Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan)

(1)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA PENGOLAH

IKAN REBUS DENGAN GARIS KEMISKINAN

(

Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan )

SKRIPSI

OLEH :

ROSA PRIDA SEBAYANG

050304052

SEP-AGRIBISNIS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA PENGOLAH

IKAN REBUS DENGAN GARIS KEMISKINAN

(

Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan )

SKRIPSI

OLEH :

ROSA PRIDA SEBAYANG

050304052

SEP-AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS) (Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi )

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

ABSTRAK

ROSA PRIDA BR SEBAYANG: Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan Di Lingkungan 9 Kelurahan Pulo

Brayan Kota Kecamatan Medan Barat Kota Medan, dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi.

Pada saat ini pengembangan subsektor perikanan adalah lebih ditekankan pada program peningkatan produksi hasil - hasil perikanan untuk memenuhi kebutuhan protein di dalam negeri untuk meningkatkan devisa melalui ekspor. Disamping itu, nelayan dan pengolah ikan mempunyai pendapatan rendah dan kehidupan yang miskin maka perlu diperbaiki keadaannya, guna menghindarkan kemungkinan kesenjangan yang semakin besar.

Metode penelitian yang digunakan yaitu secara purposive, dimana penentuan daerah sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu, metode penarikan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling). Metode analisis yang diganakan dalam penelitian ini adalah yaitu diuji dengan menggunakan analisis korelasi sederhana dan analisis deskriptif .

Dari hasil penelitian diperoleh:

1. Hubungan pendidikan dengan garis kemiskinan diproxy dengan pendapatan per kapita adalah lemah, dengan koefisien korelasi sebesar 0.224.

2. Hubungan jumlah tanggungan dengan garis kemiskinan diproxy dengan pendapatan per kapita adalah sangat lemah karena koefisien korelasi sebesar -0.062.

3. Hubungan antara umur dengan garis kemiskinan diproxy dengan pendapatan per kapita adalah sangat lemah, dengan koefisien korelasi sebesar 0.183.

4. Tingkat kemiskinan yang diukur dari tingkat pendapatan perkapita rata – rata pengolah ikan rebus di daerah penelitian berdasarkan kriteria Sayogyo 360 kg beras per orang/ tahun adalah berada diatas garis kemiskinan karena pendapatan perkapita rata – rata lebih besar dari batas garis kemiskinan yaitu sebesar Rp 2.902.881 dan berdasarkaan Upah Minimum Regional sebesar Rp 1.048.000 maka tingkat kemiskinan adalah berada dibawah garis kemiskinan.

5. Upaya dalam mengatasi masalah kemiskinan yang dialami oleh pengolah ikan rebus adalah dengan pemberian bantuan modal dan pemberdayaan sumberdaya manusia yang dapat dilakukan dengan meningkatkan ketrampilan masyarakat agar masyarakat dapat mengelola bantuan yang diberikan oleh pemerintah.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di K.Bangun pada tanggal 26 Juni 1986 dari Ayah J. Sebayang dan Ibu S. Purba. Penulis merupakan putri keempat dari lima bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Santo Thomas 3 Medan, dan pada tahun 2005 masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Agribisnis, Departemen Agribisnis.

Penulis melaksanakan praktek kerja Lapangan (PKL) di Desa Laksa, Kecamatan Pegagan Hilir, Kabupaten Dairi dari tanggal 15 Juni sampai 16 Juli 2009.


(5)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Karakteristik Keluarga pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan ”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi, selaku ketua dan anggota komisi pembimbing

yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis Departemen Agribisnis, serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, November Penulis


(6)

DAFTAR ISI

hal

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 10

Tujuan Penelitian ... 11

Kegunaan Penelitian ... 11

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka ... 12

Landasan Teori ... 15

Kerangka Pemikiran ... 20

Hipotesis Penelitian ... 24

METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Lokasi Penelitian ... 25

Metode Penentuan Sampel ... 25

Metode Pengumpulan Data ... 26

Metode Analisis Data ... 26

Defenisi dan Batasan Operasional Definisi ... 28

Batasan Operacional ... 29

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Luas dan Letak Geografis ... 30

Keadaan Penduduk ... 30

Sarana dan Prasarana ... 32

Karakteristik Sampel ... 34

HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Pendidikan Dengan Pendapatan per Kapita Ditinjau dari Garis Kemiskinan. ... 36

Hubungan Jumlah Tanggungan Dengan Pendapatan per Kapita Ditinjau dari Garis Kemiskinan ... 36 Hubungan Umur (Tahun) Dengan Pendapatan


(7)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

per Kapita Ditinjau dari Garis Kemiskinan ... 39 Tingkat kemiskinan yang diukur dari tingkat pendapatan perkapita pengolah ikan rebus di daerah penelitian adalah dibawah garis

kemiskinan ... 40 Upaya - Upaya Penanggulangan Masalah Yang Dihadapi Pengolah Ikan Rebus di Daerah Penelitian ... 44 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 45 Saran ... 46 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

hal

Jumlah dan persentase penduduk miskin menurut Kabupaten/ Kota ... 6

Persentase Keluarga Miskin menurut Kecamatan di Kota Medan ... 8

Jumlah kelompok pengolahan ikan rebus di Kota Medan ... 25

Distribusi penduduk Kelurahan Pulo Brayan Kota Distribusi penduduk Kelurahan Pulo Brayan Kota menurut kelompok Umur, 2008 ... . 31

Distribusi Penganut Agama di Kelurahan Pulo Brayan Kota, 2008 ...31

Distribusi Penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan Pulo Brayan Kota, 2008... ...32

Sarana dan Prasarana ... ...33

Distribusi Sampel Menurut Lama Pendidikan ... ...34

Distribusi Sampel Menurut Pengalaman menjadi Pengolah ikan Rebus...34

Rekapitulasi Karakteristik Pengolah Ikan Rebus ... ... 35

Hubungan Pendidikan (Tahun)dengan pendapatan perkapita (Rp) ... ...36

Hubungan Jumlah Tanggungan (Orang) dengan Pendapatan perkapita (Rp)...37

Hubungan umur dengan Pendapatan perkapita (Rp) Ditinjau dari Garis Kemiskinan ... ...39

Rekapitulasi rata – rata Pendapatan perkapita Pengolah Ikan Rebus per tahun... 40

Pendapatan Per Kapita per Tahun Pengolah Ikan Rebus dengan Batas Kemiskinan 360 kg Beras per Orang/ Tahun ... 42

Pendapatan Per Kapita per Tahun Pengolah Ikan Rebus dengan Batas Kemiskinan berdasarkan besar Upah Minimum Regional... 44


(9)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

DAFTAR GAMBAR

hal Skema Kerangka Berpikir ... 18


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. 1. Karakteristik Sampel Pengolah Ikan Rebus

2. Total Biaya Produksi Usaha pengolahan Ikan Rebus per Tahun 3. Total bahan Penunjang Usaha pengolahan Ikan Rebus per Tahun 4. Biaya Transportasi per Tahun

5. Biaya Sewa Tempat Menjual Ikan Rebus dalam Satu Tahun 6. Biaya Alat Produksi Keranjang dalam Satu Tahun

7. Penyusutan Alat Produksi Tong dalam Satu Tahun 8. Biaya Sewa Merebus Ikan per Tahun

9. Upah Tenaga Kerja Pengolahan Ikan rebus dalam Satu Tahun

10. Total Biaya Produksi Usaha Pengolahan Ikan Rebus dalam Satu Tahun 11. Penerimaan, Biaya Produksi, Pendapatan Pengolah Ikan Rebus dalam Satu

Tahun

12. Total Pendapatan Keluarga Pengolah Ikan Rebus dalam Satu Tahun 13. Pendapatan Per Kapita per Tahun Pengolah Ikan Rebus dengan Batas

Kemiskinan 360 kg Beras per Orang/ Tahun

14. Pendapatan Per Kapita per Tahun Pengolah Ikan Rebus dengan Batas Kemiskinan berdasarkan besar Upah Minimum Regional

15. Korelasi Pearson Pendidikan dengan Pendapatan perkapita Ditinjau dari Garis Kemiskinan

16. Korelasi Pearson Jumlah Tanggungan dengan Pendapatan perkapita Ditinjau dari Garis Kemiskinan

17. Korelasi Pearson Pendapatan Keluarga dengan Pendapatan perkapita Ditinjau dari Garis Kemiskinan .


(11)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minat untuk mengembangkan budidaya perairan sebagai suatu sistem produksi makanan yang dapat dikelola dan sebagai sumber penghidupan untuk bangsa telah meningkat dengan pesat. Peningkatan usaha pengembangan ini berasal terutama dari kebutuhan untuk menghasilkan tambahan protein dari ikan guna memenuhi permintaan penduduk yang bertambah dengan pesat. Tangkapan di seluruh dunia akan persediaan ikan yang lazim (perikanan tangkapan ) telah mendatar (tidak berkurang dan tidak bertambah), yang di duga karena penurunan karena tangkapan dari beberapa negara berkembang yang merupakan konsumen ikan utama karena adanya perluasan zona ekonomi nasional lautan, dan adanya keperluan yang berlanjut di banyak negara untuk menemukan kemungkinan hidup yang produktif bagi penduduk yang bertambah banyak jumlahnya yang hanya dapat menjangkau sumber daya alam secara terbatas ( Sjamsudin, 1980).

Usaha perikanan bukanlah usaha yang hanya sekedar melakukan kegiatan pemeliharaan ikan, melainkan usaha yang mencakup berbagai aspek organisme (sumber hayati) di perairan secara keseluruhan. Objek usaha perikanan adalah semua kegiatan yang ada hubungannya dengan memanfaatkan sumber hayati perairan yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi kehidupan ekonomi

(Ratna, 2001).

Dengan demikian, usaha perikanan bertujuan untuk memanfaatkan hasil perairan air tawar maupun air laut, baik dengan memeliharanya maupun dengan menangkap atau mengolahnya. Memajukan perikanan Indonesia, bukan hanya


(12)

menambah zat makanan yang diperlukan tubuh kita, melainkan juga dapat memperluas lapangan pekerjaan, memanfaatkan sumber kekayaan alam yang tersedia, dan dapat menunjang pendapatan bagi penduduk. Tujuan utama dari pengelolaan perikanan adalah untuk menjaga kelestarian produksi terutama melalui berbagai regulasi dan tindakan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan serta untuk memenuhi keperluan industri yang memanfaatkan produksi tersebut (Ratna, 2001).

Pada saat ini pengembangan subsektor perikanan adalah lebih ditekankan pada program peningkatan produksi hasil - hasil perikanan untuk memenuhi kebutuhan protein di dalam negeri untuk meningkatkan devisa melalui ekspor. Disamping itu, nelayan dan pengolah ikan mempunyai pendapatan rendah dan kehidupan yang miskin maka perlu diperbaiki keadaannya, guna menghindarkan kemungkinan kesenjangan yang semakin besar. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan diatas, maka perlu modernisasi subsektor perikanan melalui introduksi tehnologi untuk melaksanakan pembangunan perikanan perlu dinilai kembali (Ratna, 2001).

Pembangunan subsektor perikanan, khususnya Indonesia boleh dikatakan situasi diametrical, disatu sisi potensi perikanan melimpah, di sisi lain kekayaan tersebut tercermin pada pelaku perikanan. Hampir sebagian besar penduduk pesisir pantai dikategorikan penduduk miskin. Bahkan kehidupan mereka masih dibawah upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Kondisi ini juga dapat dilihat dari minimnya minat pelaku untuk berinvestasi di sektor perikanan. Pengembangan sektor perikanan masih menghadapi kendala, baik disumber perikanan itu sendiri, maupun kendala dari pengembangan skala ekonomi yang


(13)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

ditandai dengan lemahnya modal dan sedikitnya investasi di bidang tersebut (Ahmad, 2005 ).

Masalah sosial yang terbesar yang dihadapi oleh manusia, khususnya di negara- negara sedang berkembang adalah masalah kemiskinan. Sejak dahulu berbagai upaya telah ditempuh dan berbagai kebijakan telah dilakukan untuk memerangi kemiskinan, namun sampai sekarang belum memberikan hasil yang menggembirakan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kemiskinan tetap ada mengiringi pembangunan baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan (Rajuminropa,2002).

Akibat kebijakan pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi, kenyataannya tidak membuat keadaan yang lebih baik, bahkan yang terjadi di negara – negara berkembang sebaliknya pembangunan yang terdistorsi. Kemiskinan semakin meningkat, terjadinya kesenjangan dalam struktur masyarakat, munculnya krisis lingkungan hidup dan lainnya. Hal ini menyebabkan timbulnya konsep pembangunan sosial sebagai upaya untuk mengatasi keterbelakangan dan permasalahan – permasalahan di negara sedang berkembang (Rajuminropa,2002)

Kebijakan pembangunan cenderung berorientasi pada upaya – upaya pertumbuhan ekonomi daripada pemerataan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi menuntut adanya efisiensi alam aktifitas mengeksploitasi segala sumber daya yang ada. Sementara pemerataan pembangunan lebih berorientasi pada aspek keadilan sosial dan perhatian kepada kepentingan seluruh rakyat. Melihat kecenderungan proses pembangunan, pada tahun- tahun mendatang kemiskinan


(14)

akan bergeser dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan, sehingga mengakibatkan terjadinya konsentrasi besar- besaran orang miskin di daerah perkotaan

(Soetrisno, 1997).

Dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat atau rumah tangga sering digunakan beberapa indikator sosial ekonomi. Indikator ini dapat mencerminkan dengan jelas keadaan dan kondisi tentang suatu hal yang terjadi di masyarakat. Dengan adanya indikator ini juga dapat memberikan arah kebijakan kepada pemerintah atau instansi terkait dalam upaya untuk mulai menghapus dan memberikan perhatian khusus terhadap kemiskinan. Beberapa indikator yang umumnya dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi rumah tangga antara lain, jumlah penduduk, pendapatan perkapita, tingkat pendidikan, banyaknya anggota rumah tangga, jenis pekerjaan kepala rumah tangga dan lainnya (Soetrisno, 1997).

Kemiskinan (poverty) merupakan masalah utama perekonomian. Tingginya angka kemiskinan dapat mengurangi prestasi pemerintah dalam kegiatan pembangunan, karena salah satu sasaran dari pembangunan adalah memperbaiki kondisi ekonomi suatu kelompok menjadi lebih baik. Kegiatan pembangunan yang tidak mengubah kondisi kemiskinan akan menyisakan masalah yang memicu permasalahan sosial dan politik. Stabilitas negara akan terganggu dan biasanya secara simultan akan berbalik mengganggu kinerja perekonominan yang sedang dibangun (Arifin, 2006).

Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tentang pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum sehingga memungkinkan seseorang dapat hidup


(15)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

secara layak. Jika penduduk tidak dapat memenuhi kebutuhan minimum, maka orang atau keluarga itu merupakan pembatas antara miskin dan tidak miskin atau biasanya disebut dengan garis kemiskinan. (Sayogyo, 1996).

Jumlah dan persentase penduduk miskin Provinsi Sumatera Utara menurut kabupaten/ kota tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah dan persentase penduduk miskin menurut Kabupaten/ Kota

Kabupaten/Kota Jumlah (000) Persentase (%)

2003 2004 2006 2003 2004 2006

Nias 226,1 135,8 159,98 32,14 31,58 36,19

Mandailing Natal 85,3 80,2 84,39 23,08 21,31 20,40 Tapanuli Selatan 173,4 135,5 152,05 22,67 22,08 24,17 Tapanuli Tengah 85,8 87,1 93,09 31,50 31,47 31,26 Tapanuli Utara 87,0 48,9 55,72 21,33 19,16 21,73 Toba Samosir 62,6 32,2 30,18 21,92 19,21 17,85 Labuhan Batu 143,7 131,3 140,18 15,78 14,16 14,20 Asahan 144,7 129,6 138,94 14,61 12,91 13,38 Simalungum 153,5 146,,3 163,11 18,99 17,94 19,39

Dairi 66,3 54,6 59,3 22,89 21,16 22,16

Karo 62,5 62,1 71,79 20,35 20,00 20,96

Deli Serdang 170,6 117,7 102,81 8,30 7,72 6,29 Langkat 199,5 189,2 199,24 21,21 19,89 19,65

Nias Selatan - 90,2 102,07 - 32,15 37,66

Humbang Hasundutan - 30,7 33,81 - 20,11 22,14

Pakpak barat - 7,7 8,24 - 22,62 23,67

Samosir - 47,8 39,97 - 8,20 30,59

Serdang bedagai - 26,2 74,71 - 21,89 12,34

Batubara - - - -

Sibolga 8,0 7,8 9,28 9,34 9,01 10,09

Tanjung balai 19,1 18,6 19,58 13,19 12,53 12,51 Pematang Siantar 27,2 26,2 28,41 12,14 11,55 12,07 Tebing Tinggi 14,6 13,5 14,37 11,01 10,10 10,42

Medan 143,5 142,6 160,65 7,25 7,13 7,77

Binjai 16,0 14,7 15,59 7,05 6,40 6,38

Padang Sidempuan - 23,6 22,22 - 13,65 12,22 Sumatera Utara 1889,4 1880,1 1979,70 15,89 14,93 15,66 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2007.


(16)

Dari Tabel 1 diketahui bahwa jumlah tingkat kemiskinan di Kota Medan terus meningkat. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2004 sebesar 142.600 jiwa atau sekitar 7,13 persen meningkat menjadi 160.650 jiwa pada tahun 2006. Oleh sebab itu, pemerintah berupaya menanggulangi masalah kemiskinan di perkotaan.dengan melakukan pemberdayaan sumber daya manusia dengan cara meningkatkan ketrampilan manusia.


(17)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

Tabel 2 . Persentase Keluarga Miskin Menurut Kecamatan di Kota Medan No Kecamatan Jumlah KK Miskin Persentase KK Miskin

Tahun 2007 (%)

1 Medan Tuntungan 3.013 2

2 Medan Johor 6.302 3

3 Medan Amplas 5.449 3

4 Medan Denai 10.684 6

5 Medan Area 6.584 4

6 Medan Kota 524 3

7 Medan Maimun 1.677 1

8 Medan Polonia 4.605 3

9 Medan Baru 1.101 1

10 Medan Selayang 3.106 2

11 Medan Sunggal 6.476 4

12 Medan Helvetia 6.905 4

13 Medan Petisah 6.668 4

14 Medan Barat 5.325 3

15 Medan Timur 4.037 2

16 Medan Perjuangan 12.583 7

17 Medan Tembung 9.809 5

18 Medan Deli 30.346 16

19 Medan Labuhan 18.015 10

20 Medan Marelan 5.692 3

21 Medan Belawan 30.343 16

Total 183.978 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan Tahun, 2008.

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah KK miskin di Kota Medan terbanyak di Kecamatan Medan Deli yaitu sebesar 30.346 KK dan jumlah KK miskin terkecil di Kecamatan Medan Baru yaitu sebesar 1.101 KK. Dan untuk Kecamatan Medan Barat, jumlah KK miskin adalah sebesar 5.325. Oleh sebab itu dalam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah berupaya dalam perbaikan


(18)

kesejahteraan masyarakat. Hal ini dibuktikan dalam kebijakan pembangunan kurun waktu 2004 – 2009 yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah pada data pengawasan Statistik yang memuat target menurunkan angka kemiskinan dari 16,7 persen pada tahun 2004 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009.

Melalui pembangunan ekonomi, Indonesia telah berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Keberhasilan Indonesia telah diakui bukan hanya dalam peningkatan pendapatan rata – rata melainkan juga dalam hal pengurangan jumlah penduduk miskin. Menurut BPS (1993) antara periode 70-an dan 80-an Indonesia telah berhasil menurunkan jumlah golongan miskin dari 65 persen menjadi kurang dari 17 persen dari total populasi. Keberhasilan ini tentu saja tidak boleh ditafsirkan bahwa kemiskinan di Indonesia sudah tidak menjadi suatu permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian lebih. Untuk itu pemerintah Indonesia menggariskan upaya mengatasi kemiskinan dalam kebijaksanaan pembangunan Indonesia (BPS, 1993).

Ikan rebus merupakan cara pengawetan ikan secara tradisional, ikan ini digemari masyarakat karena mempunyai rasa yang khas dan tidak terlalu asin. Jumlah produksi ikan rebus yang diolah hanya mencapai 5,4 %. Nilai ini relatif kecil bila dibandingkan dengan persentase produksi ikan yang lain. Rendahnya angka produksi ikan rebus karena umumnya dihasilkan oleh industri rumah tangga yang sebagian besar berupa skala usaha kecil dengan tingkat keterampilan yang hanya diperoleh turun – temurun, dan pembuatan ikan ini kurang memperhatikan faktor sanitasi, sehingga mutu dan daya awet ikan yang dihasilkan akan mempengaruhi (Eddy daan Evi, 1989).


(19)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

Mengingat pentingnya peranan ikan rebus dalam mengembangkan skala industri rumah tangga, khususnya dalam usaha meningkatkan pendapatan rumah tangga dan pengolah ikan rebus, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan riset tentang hubungan karakteristik keluarga pengolah ikan rebus dengan garis kemiskinan di Lingkungan 9 Kelurahan Pulo Brayan Kota Kecamatan Medan Barat Kota Medan.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana hubungan karakteristik keluarga pengolah ikan rebus (pendidikan, jumlah tanggungan dan umur) dengan garis kemiskinan di daerah penelitian ?

2. Bagaimana tingkat kemiskinan pada pengolah ikan rebus di daerah penelitian ?

3. Bagaimana upaya - upaya yang dilakukan untuk menanggulangi masalah yang dihadapi pengolah ikan rebus di daerah penelitian ?


(20)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk :

1. Untuk mengetahui hubungan karakteristik keluarga (pendidikan, jumlah tanggungan dan umur ) dengan kemiskinan di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui tingkat kemiskinan pada pengolah ikan rebus di daerah penelitian.

3. Mengetahui upaya - upaya yang dilakukan untuk menanggulangi masalah yang dihadapi pengolah ikan rebus di daerah penelitian.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain :

1. Sebagai bahan masukan bagi pengambil keputusan di instansi terkait dan pemerintah kota dalam menetukan kebijakan untuk mengatasi kemiskinan dan memberdayakan kemampuan rumah tangga miskin.

2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pengolah ikan dalam menjalankan usahanya.


(21)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka Pengertian Kemiskinan

Secara umum pengertian kemiskinan diartikan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan primer kehidupannya. Kemiskinan merupakan suatu kondisi kehidupan serba kekurangan yang dialami seseorang sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal kehidupannya. Keperluan minimum dari seorang individu atau rumah tangga adalah sebagai berikut: makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, air dan sanitasi

(Mulyanto dan Dieter, 1982 ).

Kebutuhan minimal tersebut meliputi makanan kebutuhan untuk makanan terutama energi kalori sehingga kemungkinan seseorang bisa bekerja untuk memproleh pendapatan. Menurut BPS patokan tingkat kecukupan kalori yang dijadikan acuan adalah sebesar 2100 kalori setiap orang per hari (untuk makanan). Selain untuk kebutuhan makanan juga diperlukan kebutuhan lain yang minimal harus dipenuhi, yaitu tempat perlindungan (rumah) termasuk fasilitas penerangan, pakaian, pendidikan pemeliharaan kesehatan dan transportasi.

Menurut Mulyanto dan Dieter E. keperluan minimum dalam seorang individu atau rumah tangga adalah sebagai berikut :

1. Makan 2. Pakaian 3. Perumahan


(22)

4. Kesehatan 5. Pendidikan 6. Air dan sanitasi 7. Transportasi.

Pengertian kemiskinan yang yang dikemukakan oleh Mardimin dan Rajuminropa (2002) adalah bahwa secara kualitatif, kemiskinan adalah suatu kondisi di dalam hidup manusia tidak bermartabat manusia. Atau dengan kata lain, hidup manusia tidak layak sebagai manusia. Secara kuantitatif, kemiskinan adalah suatu keadaan dimana hidup manusia serba kekurangan atau tidak berharta benda.

Pembagian pendapatan atau redistribusi pendapatan ke arah yang lebih merata berkaitan erat dengan usaha penerangan kemiskinan. Keberhasilan usaha pembangunan tidak hanya diukur dari tingkat pertumbuhan ekonomi, melainkan juga diukur dari keberhasilan usaha perbaikan dalam redistribusi pendapatan masyarakat dan pengurangan jumlah kelompok miskin dalam anggota masyarakat. Dapat dikatakan bahwa penyebab kemiskinan itu adalah akibat perpaduan pendapatan perkapita dan pembagian pendapatan yang timpang serta strategi pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan semata

(Dillon dan Hermanto, 1993).

Masalah ketimpangan pendapatan berhubungan dengan masalah kemiskinan. Secara garis besar ada dua cara orang memandang kemiskinan, sebagian orang berpendapat bahwa kemiskinan sebagai suatu akibat fenomena di dalam masyarakat sebagai suatu proses, kemiskinan mencerminkan kegagalan suatu sistem masyarakat dalam mengalokasikan sumber daya dana secara adil


(23)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

kepada anggota masyarakatnya. Paham ini mengemukakan konsep kemiskinan relatif atau kemiskinan struktural sehingga menyebabkan terjadinya masalah ketimpangan pendapatan (Dillon dan Hermanto, 1993).

Jenis dan Ciri – Ciri Kemiskinan

Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara moral maupun material., baik kebutuhan penting maupun yang dianggap tidak penting. Hal ini sudah pasti disesuaikan dan dibatasi oleh tingkat kemampuan pendapatannya. Keterbatasan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan suuatu rumah tangga merupakan ciri rumah tangga miskin.

Adapun ciri –ciri penduduk atau rumah tangga miskin menurut Badan Pusat Statistik, didasarkan pada keterbatasan kebutuhan hidup yang mencakup :

1. Keterbatasan penghasilan 2. Keterbatasan kepemilikan 3. Keterbatasan Keterampilan 4. Keterbatasan pendidikan 5. Tingkat kesehatan yang rendah

6. kehidupan normatif yang kurang dihargai 7. Keterbatasan lingkungan sosial.

Ciri – ciri rumah tangga miskin di Indonesia berdasarkan hasil penelitian Tjiptoherijanto (2002)adalah sebagai berikut :

1. Pada umumnya memliki jumlah anggota rumah tangga yang besar 2. Kepala rumah tangga merupakan pekerja rumah tangga


(24)

3. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga dan anggota rumah tangga rendah

4. Sebagian besar mereka yang telah bekerja namun masih menerima tambahan pekerjaan lain bila ditawarkan, dan

5. Sumber penghasilan utama dari sektor pertanian.

Landasan Teori

Pengolahan ikan rebus atau ikan pindang salah satu cara pengolahan, juga pengawetan ikan secara tradisional. Dalam proses pengukusan, ikan di awetkan dengan cara mengukus atau merebusnya dalam lingkungan bergaram. Tujuan pengukusan ini untuk menghambat aktivitas atau membunuh bakteri pembusuk maupun aktivitas enzim ( Eddy dan Evi, 1989).

Pengolah - pengolah ikan tradisional sampai saat ini masih bertahan dengan menggunakan cara-cara tradisional dalam menghasilkan produk olahan seperti pengolahan ikan pindang atau ikan rebus. Faktor yang menjadi alasannya antara lain cara ini paling sesuai dengan kemampuan modal dan tingkat ekonomi mereka. Usaha pengubahan kebiasaan atau meningkatkan tingkat usaha, diperlukan keberanian dari masyarakat itu sendiri. Di samping itu juga diperlukan kajian teknologi dalam mengolah ikan tersebut. Selain itu, pengenalan teknologi pengolahan harus serta-merta diiringi dengan pendampingan kepada masyarakat. Pendampingan untuk memperkenalkan teknologi - teknologi baru di masyarakat sering diabaikan oleh pemerintah. Sehingga kehidupan keluarga pengolah ikan tidak pernah lepas dari masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi (Zamroni, 2009).


(25)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

Dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan rumah tangga, semakin besar pendapatan keluarga semakin terpenuhi pula kebutuhan dasar rumah tangga. Yang dimaksud pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan pengeluaran (biaya produksi). Keluarga di perkotaan dapat dilihat tingkat kesejahteraan dan penghidupannya yang layak dari beberapa karakteristik seperti : pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan pendapatan (Remi dan Tjiptoherijanto, 2002).

Kemiskinan sering diukur berdasarkan indikator yang melekat pada seorang individu atau sebuah rumah tangga. Dalam hal ini kemiskinan sering digambarkan oleh satu kombinasi dari tingkat pendapatan yang rendah, tingkat kematian baliata yang tinggi, tingkat nutrisi yang rendah, kualitas kesehatan yang buruk dan lain – lain. Pengkategorian kemiskinan menurut indikator – indikator tersebut adalah upaya pengkategorian berdasarkan akibat. Kemiskinan juga sering didekati atas dasar input yang diperkirakan menyebabkan terjadinya kemiskinan. Isolasi sebagai akibat dari prasarana dan sarana pengankutan yang buruk menyebabkan rendahnya tingkat pelayanan umum dan menyebabkan kemiskinan bagi masyarakat yang terisolir (Sayogyo, 1996).

Pengukuran kemiskinan menurut BPS telah menghitung jumlah persentase penduduk miskin. Metode yang digunakan dalam penentuan penduduk miskin adalah dengan menggunakan metode batas atau garis kemiskinan melalui data Modul Konsumsi Suervei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Batas kemiskinan ini merupakan besarnya rupiah yang k untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan (BPS, 1993).


(26)

Angka kemiskinan yang dihasilkan oleh BPS hanya memberikan perkiraan jumlah persentase penduduk miskin secara makro pada tingkat nasional, propinsi dan kabupaten dan kota saja. Sedangkan untuk wilayah administrasi yang lebih kecil atau untuk mengetahui kantong – kantong kemiskinan dan rumah tangga mana yang dikategorikan miskin, tentunya dengan metode ini tidak mungkin terpenuhi (BPS, 1993)

Kriteria Sayogyo (1988) yaitu menggunakan ekuivalen konsumsi beras perkapita pertahun sebagai berikut :

1. Miskin sekali, bila konsumsi beras < 180 Kg beras/orang/tahun. 2. Miskin, bila konsumsi beras 180- <240 Kg beras/orang/tahun. 3. Nyaris miskin, bila konsumsi beras 240 – 360 Kg beras/orang/tahun. 4. Diatas garis kemiskinan, bila konsumsi beras > 360 Kg beras/orang/tahun.

Secara umum, karakteristik dari penduduk miskin adalah memiliki rata-rata jumlah anggota keluarga yang banyak. Jumlah anggota rumah tangga adalah indikasi yang dominan dalam menentukan miskin atau ketidakmisikinannya suatu rumah tangga. Tingkat pendidikan rumah tangga miskin jauh lebih rendah dibandingkan dengan rumah tangga bukan miskin. Tingkat pendidikan di perkotaan akan mempengaruhi dalam penentuan upah, sehingga peningkatan pendidikan diharapkan mampu untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga (Remi dan Tjiptoherijanto, 2002).

Salah satu masalah yang dimiliki manusia, implikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruh aspek kehidupan manusia tetapi sering tidak disadari kehadirannya sebagai masalah ialah kemiskinan. Dalam kehidupan sehari- hari


(27)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

dalam masyarakat, kemiskinan merupakan suatu yang nyata adanya, bagi mereka yang tergolong miskin, mereka sendiri merasakan dan menjalani kehidupan dalam kemiskinan tersebut. Kemiskinan itu akan lebih terasa apabila dibandingkan dengan kehidupan orang lain yang lebih tinggi tingkat kehidupannya. Selanjutnya kemiskinan dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok seperti: pangan, pakaian, papan sebagai tempat berteduh. Mereka yang dikatakan berada dibawah garis kemiskinan pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok

(Remi dan Tjiptoherijanto, 2002).

Ada dua cara orang memandang kemiskinan. Sebagian orang berpendapat bahwa kemiskinan adalah suatu proses yang berarti kebijakan yang mempengaruhi kondisi kemiskinan seseorang. Artinya kemiskinan yang terjadi hanyalah dampak dari keputusan, baik itu keputusan individu. Misalnya boros menyebabkan seseorang menjadi miskin, ataupun keputusan sebuah lembaga atau kebijakan. Kebijakan menjadi faktor yang penting karena merupakan keputusan yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Kebijakan yang mewajibkan siswa memakai buku tertentu yang dijual di sekolah, menyebabkan biaya pendidikan menjadi mahal dan tidak terjangkau oleh kelompok masyarakat tertentu.

Sedangkan sebagian lagi memandang kemiskinan sebagai akibat atau fenomena di dalam masyarakat. Artinya kemiskinan diakibatkan karena pendidikan rendah. Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Kebutuhan dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang hidup secara layak. Jika tingkat pendapatan tidak dapat mencapai kebutuhan minimum itu


(28)

merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin yang disebut dengan garis kemiskinan mutlak atau absolute (Tarigan, 2006).

Penyebab kemiskinan sangat banyak, antara penyebab dan akibat sering berbalik misalnya miskin disebabkan pendidikan rendah disebabkan karena kemiskinan. Penyebab dan jenis - jenis kemiskinan belum ada yang baku atau standar, sering terjadi tumpang tindih. Secara garis besarnya dapat diungkapkan antara lain :

Kemiskinan alami (natural) adalah kemiskinan yang disebabkan keadaan alam suatu daerah yang miskin.

Kemiskinan budaya (cultural) adalah kemiskinan yang disebabkan kondisi social budaya penduduk daerah itu mendukung kemiskinan

Kemiskinan struktural (struktural) adalah kemiskinan yang disebabkan keadaan struktur pemerintahan, struktur pendistribusian fasilitas yang membuat suatu daerah penduduknya menjadi miskin (Tarigan, 1991).

Ada pula yang disebut kemiskinan relatif. Kemiskinan ini tidak ada garis kemiskinannya. Misalnya seseorang yang tinggal di kawasan elit, yang sebenarnya memiliki pendapatan sudah cukup mencapai kebutuhan minimum, tetapi pendapatannya masih jauh lebih rendah dari rata - rata income masyarakat sekitarnya. Orang atau keluarga tersebut merasakan dia miskin, karena kemiskinan relatif ini lebih banyak ditentukan oleh kondisi lingkungan

(Tarigan, 1991).

Paradigma penanggulangan kemiskinan pada era otonomi daerah saat ini adalah bahwa kebijakan atau program anti kemiskinan akan dapat berhasil apabila kaum miskin menjadi aktor utama dalam perang melawan kemiskinan. Untuk


(29)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

membantu kaum miskin keluar dari lingkaran kemiskinan dibutuhkan kepedulian, komitmen, kebijaksanaan, organisasi, dan program yang tepat. Diperlukan pula sikap yang tidak memperlakukan orang miskin sebagai obyek, tetapi sebagai subyek. Bahwa orang miskin bukan orang yang tidak memiliki apa-apa,

melainkan orang yang memiliki sesuatu, walaupun serba seadanya (Mubyarto, 2001).

Sebab kemiskinan disebabkan oleh dua faktor yaitu kemiskinan yang terjadi disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah faktor yang berada diluar jangkauan individu yang merupakan hambatan atau struktur yang menghambat seseorang untuk meraih kesempatan misalnya karena kurang meratanya hasil pembangunan, sehingga kepemilikan sumber daya tidak merata, kemampuan tidak seimbang dan ketidaksamaan kesempatan berakibat keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan tidak merata. Oleh karena itu kemiskinan ini disebut kemiskinan struktural.

Sedangkan kemiskinan yang disebabkan oleh faktor internal berasal dari dalam diri seseorang atau lingkungannya, misalnya besarnya jumlah tanggungan, pendapatan kepala keluarga, keterbatasan akses modal, tingkat pendidikan yang rendah dan budaya subsisten atau bekerja sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Fenomena ini bukan berasal dari struktur sosial tapi berasal dari karakteristik khas orang miskin itu sendiri sebagai akibat dari nilai - nilai dan kebudayaan yang dianut sekelompok masyarakat. Kemiskinan ini umumnya disebut kemiskinan kultural (Valeriana, 2004).


(30)

Kerangka Pemikiran

Kegiatan pengolahan ikan rebus merupakan suatu proses yang dilakukan oleh para rumah tangga pengolah ikan yang pada dasarnya adalah untuk memperpanjang daya awet ikan dengan mengukus ikan dengan tujuan meningkatkan nilai tambah produk dalam memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Hal ini sudah pasti disesuaikan dan dibatasi oleh tingkat kemampuan pendapatannya. Keterbatasan pendapatan suatu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari merupakan suatu ciri dari rumah tangga miskin.

Dalam penelitian ini, karakteristik rumah tangga yang diteliti dibatasi pada faktor jumlah tanggungan keluarga, pendidikan, dan umur (faktor internal). Kemiskinan yang disebabkan karena kondisi internal berasal dari dalam diri seseorang atau lingkungannya, diantaranya keterbatasan modal, tingkat pendidikan yang rendah dan budaya subsisten atau bekerja sekedar untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari.

Besarnya jumlah tanggungan keluarga merupakan pendorong bagi pengolah ikan rebus dalam mengambil keputusan dalam memenuhi kebutuhannya. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga yang harus ditanggung, makin besar pula pengeluaran rumah tangga. Dengan demikian akan mendorong tenaga kerja untuk bekerja lebih giat.

Tingkat pendidikan rumah tangga miskin jauh lebih rendah dibandingkan dengan rumah tangga bukan miskin. Tingkat pendidikan di perkotaan akan mempengaruhi dalam penentuan upah. Makin tinggi tingkat pendidikan maka wawasan dan pandangannya akan semakin luas sehingga dapat berpikir lebih


(31)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

banyak tentang bagaimana suatu pekerjaan diselesaikan dengan cepat dan lebih baik.

Dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan rumah tangga, semakin besar pendapatan semakin terpenuhi pula kebutuhan dasar rumah tangga. Pendapatan rumah tangga sering digunakan sebagai tolak ukur kesejahteraan. Salah satu cara untuk mengukur status kemiskinan suatu rumah tangga adalah dengan menghitung pendapatan rumah tangga. Kriteria Sayogyo menggunakan tingkat konsumsi ekivalen beras perkapita sebagai indikator kemiskinan. Untuk daerah perkotaan, apabila seseorang hanya mengkonsumsi ekuivalen beras kurang dari 360 kg beras per orang per tahun, maka yang bersangkutan digolongkan miskin. Dan dikatakan tidak miskin jika penghasilan rumah tangga lebih besar dari ekuivalen 360 kg beras per orang per tahun.Dan pada saat ini, dunia usaha lapangan pekerjaan menggunakan standard Upah Minimum Regional (UMR) untuk menetapkan standard terendah pendapatan yang diterima oleh buruh atau pekerja suatu perusahaan. Dimana Upah Minimum Regional yang berlaku pada saat penelitian adalah Rp 1.048.000.

Upaya pemberdayaan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan meningkatkan ketrampilan manusia. Keterampilan dapat diperoleh melalui lembaga pendidikan baik formal maupun informal. Pemberdayaan masyarakat miskin melalui upaya perbaikan tingkat pendidikan yang dimulai sejak dini, akan memberikan suatu harapan agar nantinya akan memiliki kualitas sumberdaya manusia yang siap bersaing dengan tingkat produktivitas yang tinggi sehingga akan memiliki pendapatan yang tinggi, sehingga dapat memenuhi kebutuhannya.


(32)

Keterangan

= menyatakan hubungan langsung Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Pengolah ikan rebus rere

Karakteristik keluarga

Pendidikan Jumlah tanggungan keluarga

Umur

kemiskinan

Upaya – upaya penanggulangan kemiskinan


(33)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

Hipotesis Penelitian

1. a. Ada hubungan yang kuat antara pendidikan keluarga dengan kemiskinan pada pengolah ikan rebus.

b. Ada hubungan yang kuat antara jumlah tanggungan dengan kemiskinan pada pengolah ikan rebus.

c. Ada hubungan yang kuat antara umur dengan kemiskinan pada pengolah ikan rebus.

2. Tingkat kemiskinan yang diukur dari tingkat pendapatan perkapita pengolah ikan rebus di daerah penelitian adalah dibawah garis kemiskinan.


(34)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive, yakni dipilih satu kecamatan yaitu pengusaha pengolah ikan rebus di Pulo Brayan Kota, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, dengan pertimbangan bahwa daerah penelitian ini merupakan salah satu pengolah ikan rebus yang masih bersifat tradisional,dimana dalam melakukan kegiatan produksi pengolahan ikan rebus masih menggunakan cara sederhana. Sedangkan pengolah ikan rebus di daerah lain sudah menggunakan alat – alat produksi yang modern seperti menggunakan tempat penyimpanan ikan dalam ruang pendinginan.

Tabel 3. Jumlah kelompok pengolahan ikan rebus di Kota Medan

No Kecamatan Jumlah

(kelompok)

1 Kecamatan Medan Polonia 10

2 Kecamatan Medan Amplas 7

3 Kecamatan Medan Barat 7

4 Kecamatan Medan Tuntungan 5

5 Kecamatan Medan Belawan 4

6 Kecamatan Medan Labuhan 2

Jumlah 35

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kotamadya Medan, 2009.

Metode Penarikan Sampel

Populasi responden dalam penelitian ini adalah pengusaha pengolah ikan rebus di Pulo Brayan Kota, Kecamatan Medan Barat kota Medan. Penentuan sample dimulai dengan mensurvei lokasi usaha pengolahan ikan rebus dengan


(35)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

jumlah 7 kelompok, dimana setiap kelompok terdiri dari 8 - 9 KK. Jumlah populasi pengolah ikan rebus di daerah penelitian sebanyak 40 KK (kepala keluarga). Dari jumlah populasi tersebut diambil 30 sampel penelitian dengan menggunakan metode penarikan sample dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling). Pengolah ikan rebus adalah pemilik, pedagang dan juga sebagai pelaku pengolah ikan rebus.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan hasil pengumpulan data secara langsung kepada responden dengan menggunakan kuisioner. Data sekunder diperoleh dari lembaga, instansi atau dinas terkait dengan penelitian ini, hasil studi pustaka, baik berupa buku ataupun data statistik yang terkait dengan penelitian yang dilakukan.

Metode Analisis Data

Setelah data diproleh dan dikumpulkan selengkapnya, kemudian ditabulasi untuk selanjutnya dianalisis.

1. Untuk masalah 1.a, 1.b, dan 1.c, yaitu diuji dengan menggunakan analisis korelasi sederhana dengan rumus :

r =

( )( )

( )

[

2 2

]

[

2

( )

2

]

Υ ∑ − Υ ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ n X n Y X XY n

x


(36)

Keterangan :

r = koefisien korelasi n = jumlah sampel

X= variabel bebas (pendidikan, jumlah tanggungan dan umur ) Y = variabel tetap (Pendapatan perkapita)

Sedangkan besar t- hitung dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

h t =

r

n r 2 1 2 − − Kriteria pengujian :

Bila t- hitung > t-tabel, pada = 5 % berarti ada korelasi yang nyata antara X dan Y.

Bila t- hitung < t-tabel, pada = 5 % berarti korelasi antara X dan Y tidak nyata.

2. Untuk masalah 2, yaitu diuji dengan menentukan besar pendapatan perkapita per tahun ekivalen beras sebanyak 360 kg beras/orang/ tahun dan besar Upah Minimum Regional yang berlaku saat penelitian yaitu Rp 1.048.000.

Dengan kriteria

Berdasarkan batas kemiskinan 360 kg beras per orang/tahun :

Bila pendapatan perkapita > 360 kg beras per orang/ tahun setara dengan Rp 2.160.000, berarti berada diatas garis kemiskinan.

Bila pendapatan perkapita < 360 kg beras per orang/ tahun atau ≤ Rp 2.160.000, berarti berada dibawah garis kemiskinan.


(37)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

Berdasarkan besar Upah Minimum Regional :

Bila pendapatan perkapita > Rp 12.576.000, berarti berada diatas garis kemiskinan

Bila pendapatan perkapita < Rp Rp 12.576.000, berarti berada dibawah garis kemiskinan.

3. Untuk masalah 3, yaitu dianalisis dengan analisis deskriptif dengan mengamati masalah yang dihadapi pengolah ikan rebus di daerah penelitian, sehingga dapat diketahui upaya - upaya penanggulangan masalah yang dihadapi.

Defenisi dan Batasan Operasional

Agar tidak terjadi kesalahpahaman atas pengertian dan penafsiran penelitian ini, maka digunakan defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

Defenisi

1. Rumah tangga pengolah ikan rebus adalah rumah tangga yang lengkap dengan suami istri yang melakukan kegiatan mencari nafkah dalam mengolah ikan rebus untuk memenuhi kebutuhan mereka.

2. Pendidikan adalah jenjang sekolah formal yang ditamatkan (tahun).

3. Jumlah tanggungan adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal dalam sebuah rumah tangga (orang).

4. Pendapatan keluarga pengolah ikan rebus adalah penerimaan dari kegiatan mengolah ikan rebus (rupiah).

5. Umur adalah usia semenjak pengolah ikan rebus lahir sampai pada saat penelitian dilaksanakan (Tahun).


(38)

6. Jenis ikan yang diolah menjadi ikan rebus adalah ikan kembung aso dan ikan kembung kuring.

7. Ikan rebus adalah ikan yang diawetkan dengan cara pengukusan.

8. Garis kemiskinan adalah besar pendapatan perkapita per tahun, diukur dengan ekivalen beras sebanyak 360 kg beras per orang/ tahun dengan harga beras yang berlaku dan besar Upah Minimum Regional yang belaku yaitu Rp 1.048.000.

9. Kemiskinan internal adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri seseorang atau lingkungannya.

10.Upah Minimum Regional adalah standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha untuk memberikan upah kepada buruh atau karyawannya.

Batasan Operasional

1. Sampel adalah pengolah ika rebus dalam skala industri rumah tangga. 2. Daerah penelitian adalah Lingkungan 9 Pulo Brayan Kota Kecamatan

Medan Barat Kotamadya Medan. 3. Waktu penelitian dimulai tahun 2009.


(39)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

Deskripsi Daerah Penelitian Luas dan Letak Geografis

Penelitian ini dilakukan di Lingkungan 9 Kelurahan Pulo Brayan Kota Kecamatan Medan Barat Kota Medan. Kelurahan ini terdiri dari 25 lingkungan. Penelitian ini dilakukan di Lingkungan 9 dengan alasan karena lingkungan ini merupakan salah satu lokasi pengolah ikan kembung. Kelurahan ini terletak pada ketinggian 8 m dari permukaan laut. Kelurahan ini mempunyai luas wilayah 0,7 km2. Kelurahan Pulo Brayan Kota berjarak 5 km ke kantor wali kota Medan. Batas – batas geografis kelurahan adalah sebagai berikut :

Utara : Kelurahan Tanjung Mulia Selatan : Kelurahan Glugur

Barat : Kelurahan Karang Brombang

Timur : Kelurahan Pulo Brayan Darat I dan II.

Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk di di daerah penelitian adalah 21.536 jiwa yang terdiri dari 8.781 jiwa laki- laki dan 12.755 jiwa perempuan.

Untuk lebih jelasnya gambaran tentang distribusi penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4.


(40)

Tabel 4. Distribusi penduduk Kelurahan Pulo Brayan Kota menurut kelompok Umur, 2008.

No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Jiwa Persentase (%)

1 0 – 4 1165 5,4

2 5 – 9 1200 5,5

3 10 – 14 1472 6.8

4 15 – 19 1570 7,2

5 20 – 24 1581 7,3

6 25 keatas 14548 67,5

Jumlah 21536 100

Sumber : Kantor Kelurahan Pulo Brayan Kota, 2009.

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa penduduk Kelurahan Pulo Brayan Kota yang tergolong usia kerja (15 tahun keatas) adalah sebesar 16000 jiwa (74%) sedangkan yang bukan usia kerja adalah 5536 jiwa( 26%).

Keadaan penduduk menurut agama di Kelurahan Pulo Brayan Kota dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut :

Tabel 5. Distribusi Penganut Agama di Kelurahan Pulo Brayan Kota, 2008.

No Agama Jumlah (jira) Persentase (%)

1 Islam 10.000 46,4

2 Kristen 5075 23,5

3 Katolik 2312 10,7

4 Hindu 1419 6,5

5 Buddha 4000 18,5

Sumber : Kantor Kelurahan Pulo Brayan Kota, 2009.

Dari Tabel 5 diatas dapat dilihat penganut agama terbesar adalah agama Islam yakni sebesar 10.000 jiwa ( 46,4 %), dan penganut agama terkecil adalah Hindu yakni 149 jiwa (6,5 %).


(41)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan Pulo Brayan Kota dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Distribusi Penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan Pulo Brayan Kota, 2008.

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase(%)

1 Belum Sekolah 1465 6,7

2 Usia 7 – 45 Tahun tidak pernah sekolah

3000 13,93

3 Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat SD

1500 6,9

4 Sekolah Dasar 5000 23,2

5 SLTP 3050 14,1

6 SLTA 3005 13,95

7 Akademi/D1-D3 3501 16,25

8 Sarjana/ S1-S3 3715 17,25

Jumlah 21536 100

Sumber : Kantor Kelurahan Pulo Brayan Kota, 2009.

Dari Tabel 6 tersebut dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Pulo Brayan Kota rata – rata masih rendah. Proporsi pendidikan terbesar adalah pada Sekolah Dasar yakni 5000 jiwa ( %).

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana sangat mempengaruhi perkembangan masyarakat. Sarana dan prasarana yang yang tersedia di Kelurahan Pulo Brayan Kota cukup baik, hal ini dapat dilihat dari lancarnya transportasi darat, tersedianya sarana pendidikan mulai dari TK hingga perguruan tinggi, prasarana kesehatan, peribadatan, olah raga, pemerintahan dan air bersih. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.


(42)

Tabel 7. Sarana dan Prasarana

No Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1 Prasarana Transportasi

Jembatan Kelurahan 1

2 Prasarana Air Bersih 1. Sumur pompa 2. Sumur Gali 3. PAM

10 10 3500 3 Prasarana Pemerintahan

1. Kantor Lurah 2. Mesin Tik 3. Meja 4. Kursi 5. Almari 6. Kantor RW

1 2 6 20 4 25 4 Prasarana Peribadatan

1. Mesjid 2. Mushola 3. Gereja Kristen 4. Katolik

5. Wihara 6. Pura

4 6 3 1 2 1 5 Prasarana Olah Raga

1. Lapangan Sepak Bola 2. Lapangan Bulu tangkis 3. Lapangan voli

1 1 1 6 Kesehatan

1. Puskesmas

2. Puskesmas Pembantu 3. Apotik

4. Posyandu 5. Toko Obat

6. Tempat Dokter Praktek

1 1 10 16 4 10 7 Pendidikan

1. TK 2. SD 3. SLTP 4. SLTA

5. Perguruan Tinggi

4 8 6 5 1 Sumber : Kantor Kelurahan Pulo Brayan Kota, 2009.


(43)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

Karakteristik Sampel

Pengolah ikan rebus di Lingkungan 9 berjumlah 40 KK. Dari jumlah populasi diambil 30 KK. Pada umumya karakteristik pengolah ikan rebus sampel dapat dilihat sebagai berikut :

a. Pendidikan Pengolah Ikan Rebus

Tabel 8. Distribusi Sampel Menurut Lama Pendidikan

No Pendidikan Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 Tamat SD 20 66,67

2 Tamat SLTP 10 33.33

3 Tamat SLTA - -

Jumlah 30 100

Sumber : Analisis Data Primer, 2009 (Lampiran 1)

Pendidikan sampel ini adalah tingkat pendidikan formal yang pernah dijalani pengolah ikan rebus. Tingkat pendidikan sampel adalah SD, SLTP dan SLTA dengan rata – rata pendidikan 7 tahun dan ini tergolong cukup rendah karena hanya menamatkan pendidikan setara SD.

b. Pengalaman menjadi Pengolah ikan Rebus (Tahun)

Pengolah ikan rebus dapat dikelompokkan berdasarkan pengalamannya dalam mengusahakan pengolahan ikan rebus. Pengalaman sampel dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Distribusi Sampel Menurut Pengalaman menjadi Pengolah ikan Rebus (Tahun)

No Pengalaman menjadi Pengolah ikan Rebus (Tahun)

Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 < 5 17 56,67

2 5 – 10 12 40

3 > 10 1 3,33


(44)

c. Jumlah Tanggungan

Pengolah ikan rebus juga dapat dikelompokkan berdasarkan banyaknya jumlah tanggungan. Jumlah tanggungan sampel adalah banyaknya anggota keluarga yang secara ekonomis masih menjadi tanggungan kepala keluarga. Rata – rata jumlah tanggungan pengolah ikan kembung adalah 2 – 11 orang dengan rata – rata sebanyak 5 orang.

d. Umur Pengolah Ikan Rebus

Umur Pengolah ikan rebus bervariasi dari 23 tahun sampai 64 tahun dengan rata – rata 40,4 tahun. Dengan melihat kondisi umur tersebut, sampel masih termasuk dalam kategori umur produktif secara fisik masih mampu bekerja.

Untuk lebih jelasnya rekapitulasi karakteristik sampel dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rekapitulasi Karakteristik Pengolah Ikan Rebus

No Uraian Satuan Range Rata - rata

1 Umur Tahun 23 - 64 40,43

2 Lama Pendidikan Tahun 6 - 9 7

3 Pengalaman Tahun 1 - 12 4,37

4 Jumlah tanggungan Orang 2 - 11 5


(45)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk melihat penerimaan, pendapatan, total pendapatan keluarga dan pendapatan perkapita dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rekapitulasi rata – rata Pendapatan perkapita Pengolah Ikan Rebus per tahun.

No Uraian Nilai (Rp)

1 Penerimaan 115.444.564

2 Biaya Produksi 77.308.200

3 Pendapatan Usaha pengolahan ikan Rebus

(Penerimaan – Biaya Produksi) 18.077.682

4 Pendapatan sampingan 4.040.000

5 Total pendapatan keluarga

(Pendapatan Usaha + Pendapatan sampingan)

22.117.682

6 Jumlah tanggungan 5

7 Pendapatan perkapita

(Total pendapatan : Jumlah Tanggungan )

3.745.423

8 Pendapatan perkapita per bulan 312.118

Sumber : Analisis Data Primer, 2009 (Lampiran 12& 13)

Total pendapatan keluarga diperoleh dari pendapatan dari hasil mengolah ikan rebus ditambah dengan pendapatan sampingan. Pendapatan sampingan diperoleh dari luar usaha pengolahan ikan rebus seperti berjualan, tukang becak, dan kerja di toko. Penerimaan keluarga pengolah ikan rebus bervariasi. Penerimaan pengolah adalah produksi dikali dengan harga ikan yang dibeli


(46)

Dimana harga ikan setiap jenis ikan berbeda beda. Rata – rata penerimaan pengolah ikan rebus per tahun adalah Rp 115.444.564 dan rata – rata biaya produksi yang digunakan untuk melakukan kegiatan produksi adalah sebesar Rp 77.308.200. Besar rata – rata pendapatan total keluarga pengolah ikan rebus adalah Rp 22.117.682. Dari hasil dapat dilihat rata- rata pendapatan perkapita adalah Rp 3.745.423.

Hubungan Pendidikan Dengan Garis Kemiskinan diproxy Dengan Pendapatan Per kapita

Untuk mengetahui bagaimana hubungan pendidikan dengan garis kemiskinan diproxy dengan pendapatan per kapita digunakan analisis korelasi sederhana. Variabel bebas dalam analisis korelasi ini adalah pendidikan (X) sedangkan variabel terikat adalah pendapatan perkapita yang ditinjau dari garis kemiskinan (Y).

Analisis korelasi sederhana digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua buah variabel yaitu antara pendidikan dengan pendapatan per kapita. Pendapatan perkapita diperoleh dari total pendapatan keluarga dibagi dengan jumlah tanggungan keluarga (orang). Rata – rata pendapatan perkapita /orang/tahun adalah sebesar Rp 3.745.423 dan rata – rata pendidikan sampel adalah 7 tahun.

Untuk melihat analisis korelasi variabel pendidikan dengan pendapatan perkapita, dapat dilihat pada Tabel 12.


(47)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

Tabel 12. Hubungan Pendidikan (Tahun) dengan Garis Kemiskinan diproxy Dengan Pendapatan Per kapita (Rp)

Pendapatan per kapita (Rp)

Pendidikan (Tahun) Pendapatan

per kapita (Rp

Koef. Korelasi

1 0.224

Sign 0.235

N 30 30

Sumber : Analisis Data Primer, 2009 (Lampiran 15)

Dari Tabel 12 menunjukkan bahwa hasil pengujian yang dilakukan berdasarkan korelasi Pearson pada lampiran 15, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.224 berarti hubungan antara variabel pendidikan dan pendapatan perkapita adalah lemah.

Besar t- hitung dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

h t =

r

n r 2 1 2 −

dimana : r = 0.224

Besarnya t- hitung sebesar 4,702 < T(α/2) = 2,048. Artinya bahwa pendidikan berhubungan nyata terhadap pendapatan perkapita pada taraf kepercayaan 95 % maka (Ho tolak : H1 terima ). Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal yang pernah ditamatkan oleh saampel pengolah ikan rebus.


(48)

Hubungan Jumlah Tanggungan Dengan Garis Kemiskinan diproxy Dengan Pendapatan Per kapita

Untuk menguji hubungan variabel jumlah tanggungan dengan garis kemiskinan diproxy dengan pendapatan per kapita sampel pengolah ikan rebus digunakan analisis korelasi Pearson, dimana Jumlah tanggungan (X) dan pendapatan per kapita (Y). Jumlah tanggungan rata – rata sampel adalah sebesar 5 orang dengan rata – rata pendapatan perkapita sebesar Rp 3.745.423.

Hasil analisis hubungan antara jumlah tanggunggan dengan pendapatan perkapita diuraikan dalam Tabel 13.

Tabel 13. Hubungan Jumlah Tanggungan (Rp) Dengan Garis Kemiskinan diproxy Dengan Pendapatan Per kapita (Rp)

Pendapatan per kapita (Rp)

Jumlah tanggungan (Orang) Pendapatan per kapita (Rp Koef. Korelasi

1 -.0,062

Sign 0,746

N 30 30

Sumber : Analisis Data Primer 2009 (Lampiran 16).

Dari hasil pengujian yang dilakukan berdasarkan korelasi Pearson, pada Lampiran 16 maka diperoleh koefisien korelasi sebesar -0.062 yang berarti hubungan antara variabel jumlah tanggungan dengan pendapatan perkapita adalah sangat lemah. Tanda negatif menyatakan adanya hubungan berlawanan arah antara jumlah tanggungan dengan pendapatan perkapita, yaitu semakin banyak jumlah tanggungan semakin rendah pendapataan perkapitanya.


(49)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

h t =

r

n r 2 1 2 −

dimana : r = -0.062 n = 30

Besarnya t- hitung = 1,286. Oleh karena T hitung < T (α/2) = 2,048 berarti Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak terdapat hubungan yang nyata antara jumlah tanggungan dengan pendapatan perkapita. Oleh karena itu hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan yang kuat antara jumlah tanggungan dengan pendapatan perkapita ditolak.

Hubungan Umur (Tahun) Dengan Garis Kemiskinan diproxy dengan Pendapatan per Kapita (Rp)

Tabel 14. Hubungan Umur (Tahun) Dengan Garis Kemiskinan diproxy dengan Pendapatan per Kapita (Rp)

Pendapatan per kapita (Rp)

Jumlah tanggungan (Orang) Pendapatan per kapita (Rp Koef. Korelasi

1 0.183

Sign 0.333

N 30 30

Sumber : Analisis Data Primer, 2009 (Lampiran 15)

Dari hasil pengujian yang dilakukan berdasarkan korelasi Pearson, pada Lampiran 15 maka diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.183 yang berarti hubungan antara variabel umur dengan pendapatan perkapita adalah sangat lemah.

Besar t- hitung dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

h t =

r

n r 2 1 2 −

dimana : r = 0.183 n = 30


(50)

Besarnya t- hitung = 0.72. Oleh karena T hitung < T (α/2) = 2.048 berarti Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak terdapat hubungan yang nyata antara umur dengan pendapatan perkapita.

Tingkat kemiskinan yang diukur dari tingkat pendapatan perkapita pengolah ikan rebus di daerah penelitian adalah dibawah garis kemiskinan.

Berdasarkan pendapatan perkapita ini, maka dapat diketahui apakah pengolah ikan rebus di daerah penelitian berada dibawah atau diatas garis kemiskinan. Kriteria garis kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan konsumsi beras menurut Sayogyo (1988) dan besar UMR. Adapun harga beras yang berlaku pada saat penelitian adalah Rp 6000 /Kg setara dengan Rp 2.160.000 dan besar UMR adalah sebesar Rp 1.048.000.


(51)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

Tabel 15. Pendapatan Per Kapita per Tahun Pengolah Ikan Rebus dengan Batas Kemiskinan 360 kg Beras per Orang/ Tahun.

No Pendapatan Per Kapita

(Rp)

Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang)

Batas Kemiskinan 360 Kg Beras per Orang /Tahun

(2.160.000)

1 14.075.543 2 Tidak Miskin

2 4.994.488 4 Tidak Miskin

3 895.767 4 Miskin

4 2.307.161 7 Tidak Miskin

5 3.179.568 7 Tidak Miskin

6 4.023.711 7 Tidak Miskin

7 7.209.538 6 Tidak Miskin

8 1.476.280 2 Miskin

9 2.918.206 4 Tidak Miskin

10 4.746.746 11 Tidak Miskin

11 1.725.795 4 Miskin

12 681.928 6 Miskin

13 3.576.553 4 Tidak Miskin

14 180.999 3 Miskin

15 6.633.926 6 Tidak Miskin

16 865,195 5 Miskin

17 7.562.493 7 Miskin

18 3.848.335 4 Tidak Miskin

19 1.495.487 9 Miskin

20 485.811 6 Miskin

21 386.783 4 Miskin

22 4.019.779 2 Tidak Miskin

23 7.057.549 3 Tidak Miskin

24 8.897.012 5 Tidak Miskin

25 3.626.264 5 Tidak Miskin

26 1.864.949 4 Miskin

27 981.800 5 Miskin

28 2.227.474 4 Miskin

29 5.769.703 5 Tidak Miskin

30 4.647.833 6 Tidak Miskin

Total 112.362.678 151

Rata-rata 3.745.423 5 Tidak Miskin

Sumber : Analisis Data Primer, 2009 (Lampiran 18)

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa pengolah ikan rebus yang hidup dibawah garis kemiskinan dengan kriteria 360 kg beras per orang per tahun ada 13 orang atau sama dengan 43.33 % dari seluruh jumlah sampel. Dan jumlah


(52)

pengolah ikan rebus yang berada diatas garis kemiskinan berjumlah 17 oarang atau sama dengan 56.66 %.

Berdasarkan konsumsi atas beras menurut Sayogyo (1988), rata – rata pendapatan perkapita pengolah ikan rebus adalah Rp 3.745.423 yang berarti dalam kondisi diatas garis kemiskinan. Maka hipotesis yang menyatakan bahwa pendapatan perkapita pengolah ikan rebus di daerah penelitian berada dibawah garis kemiskinan ditolak.


(53)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

Tabel 16. Pendapatan Per Kapita per Tahun Pengolah Ikan Rebus dengan Batas Kemiskinan berdasarkan besar Upah Minimum Regional.

No Pendapatan Per Kapita

(Rp)

Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang)

Batas Kemiskinan Besar UMR/ Tahun (Rp 12.576.000)

1 14.075.543 2 Tidak Miskin

2 4.994.488 4 Miskin

3 895.767 4 Miskin

4 2.307.161 7 Miskin

5 3.179.568 7 Miskin

6 4.023.711 7 Miskin

7 7.209.538 6 Miskin

8 1.476.280 2 Miskin

9 2.918.206 4 Miskin

10 4.746.746 11 Miskin

11 1.725.795 4 Miskin

12 681.928 6 Miskin

13 3.576.553 4 Miskin

14 180.999 3 Miskin

15 6.633.926 6 Miskin

16 865,195 5 Miskin

17 7.562.493 7 Miskin

18 3.848.335 4 Miskin

19 1.495.487 9 Miskin

20 485.811 6 Miskin

21 386.783 4 Miskin

22 4.019.779 2 Miskin

23 7.057.549 3 Miskin

24 8.897.012 5 Miskin

25 3.626.264 5 Miskin

26 1.864.949 4 Miskin

27 981.800 5 Miskin

28 2.227.474 4 Miskin

29 5.769.703 5 Miskin

30 4.647.833 6 Miskin

Total 112.362.678 151

Rata- rata 3.745.423 5 Miskin

Sumber : Analisis Data Primer, 2009 (Lampiran 19)

Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa ada 29 orang atau sama dengan 96.67 % pengolah ikan rebus hidup dibawah garis kemiskinan dengan kriteria besar Upah Minimum Regional (Rp 12.576.00) dan satu orang berada diatas garis kemiskinan


(54)

atau sama dengan 3.33 %. Batas kemiskinan kriteria 360 kg beras per orang/ tahun nilainya jauh lebih kecil dibandingkan dengan Upah Minimum Regional yang berlaku sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan jumlah pengolah ikan rebus yang hidup dibawah garis kemiskinan. Kedua kriteria batas kemiskinan perbedaannya cukup jauh. Maka hipotesis yang menyatakan bahwa pendapatan perkapita pengolah ikan rebus di daerah penelitian berada dibawah garis kemiskinan berdasarkan besar UMR diterima.

Upaya - Upaya Penanggulangan Masalah Yang Dihadapi Pengolah Ikan Rebus di Daerah Penelitian

1. Tidak adanya modal untuk melakukan usaha pengolahan ikan rebus, sehingga para pengolah ikan rebus harus meminjam kepada rentenir dengan suku bunga yang sangat tinggi yaitu 20 %. Dengan besarnya suku bunga peminjaman maka mengurangi pendapatan pengolah ikan rebus. Untuk itu diperlukan adanya suatu lembaga keuangan yang dapat memberikan pinjaman modal kepada para pengolah ikan rebus.

2. Dalam pembuatan ikan rebus kurang memperhatikan faktor sanitasi maupun higienis, sehingga mutu daya awet ikan rebus yang dihasilkan akan terpengaruh. Untuk itu dibutuhkan prasarana air bersih.

3. Kondisi lingkungan yang memprihatinkan, sehingga dibutuhkan pembangunan prasarana yang dapat menunjang kegiatan pengolahan ikan rebus agar tidak menghambat kegiatan produksi.

4. Tidak adanya alat produksi (seperti alat pendinginan) yang digunakan dalam mengolah ikan rebus sehingga ikan yang diolah terbatas. Untuk itu


(55)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

dibutuhkan alat produksi yang dapat meningkatkan produksi ikan rebus dalam kegiatan mengolah ikan rebus.


(56)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hubungan pendidikan dengan garis kemiskinan diproxy dengan pendapatan per kapita adalah lemah, dengan koefisien korelasi sebesar 0.224.

2. Hubungan jumlah tanggungan dengan garis kemiskinan diproxy dengan pendapatan per kapita adalah sangat lemah karena koefisien korelasi sebesar -0.062.

3. Hubungan antara umur dengan garis kemiskinan diproxy dengan pendapatan per kapita adalah sangat lemah, dengan koefisien korelasi sebesar 0.183.

4. Tingkat kemiskinan yang diukur dari tingkat pendapatan perkapita rata – rata pengolah ikan rebus di daerah penelitian berdasarkan kriteria Sayogyo 360 kg beras per orang/ tahun adalah berada diatas garis kemiskinan dan berdasarkaan kriteria Upah Minimum Regional sebesar Rp 1.048.000 maka tingkat kemiskinan adalah berada dibawah garis kemiskinan.

5. Upaya dalam mengatasi masalah kemiskinan yang dialami oleh pengolah ikan rebus adalah dengan pemberian bantuan modal dan pemberdayaan sumberdaya manusia yang dapat dilakukan dengan meningkatkan ketrampilan masyarakat agar masyarakat dapat mengelola bantuan yang diberikan oleh pemerintah.


(57)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.

Saran

a. Kepada Pengolah ikan Rebus

1. Pengolah ikan rebus diharapkan dapat menjaga kebersihan ikan yang diolah agar mendapat standar mutu produk.

2. Untuk meningkatkan nilai tambah ikan yang diolah, pengolah ikan rebus diharapkan membuat kemasan produk yang menarik dan bersih agar bisa dijual dipasar modern.

3. Lebih meningkatkan motivasi kemauan pengolah ikan rebus agar lebih mampu mengembangkan diri untuk meningkatkan pendapatan.

4. Agar meningkatkan tingkat keterampilan dalam mengolah ikan rebus sehingga mutu dari ikan rebus yang diolah dapat bertahan lama.

5. Cairan yang terbentuk di dasar wadah selama proses perebusan berlangsung , merupakan limbah yang dapat diolah lebih lanjut menjadi produk lain seperti petis dan kecap.

b. Kepada Pemerintah

1. Memberikan bantuan modal kepada pengolah ikan, agar pengolah ikan tidak meminjam kepada rentenir yang bunganya cukup besar karena dapat mengurangi pendapatan pengolah ikan rebus.

2. Agar lebih memperhatikan kondisi lingkungan masyarakat yang memprihatinkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pengolah ikan rebus.


(58)

3. Agar memberikan atau mengizinkan tempat pemasaran khusus ikan rebus di pasar modern.

c. Kepada Peneliti Selanjutnya

Agar meneliti lebih lanjut mengenai masalah – masalah yang dihadapi oleh pengolah ikan rebus dan bagaimana meningkatkan pendapatan masyarakat pengolah ikan rebus di daerah lain agar terlihat masalah yang dihadapi pengolah ikan rebus pada umumnya.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad F. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Arifin, B. 2006. Refleksi Strategi Pengentasan Kemiskinan. Bisnis & Ekonomi Politik. UNISBA, Bandung.

Biro Pusat Statistik, 2007. Sumatera Utara Dalam Angka 2007. Medan. Biro Pusat Statistik, 1993. Desa Miskin, Penjelasan dan Metodologi. Medan. Dillon H.S. dan Hermanto. 1993. Kemiskinan di Negara Berkembang Masalah

Konseptual dan Global. Prisma LP3ES, Jakarta.

Eddy A. dan Evi L. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Mubyarto 2001. Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis Ekonomi. BPFE, Yogyakarta.

Mulyanto S. Dan Dieter H. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Rajawali, Jakarta.

Rajuminropa. 2002. Pemberdayaan Anak dari keluarga Miskin. Suatu Studi pada Yayasan Bahti Nusantara Isafat. Jakarta.

Ratna E. 2001. Usaha Perikanan di Indonesia. Mutiara Sumber Widya, Jakarta. Remi S. dan Tjiptoherijanto. 2002. Kemiskinan dan Ketidakmerataan di

Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.

Sayogyo. 1996. Memahami dan Menangulangi Kemiskinan di Indonesia. Gramedia, Jakarta.

Sjamsudin. 1980. Pengantar Perikanan. Karya Nusantara, Jakarta.

Soetrisno, Loekman. 1997. Kemiskinan, Perempuan dan Pemberdayaan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Tarigan, K. 1991. Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

2006. Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.


(60)

Valeriana D. 2004. Faktor penyebab Kemiskinan, Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Keluaga Miskin di Lahan Pesisir Kabupaten Lamongan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Zamroni. 2009. Perlu Teknologi Pengolahan Ikan. Fakultas Perikanan Universitas


(61)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.


(62)

(63)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.


(64)

(65)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.


(66)

(67)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.


(68)

(69)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.


(70)

(71)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.


(72)

(73)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.


(74)

(1)

(2)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.


(3)

(4)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.


(5)

(6)

Rosa Prida Sebayang : Hubungan Karakteristik Keluarga Pengolah Ikan Rebus Dengan Garis Kemiskinan (Studi Kasus:Pulo Brayan Kota, Kec.Medan Barat, Kota Medan), 2010.