Pendekatan Kualitatif Prosedur Pengumpulan Data 1. Penentuan Kasus

Hipotesis pengarah menunjukkan pada pedoman yang memberikan arah dalam kerja penelitian, sejak tahap kerja lapangan sampai pada penulisan laporan Thomas yang dikutip oleh Creswel, 1994 : 70. Merujuk pada pendapat tersebut jelaslah, bahwa rumusan masalah penelitian dapat berubah sesuai dengan perubahan perkembangan studi, sehingga bentuk akhir laporan baru dapat ditemukan pada tahap analisis data dan penulisan laporan. Upaya merumuskan hipotesis pengarah dilakukan peneliti dengan menghubungkan teori-teori yang bersesuaian dengan pengetahuan lapangan yang dimiliki. Upaya ini bermuara pada munculnya sejumlah pertanyaan khusus yang berkaitan dengan jejaring sosial dan konflik di Pulau Saparua, sekaligus menjadi pengarah prosedur kerja penelitian yang akan dilakukan. Intisari hipotesis pengarah dalam penelitian ini sebenarnya tertuju pada “mengapa dan bagaimana” jejaring sosial dan konflik di pedesaan Saparua. Hipotesis-hipotesis pengarah tersebut dirumuskan pada penjelasan berikut ini : 1 Berkaitan dengan faktor lain yang menjadi pendorong terjadinya konflik maka : a. Tidak tertanganinya konflik, menyebabkan korban konflik kembali ke negeri asal sekaligus membawa informasi yang berisi penderitaan yang diterimanya akibat konflik. b. Korban konflik sebagai pengungsi secara tidak langsung menyebarkan informasi melalui komunikasi antar individu dengan tetangga dan kerabat se-negeri, dilanjutkan oleh tetangga dan kerabat ke negeri-negeri lain yang seagama sehingga membentuk persepsi yang sama antar komunitas seagama lintas negeri dan akhirnya menjadi jejaring komunikasi antar negeri yang komunitasnya seagama. 2 Berkaitan dengan keterkaitan jejaring sosial dan konflik antar aras maka : a. Kembalinya korban konflik ke negeri asal menunjukkan kuatnya jejaring sosial yang terbentuk sejak pertama kali ke luar dari negeri asal. b. Aliran bantuan terjadi antar negeri dengan komunitas seagama di pedesaan Saparua maupun di luar Saparua.

3.2. Pendekatan Kualitatif

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini memungkinkan bagi peneliti untuk memilih strategi utama yaitu, studi kasus, sebagaimana diungkapkan Yin 1996. Pemilihan strategi studi kasus lebih didasarkan pada ketidaksamaan kondisi konflik pada berbagai lokasi di Maluku, baik dari segi waktu kemunculannya kembali, ekskalasinya maupun implikasi yang terjadi. Selain itu kekhasan Pulau Saparua sebenarnya terletak pada aspek kesejarahan, yaitu pergolakan melawan penjajah yang lebih dominan dibandingkan daerahpulau lainnya di Maluku. Juga titik persinggungan antara agama kalau konflik Ambon – Maluku disetujui sebagai konflik agama semata, awalnya sudah muncul di Saparua sebagai basis kekuatan Belanda di kawasan Maluku Tengah meliputi pulau Seram, Buru, Banda, Haruku, dan Nusa Laut yang dipertemukan dengan keberadaan Kerajaan Iha kemungkinan besar merupakan pusat Kerajaan Islam di Maluku Tengah. Strategi studi kasus ini memungkinkan terjadinya dialog peneliti-responden serta terjadinya interaksi antara dan dalam kalangan peneliti dan responden. Sesuai dengan penjelasan Yin 1996 menyangkut strategi penelitian untuk menjawab pertanyaan mengapa dan bagaimana, maka peneliti tidak mungkin melakukan eksperimen mengingat kriteria strategi studi kasus yaitu, sebagai suatu gejala sosial yang tidak dapat dilepaskan dari konteksnya. Gejala sosial yang diungkapkan dalam penelitian ini yaitu, jejaring sosial dan konflik yang mengarahkan penemuan akar konflik pada masyarakat Pulau Saparua. 3.3. Prosedur Pengumpulan Data 3.3.1. Penentuan Kasus Pada tahap awal untuk mendapatkan informasi, peneliti akan bertanya pada informan kunci key informan yaitu Ketua Latupati Pulau Saparua sekaligus sebagai Raja Negeri Tuhaha yang terlibat secara langsung dalam konflik dan manajemen konflik di Pulau Saparua. Selanjutnya melalui teknik bola salju snowball sebagai yang dijelaskan Moleong 1989, dengan informan selanjutnya sebagaimana dijelaskan berikut ini : a. Penyerangan di negeri Iha di Jazirah Hatawano dengan informan : Sekertaris Latupati Saparua Raja Negeri Itawaka, mantan Sekertaris Latupati Raja Negeri Noloth, AL tokoh pemuda Negeri Ihamahu sekaligus pemimpin kelompok kecil Sarani di Saparua, Sekertaris Negeri Iha, Raja Negeri Administratif Mahu. b. Penyerangan di Negeri Sirisori Sarani dengan informan : Raja negeri Sirisori Sarani, Kepala Soa Sirisori Sarani TS sekaligus tokoh Pemuda, Kepala Soa negeri Sirisori Salam sebagai pelaksana tugas Raja yang lebih banyak beraktivitas di Ambon, Raja negeri Ulath, Pelaksana Tugas Raja negeri Ouw Raja Negeri Ouw sudah meninggal. c. Penyerangan di Dusun Pia dengan informan : Kepala Soa negeri Kulor saat konflik Raja Kulor sekarang ini belum terpilih dan berdiam di Makasar sementara mantan Raja sudah meninggal, Kepala Urusan Pemerintahan negeri Kulor, Kepala Dusun Pia, EP Kepala Keamanan Dusun Pia d. Konflik negeri Haria dan Porto : Raja negeri Haria, Raja negeri Porto e. Negeri-negeri yang turut membantu saat konflik terjadi walaupun tidak berdekatan dengan negeri yang mengalami secara langsung dampak konflik : Raja negeri Booi, Raja negeri Paperu, Raja negeri Tiow, Kepala Pemuda negeri Saparua, Ketua Klasis Gereja Protestan Maluku di Pulau Saparua, Ketua Majelis Ulama Indonesia di Pulau Saparua, Ketua Majelis Ulama Indonesia Maluku keturunananak negeri Iha, Mantan Ketua DPR Kabupaten Maluku Tengah Anak negeri Iha di Seram Barat. Data sekunder diperoleh melalui instansi terkait seperti Kantor Kecamatan Saparua, Dinas Sosial Maluku Tengah, serta LSM asing dan lokal yang turut terlibat sejak konflik sampai penanganannya. Selain itu didukung pula dengan catatan-catatan tertulis tentang konflik yang dimiliki oleh Organisasi Agama di Saparua maupun di Ambon seperti Crisis Centre Keuskupan Amboina, Crisis Centre Sinode GPM Ambon, dan Crisis Centre MUI Maluku.

3.3.2. Studi Riwayat Hidup Individu

Pada dasarnya studi riwayat hidup yang digunakan sebenarnya mengarah pada riwayat hidup informan yaitu, aktor yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam konflik serta penanganan implikasinya. Sebagaimana dijelaskan Denzin 1970 : 220, bahwa studi riwayat merupakan studi tentang pengalaman dan pemahaman dari sisi pandang individu sendiri, sebagai metode untuk memahami tindakan sosial. Tindakan sosial yang dimaksud di sini yaitu, pemanfaatan jejaring sosial sejak konflik sampai penanganan ikmplikasi konflik. Studi riwayat hidup ini lebih spesifik lagi diarahkan pada riwayat hidup suntingan yang menurut Denzin 1970 : 221 - 223 merupakan riwayat hidup topikal yang mengemukakan satu fase atau tahapan dalam kehidupan individu subjek riwayat yang juga diselingi dengan komentar, penjelasan dan pertanyaan oleh seseorang di luar individu subjek riwayat. Pilihan ini didasarkan pada kenyataan bahwa fenomena sosial yang ingin dimaknai hanyalah sejak konflik muncul sampai pada penanganan implikasinya, yang terjadi pada satu fasetahapan kehidupan aktor yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Studi riwayat hidup ini mencakup kasus aktor dalam konflik yang masing-masing sebagai berikut : a. Informan pada sub bab penentuan kasus bagian a, b, c dan d; b. Informan pada sub bab penentuan kasus bagian e. Teknik pengumpulan data riwayat hidup meliputi wawancara mendalam secara langsung, pengamatan, dan pemanfaatan arsip dokumentasi yang relevan Laporan Organisasi Keagamaan saat konflik terjadi. Khususnya untuk menelusuri akar konflik serta jejaring sosial yang terbentuk saat itu sebagai bahan perbandingan dilakukan dengan mempelajari arsip pemerintahan kolonial Belanda yang ada di Arsip Nasional. 3.3.3. Metode Pengamatan Berperan Serta Metode ini sebenarnya dikhususkan pada upaya peneliti untuk memahami jejaring sosial yang dimanfaatkan aktor baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam konflik sejak konflik sampai pada penanganan implikasi konflik. Hal ini dimungkinkan mengingat dua alasan metodologis yang mendasari pengumpulan data kualitatif dengan metode pengamatan berperan serta Moleong, 1989 : 138 yaitu, pertama, pengamatan memungkinkan peneliti melihat, merasakan, dan memaknai dunia beserta ragam peristiwa dan gejala sosial di dalamnya sebagaimana para aktor melihat, merasakan dan memaknainya; kedua, pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan secara bersama oleh peneliti dan aktor intersubyektifitas. Selain itu, ragam tipe pengamatan berperan serta yang dipilih yaitu peran serta dan keterbukaan peneliti secara penuh, mengingat para aktor mengenal peneliti dan mengetahui kegiatan pengamatan yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan pula untuk memperkecil jarak sosial antara peneliti dan aktor, sehingga semakin kecil jarak maka diharapkan aktor akan secara terbuka dan jujur pula mengungkapkan keberadaan jejaring sosial sejak konflik sampai pada penanganan implikasi konflik yang dipahaminya. Oleh karena itu, saya sebagai peneliti akan menghadapkan makna menurut kasus antara masing-masing informan. Hal ini juga sekaligus sebagai upaya peneliti untuk menguji keberadaan serta kelayakan makna tersebut, yang menurut saya sebagai suatu upaya baru dalam pendekatan kualitatif. Dalam hal ini, seakan-akan saya sebagai peneliti melakukan ferivikasi seperti pendekatan kuantitatif padahal sebenarnya lebih tepat sebagai suatu strategi triangulasi atas makna yang diungkapkan pada kasus aktor. Pengamatan berperan serta juga dilakukan peneliti melalui diskusi kelompok kecil pada masing-masing negeri yang hancur akibat konflik negeri Iha, Sirisori Sarani dan Pia, dengan melibatkan tokoh-tokoh adat yang tergabung dalam Saniri Negeri Badan Permusyarawatan Desa. Selain itu, peneliti juga mendiskusikan kembali hasil- hasil temuan lintas negeri yang berbeda agama dan berbatasan langsung, seperti antara Kepala Soa Sirisori Salam dan Kepala Soa Sirisori Sarani; Kepala Soa Kulor dan Kepala Dusun Pia; serta Tuan Tanah negeri Iha dengan Tuan Tanah negeri Ihamahu. Setelah draft Disertasi tersusun, melalui kerjasama Kepala Pemerintahan Kecamatan Saparua dan Latupati peneliti juga melakukan pemaparan Hasil Penelitian awal di tingkat Pulau Saparua yang diikuti oleh seluruh Informan serta Tokoh Agama dan Tokoh Adat masing-masing negeri di Saparua. Hasil pemaparan menjadi penting, karena ada masukan-masukan, kritik dan koreksi atas hasil yang diungkapkan. Sehingga, kolaborasi berbagai strategi penelitian yang digunakan peneliti kemudian bermuara sebagai suatu tulisan ilmiah hasil peneliti yang disebut Disertasi.

3.4. Prosedur Pengolahan Data