25
2.4. Peranan Pemerintahan Menciptakan Keadilan Bagi Masyarakat
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang lebih suka hidup secara bersama. Hal ini disebabkan dengan kapasitas individu yang ada, manusia tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan pokok guna mempertahankan kehidupan mereka dalam masyarakat. Oleh karena itu, mereka sangat membutuhkan suasana kehidupan yang
saling menolong dan bekerjasama . Akan tetapi, mereka tidak dapat hidup berdampingan dan bekerjasama dengan yang lain dalam suasana penuh konflik dan permusuhan serta
ketidakadilan. Untuk itu diperlukan adanya sebuah “rasa kebersamaan” dan “pemerintah” sebagai pengendali kekuasaan untuk mencegah terjadinya konflik dan
ketidakadilan guna mempersatukan mereka. “Rasa kebersamaan” akan membuat masyarakat N, dalam Kerangka Dinamika
Sosial Ekonomi, bekerjasama dengan yang lain untuk tujuan yang sama, membatasi kepentingan pribadi mereka, dan memenuhi kewajiban mereka. Sehingga dapat terbentuk
keharmonisan sosial dan menimbulkan kekuatan yang menentukan bagi pembangunan dan tegaknya suatu peradaban.
Pada “Model Dinamika”, Ibnu Khaldun memasukkan “rasa kebersamaan” ke dalam lingkaran sebab akibat. “Rasa kebersamaan” akan terbentuk dan menguat jika ada
keadilan j untuk menjamin adanya kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan kewajiban bersama dan pemerataan hasil pembangunan W dan g. Jika keadilan j
hilang, maka cenderung akan timbul ke tidakpuasan di antara masyarakat, mengecilkan hati masyarakat, dan berpengaruh buruk terhadap solidaritas masyarakat. Lebih jauh lagi,
hal ini tidak hanya mempengaruhi motivasi masyarakat dalam bekerja tetapi juga akan
26 melemahkan efisiensi, sikap inovatif, kewirausahaan, dan kualitas kebaikan yang lain,
sehingga pada akhirnya menyebabkan disintegrasi dan kemunduran masyarakat. Untuk mencapai keadilan j harus ada sebuah aturan dalam berperilaku yang
dimuat dalam Peraturan atau Syariah S. Aturan dalam berperilaku akan efektif, apabila, masyarakat dapat memahami manfaat dari peraturan yang dibuat dan pemerintah G
dapat menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat baik pada tingkat atas maupun tingkat bawah. Kekuasaan politik yang dimiliki oleh pemerintah, memiliki hubungan yang sama
seperti halnya peradaban dalam permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Ibnu Khaldun mengelompokkan kekuasaan menjadi tiga jenis, yaitu; Pertama, adalah
kekuasaan “alamiah” atau normal yang membolehkan setiap orang memuaskan kepentingan pribadinya berdasarkan kesenangan hawa nafsu; Kedua, adalah kekuasaan
politik “rasional” yang membolehkan setiap orang untuk memenuhi kepentingan pribadi sesuai dengan prinsip rasional; Ketiga, adalah kekuasaan politik berdasarkan “moral”
yang memungkinkan setiap orang untuk mewujudkan kesejahteraan dunia dan akhirat sesuai ajaran Syariah. Dalam istilah ilmu sosial politik modern , ketiga jenis kekuasaan
tersebut dikenal sebagai laissez faire atau negara pasif sekuler, welfare state atau negara kesejahteraan, dan welfare state Islami atau khilafah Chapra, 2001.
Dalam welfare state Islami, mengupayakan agar setiap orang mengikuti ajaran Syariah dalam urusan duniawi mereka merupakan hal yang penting. Negara harus tetap
mengawasi semua tingkah laku yang dapat membahayakan pembangunan sosial ekonomi seperti ketidakjujuran, penipuan, dan ketidakadilan sebagai prasyarat kualitas yang
dibutuhkan untuk keharmonisan sosial dan pembangunan berdasarkan keadilan. Di
27 samping itu, negara juga harus menjamin pemenuhan hukum dan menghormati hak milik
individu serta menanamkan kesadaran kepada seluruh lapisan masyarakat. Untuk mewujudkan cita-cita welfare state Islami, tidak dapat dilakukan dengan
tindakan repressive, melainkan melalui tindakan persuasive yang berusaha mensejahterakan masyarakat dan mempercepat pertumbuhan kreativitas masyarakat dan
aktivitas pembangunan. Menurut Ibnu Khaldun, kedaulatan hendaknya mengandung kualitas karakter mulia yang sesuai dengan agama dan ilmu politik. Pemegang kedaulatan
harus toleran, moderat, dan adil serta menghindari kelicikan, penipuan, dan kesalahan. Pemegang kedaulatan harus menyadari bahwa ia tidak dapat mewujudkan kedaulatan
tanpa bantuan orang lain, dan oleh sebab itu bila ia ingin menjalankan kewajibannya secara keseluruhan ia harus menunjuk serta mengangkat orang yang kompeten untuk
membantunya. Pembangunan manusia membutuhkan kepemimpinan politik untuk pelaksanaan pembangunan yang tepat. Negara dapat menyediakan kepemimpinan yang
demikian dengan menciptakan lingkungan yang mendukung, membuat susunan yang tepat utuk membina dan mendidik masyarakat guna menciptakan kualitas yang
dibutuhkan dalam masyarakat, mempromosikan ilmu pengetahuan dan industri, melaksanakan pembangunan infrastruktur, menjamin hukum dan perundang-undangan,
mengedepankan lingkungan fisik yang sehat, menerapkan jaminan sosial dan system peradilan yang efisien, serta menjalankan operasi pasar yang terarah dan merata.
Dengan demikian, apabila pemerintah melaksanakan peranannya secara efektif, maka akan menjadi sebuah kontribusi positif dalam pembangunan g karena kebutuhan
masyarakat akan terpenuhi, sehingga mereka akan termotivasi melalui kerja keras yang cermat dan efisien. Namun, jika hal itu tidak terlaksana, maka yang terjadi adalah
28 kehancuran. Sumber daya yang dibutuhkan negara untuk kepentingan itu, diperoleh
melalui system pajak yang adil dan efisien. Di samping itu, perlu dicermati bahwa apabila, jika pemerintah tidak menerapkan Syariah secara efisien, maka tidak akan ada
keadilan. Jika tidak ada keadilan, maka “rasa kebersamaan” tidak akan ada, dan jika tidak ada “rasa kebersamaan”, maka tidak akan ada lingkungan yang mendukung
terlaksananya implementasi Syariah, hukum dan perundang-undangan, pembangunan dan kemakmuran. Ketiadaan semua itu, akan membuat administrasi pemerintah G menjadi
lemah dan tidak efektif. Hal ini tercermin dalam kemunduran-kemunduran variabel- variabel sosial ekonomi yang penting S, N, W, dan j serta menyebabkan kehancuran
dan keruntuhan. Negara yang menjalankan perana n pentingnya sebagaimana yang terdapat dalam
lingkaran sebab akibat “Model Dinamika” Ibnu Khaldun, tidak akan memiliki karakter sebagai negara yang monolitik atau negara yang lalim yang senantiasa mengontrol
kehidupan masyarakat dengan ketat serta tidak me njalankan kekuasaan secara absolut dan sewenang-wenang demi kepentingan pribadi. Pemerintah akan menggunakan
kekuasaannya untuk membuat fungsi pasar berjalan lancar dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi realisasi pembangunan g dan keadilan j.
Dengan demikian, konsep Ibnu Khaldun dalam “Model Dinamika” menyatakan bahwa negara harus berorientasi kepada kesejahteraan rakyat, memiliki kebijakan
anggaran, menghargai hak milik masyarakat, dan menghindari pungutan pajak yang memberatkan. Negara akan mengutamakan pembangunan melalui anggaran yang
dihasilkan dari kebijakan yang adil, dan sebaliknya negara akan menghambat pembangunan dengan memperlakuan sistem pajak dan kebijakan yang tidak adil. Negara
29 merupakan suatu pasar terbesar yang dihasilkan dari anggaran negara tersebut untuk
kesejahteraan rakyatnya, sehingga tidak sepatutnya bagi suatu negara untuk terlibat secara langsung di dalam kegiatan ekonomi. Keterlibatan negara secara langsung, bukan
hanya akan mengurangi kesempatan masyarakat N, tapi pada akhirnya juga akan merugikan negara itu sendiri. Negara seharusnya melakukan hal-hal yang dapat
membantu masyarakat menjalankan usaha mereka secara lebih efisien dan mencegah masyarakat untuk melakukan tindakan yang tidak adil secara berlebihan. Jadi negara
yang digambarkan oleh Ibnu Khaldun bukanlah negara yang fasis ataupun negara totaliter. Negara yang diinginkan adalah negara yang menjamin penerapan Syariah dan
negara yang berfungsi sebagai instrumen pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
2.5. Distribusi Kesejahteraan Dalam Pembangunan Ekonomi