Ekonomi Faktor-Faktor Penyebab Fenomena Seksualitas Pada Novel Desperadoes Campus

dan seksi. Sama halnya dengan Pak Romli, Pak Samsuri juga terkenal sebagai dosen yang genit dengan mahasiswinya, sampai-sampai ia sempat didemo oleh aktivis mahasiswa karena kegenitannya tersebut. Seiring perjalanan waktu, Pak Samsuri kembali ke habitatnya, yakni sifat genitnya terhadap mahasiswi-mahasiswi cantik kambuh lagi setelah beberapa saat bersikap alim akibat didatangi oleh para aktivis mahasiswa. seiring waktu yang terus berjalan, dan para aktivis mahasiswa yang menuntut itu sudah lulus dari almamaternya, tingkah polah Pak Samsuri dan dosen-dosen di UBA pun kumat lagi, bahkan semakin menjadi. DC 2008:130 Dari kutipan di atas diketahui bahwa perilaku Pak Samsuri yang genit memang sudah menjadi tabiatnya jika melihat mahasiswi cantik. Begitu pula dengan Pak Zainul. Skripsiku mulai aku tulis sedikit demi sedikit. Aku sudah berdiskusi dengan dosen pembimbingku Pak Zainul Hafidz. Beliau dosen yang masih cukup muda dibandingkan Pak Romli atau Pak Samsuri. Tapi gayanya cukup mentue‟ sok tua dan alim seakan-akan tak pernah tersentuh dosa. Padahal yang kutahu, nggak jarang dia mencuri pandang ,elihat mahasiswi-mahasiswi seksi dengan pakaian ketat, termasuk aku. Ah..., bagiku dosen-dosen di UBA semuanya desperado, bandit-bndit nekad yang tidak tahu malu dan tidak tahu diri. DC 2008:132 Kutipan di atas menunjukkan bahwa sosok Pak Zainul sebagai dosen muda yang cerdas dan alim, juga memiliki sikap yang sama dengan Pak Samsuri dan Pak Romli, yang juga doyan melirik mahasiswi-mahasiswi cantik dan seksi.

4.3.6 Ekonomi

Setiap orang pasti memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, seperti halnya Saras yang membutuhkan sesuatu untuk mempertahankan hidupnya. Sebagai anak perempuan yang dijadikan harapan keluarganya di desa, ia merasa memiliki tanggungjawab yang besar agar dapat membahagiakan keluarganya. Oleh karena itu ia tidak mau membebani orangtuanya dengan meminta uang lebih selain untuk biaya kuliah. Sengaja aku kost dekat dengan kampus, apalagi kalau bukan demi pengiritan biaya. Aku tak punya modal untuk uang transportasi, apalagi membeli kendaraan untuk pulang pergi kuliah. Ah, nggak mungkin banget. DC 2008:25 Saras rela hidup sederhana di kota asalkan biaya kuliahnya tidak terbengkalai sehingga tidak membebani orangtuanya yang bekerja keras mencari nafkah untuknya. Saras tetap menjaga prinsipnya untuk serius kuliah agar mendapatkan gelar sarjananya dan cepat mendapatkan pekerjaan yang layak, meskipun tawaran menggiurkan silih berganti menghampirinya dengan alasan membantu biaya kuliah. “Kita kan bekerja buat cari duit buat bantu ortu biayai kuliah? Kalau jual diri kita ggak, kok. Tapi kalau dipegang-pegang atau dicium pengunjung itu wajarlah, yang penting kita nggak lebih dari itu.” DC 2008:36 Saras tetap memegang prinsipnya untuk tak pernah mengambil apalagi melakukan pekerjaan sebagai pekerja malam, meskipun dengan iming-imingu untuk dapat mengurangi beban biaya kuliah yang ditanggung kedua orang tuanya di kampung. Prinsipnya tersebut berhasil dipegang sebelum Saras terkena ilmu pelet Pak Romli, dan sebelum ia terlanjur ternodai oleh dosen tua itu. Keinginan hanya sebatas mimpi kala Saras benar-benar terjerumus ke dalam lubang hitam di kehidupan yang paling ia benci, yakni kehidupan malam. Tapi inilah satu-satunya jalan yang harus kulalui demi menghidupi diri di tengah kesombongan kota. Aku butuh makan, aku butuh pakaian, aku butuh tempat tinggal, aku butuh uang, aku butuh jalan-jalan, aku butuh seperti apa yang dibutuhkan orang lain. DC 2008:174 Kebutuhan di kota yang semakin tinggi, memaksa Saras untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang cepat, instan, meskipun ia tau itu salah. Ia menggunakan kebutuhannya untuk dapat bertahan hidup di kota besar sebagai pembenaran atas pekerjaan yang ia jalani.

4.3.7 Budaya Dalam