Budaya Organisasi Pemerintahan Gampong Bireuen Meunasah Capa Utara

(1)

BUDAYA ORGANISASI PADA PEMERINTAHAN GAMPONG BIREUEN MEUNASAH CAPA

SKRI PS I

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Strata Satu (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

O l e h :

M U H A M M A D A K B A R P R I B A D I 0 7 0 9 0 3 0 5 0

D E P A R T E M E N I L M U A D M I N I S T R A S I N E G A R A F A K U L T A S I L M U S O S I A L D A N I L M U P O L I T I K

U N I V E R S I T A S S U M A T E R A U T A R A M E D A N


(2)

A B S T R A K S I

BUDAYA ORGANISASI PEMERINTAHAN GAMPONG BIREUEN MEUNASAH CAPA UTARA

Nama : Muhammad Akbar Pribadi NIM : 070903050

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin NST M. Si

Dikeluarkannya Qanun Nomor 5 tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai implementasi dari UU no 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Gampong kemudian dilihat sebagai kesatuan masyarakat hukum dan adat dalam struktur kekuasaan terendah dan mempunyai wilayah kekuasaan sendiri serta memiliki kekayaan atau sumber pendapatan sendiri pula. Sebagai bentuk kearifan budaya masyarakat Aceh, gampong memiliki sistem nilai tersendiri yang tercermin dalam budaya organisasinya. Pemerintahan Gampong adalah wujud dari bersatunya nilai adat dan agama dalam suatu system pemerintahan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Budaya Organisasi Pemerintahan Gampong Bireuen Meunasah Capa dan untuk mengetahui peran Budaya Organisasi dalam memajukan Gampong Bireuen Meunasah Capa. Selain melihat budaya organisasi pada pemerintahan gampong secara utuh, penelitian ini juga mencoba mengungkapkan kemajuan gampong dengan diterapkan sistem pemerintahan gampong.

Metode yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah studi deskriptif dengan memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu fenomena. Penelitian ini menggunakan format desain deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan,meringkaskan berbagai fenomena sosial yang menjadi objek penelitian. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan, ditelaah, kemudian . Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah budaya organisasi pada pemerintahan gampong Bireuen Meunasah Capa.

Hasilnya secara organisasi Pemerintahan Gampong adalah organisasi yang kompleks dan sangat maju. Nilai-nilai adat dan agama yang menjadi dasar dari Pemerintahan Gampong membuat Pemerintahan Gampong cukup mampu menjadi sebuah organisasi yang memiliki keseimbangan. Melalui lembaga-lembaga yang ada serta sokongan dana dari pemerintah provinsi melalui progam Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG), Pemerintahan Gampong mampu mempercepat pembangunan Gampong (desa), karena nilai-nilai adat dan agama yang ada di dalamnya mampu menjadi alat pemersatu.


(3)

K A T A P E N G A N T A R

Bismillahir r ahm a nir r ahiim ,

Segala Puji Bagi Allah SWT Sang Maha Pencipta. Atas Karunia dan Nikmat yang diberikan, sehingga Kehidupan Alam Jagat Raya ini masih dapat dirasakan, dilihat dan dinikmati oleh penulis. Rasa syukur tak terhingga kepada Sang Maha Penyayang atas nikmat hidup, umur dan amanah yang diberikan di dunia ini serta shalawat dan salam penulis hadiahkan kepada Baginda Rasulullah, Muhammad SAW, pembawa pesan mulia bagi umat manusia dan pembawa rahmat bagi seluruh alam beserta keluarga dan para sahabat beliau yang telah bahu membahu membawa umat manusia ke alam tercerahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul :

“BUDAYA ORGANISASI PEMERINTAHAN GAMPONG BIREUEN MEUNASAH CAPA UTARA”. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan guna memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Selanjutnya, penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari dorongan berbagai pihak, baik berupa dorongan moral maupun bantuan materiil. Semangat, dukungan, dari berbagai pihak ini membuat penulis harus menyelesaikan skripsi ini sesegera mungkin. Terutama bagi orang yang melahirkan dan membesarkan penulis hingga saat ini, pendidik mulai dari dalam kandungan hingga penulis dewasa seperti saat ini. Beliau adalah Ibunda Romaniar dan Ayahanda Sabaruddin T yang dengan segenap hati telah membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis. Begitu juga kepada kakak-kakak penulis


(4)

Muhammad Akmal Pribadi, Riska Amelia dan Rauya Fitri yang selama ini menjadi tempat

penulis untuk berbagi di dalam keluarga.

Selama mengerjakan skripsi ini, dimulai dari awal hingga penyelesaiannya, penulis banyak mendapatkan kemudahan dan kontribusi berkat pihak-pihak lain, baik langsung maupun tidak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Melalui kata pengantar ini, ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si dan selaku Ketua Departemen dan pembimbing penulis yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP Selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.

4. Para Dosen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga Bapak dan Ibu dosen selalu dalam rahmat dan lindungan Allah SWT. Sehingga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat dikemudian hari.

5. Para Staf Pegawai Departemen Ilmu Administrasi Negara dan Bagian Pendidikan Departemen Ilmu Administrasi Negara, kepada Kak Mega dan Kak Dian yang telah banyak membantu memberikan kemudahan dalam urusan administrasi.

6. Kepada seluruh staf Pemerintahan Gampong Meunasah Capa, terutama kepada Keuchik Zainal Bahryus yang telah memberi kemudahan bagi penulis saat menyusun penelitian. Selanjutnya kepada Imam Gampong Tgk. Sofian Suri dan Ketua Tuha Peut H. Ibrahim AR yang telah meluangkan waktunya bagi penulis. Dan terima kasih sebesar-besarnya


(5)

penulis ucapkan kepada seluruh masyarakat gampong Bireuen Meunasah Capa yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini

7. Kepada Camat Kota Juang bapak Dahlan SE yang telah memudahkan penulis dalam memperoleh data-data untuk menyempurnakan penelitian penulis.

8. Kepada semua rekan-rekan baik senioren maupun junior yang telah membantu penulis meyelesaikan studi di FISIP USU.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan pahala dari Allah SWT. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin ya Rabbal alamin.

Med an , J uli 201 3 P enul is


(6)

D A F T A R I S I

ABSTRAKSI i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Perumusan Masalah 7

1.3 Tujuan Penelitian 7

1.4 Manfaat Penelitian 7

1.5 Kerangka Konseptual 8

1.6 Definisi konsep 9

1.7 Sistematika Penulisan 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budaya Organisasi 11

2.1.1 Budaya 11

2.1.2 Organisasi 12

2.1.3 Budaya Organisasi 14

2.1.4 Karakteristik Budaya Organisasi 17

2.1.5 Fungsi Budaya Organisasi 19

2.2 Gampong 20

2.2.1 Desa 20


(7)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian 25

3.2 Lokasi Penelitian 25

3.3 Subjek dan Informan Penelitian 26

3.4 Teknik Pengumpulan Data 26

3.5 Teknik Analisis Data 28

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Kabupaten Bireuen 29

4.1.1 Kabupaten Bireuen 29

4.2 Kecamatan Kota Juang 31

4.2.1 Monografi Kecamatan Kota Juang 31

4.3 Gampong Bireuen Meunasah Capa 36

4.3.1 Profil Gampong Bireuen Meunasah Capa 36 4.3.2 Monografi Gampong Bireuen Meunasah Capa 37

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Keterbatasan Penelitian 39

5.2 Kerangka Penyajian 39

5.3 Karakteristik Informan 40

5.4 Pembahasan 41


(8)

6.1 Kesimpulan 57

6.2 Saran 59


(9)

D A F T A R T A B E L

Tabel 4.1 Penduduk Menurut Umur

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kemukiman, Gampong,Kepala Keluarga dan Jenis Kelamin

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kemukiman, Gampong,Kepala Keluarga dan Jenis Kelamin

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Gampong Bireuen Meunasah Capa Menurut Kelompok Umur Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Gampong Bireuen Meunasah Capa Menurut Tingkat

Pendidikan

Tabel 5.1 Karakteristik Informan Utama Tabel 5.2 Karakteristik Informan Kunci Tabel 5.3 Karakteristik Informan Tambahan


(10)

D A F T A R G A M B A R


(11)

A B S T R A K S I

BUDAYA ORGANISASI PEMERINTAHAN GAMPONG BIREUEN MEUNASAH CAPA UTARA

Nama : Muhammad Akbar Pribadi NIM : 070903050

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin NST M. Si

Dikeluarkannya Qanun Nomor 5 tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai implementasi dari UU no 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Gampong kemudian dilihat sebagai kesatuan masyarakat hukum dan adat dalam struktur kekuasaan terendah dan mempunyai wilayah kekuasaan sendiri serta memiliki kekayaan atau sumber pendapatan sendiri pula. Sebagai bentuk kearifan budaya masyarakat Aceh, gampong memiliki sistem nilai tersendiri yang tercermin dalam budaya organisasinya. Pemerintahan Gampong adalah wujud dari bersatunya nilai adat dan agama dalam suatu system pemerintahan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Budaya Organisasi Pemerintahan Gampong Bireuen Meunasah Capa dan untuk mengetahui peran Budaya Organisasi dalam memajukan Gampong Bireuen Meunasah Capa. Selain melihat budaya organisasi pada pemerintahan gampong secara utuh, penelitian ini juga mencoba mengungkapkan kemajuan gampong dengan diterapkan sistem pemerintahan gampong.

Metode yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah studi deskriptif dengan memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu fenomena. Penelitian ini menggunakan format desain deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan,meringkaskan berbagai fenomena sosial yang menjadi objek penelitian. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan, ditelaah, kemudian . Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah budaya organisasi pada pemerintahan gampong Bireuen Meunasah Capa.

Hasilnya secara organisasi Pemerintahan Gampong adalah organisasi yang kompleks dan sangat maju. Nilai-nilai adat dan agama yang menjadi dasar dari Pemerintahan Gampong membuat Pemerintahan Gampong cukup mampu menjadi sebuah organisasi yang memiliki keseimbangan. Melalui lembaga-lembaga yang ada serta sokongan dana dari pemerintah provinsi melalui progam Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG), Pemerintahan Gampong mampu mempercepat pembangunan Gampong (desa), karena nilai-nilai adat dan agama yang ada di dalamnya mampu menjadi alat pemersatu.


(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Otonomi daerah merupakan hal yang sangat menarik bila kita amati perkembangannya dalam sistem pemerintahan di Indonesia, karena sejak para pendiri negara (founding leaders) menyusun format negara, konsep otonomi daerah telah diakomodasikan di dalam UUD khususnya Pasal 18 UUD 1945 dengan dilakukannya pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa

Selain itu melalui Pasal 18 UUD 1845 pemerintah juga mengakui dan menghormati adanya kesatuan masyarakat adat yang menjalankan aktifitas tradisionalnya selama tidak bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Kausar AS:(dalam Jurnal Otonomi Daerah, Vol. VII,No.3, Agustus-September 2007)

Indonesia sebagai Negara Bangsa (nation state),mewadahi banyak keragaman budaya yang tumbuh di dalam masyarakat. Setiap keragaman budaya yang tumbuh di Indonesia terbentuk melalui proses sejarah yang sangat panjang yang kemudian melembaga dan diyakini oleh masyarakatnya. Termasuk didalamnya adalah lembaga-lembaga yang berupa institusi pemerintahan yang bercorak khusus di setiap daerah. Oleh karena itu UUD 1945 sebagai konstitusi NKRI mengakui keberadaan dan menghormati satuan-satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa

Hal ini sesuai dengan yang telah dikemukakan oleh Bagir Manan, bahwa otonomi luas harus lebih diarahkan pada pengertian kemandirian, yaitu kemandirian untuk secara bebas mengurus rumah tangganya sendiri, menurut prinsip umum pemerintahan atau negara berotonomi. (Menyongsong Fajar Otonomi Daerah 2001. Hal. 186)


(13)

Kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat tersebut membuat beberapa pemerintah daerah tetap mempertahankan corak lokal kedaerahannya. Salah satunya adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sejarah panjang keberadaan masyarakat Aceh di bumi nusantara, memperlihatkan bahwa kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di daerah Aceh telah mampu menata kehidupan kemasyarakatan yang unik, egaliter dan berkesinambungan dalam menyikapi kehidupan duniawi dan ukhrawi.

Sebuah falsafah kehidupan bermasyarakat telah menjadi pegangan umum masyarakat Aceh, yakni “Adat bak po teumeureuhom, Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putro Phang,

Reusam bak Laksamana“ yang bila diartikan “ Adat dari Sultan (pemimpin), Hukum dari

Ulama, Peraturan dari Putri Pahang (mahkamah Rakyat), Diplomasi dan etika dari Panglima”. Hal ini masih dapat diartikulasikan dalam persfpektif modern bernegara serta mengatur pemerintahan yang demokratis dan bertanggung jawab dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Falsafah tersebut merupakan suatu visi sebagai wujud dari adanya sinergisitas antara kehidupan masyarakat dengan adat dan agama. Keinginan masyarakat Aceh untuk menjalankan syariat Islam di Aceh merupakan bagian dari identitas budaya masyarakat Aceh menunjukkan bahwa adat dan agama merupakan satu kesatuan dalam kehidupan manyarakat Aceh yang menjadi dasar bagi struktur kekeluargaan dan hubungan dengan sosialnya.

Dengan dikeluarkannya Qanun Nomor 5 tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, paradigma itupun kemudian berubah. Gampong kemudian dilihat sebagai kesatuan masyarakat hukum dan adat dalam struktur kekuasaan terendah dan mempunyai wilayah kekuasaan sendiri serta memiliki kekayaan atau sumber pendapatan sendiri pula.


(14)

Dalam Pasal 1 (6) Qanun Nomor 5 tahun 2003 disebutkan : ”Gampong atau nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung berada di bawah Mukim atau nama lain yang menempati wilayah tertentu, yang dipimpin oleh Keuchik atau nama lain dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.” Sementara itu dalam Pasal 10 Qanun Nomor 5 tahun 2003 disebutkan bahwa pemerintah Gampong terdiri dari Keuchik dan Imeum Meunasah beserta Perangkat Gampong. Dalam Pasal 11 Qanun Nomor 5 tahun 2003 dijelaskan pula bahwa Keuchik adalah Kepala Badan Eksekutif Gampong dalam penyelenggaraan Pemerintahan Gampong.

Dalam Pemerintahan Gampong, bidang eksekutif Gampong dilaksanakan oleh Keuchik dan Teungku Imuem Meunasah dengan urusan yang berbeda. Di gampong, Pimpinan Keagamaan itu adalah Teungku Imuem Meunasah. Namun demikian, dalam Gampong posisi Imuem Meunasah setara dengan Keuchik walau masing-masing memiliki urusan yang berbeda. Imam gampong menyangkut dengan keagamaan, ketua tuhapet menyangkut dengan urusan gampong dan adat-istiadat, kemudian keuchik itu mengangkut dengan pemerintahan.

Begitu juga dengan bidang legislatif. Dalam Gampong secara tegas dibatasi bahwa unsur legislatif adalah di luar badan eksekutif. Ini sejalan dengan Pasal 1 (7) Qanun Nomor 5 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa Tuha Peuet Gampong atau nama lain adalah Badan Perwakilan Gampong yang terdiri dari unsur ulama, tokoh adat, pemuka masyarakat dan cerdik pandai yang ada di Gampong. Jadi, Tuha Peut Gampong biasanya dipilih dari berbagai unsur. Unsur pemerintahan diambil biasanya orang yang sudah menjabat sebagai Keuchik atau orang yang sudah pernah terlibat dalam Pemerintahan Gampong.

Demikian halnya dengan pertanggungjawaban. Dalam kepemimpinan Keuchik, pertanggungjawaban dilakukan kepada masyarakat. Dalam kenyataan, biasanya hal itu


(15)

dilaksanakan melalui Tuha Peut. Dan pemilihan Keuchik dan Tuhapet juga dilaksakan secara oleh masyarat gampong.

Apabila dilihat sebagai sebuah organisasi pemerintahan maka pemerintah Gampong bisa dikatakan sebagai organisasi pemerintahan yang sangat maju. Fungsi eksekutif dan legislatif berlangsung dengan sangat baik dan sistematis. Setiap lembaga yang dibentuk menjalankan fungsi dan perannya dengan baik dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat.

Kenyataan itu mempertegas bahwa nilai yang terkandung dalam kearifan lokal masyarakat aceh tersebut menciptakan suatu budaya organisasi dimaksudkan agar birokrasi pemerintah Gampong lebih mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efisien kepada masyarakat/warga Gampong. Seperti uraian Suryono (dalam Jurnal Administrasi Negara, 2001 : 53), bahwa birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralisasi, inovatif, fleksibel dan responsif.

Peneyerapan nilai-nilai kearifan lokal tersebut diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi kebetuhan dan kepentingan yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi pemerintah desa dapat menyediakan pelayanannya sesuai dengan harapan masyarakat sebagai pelangganrya. Meskipun juga yang perlu diperhatikan adalah kualitas dan kuantitas dari aparat pemerintah desa itu sendiri, yakni aparatur pemerintah desa harus mempunyai kemampuan (capabelity), memiliki loyalitas kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistency atau coherency).

Dengan sistem Pemerintahan Gampong, sistem demokrasi dari bawah (bottom-up) benar-benar dapat dilaksanakan, misalnya dalam penyusunan Rusam (peraturan Gampong). Rancangan peraturan Gampong yang disusun oleh Keuchik bersama perangkat Gampong


(16)

(pemerintah desa) kemudian disodorkan kepada Tuha Puet Gampong untuk diadakan rapat membahas rancangan tersebut. Pengambilan keputusan terhadap materi dalam peraturan Gampong tersebut didasarkan pada aspirasi dankebutuhan masyarakat yang telah ditampung oleh anggota Tuha Peut Gampong sebagai wewenang dan tanggung jawabnya.

Adanya semangat demokrasi dalam hal ini menunjukkan demokratisasi telah merambah segi kehidupan di Gampong sesuai dengan semangat reformasi dan Otonomi Khusus. Bahwa demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan yang ditata dan diorganisir berdasarkan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat (popular sovereignity), kesamaan politik (political equality), konsultasi atau dialog dengan rakyat (popular consultation), dan berdasarkan pada aturan suara mayoritas (Ranny dalam Thoha, 2003 : 99).

Menurut Muklir dan M. Akmal (Dosen FISIP Universitas Malikussaleh) dalam penelitiannya mengenai ”Demokratisasi Pemerintahan Gampong Dalam mendukung Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam” adapun Dampak Positif dari dilaksanakannya Pemerintahan Gampong ini Pertama, Meningkatkan responsivitas aparatur pemerintah gampong. Kedua, meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan gampong. Dan

ketiga,Transparansi penyelenggaraan pemerintahan gampong.

Kolaborasi adat dan agama yang ada di masyarakat Aceh tidak bisa dilepaskan baik aspek politik maupun sosial kemasyarakatan. Salah satu yang menjadi ciri identitas masyarakat Aceh ialah relasi antara raja, adat, dan ulama yang begitu kuat serta terdapat pembagian kekuasaan yang terstruktur antara ketiganya. Menurut Antony Reid, masyarakat Aceh dibentuk bersama oleh negara (held together by a state).


(17)

Adat Istiadat dan Agama telah menjadi nilai yang mengisi sendi-sendi organisasi pemerintahan Gampong di Aceh. Nilai tersebut menjadi suatu budaya organisasi tersendiri yang membuat Pemerintahan Gampong menjadi unik dan demokratis. Dalam hal ini peneliti ingin meneliti sejauh mana Budaya organisasi tersebut berperan dalam memajukan Gampong itu sendiri.

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan diatas maka penulis terarik untuk meneliti Budaya Organisasi pada Pemerintahan Gampong di Gampong Bireuen Meunasah

Capa.”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan diatas maka penulis merumuskan masalah penelitian ini adalah: “Bagaimanakah Budaya Organisasi pada Pemerintahan

Gampong di Gampong Bireuen Meunasah Capa?”

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Budaya Organisasi pada Pemerintahan Gampong Bireuen Meunasah Capa.

2. Untuk mengetahui peran Budaya Organisasi dalam memajukan Gampong Bireuen Meunasah Capa.

1.4. Manfaat Penelitian


(18)

1. Secara Ilmiah, untuk menambah khasanah ilmiah dan sumbangan bagi pengembangan teori-teori dalam ilmu Administrasi Negara khususnya dalam kaitannya dengan bentuk pemerintahan desa dan Budaya Organisasi.

2. Secara Akademis, sebagai suatu tahapan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah dan menuangkannya dalam bentuk karya ilmiah dan menuangkannya dalam bentuk karya ilmiah dan sebagai syarat untuk menyelesaikan studi Strata-1 di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan masukan yang positif bagi pihak yang terkait dalam penelitian ini.

1.5. Definisi Konseptual

Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggenaralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan. Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Adapun konsep yang diteliti adalah Budaya Organisasi dalam suatu Pemerintahan Gampong.

Budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah- masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota- anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah- masalah terkait.

Budaya Organisasi juga adalah perangkat sistem nilai- nilai ( values ), keyakinan- keyakinan ( beliefs ), asumsi- asumsi (assumptions ), atau norma- norma yang telah lama


(19)

berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah- masalah organisasi.

1.6. Kerangka Konsep

Gambar I.1 Skema Kerangka Konsep OTONOMI KHUSUS

BUDAYA ORGANISASI

1. KEUCHIK

2. IMAM MEUNASAH

3. LEMBAGA TUHA

PEUT

4. LEMBAGA TUHA

LAPAN

5. SIDANG REUSAM

GAMPONG

6. KENDURI

7. DANA PEUMAKMUE

GAMPONG

ADAT ISTIADAT AGAMA


(20)

1.7. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka konseptual, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan mengenai teori-teori, yang berkaitan dengan Budaya Organisasi dan pemerintahan dengan peninjauan dari berbagai pustaka.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, Informan, tekhnik pengumpulan data, dan tekhnik analisis data.

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian yang relevan dengan studi penelitian yakni gambaran umum dan data monografi Gampong Bireuen Meunasah Capa.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini terdiri dari penyajian data; analisa data; dan pembahasan hasil penelitian atau interpretasi dari data-data yang ada..

BAB VI PENUTUP


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Organisasi

2.1.1 Budaya

Budaya berasal dari kata buddayyah (bahasa Sanskerta) yang artiuya budi (hati nurani) dan akal (intelegensi). Suatu bangsa dikatakan berbudaya tinggi dapat dilihat dari tingginya budi dan akal para warganya, dalam bentuk keanekaragaman hasil budayanya (keindahan seni tari, seni patung, seni bangunan, Serta kemajuan ilmu dan teknologinya).

Berikut ini adalah pendapat para ahli mengenai budaya: (dalam Moeljono,2003:16)

1. Budaya adalah sebagai gabungan kompleks asumsi, tingkah laku, cerita, mitos,metafora, dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi organisasi masyarakat tertentu (Stonner).

2. Budaya adalah suatu pola, semua susunan baik materi maupun perilaku yang sudah diadopsi masyarakat sebagai suatu cara tradisional dalam memecahkan masalah-masalah para anggotanya. Budaya didalamnya juga termasuk cara yang telah diorganisasi, kepercayaan, norma, nilai-nilai budaya implisit, serta premis-premis yang mendasar dan mengandung suatu perintah (Kretch).

Sedangkan pendapat yang lain yaitu: (dalam Pabundu Tika 2006:2)

1. Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggota masyarakat (Edward Burnett).


(22)

2. Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan dan dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan, dan merasakan terkait dengan masalah-masalah tersebut (Schein).

Dari defenisi budaya di atas, dapat diketahui bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam budaya terdiri dari ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat, asumsi-asumsi dasar, system nilai, pembelajaran/pewarisan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal serta cara mengatasinya.

3.1.2. Organisasi

Perkataan organisasi berasal dari bahasa Yunani yaitu organon yang berarti alat, bagian. anggota atau bagian badan. Sedangkan kata “organisasi” itu mempunyai dua pengertian umum. Pengertian pertama menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional, seperti organisasi perusahaan, rumah sakit, perwakilan pemerintah atau suatu perkumpulan olahraga. Pengertian kedua berkenaan dengan proses pengorganisasian, sebagai suatu cara dalam mana kegiatan organisasi dialokasikan dan ditugaskan diantara para anggotanya agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien.

Beberapa ahli mendefenisikan organisasi sebagai: (dalam Malayu 2003:1 1)

1. Organisasi dapat diartikan sebagai proses penentuan dan pengelompokan pekerjaan yang akan dikerjakan, menetapkan dan melimpahkan wewenang dan tanggung jawab, dengan


(23)

maksud untuk memungkinkan orang-orang bekerja sama secara efektif dalam mencapai tujuan (Louis A. Allen).

2. Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur, dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Organiasi hanya merupakan alat dan wadah saja (Malayu Hasibuan).

3. Organisasi adalah pola keadaan di mana sejumlah orang banyak, sangat banyak mempunyai teman berhubungau langsung dengan semua yang lain, dan menangani tugas-tllgas yang kompleks, menghubungkan mereka sendiri satu sama lain dengan sadar, penentuan dan pencapaian yang sistematis dari tujuan-tujuan yang saling disetujui (John m. Pfifner dan Frank P. Sherwood).

Sedangkan menurut L. F. Urwick (dalam Winardi 2003:13) bahwa organisasi-organisasi lebih dari hanya alat untuk menciptakan barang-barang dan menyelenggarakan jasa-jasa. Organisasi menciptakan kerangka, dimana banyak diantara kita melaksanakan proses kehidupan. Sehubungan dengan organisasi-organisasi menimbulkan pengaruh besar atas perilaku kita.

Sehingga organisasi dapat disimpulkan sebagai kerja sama antara dua orang atau lebih dalam kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu, yang tidak mungkin dilaksanakan oleh individu-individu yang bertindak secara sendiri-sendiri, dimana tujuan organisasi tersebut diarahkan pada penciptaan barang-barang dan menyelenggarakan jasa-jasa.

3.1.3. Budaya Organisasi

Jika orang-orang bergabung dalam sebuah organisasi, mereka membawa nilai-nilai dan kepercayaan yang telah diajarkan kepada mereka. Tetapi sering terjadi, nilai-nilai tersebut tidak


(24)

cukup membantu individu yang bersangkutan untuk sukses dalam organisasi. Yang bersangkutan perlu belajar bagaimana organisasi tersebut melakukan kegiatannya. Biasanya diberikan training untuk merestrukturisasikan cara berpikir. Mereka diajarkan untuk berpikir dan bertindak sepeni yang dikehendaki organisasi.

Budaya organisasi memberikan ketegasan dan mencerminkan spesifikasi suatu organisasi sehingga berbeda dengan organisasi lain. Budaya organisasi melingkupi sehiruh pola perilaku anggota organisasi dan menjadi pegangan bagi setiap individu dalam berinteraksi, baik di dalam ruang lingkup internal maupun ketika berinteraksi dengan lingkungan eksternal.

Oleh karena itu menurut Schein, secara komprehensif budaya organisasi didefenisikan sebagai pola asumsi dasar bersama yang dipelajari oleh kelompok dalam suatu organisasi sebagai alat untuk memecahkan masalah terhadap penyesuaian faktor eksternal dan integrasi faktor internal, dan telah terbukti sah, dan oleh karenanya diajarkan kepada para anggota organisasi yang baru sebagai cara yang benar untuk mempersepsikan, memikirkan dan merasakan dalam kaitannya dengan masalah-masalah yang dihadapi. Hal ini cukup bemilai dan, oleh karenanya pantasdiajarkan kepada para anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, beipikir, dan berperasaan dalam hubungannya dengan problem-problem tersebut (dalam Hessel Nogi 2005:15)

Defenisi tersebut terlalu kompleks sehingga menurut Robbins, budaya organisasi cukup didefenisikan sebagai sebuah persepsi ummm yang dipegang teguh oleh para anggota organisasi dan menjadi sebuah sistem yang me-miliki kebersamaan pengerrian (2005:53l).

Robbins (2002:279) juga menjelaskan bahwa budaya organisasi menyangkut bagaimana para anggota melihat organisasi tersebut, bukan menyangkut apakah para anggota organisasi


(25)

menyukainya atau tidak, karena para anggota menyerap budaya organisasi berdasarkan dari apa yang mereka lihat atau dengar di dalam organisasi. Dan anggota organisasi cenderung mempersepsikan sama tentang budaya dalam organisasi tersebut meskipun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda ataupun bekerja pada tingkat-tingkat yang berlainan dalam organisasi tersebut.

Sehingga budaya organisasi dapat disimpulkan sebagai nilai-nilai yang menjadi pegangan sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan juga perilakunya di dalam suatu organisasi.

Menurut Schein budaya organisasi memiliki 3(tiga) tingkat yaitu: (dalam Stonner 1996:183)

1. Artifak (artifact) adalah hal-hal yang ada bersama untuk menentukan budaya dan mengungkapkan apa sebenarnya budaya itu kepada mereka yang memperhatikan budaya. Artifak termasuk produk, jasa dan bahkan pola tingkah laku dari anggota sebuah organisasi.

2. Nilai-nilai yang didukung (espoused values) adalah alasan yang diberikan oleh sebuah organisasi untuk mendukung caranya melakukan sesuatu.

3. Asumsi dasar (basic assumption) adalah keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi.Budaya menetapkan caa yang tepat untuk melakukan sesuatu di sebuah organisasim seringkali lewat asumsi yang diucapkan.

Oleh karena itu budaya organisasi akan menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh para anggota organisasi; menentukan batas-batas normatif perilaku anggota organisasai; menentukan sifat dan bentuk-bentuk pengendalian dan pengawasan organisasi;


(26)

menentukan gaya manajerial yang dapat diterima oleh para anggota organisasi; menentukan cara-cara kerja yang tepat, dan sebagainya. Secara spesifik peran penting yang dimainkan oleh budaya organisasi (birokrasi) adalah membantu menciptakan rasa memiliki terhadap organisas menciptakan jati diri para anggota organisasi; menciptakan keterikatan emosion antam organisasi dan pekerja yang terhbat didalamnya; membantu menciptakz stabilitas organisasi sebagai sistem sosial; dan menemukan pola pedoman perilals sebagai hasil dari norma-norma kebiasaan yang terbentuk dalam keseharian

Begitu kuatnya pengaruh budaya organisasi (birokrasi) terhadap perilaku para anggota organisasi, maka budaya organisasi (birokrasi) mampu menetapkan tapal batas untuk membedakan organisasi (birokrasi) lain; mampu membentuk identitas organisasi dan identitas kepribadian anggota organisasi daripada komitmen yang bersifat kepentingan individu; mampu meningkatkan kemantapan keterikatan sistem sosial; dan mampu beriimgsi sebagai mekanisme pembuatan makna dan simbol-simbol kendali perilaku para anggota organisasi.

2.1.4 Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Robbins terdapat 10 karakteristik yang apabila dicampur dan dicocokkan akan menjadi budaya organisasi. Kesepuluh karakteristik budaya organisasi tersebut sebagai berikut ( Tika, 2006-10) :

1. Inisiatif Individual

Adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan atau indepedensi yang dipunyai tiap individu dalam mengemukakan pendapat. Inisitif individu tersebut harus dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi.


(27)

2. Toleransi terhadap tindakan beresiko

Dalam budaya organisasi perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif, dan mengambil resiko. Suatu budaya organisasi dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota/ para pegawai untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan organisasi serta berani mengambil resiko terhadap apa yang telah dilakukannya.

3. Pengarahan

Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi. 4. Integrasi

Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong unit- unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit- unit organisasi dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.

5. Dukungan Manajemen

Dukungan Manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan

6. Kontrol

Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan- peraturan atau norma- norma yang berlaku dalam suatu organisasi. Untuk itu diperlukan sejumlah peraturan dan tenaga pengawasan ( atasan langsung ) yang dapat digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku peagwai dalam suatu organisasi.


(28)

Identitas dimaksudkan sejauh mana para anggota suatu organisasi dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional tertentu.

8. Sistem imbalan

Sistem imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi imbalan ( seperti kenaikan gaji, promosi, dan sebagainya ) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan sebaliknya didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.

9. Toleransi terhadap konflik

Sejauh mana para anggota didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang sering terjadi dalam suatu organisasi.

10.Pola komunikasi

Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hirarki kewenangan yang formal. Kadang-kadang hirarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan dan bawahan atau antarkaryawan itu sendiri.

2.1.5 Fungsi Budaya Organisasi

Ada beberapa pendapat mengenai fungsi budaya organisasi, antara lain: (dalam Pabundu Tika 2006: 13)

1. Menurut Robbins yaitu sebagai berikut:

a. Berperan menetapkan batasan.


(29)

c. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas daripada kepentingan individual seseorang.

d. Meningkatkan stabilitas sosial karena merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi.

e. Sebagai mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu dan membentuk sikap serta perilalcu para karyawan.

2. Parsons dan Marton mengemukakan bahwa fungsi budaya organisasi adalah

memecahkan masalah-masalah pokok dalam proses survival suatu kelompok dan adaptasinya terhadap lingkungan eksternal serta proses integrasi internal.

Dari beberapa fungsi utama budaya organisasi tersebut, dapat kita lihat bahwa budaya organisasi memiliki peranan besar dalam kemajuan organisasi. Tanpa adanya Budaya Organisasi, maka suatu organiasi tidak akan bertahan lama.

2.2 Gampong

2.2.1 Pengertian Desa

Secara etimologis istilah atau perkataan “desa” berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran” (Soeparmo, 1977:15). Selain itu defenisi yang dikemukakan oleh Kartohadikoesoemo (1984:16) tentang desa sebagai suatu kesatuan hukum, dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri. Desa menurut Eko (2007) dapat dibedakan menjadi dua makna, yaitu tempat (place) dan sebagai ruang (space). Sebagai tempat (place), desa memiliki wilayah, kekuasaan, tata pemerintahan, tata ruang, sumberdaya lokal, identitas lokal dan komunitas. Desa pada mulanya terbentuk karena adanya kearifan lokal dan adat lokal dalam suatu kelompok masyarakat untuk mengatur serta


(30)

mengurus pengelolaan sumberdaya lokal seperti kebun, sungai, tanah, hutan, dan sebagainya yang diperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat komunal. Atas dasar inilah kemudian konstitusi dan regulasi negara memberikan pengakuan atas keberadaan masyarakat adat atau desa.

2.2.2 Pengertian Pemerintahan Gampong

Pemerintahan desa di Aceh disebut gampong. Gampong merupaka struktur masyarakat di Aceh yang terkecil yang berada di bawah Mukim. Penyelenggaraan pemerintah gampong merupakan hal yang sangat mendasar sebagai cerminan dari adat yang berlaku di Aceh. Sesuai dengan yang disebutkan dalam Qanun Prov. NAD Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong dalam Prov. NAD, dalam Penjelasannya mengupayakan agar gampong mampu melaksanakan 4 keistimewaan Aceh ditingkat gampong yaitu; penyelenggaraan kehidupan beragama, kehidupan adat, pendidikan dan peran ulama dalam penerapan kebijakan daerah. Struktur masyarakat di Aceh dari yang terkecil sampai yang terbesar adalah sebagai berikut :

1. Gampong (desa)

2. Mukim (kumpulan desa-desa) 3. Daerah Ulee balang (distrik)

4. Daerah Sagoe (kumpulan beberapa mukim) 5. Kesultanan

Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Pemerintahan Desa di Aceh disebut gampong. Gampong adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempumyai organisasi pemerintahan terendah langsung berada di bawah mukim atau nama lain yang


(31)

menempati wilayah tertentu, yang pimpin oleh Keuchik atau nama lain yang berhak melaksanakan rumah tangganya sendiri. Terdapat tiga unsur pimpinan gampong yaitu Keuchik,

Teungku Meunasah dan Tuha Peut, akan tetapi dalam menjalankan kekuasaan lebur menjadi satu

dan dijalankan oleh Keuchik.

Terdapat gabungan gampong-gampong yang disebut Mukim di kepalai oleh Imam

Mukim. Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Prov. NAD yang terdiri atas

gabungan beberapa gampong yang mempunyai batas-batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Imam mukim. Jabatan ini dipegang secara turun temurun. Karena di Aceh masyarakat pedesaannya kuat dipengaruhi agama Islam maka peranan Teungku Meunasah di gampong sangat berpengaruh. Biasanya pemerintahan desa tersebut dilaksanakan oleh Imeum, Keuchik dan Teungku Meunasah bersama-sama dengan majelis urueng tuha.

Gampong dalam arti phisik merupakan sebuah kesatuan wilayah yang meliputi tempat hunian, blang, padang dan hutan. Dalam arti hukum, gampong merupakan Persekutuan Masyarakat Hukum Adat yang bersifat territorial. Sedangkan kampong merupakan tempat hunian berbagai belah yang meliputi wilayah tempat hunian, padang, persawahan dan hutan.

Belah di Aceh Tengah merupakan persekutuan masyarakat hukum adat. Persekutuan hukumnya

bersifat geanologis (hubungan darah).

Pemerintahan di tingkat gampong terdiri dari beberapa pejabat, yaitu : a) Keuchik gampong (kepala desa). Keuchik gampong berkewajiban :

1. Menjaga ketertiban, keamanan dan adat dalam desanya 2. Menjalankan perintah atasan


(32)

4. Menjalankan tugas sosial kemasyarakatan yang dikemas dalam istilah keureuja udep dan keureja mate

5. Ikut serta dala setiap peristiwa hukum seperti ; transaksi tanah, perkawinan dan lain-lain

6. Memberi keadilan di dalam perselisihan-perselisihan

b) Teungku Imam Meunasah. Merupakan pimpinan di bidang keagamaan, mulai dari

mengaji Al Qur’an dan menanamkan dasar-dasar ketauhidan, memimpin berbagai upacara keagamaan dan memberi nasehat-nasehat spritual bagi Keuchik gampong apabila diperlukan.

c) Tuha Peut. Adalah dewan orang tua yang mempunyai pengetahuan yang luas tentang

adat dan agama. Tuha peut ini terdiri dari Keuchik gampong, Imam meunasah dan kepala

jurong (kepala lorong)

d) Tuha lapan. Adalah dewan tertinggi di tingkat gampong yang terdiri dari; tuha peut, guree semebeut (guru-guru ngaji), para cerdik pandai dan tokoh-tokoh pemuda.

Dalam Qanun Pemerintah Aceh Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Pemerintahn Gampong, Tuha Peut Gampong disebutkan Tuha Peut Gampong yang terdiri atas unsur-unsur pemuka agama di gampong, tokoh-tokoh masyarakat termasuk dari pemuda dan perempuan, pemuka-pemuka adat dan para cerdik pandai/cendikiawan yang ada dalam gampong. Tuha Peut Gampong merupakan Badan Perwakilan Gampong yang merupakan wahana untuk mewujudkan demokratisasi, keterbukaan dan partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan pemerintah gampong. Tuha Peut Gampong berkedudukan sejajar dan menjadi mitra kerja dalam system penyelenggaraan pemerintahan gampong.


(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Burhan Bungin dalam bukunya Penelitian

Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya (2007: 68) bahwa

format desain deskriptif kualitatif banyak memiliki kesamaan dengan desain deskriptif kuantitatif, yakni dalam bentuknya yang masih dipengaruhi oleh tradisi kuantitatif, terutama dalam menempatkan teori pada data yang diperolehnya.

Penelitian sosial dengan menggunakan format desain deskrptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu.

Format deskriptif kualitatif pada umumnya dilakukan pada penelitian yang memusatkan diri pada suatu unit tertentu dari berbagai fenomena.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai Budaya Organisasi Pada Pemerintahan gampong Bireuen Meunasah Capa ini dilaksanakan di Gampong Bireuen Meunasah Capa Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam.


(34)

3.3. Penentuan Objek dan Informan Penelitian

Objek penelitian kualitatif adalah objek penelitian yang fokus dan lokus penelitiannya tidak tergantung pada judul dan topik penelitian, tetapi secara konkret tergambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Sedangkan informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin, 2007: 76).

Informan penelitian ini meliputi tiga macam yaitu (1) informan kunci (key informan) merupakan orang yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian; (2) informan utama merupakan orang yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti; (3) informan tambahan merupakan orang yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti (Suyanto, 2005 : 171-172).

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah Budaya Organisasi pada Pemerintah Gampong Bireuen Meunasah Capa. Sedangkan informan penelitiannya adalah informan kunci yakni Keuchik Gampong Bireuen Meunasah Capa; informan utama yakni Imuem Gampong dan Ketua Tuha Peut Gampong Bireuen Meunasah Capa Utara ; informan tambahan yakni orang-orang yang yang memiliki pengalaman sesuai dengan permasalahan penelitian dan memiliki peran tertentu seperti: masyarakat dan pimpinan kecamatan

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini diperlukan data atau keterangan dan informasi. Untuk itu penelitian menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :


(35)

Teknik Pengumpulan Data Primer merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan instrument sebagai berikut :

a) Wawancara Mendalam merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan pertayaan secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan suatu tujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Metode wawancara ini ditujukan untuk informan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya oleh si peneliti.

b) Pengamatan merupakan teknik pengumpulan data dengan mengamati secara langsung objek penelitian dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.

2. Pengumpulan Data Sekunder

Teknik Pengumpulan Data Sekunder merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan keputusan yang dapat mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan menggunakan instrument sebagai berikut:

a) Studi Dokumen merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

b) Studi Kepustakaan merupakan pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah serta pendapat para ahli yang berkompetensi serta memiliki relevansi dengan masalah yang akan diteliti.


(36)

Maleong mendefenisikan analisis data sebagai proses pengorganisasian dan pengurutan data ke dalam pola, kategori, dan satu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Kriyantono, 2007: 165). Penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif yang merupakan pengukuran dengan menggunakan data nominal yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel ke dalam beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum kemudian disajikan dalam bentuk narasi.


(37)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Kabupaten Bireuen

4.1.1 Sejarah dan Profil Kabupaten Bireuen

Nama Daerah : Kabupaten Bireuen

Letak : 4°.54’- 5°.21’ LU dan 96°.20’.97°.21’ BT

Luas : 1.901,21 Km2

Batas – Batas Daerah

- Sebelah Utara : Selat Malaka

- Sebelah Selatan : Kabupaten Bener Meriah - Sebelah Timur : Kabupaten Aceh Utara - Sebelah Barat : Kabupaten Pidie Jaya

Banyaknya Gampong : 609

Banyaknya Gamp. Persiapan : 0 Banyaknya Kelurahan : 0 Banyaknya Kemukiman : 75 Banyaknya Kecamatan : 17

Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bireuen

Kerajaan-kerjaan kecil di Aceh tempo dulu termasuk Jeumpa mengalami pasang surut. Apalagi setelah kehadiran Portugis ke Malaka pada tahun 1511 M yang disusul dengan kedatangan Belanda. Secara de facto Belanda menguasai Aceh pada tahun 1904, yaitu ketika Belanda dapat menduduki benteng Kuta Glee di Batee Iliek, di bagian barat Kabupaten Bireuen.


(38)

Kemudian dengan Surat Keputusan Vander Guevernement General Van Nederland Indie tanggal 7 September 1934, Aceh dibagi menjadi enam Afdeeling (kabupaten) yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen. Salah satunya adalah Afdeeling Noord Kust van Aceh (Kabupaten Aceh Utara) yang dibagi dalam tiga Onder Afdeeling (kewedanan).

Kewedanan dikepalai oleh seorang Countroleur (wedana) yaitu: Onder Afdeeling Bireuen (kini Kabupaten Bireuen), Onder Afdeeling Lhokseumawe (Kini Kota Lhokseumawe) dan Onder Afdeeling Lhoksukon (Kini jadi Ibu Kota Aceh Utara). Selain Onder Afdeeling tersebut, terdapat juga beberapa daerah Ulee Balang (Zelf Bestuur) yang dapat memerintah sendiri terhadap daerah dan rakyatnya, yaitu Ulee Balang Keureutoe, Geureugok, Jeumpa dan Peusangan yang diketuai oleh Ampon Chik.

Pada masa pendudukan Jepang istilah Afdeeling diganti dengan Bun, Onder Afdeeling diganti dengan Gun, Zelf Bestuur disebut Sun. Sedangkan mukim disebut Kun dan gampong disebut Kumi.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Aceh Utara disebut Luhak, yang dikepalai oleh Kepala Luhak sampai tahun 1949. Kemudian, setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar pada 27 Desember 1949, dibentuklah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan beberapa negara bagian. Salah satunya adalah Negara Bagian Sumatera Timur, Aceh dan Sumatera Utara tergabung didalamnya dalam Provinsi Sumatera Utara.

Kemudian melalui Undang-Undang Darurat nomor 7 tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom setingkap kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, maka dibentuklah Daerah Tingkat II Aceh Utara. Keberadaan Aceh dibawah Provinsi Sumatera Utara menimbulkan rasa


(39)

tidak puas masyarakat Aceh. Para tokoh Aceh menuntut agar Aceh berdiri sendiri sebagai sebuah provinsi. Hal ini juga yang kemudian memicu terjadinya pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pada tahun 1953.

Pemberontakan ini baru padam setelah keluarnya Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1957 tentang pembentukan Provinsi daerah Istimewa Aceh dan Aceh Utara sebagai salah satu daerah Tingkat dua, Bireuen masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara.

Baru pada tahun 2000 Bireuen menjadi Kabupaten tersendiri setelah lepas dari Aceh Utara selaku Kabupaten induk, pada 12 Oktober 1999, melalui Undang Undang Nomor 48.

4.2. Kecamatan Kota Juang

4.2.1. Monografi Kecamatan Kota juang A. BIDANG PEMERINTAHAN :

I. UMUM

1. NAMA KECAMATAN : KOTA JUANG

2. IBU KOTA KECAMATAN : BIREUEN

3. L U A S : 32,04 KM2

4. JUMLAH MUKIM : 4

5. JUMLAH GAMPONG : 23

6. JUMLAH DUSON : 79

7. BATAS KECAMATAN

- UTARA DENGAN : KEC. KUALA

- SELATAN DENGAN : KEC. JULI

- BARAT DENGAN : KEC. JEUMPA

- TIMUR DENGAN : KEC. PEUSANGAN

II. KEPENDUDUKAN


(40)

NO KELOMPOK UMUR LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1 0 BULAN - 11 BULAN 483 526 1.009

2 1 TAHUN - 4 TAHUN 1.653 1.725 3.378

3 5 TAHUN - 9 TAHUN 1.991 2.031 4.022

4 10 TAHUN - 14 TAHUN 1.911 2.168 4.079

5 15 TAHUN - 19 TAHUN 1.997 2.173 4.170

6 20 TAHUN - 24 TAHUN 2.164 2.119 4.283

7 25 TAHUN - 29 TAHUN 2.013 2.144 4.157

8 30 TAHUN - 34 TAHUN 2.043 2.069 4.112

9 35 TAHUN - 39 TAHUN 2.112 2.077 4.189

10 40 TAHUN - 44 TAHUN 1.744 1.774 3.518

11 45 TAHUN - 49 TAHUN 1.393 1.486 2.879

12 50 TAHUN - 54 TAHUN 1.226 1.511 2.737

13 55 TAHUN - 59 TAHUN 1.155 1.335 2.490

14 60 TAHUN KEATAS 945 1.075 2.020

JUMLAH 22.830 24.213 47.43

Sumber: Kota Juang Dalam Angka 2011

Tabel 4.2 : Jumlah Penduduk Menurut Kemukiman, Gampong,Kepala Keluarga dan Jenis Kelamin

N

O KEMUKIMAN NAMA GAMPONG

J U M L A H

KK LK PR PDD

K

1 BIREUEN BANDAR BIREUEN 977 1.637 1.738 3.375

BIREUEN MNS. BLANG 667 1.277 1.272 2.549

BIREUEN MNS. CAPA 897 2.029 2.623 4.652

BIREUEN MNS. DAYAH 833 1.859 1.790 3.649

BIREUEN MNS. TGK

DIGADONG 607 1.005 1.010 2.015

BIREUEN MNS. REULEUT 555 1.306 1.367 2.673

2 GEUDONG GEUDONG-GEUDONG 825 1.636 1.672 3.308

GEUDONG ALUE 230 568 620 1.188

PULO KITON 489 1.164 867 2.031

GAMPONG BARO 362 783 1.057 1.840

LHOK AWE TEUNGOH 325 896 950 1.846

PULO ARA 891 1.814 2.109 3.923

3 COT KEUPULA BUKET TEUKUH 174 365 420 785

BLANG REULING 102 232 277 509

BLANG TINGKEUM 110 284 236 520


(41)

COT PEUTEK 84 168 185 353

UTEUEN REUTOH 115 299 290 589

4 GEULANGGANG COT GAPU 318 658 712 1.370

RAYA GEULANGGANG

TEUNGOH 1.178 1.626 1.886 3.512

GEULANGGANG KULAM 357 878 900 1.778

GEULANGGANG

GAMPONG 681 1.691 1.563 3.254

GEULANGGANG BARO 210 489 480 969

JUMLAH 11.074 22.830 24.213 47.43

Sumber: Kota Juang Dalam Angka 2011

Tabel 4.3 : Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kemukiman, Gampong,Kepala Keluarga dan Jenis Kelamin

N

O KEMUKIMAN NAMA GAMPONG

J U M L A H

KK LK PR PDDK

1 BIREUEN BANDAR BIREUEN 74 139 167 306

BIREUEN MNS. BLANG 352 705 732 1.437

BIREUEN MNS. CAPA 367 787 782 1.569

BIREUEN MNS. DAYAH 384 976 1.043 2.019

BIREUEN MNS. TGK

DIGADONG 178 404 422 826

BIREUEN MNS. REULEUT 383 870 905 1.775

2 GEUDONG GEUDONG-GEUDONG 581 1.207 1.307 2.514

GEUDONG ALUE 157 358 311 669

PULO KITON 406 857 893 1.750

GAMPONG BARO 362 631 652 1.283

LHOK AWE TEUNGOH 261 597 575 1.172

PULO ARA 880 1.232 1.240 2.472

3 COT KEUPULA BUKET TEUKUH 114 242 283 525

BLANG REULING 102 199 249 448

BLANG TINGKEUM 103 241 235 476

COT JRAT 87 167 187 354

COT PEUTEK 82 157 169 326

UTEUEN REUTOH 115 220 231 451

4 GEULANGGANG COT GAPU 131 293 347 640

RAYA GEULANGGANG


(42)

GEULANGGANG KULAM 172 424 383 807 GEULANGGANG

GAMPONG 277 570 613 1.183

GEULANGGANG BARO 105 222 243 465

JUMLAH 5.844 12.145 12.947 25.092

Sumber: Kota Juang Dalam Angka 2011

1. JUMLAH PENDUDUK MENURUT AGAMA:

- ISLAM : 46.152 ORANG

- KRISTEN : 422 ORANG

- HINDU : 327 ORANG

- BUDHA : 142 ORANG

2. JUMLAH PENDUDUK MENURUT PENDIDIKAN :

- TIDAK / BELUM SEKOLAH : 6.685 ORANG

- TIDAK TAMAT SD : 6.582 ORANG

- TAMAT SD : 2.007 ORANG

- S L T P : 9.855 ORANG

- S L T A : 14.782 ORANG

- SARJANA MUDA ( D. III ) : 425 ORANG

- SARJANA ( S.1 ) : 706 ORANG

- MASTER ( S.2 ) : 53 ORANG

- DOKTOR ( S.3 ) : 1 ORANG

3. JUMLAH PENDUDUK MENURUT MATA PENCAHARIAN :

- PERTANIAN : 8.753 ORANG

- PETERNAKAN : 121 ORANG

- PERIKANAN : 17 ORANG

- NELAYAN : - ORANG

- PERTAMBANGAN/PLN/PDAM/GAS : 245 ORANG

- INDUSTRI : 372 ORANG

- KONSTRUKSI / TUKANG : 289 ORANG

- PERDAGANGAN : 5.529 ORANG


(43)

- JASA KEUANGAN : 322 ORANG

- P N S : 2.188 ORANG

- TNI / POLRI : 295 ORANG

- JASA PERORANGAN LAINNYA : 1.254 ORANG

- TIDAK / BELUM BEKERJA : 7.866 ORANG

B. BIDANG PEMBANGUNAN

I. AGAMA

1. SARANA PERIBADATAN :

- JUMLAH MESJID : 8 UNIT

- JUMLAH MEUNASAH/ MUSHALLA : 33 UNIT

- JUMLAH GEREJA : 1 UNIT

- JUMLAH VIHARA : 1 UNIT

2. SARANA PENDIDIKAN :

- JUMLAH PLAY GRUP : 2 UNIT

- JUMLAH TK / TPA : 13 UNIT

- JUMLAH SD : 21 UNIT

- JUMLAH MIN : 1 UNIT

- JUMLAH SLTP : 5 UNIT

- JUMLAH MTsN NEGERI : 1 UNIT

- JUMLAH SLTA : 4 UNIT

- JUMLAH MAN : 1 UNIT

- JUMLAH SMK : 3 UNIT

- JUMLAH SPK : 1 UNIT

3. SARANA KESEHATAN :

- JUMLAH RSUD : 1 UNIT

- JUMLAH RSU SWASTA : 2 UNIT

- JUMLAH KLINIK UMUM : 2 UNIT

- JUMLAH PUSKESMAS : 1 UNIT

- JUMLAH PUSTU : 2 UNIT

- JUMLAH KLINIK BERSALIN : 2 UNIT

4. SARANA PENDIDIKAN KHUSUS :


(44)

- JUMLAH BALAI PENGAJIAN : 40 UNIT

- JUMLAH PANTI ASUHAN : 1 UNIT

- JUMLAH SDLB : 1 UNIT

- JUMLAH SMP-LB : 1 UNIT

5. SARANA OLAH RAGA :

- GEDUNG OLAH RAGA (GOR) : - UNIT

- STADION : 1 UNIT

- LAPANGAN BOLA KAKI : 8 UNIT

- LAPANGAN BOLA VOLLY : 18 UNIT

- LAPANGAN BOLA BASKET : 3 UNIT

- LAPANGAN BULU TANGKIS : 40 UNIT

-

LAPANGAN TENNIS : 3 UNIT

4.3. Gampong Bireuen Meunasah Capa

4.3.1 Profil Gampong Bireuen Meunasah Capa

Gampong Bireuen Meunasah Capa Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen mempunyai wilayah 42 kilometer persegi dan jumlah penduduk 4652 jiwa dengan batas-batas wilayah: sebelah utara bebatasan dengan Jl. Mayjen. T Hamzah Bendahara, sebelah timur berbatasan dengan Gampong Bireuen Meunasah TGK. Di Gadong, sebelah selatan berbatasan dengan Gampong Pulo Ara, sebelah barat berbatasan dengan Gampng Bireuen Meunasah Dayah/ Bireuen Meunasah Blang. Dan gampong Bireuen Meunasah Capa juga memiliki cakupan dusun-dusun sebanyak 3 dusun, yaitu; Dusun Capa Teungoh, Dusun KOMMES, Dusun Capa Utara.

Gampong Bireuen meunasah Capa Saat ini dipimpin Oleh Keuchik Zainal Bahryus, imam Meunasah Tgk. Sofyan Suri, ketua Tuhapuet H. Ibrahim AR, Ketua Tuha Lapan Rusli A.


(45)

Ma.Pd, Sekretaris Gampong Abd. Rahman S.H. Sebagian besar penduduk di Gampong ini bermata pencaharian di bidang perdagangan dan jasa.

4.3.2 Monografi Gampong Bireuen Meunasah Capa A. Kependudukan

- Jumlah Penduduk : 4652 jiwa

- Laki-Laki : 2029 jiwa

- Perempuan : 2623 jiwa

- Jumlah KK : 897 KK

- Jumlah Pemilih : 2201 jiwa

- Jumlah Rumah Tangga Miskin : 75 unit

- Janda : 57 jiwa

- Jumlah Yatim Piatu : 7 jiwa

- Mantan Combatan GAM : 5 jiwa

Tabel 4.4 : Jumlah Penduduk Gampong Bireuen Meunasah Capa Menurut Kelompok Umur

Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

0 – 10 tahun 284 309 593

11 – 20 tahun 412 561 973

21 – 30 tahun 433 486 919

31 – 40 tahun 362 465 827

41 – 50 tahun 300 445 745

51 tahun keatas 238 357 595

TOTAL 2029 2923 4652

Tabel 4.5 : Jumlah Penduduk Gampong Bireuen Meunasah Capa Menurut Tingkat Pendidikan

JENJANG PENDIDIKAN JUMLAH


(46)

Tidak Tamat SD sederajat 175

SD sederajat 1127

SLTP 1677

SLTA 1296

Perguruan Tinggi 225

TOTAL 4652

B. Pembangunan

1.

Sarana Peribadatan

-

Jumlah Mesjid

: 1 Unit

-

Jumlah Meunasah

: 2 Unit

-

Jumlah Mushalla

: 2 Unit

2.

Sarana Pendidikan

-

Sekolah TK

: 4 Unit

-

Sekolah Playgroup

: 2 Unit

-

Balai Pengajian

: 4 Unit

-

Sekolah SD

: - Unit

-

SekolahSLTP

: 1 Unit

-

Sekolah SLTA

: 1 Unit

-

Perguruan Tinggi

: 1 Unit

3.

Sarana Kesehatan

-

Puskesmas

: - Unit

-

Rumah Medis

: 3 Unit


(47)

(48)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian mengenai Budaya Organisasi Pada Pemerintahan gampong Bireuen Meunasah Capa ini dilaksanakan di Gampong Bireuen Meunasah Capa Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam.

Sedangkan informan penelitiannya adalah informan kunci yakni Keuchik Gampong Bireuen Meunasah Capa; informan utama yakni Imuem Gampong dan Ketua Tuha Peut Gampong Bireuen Meunasah Capa Utara ; informan tambahan yakni orang-orang yang yang memiliki pengalaman sesuai dengan permasalahan penelitian dan memiliki peran tertentu seperti: masyarakat dan pimpinan kecamatan

Adapun yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adalah :

1. Adanya ketidaktepatan informan dalam menjawab pertanyaan dari peneliti. Hal ini disebabkan karena kurang pahamnya informan terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

2. Penelitian kulitatif ini merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan oleh penulis.

5.2 Kerangka Penyajian

Penelitian kualitatif ini menggunakan metode wawancara. Wawancara diperuntukkan kepada seluruh informan yang terlah ditentukan sebelumnya. Hasil penelitian ini akan diolah dan dibandingkan dengan teori dari studi kepustakaan untuk melihat perbedaan antara hasil survey dengan yang seharusnya. Kemudian analisa data dilakukan dengan menggunakan analisa isi


(49)

(Content Analysis) dengan mengelompokkan data yang telah terkumpul menurut kategori yang sama dan sesuai dengan topik, tujuan, dan pertanyaan penelitian. Hasil wawancara akan disajikan dalam bentuk narasi dengan mengelompokkan menurut klasifikasi tujuan dan kategori tertentu.

5.3 Karakteristik Informan

Tabel 5.1 : Karakteristik Informan Kunci No. Informan Jenis

Kelamin Usia (Tahun) Pendidikan Terakhir Jabatan/Golongan

1. Informan 1 Laki-Laki 63 SMA Keuchik Gampong Bireuen Meunasah

Capa

Tabel 5.2 : Karakteristik Informan Utama No. Informan Jenis

Kelamin Usia (Tahun) Pendidikan Terakhir Jabatan/Golongan

1. Informan 2 Laki-Laki 42 SMA Imam Gampong 2. Informan 3 Laki-Laki 65 SMA Ketua Tuha Peut

Tabel 5.3 : Karakteristik Informan Tambahan No. Informan Usia

(Tahun) Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir Pekerjaan

1. Informan 4 54 Laki-Laki S1 Camat

2. Informan 5 61 Laki-Laki S1 Ketua Tuha lapan

3. Informan 6 43 Laki-Laki S1 Masyarakat

Dari tabel karakteristik informan di atas diketahui bahwa yang menjadi informan penelitian adalah berjumlah 6 orang; 1 orang merupakan informan kunci, 2 orang merupakan


(50)

informan utama, dan 3 orang lagi informan tambahan. Dari 6 orang tersebut memiliki usia rata-rata 40 tahun keatas.

Keseluruhan informan penelitian ini kebetulan adalah laki-laki.Dilihat dari tingkat pendidikan dari 6 orang informan secara keseluruhan tiga orangyang tamat SMA dan tiga orang Sarjana. Pendidikan yang diperoleh para informan sangat mempengaruhi kualitas informasi yang diberikannya dalam penelitian ini.

Berikut ini klasifikasi data informan penelitian :

1. Informan Kunci : Keuchik gampong Bireuen Meunasah Capa. 2. Informan Utama : Ketua Tuha peut dan Imam Meunasah.

3. Informan Tambahan : Camat Kota Juang, Ketua Tuha lapan, dan satu orag warga masyarakat.

5.4 Pembahasan

1. Keuchik Sebagai Lembaga Eksekutif Gampong

Keuchik adalah Kepala Badan Eksekutif Gampong dalam penyelenggaraan Pemerintahan Gampong dengan masa jabatan selama 5 tahun. Dengan sistem Pemerintahan Gampong, sistem demokrasi dari bawah (bottom-up) benar-benar dapat dilaksanakan dengan Keuchik sebagai pelaksana pemerintahan. Bersama dengan Tuha peut Keuchik juga menyusun Reusam atau peraturan gampong.

Dalam Pemerintahan Gampong, bidang eksekutif Gampong dilaksanakan oleh Keuchik dan Teungku Imuem Meunasah dengan urusan yang berbeda. Di gampong, Pimpinan Keagamaan itu adalah Teungku Imuem Meunasah. Namun demikian, dalam Gampong posisi


(51)

Imuem Meunasah setara dengan Keuchik walau masing-masing memiliki urusan yang berbeda. Keuchik Gampong Bireuen Meunasah Capa, Zainal Bahryus, juga mengatakan:

“…Imam gampong menyangkut dengan keagamaan,kemudian keuchik itu mengangkut dengan pemerintahan.Keuchik dan Imum Meunasah setara dalam gampong,tapi berbeda dalam masalah bidang yang di urus” (Informan 1).

Keuchik sebagai pimpinan Gampong juga bertanggiung jawab untuk membina dan memajukan perekonomian masyarakat serta memelihara kelestarian lingkungan hidup Gampong.

”..Keuchik adalah pemimpin Gampong yang bertanggung jawab atas kondisi ekonomi masyarakat dan keberlangsungan lingkungan hidup,hal ini mengenai pemeliharaan lingkungan Gampong” (Informan 4).

“Keuchik adalah orang yang dipercaya oleh masyarakat gampong sebagai pemimpin Gampong” (Informan 6).

Keuchik sebagai pimpinan masyarakat Gampong adalah sosok kharismatis yang dipilih langsung oleh masyarakat gampong. Sehingga keuchik sebagai pimpinan gampong dipandang sebagai orang yang bijak. Hal ini tampak dari peranan keuchik yang bersama Imum Meunasah menjadi Hakim apabila ada persoalan di antara masyarakat. Sepereti yang dismapaikan oleh Ismuhar S.K.M:

“…Kalau ada perselihihan, misalnya mengenai sengketa tanah,kerukunan warga dan masalah perkawinan, biasanya Keuchik menjadi penegah bersama dengan Imam Meunasah. Jadi apabila ada keributan atau perselihan orang pertama yang didatangi adalah Keuchik” (Informan 1).


(52)

Pada akhir masa jabatannya Keuchik akan melaporkan pertanggung jawabannya kepada Imam mukim. Untuk pemilihan Keuchik baru selanjutnya adalah wewenang Tuha peut untuk melakukan proses pemilihan, mulai dari pembentukan panitia sampai pada pemilihan.

“…Seorang Keuchik di akhir masa jabatannya menyampaikan laporan pertanggung jawaban dihadapan para Tuha Peut untuk kemudian di demisionerkan dan dibentuk panitia pemilihan keuchik baru” (Informan 3).

Seorang Keuchik kehilangan wewenang dan tanggung jawabnya apabila meninggal dunia, mengajukan permohonan berhenti atas permintaan sendiri, berakhir masa jabatan dan telah dilantik Keuchik baru, tidak lagi memenuhi syarat, mengalami krisis kepercayaan publik yang luas akibat kasus-kasus yang melibatkan tanggung jawabnya dan keterangannya atas kasus itu ditolak oleh Tuha Peuet Gampong.

2. Imam Meunasah sebagai penyelenggara Hukum Syariat Islam

Dalam sistem pemerintahan gampong terdapat pejabat yang bertanggung jawab untuk menjaga nilai-nilai adat dan agama di dalam kehidupan gampong. Wewenang utama Imam Gampong sebagai penjaga nilai adalah menegakkan hukum syariat islam di lingkungan Gampong. Adapun tugas dan tanggung jawab Imam gampong adalah:

“..pada dasarnya tugas dan tanggung jawab imam gampong adalah Mengurus, menyelenggarakan dan memimpin seluruh kegiatan yang berkenaan dengan kemakmuran mushalla. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan keagamaan dan peningkatan peribadatan serta pelaksanaan Syari’at Islam dalam kehidupan masyarakat. Mengurus dan mengelola harta dan kekayaan agama di wilayah Gampong yang bersangkutan. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan hari-hari besar Islam. Mengurus dan


(53)

mengkoordinasikan pelaksanaan zakat, infaq, dan shadaqah melalui Baitul Mal Gampong” (Informan 2).

“…Menyusun dan menyampaikan rencana kerja di bidang keagamaan dan Syari’at Islam kepada Tuha Peut Gampong melalui Keuchik. Mengkoordinasikan dan mengawasi kegiatan-kegiatan guru pengajian dan kegiatan balai pengajian pada tingkat Gampong. Menjadi anggota Peradilan Adat dalam rapat-rapat adat pada tingkat Gampong.Menjadi penasehat pada acara nikah, talak dan rujuk.” (Informan 6).

Apabila terjadi pelanggaran terhadap hukum syariat islam maka pelaku pelanggaran akan dihadapkan kepada Imam Gampong untuk diselesaikan sebelum di arahkan kepada Wilayatul Hisbah ( Polisi syariat).

“…Imam gampong ini merupakan orang yang menegakkan syariat islam di gampong. Setiap persoalan mengenai agama dan adat makan imam gampong adalah pejabat yang menjalankannya. Apabila ada penduduk gampong yang melanggar syariat dia akan dihadapkan dengan imam gampong sebelum ke pejabat yang lebih tinggi yaitu polisi syariat” (Informan 5).

Di gampong Bireuen Meunasah Capa sendiri, Imam gampong sudah menjalankan tugas dan wewenangnya dengan baik. Imam gampong menjadi garda terdepan dalam menegakkan syariat dan menjalankan Surau gampong (meunasah) sebagai pusat kegiatan keagamaan gampong. Semua permasalahan keagamaan seperti pengelolaan baitul mal gampong, penyantunan dan pemeliharaan terhadap anak yatim dan fakir miskin.

“…Semua permasalahan yang menyangkut urusan keagamaan seperti pengelolaan baitul mal gampong, penyantunan dan pemeliharaan terhadap anak yatim dan fakir miskin di atur oleh Imam Meunasah” (Informan 2).


(54)

“…kalau kita di gampong ini.masalah keagamaaan semua di handle oleh Imam eunasah sebagai koordinatornya. Misalnya: urusan pengelolaan zakat dan sedekah serta urusan penyantunan kepada fakir miskin dan anak yatim” (Informan 6).

Sama Seperti halnya Keuchik, seorang Imam Meunasah akan kehilangan jabatannya apabila apabila meninggal dunia, mengajukan permohonan berhenti atas permintaan sendiri, berakhir masa jabatan dan telah dilantik Keuchik baru, tidak lagi memenuhi syarat, mengalami krisis kepercayaan publik yang luas akibat kasus-kasus yang melibatkan tanggung jawabnya dan keterangannya atas kasus itu ditolak oleh Tuha Peuet Gampong.

3. Tuha Peut

Dalam Gampong secara tegas dibatasi bahwa unsur legislatif adalah di luar badan eksekutif. Tuha Peut melakukan fungsi Legislasi dan pengawasan terhadap Keuchik dan pemerintahan Gampong

“..Tuha Peut adalah unsur legislatif di Gampong yang melakukan pengawasan terhadap kinerja Keuchik dan perangkat gampong lainnya. Setiap kegiatan gampong, maka tuha peut wajib mendapat penjelasan dari keuchik” (Informan 3).

Ini sejalan dengan Pasal 1 (7) Qanun Nomor 5 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa Tuha Peuet Gampong atau nama lain adalah Badan Perwakilan Gampong yang terdiri dari unsur ulama, tokoh adat, pemuka masyarakat dan cerdik pandai yang ada di Gampong. Jadi, Tuha Peut Gampong biasanya dipilih dari berbagai unsur. Unsur pemerintahan diambil biasanya orang yang sudah menjabat sebagai Keuchik atau orang yang sudah pernah terlibat dalam Pemerintahan Gampong. Tuha Peut Gampong diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas usulan Imeum Mukim dari hasil musyawarah masyarakat Gampong.


(55)

“…Tuha Peut ini biasanya adalah orang-orang yang sudah pernah menjabat sebagai keuchik atau orang-orang yang sudah pernah berada di pemerintahan gampong. Tuha Peut ini juga adalah orang-orang tua atau sesepuh yang dianggap menjadi orang yang bijak” (Informan 3).

Demikian halnya dengan pertanggungjawaban. Dalam kepemimpinan Keuchik, pertanggungjawaban dilakukan kepada masyarakat. Dalam kenyataan, biasanya hal itu dilaksanakan melalui Tuha Peut. Dan pemilihan Keuchik dan Tuhapet juga dilaksakan secara oleh masyarat gampong.

“…kalau misalnya untuk pemilihannya, fungsi tuhapet ialah membentuk panitia pemilihan yang namanya P2k (Panitia Pemilihan Keutchik) tapi begitu selesai pemilihan, tugasnya pun berakhir. Dan masing-masing keuchik dan tuhapet memiliki masa jabatan selama 6 tahun, kecuali Imam Meunasah yang masa jabatannya tidak terbatas, yang bisa diganti bila meninggal atau sudah uzur. Dan masing-masing gampong kemudian terdiri dari beberapa Jurong/dusun” (Informan 3).

Selain Itu ada beberapa hal yang dapat membuat seorang anggota Tuha Peut berheti atau diberhentikan, yaitu

“…Anggota Tuha Peut berhenti apabila meninggal dunia;Mengajukan permohonan berhenti atas kehendak sendiri;Melalaikan tugasnya sebagai Tuha Peut; dan Mengalami krisis kepercayaan publik yang luas akibat kasus-kasus yang melibatkan tanggung jawabnya, dan keterangan-keterangannya atas kasus itu ditolak oleh Majelis Musyawarah Mukim atau Majelis Musyawarah Gampong” (Informan 3).

Tuha Peut sebagai pemangku kewenangan legislative di gampong ini memang sudah menjalankan fungsi dan wewenangnya dengan baik dalam mengawal pembangunan gampong.


(56)

Tuha Peut menjadi lembaga yang dianggap sangat bijaksana dalam mengambil setiap kebijakan yang berhubungang dengan gampong.

Adapun anggota Tuha peut Gampong Bireuen Meunasah Capa adalah sebelas orang dengan saudara H. Ibrahim AR sebagai ketua dan saudara mahyudi SE sebagai sekretaris. Selanjutnya Drs. Tukul Priyanto sebagai wakil ketua urusan rumah tangga gampong dengan tiga orang anggota untuk urusan rumah tangga gampong yaitu saudara Muchtar Ibrahim, Junaidi Ubit dan Zainal abidin yang bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan yang berurusan dengan pelaksanaan aktifitas internal pemerintahan gampong.

Selain itu terdapat juga wakili ketua urusan umum dan tugas perbantuan yaitu saudara Drs Asri usman dengan anggota, yitu saudara Suryadi ismail S.Pd, Syahril Kurniawan, Mukhlis Yusuf dan Ridwan Kaoy. Bidang ini bertanggung jawanb atas urusan eksternal gampong yang berhubunganm dengan keselarasan gampong dengan Mukim ataupun gampong tetangga.

4. Tuha Lapan

Tuha Lapan adalah Badan Kelengkapan Gampong dan Mukim yang terdiri dari unsur Pemerintah, unsur Agama, unsur Pimpinan Adat, Pemuka Masyarakat, unsur cerdik pandai, unsur pemuda/wanita dan unsur kelompok Organisasi Masyarakat. Pada tingkat Gampong dan Mukim dapat dibentuk Tuha Lapan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Tuha Lapan dipilih melalui musyawarah Gampong atau Majelis Musyawarah Mukim. Tuha lapan ini biasanya disebut juga sebagai unsure perangkat gampong yang membantu tugas-tugas keuchik dalam menjalankan Pemerintahan Gampong.


(57)

“…untuk tingkat gampong, Tuha Lapan gampong dibentuk melalui musyawarah masyarakat gampong. Setiap masyarakat gampong berhak untuk dicalonkan menjadi anggota Tuha Lapan” (Informan 4).

“…Tuha Lapan ini adalah pejabat gampong yang mengurusi bidang-bidang tertentu yang berfungsi untuk menjadi pembantu keuchik dalam melakukan tugas-tugas dan fungsi pemerintahan di bidang-bidang tertentu” (Informan 5).

Tuha Lapan beranggotakan orang-orang mewakili bidang keahlian sesuai dengan kebutuhan Gampong atau Mukim. Syarat-syarat untuk pengangkatan dan pemberhentian Tuha Lapan serta tugas dan fungsinya adalah sama dengan syarat-syarat yang berlaku bagi Tuha Peuet.

“…Anggota Tuha Lapan adalah yang mewakili kaum perempuan dan pemuda. Anggota Tuha lapan dipilih melalui musyawarah gampong dan diangkat oleh camat (sama seperti Tuha Peut). Begitu juga dengan syarat pemberhentian dan berhentinya anggota tuha lapan juga sama dengan syarat berhentinya Tuha Peut” (Informan 3).

Peranan Tuha lapan kurang terlihat disebabkan oleh fungsi dan peranan Tuha Lapan yang dianggap tumpang tindih dengan Tuha Peut. Padahal Tuha Peut dan Tuha lapan memiliki fungsi dan kewenangan yang berbeda. Perbedaan yang jelas terlihat dalam kewenangan antara Tuha Peut dalam Tuha lapan adalah dalam pembagian tugas.

Lembaga Tuha Lapan di gampong Bireuen Meunasah Capa berjumlah Delapan orang dan diketuai oleh saudara Rusli SP, Saifuddin Amir sebagai Sekretaris dan Syarifuddin Johan sebagai bendahara. Terdapat empat bidang dengan urusan yang berbeda yaitu Bidang Agama, Pendidikan dan penerangan, Bidang Pembanguan, Perekonomian dan Lingkungan Hidup, Bidang Kesejahteraan Rakyat, dan Bidang PKK, Kesehatan dan Kependudukan.


(58)

5. Sidang Reusam

Sidang Reusam adalah forum yang diselenggarakan di gampong untuk membahas usulan Reusam ( Peraturan-Peraturan Gampong) yang dihadiri oleh seluruh perangkat gampong. Siding reusam dilakukan untuk membahas usulan Reusam yang di ajukan oleh Keuchik sebelum disahkan menjadi Reusam (aturan) sah yang berlaku untuk di terapkan di gampong. Sidang Reusam dilakukan sesuai dengan kebutuhan gampong, tidak ada rentang waktu khusus untuk pelaksanaan sidang reusam.

“…Sidang Reusam adalah forum untuk membahas rancangan reusam yang dibuat oleh Keuchik untuk kemudian dibahas bersama Tuha Peut untuk kemudian disahkan sebagai reusam yang berlaku di dalam gampong. Untuk masalah waktutidak ada waktu khusus, siding reusam dilakukan sesuai kebutuhan” (Informan 1).

Rancangan Reusam Gampong diajukan oleh Keuchik atau Tuha Peuet Gampong Reusam Gampong dibahas bersama antara Keuchik dan Tuha Peuet Gampong. Keuchik menetapkan Reusam Gampong setelah mendapatkan persetujuan Tuha Peuet Gampong. Dalam rangka pembahasan terhadap Rancangan Reusam Gampong, Tuha Peuet Gampong mengadakan rapat/sidang, yang harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota. Keputusan diambil sekurang-kurangnya dengan persetujuan 50% ditambah 1 (satu) dari anggota yang hadir.

“….Rancangan Reusam Gampong diajukan oleh Keuchik Reusam Gampong dibahas oleh Keuchik dan Tuha Peuet Gampong. Keuchik menetapkan Reusam Gampong setelah mendapatkan persetujuan Tuha Peuet Gampong. Tuha Peuet Gampong mengadakan rapat/sidang, yang harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari


(1)

“…Penyaluran bantuan ini melalui pemerintah di kabupaten/kota telah mengalokasikan paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dalam bentuk Alokasi Dana Gampong dan bantuan lainnya yang semua digunakan untuk kemajuan gampong” (Informan 1).

“…bantuan ini adalah untuk mendorong percepatan pembangunan gampong di tiap-tiap kabupaten/kota” (Informan 2).

“..Program BKPG yang dicanangkan pemerintah Aceh dapat dikatakan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah Aceh terhadap pemerintah gampong. Dengan adanya bantuan ini, seharusnya dapat mendorong percepatan pembangunan gampong di tiap-tiap kabupaten/kota. Program ini sebagai wujud tanggungjawab pemerintah untuk memberikan bantuan kepada setiap gampong yang ada di Aceh, karena peran yang diemban oleh gampong bukan hanya sebagai lembaga pemerintahan melainkan juga sebagai lembaga adat” (Informan 1).

Akan tetapi, sangat disayangkan adalah pemberian bantuan terhadap gampong itu hanya bersifat aksidental. Bantuan hanya diberikan satu kali secara berangsur yaitu pada rentang tahun 2010 sampai 2011. Tidak adanya suatu kontinuitas dan pemahaman yang baik dari perangkat gampong untuk mengelola bantuan dengan baik mengakibatkan bantuan tersebut hanya digunakan untuk memperbaiki beberapa ruas jalan, tempat ibadah dan pengadaan inventaris gampong. Tidak ada perubahan yang berarti dari pemberian bantuan tersebut di Gampong Bireuen Meunasah Capa Utara walaupun dalam laporan pertanggung jawaban, penggunaan dana bantuan tersebut tidak terdapat penyimpangan.


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti melalui wawancara terhadap para informan, bahwa ada beberapa kesimpulan yang dapat di peroleh mengenai Budaya Organisasi pada Pemerintahan Gampong Bireuen Meunasah capa, yakni sebagai berikut:

1. Ada sebuah falsafah kehidupan masyarakat Aceh, yakni “Adat bak po teumeureuhom, Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putro Phang, Reusam bak Laksamana“ yang bila diartikan “ Adat dari Sultan (pemimpin), Hukum dari Ulama, Peraturan dari Putri Pahang (mahkamah Rakyat), Diplomasi dan etika dari Panglima”. Hal ini masih dapat diartikulasikan dalam persfpektif modern bernegara serta mengatur pemerintahan yang demokratis dan bertanggung jawab. Bentuk pemerintahan gampong adalah bentuk kearifan lokal masyarakat modern yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan agama. Hal ini tampak dalam setiap aktifitas gampong yang tidak lepas dari kolaborasi antara keduanya seperti dalam acara kenduri.

2. Terdapat pemisahan yang tegas antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Keuchik dan Imam Meunasah adalah pejabat yang memiliki kewenangan eksekutif, tetapi dengan bidang kerja yang berbeda satu dengan lainnya. Keuchik adalah pimpinan gampong yang mengurusi mengenai administrasi pemerintahan dan segala kegiatan yang berhubungan dengan pemerintahan yang bersifat birokrasi. Sementara Imam meunasah adalah eksekutif gampong yang berwenang menjaga nilai-nilai keagamaan dan adat dalam


(3)

masyarakat. Imam Gampong mengelola Meunasah (surau) dan bertanggung jawab atas pelaksanaan seluruh aktifitas keagamaan gampong.

3. Lembaga legislatif Tuha Peut menjadi lembaga yang mengontrol jalannya pemerintahan gampong. Tuha Peut mengaesahkan Reusam yang dibuat oleh Keuchik melalui mekanisme siding Reusam yang juga dihadiri oleh perangkat gampong lainnya seperti Tuha Lapan dan Imam Meunasah.Sedangkan Tuha Lapan adalah lembaga yang dibentuk untuk mengurusi bidang-bidang tertentu sesuai dengan kebutuhan Gampong, seperti bidang pendidikan, kependudukan dan penerangan. Tuha Lapan juga merupakan perwakilan keterlibatan seluruh pihak di dalam pemerintahan gampong, karena disitu terdapat perwakilan pemuda dan perempuan.

4. Secara organisasi Pemerintahan Gampong adalah organisasi yang kompleks dan sangat maju. Nilai-nilai adat dan agama yang menjadi dasar dari Pemerintahan Gampong membuat Pemerintahan Gampong cukup mampu menjadi sebuah organisasi yang memiliki keseimbangan, baik dalam pengambilan kebijakan maupun dalam penegakan hukum/nilai yang berlaku. Melalui lembaga-lembaga yang ada serta sokongan dana dari pemerintah provinsi melalui progam Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG) , Pemerintahan Gampong mampu mempercepat pembangunan Gampong (desa), karena nilai-nilai adat dan agama yang ada di dalamnya mampu menjadi alat pemersatu dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pembangunan Gampong ke arah yang lebih baik.


(4)

Bersasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan :

1. Nilai Agama dan adat yang membentuk budaya organisasi pada pemerintahan gampong Bireuen Meunasah Capa harus tetap dipertahankan dan dikawal pelaksanaannya. Kemajuan dan perkembangan teknologi informasi jangan sampai membuat masyarakat gampong menjadi tergerus. Budaya organisasi yang ada harus bias beradaptasi dengan kemajuan zaman sehingga masyarakat gampong tidak kehilangan identitas dan kearifan lokal yang ada.

2. Kepada perangkat pemerintahan yang lebih tinggi yaitu kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi tidak hanya memberikan dana segar sebagai bantuan untuk gampong,tetapi harus juga mampu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) perangkat gampong. Hal ini supaya pengelolaan dan pembangunan gampong harus lebih efektif dan efisien. Rendahnya kualitas SDM membuat pembangunan di tidak tampak, padahal dengan dukungan dana yang ada seharusnya kondisi gampong jauh lebih baik.

3. Kepada perangkat pemerintahan Gampong maupun lembaga-lembaga adat yang dibentuk hendaknya lebih mengetahui fungsi dan wewenang masing-masing. Selama ini terjadi tumpang tindih wewenang antara perangkat pemerintahan dan lembaga-lebaga tersebut dikarenakan ketidaktahuan.

4. Secara akademik penelitian ini bisa dilanjutkan terutama membahas lebih dalam tentang Budaya organisasi dan pengaruhnya di dalam gampong secara utuh. Keterbatasan penulis dalam penelitian ini bisa diperbaiki oleh peneliti setehnya supaya literatur mengenai budaya organisasi dan pemerintahan gampong lebih banyak dan bervariasi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, suharsini. 1996. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Rineka Cipta Bungin, Burhan. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodologis ke Arah

Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: Grafindo Persada.

. 2008. Penelitian Kualitatif :Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

Eko, Sutoro. 2007. Bergerak Menuju Mukim dan Gampong, Yogyakarta : IRE.

Hasibuan, Malayu S.P. 2003. Manajemen : Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta : Bumi Aksara

Kartohadikoesoemo, Soetardjo.1984. Desa, Jakarta: PN Balai Pustaka.

Manan, Bagir.2001. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat studi hukum UII Moeljono, Djokosantoso.2003.Budaya Korporat dan Keunggulan Koperasi. Jakarta: Elex Media

Komputindo.

Singarimbun. Masri dan Sofian Effendi.2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta:LP3ES. Soeparmo. 1977.Mengenal Desa: Gerak dan Penelolaannya, Jakarta: PT. Intermasa, Sugiyono. 2006. Metodologi Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Stonner, James A.F. Teori Organisasi (Struktur, Desain, dan Aplikasi). Jakarta: Prenhallindo. Reid, Anthony, Asal Mula Konflik Aceh : Dari Perebutan Pantai Timur Sumatera

hingga Akhir Abad ke 19, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Tangkilisan, Hessel Nogi. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: Grasindo.

Tika, Moh. Pabundu. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Karyawan. Jakarta : Bumi aksara

Thoha, Miftah (2003), Birokrasi dan Politik di Indonesia, PT. Raya Grafindo Persada, Jakarta.

Winardi, J. 2003. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: Arcan.

Undang-Undang : UUD 1945 Pasal 18

Undang-Undang No. 5/1979 tentang pemerintahan desa Undang-Undang No 22/1999 tentang otonomi daerah


(6)

Undang-Undang No. 32/2004 tentang otonomi daerah Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh

Qanun Pemerintah Aceh No. 5 tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong

Karya Ilmiah:

Muklir dan M. Akmal : ”Demokratisasi Pemerintahan Gampong Dalam mendukung Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”, 2010

Suryono dalam Jurnal Administrasi Negara 2001 Jurnal Otonomi Daerah edisi Agustus-September 2007

Website :