siswa tidak lebih 100 meter, secara langsung siswa dapat berinteraksi dengan anggota keluarga pamong yang ada. wawancara tanggal 26 april
2011.
f. Solusi Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Untuk mengatasi kesulitan adaptasi dalam kehidupan kampus diterapkan
masa PDK
Pendidikan Dasar
Kedisiplinan dan
Kepemimpinan selam 3 bulan. Dalam kurun waktu 3 bulan tersebut kehidupan di SMA TN belum diterapkan secara keseluruhan. Seperti
yang disampaikan Bapak Henang sebagai berikut. “Untuk masa-masa awal kita atasi dengan masa PDK Pendidikan Dasar
Kedisiplinan dan Kepemimpinan selama 3 bulan. Jadi selam 3 bulan belum kita terapkan secara keseluruhan. Setelah 3 bulan akan nampak
siswa yang mampu melanjutkan atau tidak, jika tidak kita kembalikan”. wawancara tanggal 28 april 2011.
Untuk mengatasi masalah kontrol menurut bapak henang selain dilakukan pengawasan secara langsung juga dilakukan pengawasan oleh
siswanya sendiri melalui sosiometri. Selalu tidak persuasif juga diterapkan pamong terhadap pelanggar untun mengatasi adanya infiltrasi
budaya yang dapat merusak karakter siswanya seperti yang dikemukakan Bapak Edi Kusnadi sebagai berikut.
“Selalu tidak persuasif terhadap pelanggar. Karena aturan itu dibuat untuk dilaksanakan. Kalau aturan itu sudah tidak cocok sesegera
mungkin direvisi. Jangan aturan ada tetapi tidak ditegakkan aturannya. Jangan aturan ada tetapi yang melanggar aturan dibiarkan. Kalau itu
sudah banyak dipersuasif siap-siaplah aturan itu akan dilecehkan. Jadi jangan persuasifpermisif terhadap pelanggar aturan. Tidak boleh juga
pilih kasih. Jangan melihat siapa yang melanggar tetapi apa yang dilakukan”. wawancara tanggal 26 april 2011.
Masyarakat yang tidak kondusif juga merupakan hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter oleh karena itu sekolah selalu
mengkondisikan lingkungan di wilayah kampus mulai dari pamong, staf sekolah, sampai masyarakat yang tinggal di komplek SMA TN.
B. Pembahasan
Pendidikan karakter di SMA Taruna Nusantara TN dilaksanakan dalam bentuk mata kegiatan. Mata kegiatan yang telah dirancang sekolah terdiri dari
kegiatan rutin terjadwal, terprogram, terproyek, dan kreatif mandiri. Model pendidikan karakter dalam bentuk mata kegiatan sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Suparno 2002:42-44 yaitu penanaman nilai-nilai karakter dapat juga ditanamkan melalui mata kegiatan di luar kegiatan pembelajaran
formal. Model ini lebih mengutamakan pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan untuk kemudian dibahas nilai-nilai hidupnya.
Strategi yang digunakan sekolah dalam melaksanaan pendidikan karakter yaitu melalui rekayasa mental dan juga rekayasa sosial. Rekayasa mental
merupakan internalisasi nilai-nilai karakter dan budaya bangsa. Rekayasa mental diharapkan dapat merekayasa pemahaman seorang peserta didik secara mental
maupun intelektual. Tujuan dari rekayasa mental sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Khan 2010:11 bahwa self esteem approach merupakan
strategi dalam pelaksanaan pendidikan karakter yang bertujuan mengembangkan sikap dan kesadaran menuju proses humanisasi. Rekayasa sosial adalah
implementasi dari rekayasa mental. Implementasi nilai-nilai dilakukan melalui