studi model dan sebagai model untuk pembuatan sendok cetak fisiologis. 1,20

2.3.1.3Pencetakan Fisiologis

Prosedur pencetakan fisiologis bertujuan untuk mendapatkan model kerja untuk pembuatan basis gigitiruan. Pencetakan fisiologis menggunakan sendok cetak fisiologis yang dibuat dari bahan resin akrilik swapolimerisasi.20

Gambar 5. Sendok cetak fisiologis untuk (a) Rahang atas dan (b) Rahang bawah20

(a) (b)


(41)

a. Border Molding

Border molding atau disebut juga sebagai muscle trimming, merupakan proses pembentukan tepi-tepi sendok cetak fisiologis untuk mendapatkan anatomi struktur pembatas gigitiruan yang lebih akurat.20

Beberapa bahan telah digunakan untuk border molding pada sendok cetak fisiologis, antara lain modeling compound, heavy bodied vinyl polysiloxane dan polyether. Green stick compound merupakan bahan yang paling bagus digunakan karena memiliki beberapa keuntungan antara lain setting cepat, dapat digunakan kembali apabila dilakukan pengulangan prosedur border molding, karena kekakuannya dapat digunakan untuk memperpanjang sendok cetak yang terlalu pendek sekitar 3-4 mm, umumnya bahan cukup kental untuk mempertahankan bentuknya bila dalam keadaan lunak sehingga memberikan lebar yang ideal (2-3 mm) pada tepi sendok cetak, tidak menyebabkan perubahan dimensi yang signifikan setelah pengerasan serta menghasilkan detail jaringan secara halus. Bahan ini juga memiliki kelemahan yaitu dapat menyebabkan distorsi ketika dikeluarkan dari daerah undercut, dapat mengiritasi mukosa palatal serta menimbulkan aspirasi. 20

Wax spacer masih berada pada sendok cetak selama prosedur border molding berlangsung dan sebelum melakukan prosedur border molding, tepi sendok cetak dikurangi terlebih dahulu 2 mm dari batas jaringan yang harus dicetak.1,4 Apabila menggunakan green stick compound sebagai bahan border molding, secara bertahap compound dipanaskan dengan lampu spiritus dan didinginkan sedikit hingga mencapai suhu kerja sekitar 49oC (120oF) sampai 60oC (140oF), kemudian dimasukkan ke dalam rongga mulut pasien untuk membentuk tepi yang cocok dengan gerakan fisiologis dari struktur anatomi pembatas gigitiruan. Prosedur border molding dilakukan secara berurutan dimulai dari vestibulum bukal, kemudian vestibulum labial, daerah posterior palatum pada rahang atas dan bagian lingual dari rahang bawah.20


(42)

Gambar 6. Hasil border molding dengan green stick compound pada sendok cetak fisiologis yang dilakukan secara berurutan per regio. (a) Rahang atas (b) Rahang bawah 20

Setelah prosedur border molding selesai, wax spacer dibuang dari permukaan dalam sendok cetak fisiologis kemudian dibuat lubang dengan round bur nomor 6 pada daerah median palatine raphe, daerah anterolateral dan posterolateral dari palatum durum untuk sendok cetak rahang atas, serta di tengah-tengah daerah alveolar dan fosa retromolar untuk sendok cetak rahang bawah. Lubang-lubang ini dimaksudkan sebagai jalan keluar bagi bahan cetak yang berlebih, memberikan retensi bagi bahan cetak, mengurangi tekanan secara selektif dan mencegah perpindahan jaringan saat pencetakan fisiologis.1,4,20

Gambar 7. Sendok cetak fisiologis rahang atas dengan border molding dan lubang.


(43)

b. Teknik Mencetak

Pencetakan fisiologis dilakukan dengan menggunakan teknik mukokompresi. Jaringan lunak di rongga mulut harus dalam keadaan sehat diistirahatkan terlebih dahulu sebelum membuat cetakan fisiologis. Untuk itu, pasien harus melepas gigitiruannya minimal 24 jam sebelum pencetakan fisiologis.1

Dua faktor yang terpenting untuk mendapatkan cetakan yang baik untuk gigitiruan penuh yaitu bentuk dan ketepatan sendok cetak fisiologis serta penempatan yang tepat dari sendok cetak fisiologis pada jaringan pendukung gigitiruan penuh di rongga mulut.1

2.3.1.4Penentuan Basis Gigitiruan dan Oklusal Rim

Basis gigitiruan dan oklusal rim berfungsi untuk membangun kontur wajah, membantu dalam pemilihan gigi, membangun dan mempertahankan dimensi vertikal oklusi selama pencatatan hubungan rahang, membuat catatan interoklusal, sebagai panduan pada penyusunan anasir gigitiruan, sebagai panduan untuk penanaman model kerja kembali (remounting) pada artikulator setelah pasang percobaan dan sebagai cetakan wax-up untuk permukaan eksternal gigitiruan penuh.20

a. Basis Gigitiruan

Basis gigitiruan harus memenuhi syarat, antara lain harus stabil pada model kerja dan pada rongga mulut, harus kaku, adaptasi yang baik pada model, menutupi seluruh jaringan pendukung lengkung rahang, estetik dan nyaman bagi pasien. Resin akrilik swapolimerisasi merupakan bahan yang paling sering digunakan sebagai basis gigitiruan ini karena memiliki kekuatan, kekakuan dan adaptasi yang baik pada model kerja dan di dalam mulut.1,4,5,17,20

Daerah undercut pada model rahang di blocking out dengan wax agar mudah memisahkan basis tanpa merusak model. Seluruh permukaan basis yang berkontak dengan bibir, pipi dan lidah harus halus dan dipoles untuk memberi kenyamanan bagi pasien saat memakai gigitiruan. Basis gigitiruan pada daerah puncak linggir alveolar,


(44)

lereng labial dan lereng bukal harus tipis untuk memperoleh ruangan bagi penyusunan anasir gigitiruan.1,20

b. Oklusal Rim

Bahan oklusal rim dari baseplate wax sering digunakan karena mudah dimanipulasi di laboratorium, mudah dibentuk untuk memperoleh kontur rongga mulut yang tepat, estetik, dapat dibentuk sesuai ukuran dan bentuk gigi serta nyaman bagi pasien.20

Oklusal rim diletakkan di atas linggir yang sebelumnya dibuat basis gigitiruan dan dengan lembut ditekan sampai oklusal rim sejajar dengan basis pada model. Rim direkatkan dengan basis dan seluruh daerah yang kosong pada labial dan lingual ditambahkan dengan wax, kemudian oklusal rim dihaluskan.20

Ukuran dan bentuk eksternal dari oklusal rim sangat penting, harus sama dengan gigi asli yang akan digantikan. Tinggi oklusal rim rahang atas pada daerah anterior sekitar 22 mm yang diukur dari dasar perlekatan frenulum labial dan sekitar 12 mm dari basis di daerah tuberositas. Lebar labio-lingual sekitar 8-10 mm di posterior, dan 6-8 mm pada regio anterior. Tinggi oklusal rim pada rahang bawah sekitar 18 mm, sedangkan tinggi bagian posterior tidak melebihi setengah tinggi retromolar pad, lebar 3 mm ke arah bukal sedangkan ke arah lingual lebar tidak melebihi perluasan medial dari tepi sayap lingual. Inklinasi oklusal rim pada labial dari kaninus ke kaninus sekitar 15o untuk memberikan dukungan bibir yang memadai.20

Gambar 8. Ukuran dan bentuk basis dan oklusal rim.(a)rahang atas (b)rahang bawah20


(45)

Oklusal rim yang dipasang dalam mulut pasien harus tampak normal, dengan persyaratan yaitu:

Ekstra Oral:

1) Sulcus nasolabial, sulcus mentolabial, commisura bibir dan filtrum pasien harus mendapat dukungan yang baik dari oklusal rim. Jika tidak ada dukungan, maka sulcus nasolabial, sulcus mento labial dan filtrum menjadi rata serta commisura kendor, namun jika dukungan berlebihan sulcus nasolabial, sulcus mentolabial berubah bentuk dan dangkal, filtrum akan hilang alurnya dan commisura berubah ke arah lateral.

2) Bibir dan pipi tidak boleh tampak cembung atau cekung bila oklusal rim berada dalam mulut. Oklusal rim yang baik harus mendukung bibir dan pipi serta otot-otot ekspresi wajah secara normal.1,4,5,17,20

Intra Oral:

1) Bidang oklusal dari oklusal rim rahang atas sejajar garis interpupil mata jika dilihat dari depan dan sejajar garis alanasi-tragus (Camper’s line) apabila dilihat dari arah lateral yang diukur dengan occlusal guide plane.

2) Pada posisi istirahat fisiologis dan bibir pasien dalam keadaan rileks, bidang oklusal dari oklusal rim rahang atas terlihat kira-kira 2 mm dibawah bibir atas.

Gambar 9. Hubungan antara garis interpupil mata, Camper’s line dan bidang oklusal 17


(46)

3) Bidang oklusal dari oklusal rim rahang atas dan rahang bawah harus berkontak rapat jika dioklusikan

4) Garis median pada oklusal rim harus sesuai dengan garis median pasien. 5) Garis kaninus akan membuat garis lurus jika ditarik dari pupil mata ke

sudut mulut.1,4,5,17,20

Setelah oklusal rim memenuhi persyaratan, selanjutnya dapat dilakukan pengukuran dimensi vertikal dan relasi sentrik. 1,4,5,17,20

2.3.1.5Penentuan Hubungan Rahang

Hubungan rahang didefinisikan sebagai suatu keadaan hubungan rahang bawah terhadap rahang atas dan dinyatakan dengan hubungan rahang dalam arah vertikal dan hubungan rahang dalam arah horizontal. Kedua hubungan rahang ini saling mempengaruhi satu sama lain.17

Hubungan rahang dalam arah vertikal disebut juga dengan dimensi vertikal. Dimensi vertikal sering diartikan sebagai tinggi wajah vertikal yang ditentukan oleh besarnya ruang antar rahang. Terdapat dua keadaan dimensi vertikal yaitu dimensi vertikal oklusi dan dimensi vertikal istirahat fisiologis, sehingga dalam mulut terdapat selisih ruang dari kedua dimensi vertikal tersebut yang dikenal sebagai jarak interoklusal (free way space) yang dalam keadaan normal berkisar antara 2-4 mm. Sedangkan hubungan rahang dalam arah horizontal yang sering dikenal dengan relasi sentrik, merupakan hubungan horizontal maksilomandibular ketika rahang bawah dalam posisi paling posterior.17

Banyak metode yang dapat digunakan untuk menentukan dimensi vertikal dan relasi sentrik pada pasien edentulus, namun pengukuran sering dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa metode sehingga mendapatkan hasil pengukuran yang lebih akurat. Ketidaktepatan dalam menentukan hubungan rahang baik dimensi vertikal maupun relasi sentrik akan menyebabkan berbagai keluhan dari pasien diantaranya gangguan fungsi pengunyahan, bicara, estetik dan mempertahankan kesehatan jaringan pendukung gigitiruan penuh serta akan mempengaruhi sendi temporomandibular.17,20


(47)

a. Pengukuran Dimensi Vertikal

Pada pengukuran dimensi vertikal gigitiruan penuh, dimensi vertikal istirahat ditentukan terlebih dahulu kemudian pengukuran dimensi vertikal oklusi. Dimensi vertikal istirahat fisiologis diartikan sebagai posisi netral dari rahang bawah pada saat otot-otot membuka dan menutup mulut berada dalam keadaan seimbang. Dimensi vertikal istirahat fisiologis diukur pada saat rahang bawah dalam keadaan istirahat fisiologis dengan cara pasien didudukkan dalam keadaan rileks dengan posisi kepala sedemikian rupa dimana alanasi-tragus sejajar lantai, buat tanda berupa dua titik pada wajah, satu diatas puncak hidung dan satu lagi pada bagian paling menonjol dari dagu pasien. Pasien diinstruksikan untuk melakukan gerakan menelan dan rahang bawah dibiarkan dalam keadaan posisi istrirahat fisiologis, ukur jarak kedua titik tersebut. Kemudian pasien diinstruksikan untuk mengucapkan huruf “mmm” berdengung dan secara bersamaan dilakukan pengukuran jarak kedua titik kembali. Apabila hasil pada kedua pengukuran sama, maka posisi tadi dapat diterima sebagai dimensi vertikal istirahat. Pengukuran ini harus dilakukan beberapa kali, pasien diajak berbicara dan rileks diantara kedua pengukuran tersebut.17,20

Setelah ukuran dimensi vertikal istirahat diperoleh, kemudian dikurangi dengan jarak free way space sekitar 2-3 mm sehingga didapatkan hasil akhir yang merupakan dimensi vertikal oklusal pendahuluan. Masukkan oklusal rim ke dalam mulut dan pasien diinstruksikan menutup mulut hingga mencapai kontak minimal antara oklusal rim rahang atas dan oklusal rim rahang bawah. Oklusal rim disesuaikan hingga mencapai dimensi vertikal oklusal pendahuluan. Untuk mengetahui ketepatan dari dimensi vertikal, dilakukan dengan tes fonetik. Pasien diintruksikan untuk mengucapkan kata-kata yang mengandung huruf desis yaitu huruf “S”, contohnya mengucapkan angka dari “sebelas” sampai “sembilanbelas”. Pada saat pasien mengucapkan kata-kata ini, harus terdapat celah diantara kedua oklusal rim di daerah gigi premolar yang besarnya skitar 2-4 mm. Jarak ini disebut ruang bicara terkecil (closest speaking space). Secara estetik, ketika oklusal rim berkontak, bibir harus bersentuhan secara minimal dan dagu tidak terlihat terlalu dekat dengan hidung.17,20,21


(48)

b. Pengukuran Relasi Sentrik

Apabila dimensi vertikal yang benar telah ditetapkan, selanjutnya dilakukan penetapan hubungan rahang pada dataran horizontal yaitu relasi sentrik. Pengukuran relasi sentrik dapat dilakukan dengan metode statis, fungsional dan grafik. Metode statis lebih sering digunakan karena praktis dan dapat dilakukan berulang-ulang. Penetapan relasi sentrik dengan metode statis dilakukan dengan cara: 4

1) Persiapkan groove berbentuk V dengan kedalaman 3-4 mm pada oklusal rim rahang atas yang ditempatkan secara bilateral di regio molar satu-premolar dua. Oleskan gel petroleum pada daerah yang bersentuhan dengan lawan wax rim dan masukkan oklusal rim rahang atas ke dalam mulut pasien.

2) Persiapkan daerah berbentuk kotak dengan kedalaman 2-3 mm pada oklusal rim rahang bawah yang ditempatkan secara bilateral di regio molar satu-premolar dua. Isi daerah tersebut dengan bahan beeswax lunak dan masukkan oklusal rim rahang bawah ke dalam mulut pasien.

3) Pasien didudukkan dengan rileks dan posisi kepala didukung oleh sandaran kepala. Oklusal rim berada di dalam mulut pasien. Stabilkan oklusal rim rahang atas dengan ibu jari dan jari telunjuk, kemudian ibu jari dan jari tangan lainnya ditempatkan pada permukaan labial oklusal rim rahang bawah untuk menstabilkan basis gigitiruan pada posisi linggir serta memandu rahang bawah pasien ke posisi relasi sentrik. Pasien diinstruksikan membuka dan menutup mulut pelan-pelan. Pada saat pasien membuka mulut, rahang bawah didorong ke belakang perlahan-lahan tanpa paksaan dan berhenti pada saat oklusal rim mencapai dimensi vertikal yang telah ditentukan sebelumnya. Gerakan ini dicobakan beberapa kali hingga pasien melakukannya dengan benar dan terbiasa dengan posisi tersebut.

4) Setelah dimensi vertikal dan relasi sentrik diperoleh, lalu oklusal rim difiksasi. Pasien dan oklusal rim tidak boleh bergerak selama bahan pencatat mengeras.

Apabila bahan pencatat telah mengeras, pasien membuka mulut secara hati-hati dan oklusal rim beserta catatan interoklusalnya dikeluarkan dari mulut sebagai satu unit. Bahan pencatat yang berlebihan dibuang dan lakukan pengecekan, kedua


(49)

oklusal rim tidak boleh berkontak pada daerah distal. Kemudian oklusal rim dikembalikan pada model kerja dan ditanam pada artikulator.1,4

2.3.1.6Pemilihan Warna Anasir Gigitiruan Penuh

Warna mempunyai 4 sifat yaitu hue, chroma, value dan translusens yang seluruhnya terlibat dalam pemilihan gigi.1

a. Hue, yaitu warna khas yang dihasilkan oleh gelombang cahaya tertentu yang jatuh pada retina. Merupakan warna itu sendiri, seperti biru, merah, hijau dan kuning.

b. Saturasi (Chroma) ialah jumlah warna per unit area dari suatu obyek. Misalnya beberapa gigi tampak lebih kuning dari yang lain. Warna dasarnya mungkin sama, tetapi ada sesuatu yang lain pada beberapa gigi dibandingkan yang lain.

c. Kecemerlangan(Value) ialah terang atau gelapnya sesuatu obyek. Variasi dalam kecemerlangan dihasilkan oleh pengenceran warna (hue) dengan putih atau hitam

d. Kebeningan (translusens) ialah sifat suatu obyek yang memungkinkan cahaya menembus melaluinya tetapi tidak memberikan bayangan yang dapat dibedakan.

Pemilihan warna anasir gigitiruan akan mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan perawatan. Pada umumnya pemilihan warna dapat disesuaikan dengan umur, warna kulit, rambut atau pupil serta jenis kelamin pasien.1 Untuk memilih warna gigi yang sesuai bagi pasien biasanya digunakan pedoman warna gigi (shade guide).20

Gambar 10. Salah satu contoh shade guide pada pemilihan warna anasir GTP20


(50)

Pemilihan warna gigi dilakukan di hari yang cerah, dengan menundukkan pasien dekat dengan cahaya alamiah dan dibawah sinar lampu yang mendekati sinar matahari. Pengamatan dengan pedoman warna dilakukan dalam posisi, yaitu:

1) Di luar mulut disamping hidung, yang menentukan warna dasar, kecemerlangan dan saturasi.

2) Di balik bibir dengan hanya tepi insisal yang terlihat, yang akan menunjukkan pengaruh warna gigi ketika mulut pasien relaks.

3) Di balik bibir dengan hanya bagian servikal yang tertutup dan mulut terbuka, yang menentukan pencahayaan gigi saat tersenyum.1

2.3.1.7Pasang Percobaan Gigitiruan Penuh

Pasang percobaan estetik dan fungsional merupakan kesempatan akhir bagi dokter gigi untuk memastikan bahwa gigitiruan wax telah memenuhi syarat estetik, fonetik dan fungsional bagi pasien serta untuk memastikan bahwa oklusal rim berada pada hubungan horizontal dan vertikal yang benar pada artikulator sebelum gigitiruan diproses. Prosedur ini juga akan memberikan kesempatan kepada pasien untuk memberikan penilaian terhadap gigitiruan yang akan dibuat.20

Pemeriksaan pada artikulator meliputi posisi gigi, bentuk lengkung rahang, perluasan basis wax pada daerah sulkus, retromolar pad dan aspek posterior palatum serta pemeriksaan terhadap oklusi dan konturing wax. Pemeriksaan intraoral mencakup adaptasi dan kecekatan dari basis, retensi dan stabilisasi, dukungan wajah, fonetik, dimensi vertikal, relasi sentrik, estetik dalam hal bentuk, susunan dan warna gigi. Setelah itu pasien dianjurkan untuk melakukan penilaian terhadap penampilan wajah dengan gigitiruan di depan cermin dibantu oleh anggota keluarga yang mendampingi untuk mencapai kesepakatan pada penampilan gigitiruan yang diusulkan.1,4,5,17,20

Apabila akan dilakukan perubahan terhadap posisi, bentuk, ukuran dan warna gigi serta pemilihan warna basis gigitiruan, hal tersebut perlu dikonsultasikan terlebih dahulu dengan pasien. Setelah itu pasien menandatangani formulir pernyataan kepuasan pasien dengan susunan gigitiruan. Gigitiruan dikirim kembali ke


(1)

Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

4) Pencetakan fisiologis Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu

5) Penentuan vertikal dimensi Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu

6) Penentuan relasi sentrik Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu

7) Pemilihan warna anasir gigitiruan Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

8) Pasang percobaan GTP Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu 9) Pemasangan kembali GTP ke

artikulator (Remounting)

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

10)Pemeriksaan pada saat pemasangan GTP

a. Retensi Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

b. Stabilisasi Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

c. Oklusi Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu


(2)

11)Pemeriksaan pasca

pemasangan GTP

d. Pemeriksaan I: 1-3 hari atau lebih pasca pemasangan GTP

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu e. Pemeriksaan II:

≥1 minggu setelah

pemeriksaan I

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu

GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

3. Apakah dokter melaksanakan pembuatan gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) sebagai salah satu perawatan di praktik ?

Ya Tidak

4. Dalam perawatan gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) pada kasus free end, apakah dokter melakukan:

Prosedur Klinis Ya Tidak

Apa permasalahan yang dokter alami ketika melakukan prosedur klinis tersebut ?

(Jawaban boleh lebih dari satu)

1) Prosedur Diagnostik

a. Pemeriksaan ekstra oral

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

b. Pemeriksaan intra oral

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

c. Pemeriksaan model diagnostik

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

d. Pemeriksaan Radiografik

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu


(3)

gigitiruan lama (bila ada gigitiruannya)

Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

2) Pencetakan anatomis

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

3) Border molding pada sendok cetak fisiologis

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu

4) Pencetakan fisiologis

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu

5) Penentuan vertikal dimensi

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu

6) Penentuan relasi sentrik

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu

7) Pemilihan warna anasir gigitiruan

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

8) Pasang percobaan GTSL

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu 9) Pemeriksaan

pada saat pemasangan GTSL

a. Retensi Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

b. Stabilisasi Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….


(4)

Merasa tidak perlu

c. Oklusi Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

d. Pemeriksaan pasca

pemasangan GTSL

a. Pemeriksaan I: ≥ 1 minggu pasca

pemasangan

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

b. Pemeriksaan II: 1 minggu setelah pemeriksaan I

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

GIGITIRUAN CEKAT

5. Apakah dokter melaksanakan pembuatan gigitiruan cekat (GTC) sebagai salah satu perawatan di praktik ?

Ya Tidak

6. Dalam perawatan gigitiruan cekat (GTC), apakah dokter melakukan:

Prosedur Klinis Ya Tidak

Apa permasalahan yang dokter alami ketika melakukan prosedur klinis tersebut ?

(Jawaban boleh lebih dari satu)

1) Prosedur Diagnostik

a. Pemeriksaan ekstra oral

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

b. Pemeriksaan intra oral

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

c. Pemeriksaan model diagnostik

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

d. Pemeriksaan Radiografik

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori


(5)

Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

2) Pencetakan anatomis

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu

3) Pemilihan warna gigitiruan

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

4) Preparasi gigi penyangga

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu

5) Retraksi gingival

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu

6) Pencetakan fisiologis

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu

7) Pemasangan restorasi sementara

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu

8) Pasang percobaan GTC

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu

9) Pemasangan sementara GTC

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan………….

Merasa tidak perlu 10)Pemasangan tetap GTC (pemeriksaan

adaptasi marginal terhadap kelebihan semen pada sulkus ginggiva dan bawah pontik)

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu


(6)

11)Pemeriksaan pasca

pemasangan GTC

a. Pemeriksaan I: 1 atau 2 minggu

pasca pemasangan

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

b. Pemeriksaan II: ≥ 1 minggu setelah

pemeriksaan I

Waktu Kurang menguasai teknik Biaya Kurang menguasai teori Alat dan Bahan lain-lain, sebutkan…………. Merasa tidak perlu

7. Berapa jumlah kasus perawatan prostodontik yang telah dokter lakukan selama tahun 2010-2012 ?

Jawab:

Jenis Perawatan Prostodontik Tahun

2010 2011 2012 GTP

GTSL

Resin akrilik Kerangka

logam GTC Mahkota

Jembatan Total