PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Abung Selatan
Tahun Pelajaran 2013/2014)

(Skripsi)

Oleh
Arini Alhaq

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

ABSTRAK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas IX Semester Ganjil SMP Negeri 1 Abung Selatan
Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh
Arini Alhaq

Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share terhadap kemampuan komunikasi
matematis siswa. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas IX reguler SMP
Negeri 1 Abung Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014. Sampel penelitian ini adalah
siswa kelas IX D dan IX F yang ditentukan dengan teknik purposive sampling.
Desain penelitian ini adalah posttest only control group design. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang
mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih rendah daripada model
pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe TPS tidak berpengaruh positif terhadap kemampuan
komunikasi matematis siswa.

Kata kunci : komunikasi matematis, konvensional, think pair share


Moto
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka
apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah
bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada
Tuhanmulah engkau berharap”
(Q.S. Al-Insyirah: 6-8)

Terkadang yang terlihat buruk belum tentu sebenarnya
buruk tetapi malah sebaliknya

Jangan katakan tidak bisa, tetapi belum bisa karena kita
tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya

PERSEMBAHAN

Segala Puji syukur ku ucapkan kepada Sang Khalik Allah SWT
Sholawat serta salam bagi Rasulullahku Muhammad SAW

Ku persembahkan karya kecilku ini untuk:
Orangtuaku tersayang, Ibunda Zaitun dan Ayahanda Budi, dua pahlawanku

yang telah mendidik dan membesarkanku dengan segala do’a terbaik mereka,
kesabaran dan limpahan kasih sayang yang selalu menguatkanku, mendukung
segala langkahku menuju kesuksesan dan kebahagiaan dunia-akhirat. Adinda
Izzafia Alhaq dan Nadia Sabila Alhaq terimakasih telah terlahir sebagai
adik-adik yang membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak.
Seluruh keluarga besar, yang terus memberikan do’a dan semangat,
terima kasih..
Para guru dan dosenku yang selalu sabar dalam mendidikku, terimakasih atas
ilmu yang diberikan
Para sahabat terbaikku baik di kampus maupun di luar kampus yang tidak
pernah mengeluh atas banyaknya kekuranganku, terimakasih atas
kebersamaan, tawa, canda, semangat dan doa yang selalu kalian berikan.
Semoga tali silaturahmi kita tetap terjaga sampai kapanpun.
Almamater Universitas Lampung Tercinta

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Arini Alhaq dilahirkan pada tanggal 13 September 1992 di
Kalirejo, Lampung Tengah sebagai anak pertama dari tiga bersaudara buah hati
dari Bapak Budi Cipto Utomo dan Ibu Zaitun Hidayatus Sholihah.


Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 4 Kalibalangan
Lampung Utara pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di MTs AlMuhsin Metro pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di MAN 1
Bandarlampung pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Program Studi
Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui
jalur penerimaan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
Universitas Lampung 2009.

Penulis melaksanakan Kegiatan Kerja Nyata (KKN) Tematik tahun 2012 di desa
Serdang Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan dan pada
tahun yang sama penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di
SMP 17 Serdang Kabupaten Lampung Selatan.

SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil „Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa (studi pada siswa kelas IX SMP Negeri 1 Abung
Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014)” sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana
pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan atas dorongan, bantuan, arahan,
bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak. Oleh Karena itu, perkenankan
penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi dan memberikan bimbingan,
sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi, sehingga
skripsi ini menjadi lebih baik.
2. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk konsultasi dan memberikan bimbingan,
sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi, sehingga
skripsi ini menjadi lebih baik.
ii


3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Dosen Pembahas yang telah
memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis.
4. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi, dan
semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.
5. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung,
beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA yang telah
memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu dosen pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
8. Ibu, Suciningsih, S.Pd., M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 1 Abung Selatan
beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan
kemudahan selama penelitian.
9. Ibu Asima Sitinjak, S.Pd, selaku guru mitra dan guru mata pelajaran

matematika kelas IX SMP Negeri 1 Abung Selatan yang telah banyak
membantu penulis selama melakukan penelitian.
10. Siswa-siswi Kelas IX SMP Negeri 1 Abung Selatan Tahun Pelajaran
2013/2014, atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin.
11. Mama Zaitun, Bapak Budi, Izza, Nadia, Mas Nahar, Bude Umi, dan semua
keluarga besarku, terima kasih atas doa, semangat, dan dukungannya.

iii

12. Sahabat-sahabat

seperjuanganku

yang

memberikan persaudaraan dan

kebersamaannya selama ini : Nisa, Liska, Lia, Masni, Sulis, Leo, Herry, Tina,
Rika, Vindy, Risa, Vera, Adi, Yosse, Deny.
13. Sahabat-sahabat seperjuanganku Pendidikan Matematika 2009 A yang

memberikan dukungannya selama ini : Lia, Sulis, Vindi, Ari, Dian, Vio,
Hery, Leo, Yulian, Nurdin, Deni, Albert, Sri, Wiwin, Via, Tina, Rika, Weny,
Suci, Caca, Maria, Neti, Fitria, Puspa, Lia, Merry, Melli, Amal, Yus, Evi,
Ayu MR, Risa, Rita, Vira, Andin, Rara, Erlis, Ayu N, Ines, Eti, Purbo, Ika,
Ita, Mega, Martira, Richa, Putri, Desiy.
14. Keluarga cemara ( Mas Wahyu, Vina, Malin, Rudy, Erry, Leny, Sunbae, Vera,
Uning, Hartini, Deny, dan Hesti) atas kebersamaan selama ini, dan semoga
tali persaudaraan ini tetap terjaga selamanya.
15. Pak Liyanto, penjaga Gedung G, terima kasih atas bantuan dan perhatiannya
selama ini.
16. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.

Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada
penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga
skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung, 19 Desember 2014
Penulis,

Arini Alhaq


iv

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. viii
I.

II.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ ...

1


B. Rumusan Masalah ......................................................................... ...

7

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... ...

7

D. Manfaat Penelitian ......................................................................... ...

7

E. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. ...

8

TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka .............................................................................. ... 10
1. Kemampuan Komunikasi Matematis ....................................... ... 10
2. Pembelajaran Kooperatif ..........................................................


15

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ...........................................

18

4. Pembelajaran Konvensional ......................................................

21

5. Penelitian yang Relevan ............................................................

23

B. Kerangka Pikir .............................................................................. ... 23
C. Anggapan Dasar .............................................................................

25

D. Hipotesis Penelitian .......................................................................

26

III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel....................................................................... ... 27
B. Jenis dan Desain Penelitian ............................................................. ... 28
C. Prosedur Penelitian ........................................................................ ... 28
D. Data Penelitian ............................................................................... ... 30
E. Teknik Pengumpulan Data..............................................................

30

F. Instrumen Penelitian .......................................................................

30

1. Validitas

...............................................................................

32

2. Reliabilitas Tes .........................................................................

32

3. Daya Pembeda ..........................................................................

33

4. Tingkat Kesukaran ...................................................................

35

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ...............................

36

1. Uji Normalitas ..........................................................................

36

2. Uji Homogenitas ......................................................................

38

3. Uji Hipotesis ...........................................................................

39

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ..............................................................................

42

1. Analisis Data Posttest Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa ........................................................................

43

2. Analisis Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa .........................................................................

43

B. Pembahasan ................................................................................... ... 44
V.

SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ....................................................................................... ... 52
B. Saran ............................................................................................. ... 52

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1.1 Level Kecakapan Matematika dalam PISA …………………………...

4

3.1 Nilai Rata-rata Ulangan Harian Siswa dan Nama Guru
Matematika Kelas IX SMP Negeri 1 Abung Selatan Semester
Ganjil………..……………………………………...……………………...27
3.2 Desain Penelitian Posttest Only Control Group Design ......................

28

3.3 Pedoman Penskoran Tes Komunikasi Matematis ................................

31

3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ........................................................

34

3.5 Hasil Perhitungan Nilai Daya Pembeda ..............................................

34

3.6 Interprestasi Nilai Tingkat Kesukaran .................................................

35

3.7 Hasil Perhitungan Nilai Tingkat Kesukaran .........................................

36

3.8 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba .........................................................

36

3.9 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa .................................................................................

37

3.10Rekapitulasi Uji Homogenitas Data Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa ................................................................................

39

4.1 Rekapitulasi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ...........

42

4.2 Rekapitulasi Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa .............................................................

43

4.3 Rekapitulasi Data Pencapaian Indikator Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa .............................................................

44

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

A. Perangkat Pembelajaran
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ........ 56
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ............... 77
A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ............................................................ 98
B. Perangkat Tes
B.1 Kisi-Kisi Soal Posttest..................................................................... 127
B.2 Soal-Soal Posttest ........................................................................... 128
B.3 Rubrik Penilaian ............................................................................. 129
B.4 Form Penilaian Posttest .................................................................. 132
B.5 Form Validasi Isi ............................................................................ 133
C. Analisis Data
C.1 Data Awal Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol ........................... 134
C.2 Uji Reliabilitas Tes Uji Coba ........................................................... 136
C.3 Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Tes Uji Coba ..................... 138
C.4 Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas
Eksperimen dan Kontrol .................................................................. 139
C.5 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Dengan Pembelajaran TPS .................................................... 141
C.6 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Dengan Pembelajaran Konvensional ..................................... 145
C.7 Uji Kesamaan Dua Variansi Data Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa ............................................................................. 149
C.8 Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa ............................................................................. 150

C.9 Analisis Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Kelas Eksperimen ............................................... 152
C.10 Analisis Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Kelas Kontrol ...................................................... 154
D. Lain-lain

ix

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan
sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan
harus diarahkan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal
ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab 2 Pasal 3 (Guza, 2009: 5):
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional terdapat beberapa pelajaran yang
diajarkan di sekolah, salah satunya adalah matematika. Matematika adalah ilmu
universal yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern,
memajukan daya pikir serta analisa manusia. Peranan matematika dewasa ini
semakin penting karena banyaknya informasi yang disampaikan orang dalam
bahasa matematis seperti simbol, gambar, tabel, grafik atau diagram. oleh karena
itu diperlukan kemampuan komunikasi matematis yang baik.

2
Kemampuan

komunikasi

matematis

telah

menjadi

perhatian

di

dunia

internasional. Hal ini diperkuat oleh National Council of Teacher of Mathematics
(NCTM) (2000 : 29) yang mempublikasikan standar pembelajaran matematika.
NCTM identified five process standadrs that are important in a mathematics
program, the process standards inclued: (1) problem solving; (2) reasoning and
proof; (3) communication; (4) connections; (5) representation.

Kemampuan komunikasi matematis juga telah menjadi bagian penting dalam
pembelajaran matematika di

Indonesia.

Hal ini ditunjukkan dengan

dikeluarkannya Permendiknas No. 22 (Depdiknas, 2006) tentang Standar Isi Mata
Pelajaran Matematika yaitu agar siswa memiliki kemampuan:
1. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
2. mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
3. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Baroody (Ansari, 2009) menyebutkan sedikitnya ada dua alasan penting mengapa
komunikasi matematis perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Pertama,
matematika tidak hanya sekedar alat bantu berfikir, yaitu alat untuk menemukan
pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga
sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan ide secara jelas,
tepat, dan cermat. Kedua, matematika sebagai wahana interaksi antar siswa dan
juga komunikasi antara guru dan siswa.

3
Berbagai studi terkait kemampuan matematika siswa telah banyak dilakukan,
diantaranya

adalah

studi

PISA

(Programme

for

International

Student

Assessment). PISA adalah studi internasional tentang prestasi literasi membaca,
matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun. Studi ini dikoordinasikan
oleh OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) yang
berkedudukan di Paris, Perancis. OECD (2009) memaparkan bahwa soal-soal
yang digunakan pada studi PISA dalam bidang matematika merupakan soal-soal
non-rutin yang membutuhkan kemampuan analisis, penalaran, dan kemampuan
komunikasi matematis yang tinggi.

Dalam studi PISA (OECD, 2009), kompetensi yang diukur dalam ranah kognitif
yaitu

berpikir

dan

bernalar

(thinking

and

reasoning),

berargumentasi

(argumentation), berkomunikasi (communication), membuat model (modeling),
menyelesaikan

masalah

(problem

solving),

representasi

(representation),

menggunakan simbol dan operasi (using symbolic and operations).

Level

kecakapan matematika yang diukur dalam PISA disajikan dalam Tabel 1.1.

Hasil studi PISA tahun 2012, Indonesia berada di peringkat ke 64 dari 65 negara
yang berpartisipasi dalam tes. Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Peru yang
berada di ranking terbawah. Rata-rata skor matematika anak Indonesia adalah
375, padahal rata-rata skor untuk matematika adalah 494 (OECD, 2014).

Berdasarkan Tabel 1.1, Kemampuan siswa Indonesia baru mencapai Level 1.
Pada Level 1, kemampuan komunikasi belum begitu terlihat.

Kemampuan

komunikasi baru akan terlihat pada Level 3. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa Indonesia masih rendah.

4
Tabel 1.1 Level Kecakapan Matematika dalam PISA
Batas Bawah
Level
Kemampuan yang Dicapai Siswa
Skor
Menjawab pertanyaan yang semua
informasinya sudah tersaji atau definisikan
Level 1
357,8
dengan jelas.
Siswa dapat menggali informasi dari
sumber tunggal, menggunakan algoritma
Level 2
420,1
dasar, formula, dan prosedur, serta mampu
melakukan penalaran dan
menginterpretasikan hasil.
Siswa mampu memilih dan menggunakan
strategi pemecahan masalah yang sederhana
Level 3
482,4
dan mengembangkan kemampuan
komunikasi untuk menyajikan hasil dan
penalaran mereka.
Siswa dapat membangun dan
mengkomunikasikan penjelasan dan
Level 4
544,7
argumen mereka.
Siswa dapat memilih stratgei pemecahan
Level 5
607,0
masalah yang tepat dan mengkomunkasikan
penalaran mereka.
Siswa mampu mengembangkan
kemampuan berpikir matematis daan
penalaran. Pada level ini siswa dapat
menggunakan pengetahuan dan pemahaman
Level 6
669,3
dengan penguasaam symbol dan operasi
matematika. Siswa dapat memformulasikan
dan mengkomunikasikan dengan tepat
tindakan mereka .

Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa yaitu proses pembelajaran di sekolah.

Umumnya pada

pembelajaran matematika di Indonesia, guru hanya menjelaskan konsep
matematika atau prosedur menyelesaikan soal dan siswa menerima pengetahuan
tersebut secara pasif. Hal ini diungkapkan oleh Asmin (2003 : 2), bahwa
pembelajaran matematika di Indonesia masih banyak guru yang melakukan proses
pembelajaran matematika di sekolah dengan pembelajaran konvensional. Dalam
proses pembelajaran, guru cenderung mementingkan hasil dari pada proses,

5
mengajarkan secara urut halaman per halaman tanpa membahas keterkaitan antar
konsep atau masalah.

Selama ini siswa hanya mencatat dan mendengarkan

penjelasan guru. Siswa biasanya hanya diberi rumus, contoh soal, dan latihan.
Aktivitas pembelajaran seperti ini mengakibatkan terjadinya penghafalan konsep
dan prosedur, sehingga aktivitas komunikasi siswa rendah karena tidak distimulus
oleh guru.

Akibatnya siswa jarang melakukan komunikasi matematis seperti

berdiskusi dengan teman.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis juga terjadi pada siswa kelas IX
SMPN 1 Abung Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil
wawancara dengan salah satu guru matematika, pembelajaran di sekolah ini masih
menggunakan

pembelajaran

konvensional.

Mayoritas

siswa

yang

sulit

mengerjakan soal-soal uraian disebabkan kurang pahamnya mereka terhadap soal
matematika dan cara menuliskan jawabannya. Hal ini terjadi karena siswa hanya
hafal dengan rumus-rumus tanpa memahami konsep-konsepnya. Fakta ini
menunjukkan bahwa kemampuan siswa menyajikan suatu permasalahan ke dalam
model matematika yaitu berupa gambar maupun simbol matematika masih
rendah.

Permasalahan komunikasi matematis adalah permasalahan yang perlu mendapat
perhatian lebih. Melihat kenyataan di lapangan bahwa kemampuan komunikasi
matematis siswa masih tergolong rendah, maka perlu suatu model pembelajaran
yang mampu memberikan rangsangan kepada siswa agar siswa menjadi aktif.
Siswa aktif disini diartikan siswa mampu dan berani mengemukakan ide,

6
menjelaskan masalah, bertukar pikiran dengan teman dan mencari alternatif
penyelesaian masalah yang sedang dihadapi.

Pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk aktif dalam kegiatan
pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif. Salah satunya adalah pembelajaran
kooperatif tipe TPS yang dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk dari Universitas
Maryland pada tahun 1981. Pembelajaran ini melatih siswa untuk membangun
pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasi ide matematika, kemudian menguji
ide tersebut sebelum siswa diharapkan untuk memberikan penjelasan dari ide-ide
tersebut.

Pembelajaran TPS dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir secara mandiri
(think), selanjutnya siswa berpasangan (pair) sehingga siswa dapat mendiskusikan
ide-ide dengan pasangannya, dan diakhiri dengan berbagi (share), memberikan
penjelasan ide-ide tersebut kepada seluruh teman sekelas.

Tahapan TPS

memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri
dan saling tukar pendapat baik dengan teman sekelompok ataupun dengan teman
sekelas.

Ketika siswa saling tukar pendapat maka akan terjadi proses latihan

menyajikan ide/ pendapat baik dalam bentuk lisan maupun tulisan untuk saling
melengkapi informasi. Sehingga kualitas jawaban dan kemampuan komunikasi
matematis siswa akan menjadi lebih baik.

TPS juga merupakan pembelajaran dengan kelompok kecil. Jumlah anggota
kelompok yang hanya terdiri dari 2 orang (berpasangan) dapat mengoptimalkan
peran aktif setiap siswa dalam kelompoknya serta memudahkan siswa untuk
saling bekerja sama dalam menuangkan dan mendiskusikan gagasan-gagasan

7
matematika yang dimilikinya baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Pembelajaran TPS yang sederhana ini cocok diterapkan pada sekolah yang belum
terbiasa menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS diharapkan dapat membantu siswa
dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis. Oleh karena itu,
dilaksanakan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS
terhadap kemampuan komunikasi matematis pada siswa kelas IX SMPN 1 Abung
Selatan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Apakah model pembelajaran kooperatif tipe TPS berpengaruh terhadap
kemampuan komunikasi matematis siswa kelas IX SMPN 1 Abung Selatan tahun
pelajaran 2013/2014?”.
C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe TPS terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa kelas IX
SMPN 1 Abung Selatan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

8
Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan informasi tentang
pembelajaran matematika yang terkait dengan kemampuan komunikasi
matematis siswa dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memiliki
kepentingan diantaranya sebagai berikut :
a. Bagi guru matematika
Penggunaan model pembelajaran dalam penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi dan gambaran pada guru mengenai penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TPS sebagai salah satu alternatif
pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas.
b. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti yang ingin
meneliti tentang model pembelajaran koopertaif tipe TPS dan komunikasi
matematis.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:
1. Pengaruh dapat dilihat dari ada atau tidaknya perubahan. Pengaruh yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan terhadap kemampuan
komunikasi matematis siswa yang diakibatkan oleh penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam pembelajaran matematika.

9
2. Model Pembelajaran TPS adalah model pembelajaran yang mengembangkan
cara berpikir dan komunikasi siswa.

Langkah-langkah pembelajarannya

terdiri atas tiga tahapan, yaitu:
a. Think, siswa secara individu membaca Lembar Kerja Siswa (LKS) dan
mencoba memikirkan langkah penyelesaian permasalahan yang diberikan.
b. Pair, siswa berdiskusi secara berpasangan untuk membahas hasil gagasan
yang diperolehnya dalam tahap sebelumnya.
c. Share, siswa diminta untuk mempresentasikan hasil dari diskusinya di
depan kelas dan siswa lain menanggapi.
3. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pembelajaran yang dilakukan oleh guru di sekolah yang akan diteliti.
Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan ceramah tentang materi,
memberikan contoh soal dan penyelesaian, sedangkan siswa menyimak dan
mencatat, dilanjutkan dengan memberikan soal latihan.
4. Indikator kemampuan komunikasi matematis yang diteliti adalah (1) drawing,
kemampuan menyatakan ide matematika ke dalam bentuk gambar, diagram,
tabel dan sebaliknya, (2) mathematical expression, mengekspresikan konsep
matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau
simbol matematika, dan (3) written texts, membuat model situasi matematika
dengan menggunanakan tulisan dan aljabar, dan memberikan penjelasan ide
dengan bahasa sendiri.
5. Materi yang dipelajari dalam penelitian ini adalah materi bangun ruang sisi
lengkung

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Kemampuan Komunikasi Matematis

Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih.
(Stuart dalam Cangara, 2011: 18).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Depdiknas, 2005: 585) disebutkan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan
penerimaan pesan atau atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan
yang dimaksud dapat dipahami. Lebih lanjut, Azizah (2011: 17) mengatakan
bahwa komunikasi adalah proses penyampaian, pemberitahuan, dan penerimaan
ide-ide dari seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) melalui
media yang menimbulkan efek; baik berupa lisan, tulisan, maupun gerakan,
dimana melalui komunikasi ide-ide direfleksikan, diperbaiki dan didiskusikan
sehingga ide-ide yang disampaikan memiliki kesamaan makna diantara keduanya.

Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan
informasi dengan berbagai bahasa termasuk bahasa matematika. Suriasumantri
(2002: 190) mengatakan matematika merupakan bahasa yang melambangkan
serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.

Lambang-

lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah

11
makna diberikan padanya, tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan
rumus-rumus yang mati. Lebih lanjut Lindquist (NCTM, 1989: 2) berpendapat
bahwa jika kita sepakat bahwa matematika merupakan suatu bahasa dan bahasa
tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami
bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar dan mengakses
matematika.

Komunikasi merupakan kemampuan penting dalam pendidikan matematika,
karena pembelajaran matematika pada umumnya terfokus pada pengkomunikasian. Menurut Greenes dan Schulman (Azizah, 2011: 18) mengutarakan bahwa
komunikasi matematis merupakan (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam
merumuskan konsep, (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan
penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematis, dan (3) wadah bagi
siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi,
membagi pemikiran dan penemuan, menilai dan mempertajam ide untuk
meyakinkan yang lain.

Lebih lanjut, Greenes dan Schulman (Azizah, 2011: 19) juga mengatakan bahwa
komunikasi matematis adalah kemampuan (1) menyatakan ide matematika
melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe
yang berbeda, (2) memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam
tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual, dan (3) mengkonstruksi, menafsirkan dan
menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya.

Definisi komunikasi matematis juga diungkapkan oleh Sullivan & Mousley
(Ansari, 2003: 17), bahwa komunikasi matematis bukan hanya sekedar

12
menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa
dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan,
klarifikasi, bekerja sama (sharing), menulis, dan akhirnya melaporkan apa yang
telah dipelajari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi
matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam mengekspresikan gagasangagasan, ide-ide, dan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang
mereka pelajari. Misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelasaian suatu
masalah.

Adapun indikator untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis menurut
Sumarmo (2003: 4) adalah (1) menghubungkankan benda-benda nyata, gambar,
dan diagram kedalam ide matematika, (2) menjelaskan ide situasi menggunakan
metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, gambar, dan aljabar, dan (3) menyatakan
peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.

Indikator kemampuan siswa dalam komunikasi matematis pada pembelajaran
matematika menurut NCTM (1989 : 214) dapat dilihat dari (1) kemampuan
mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual, (2) kemampuan memahami,
menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan
maupun dalam bentuk visual lainnya, dan (3) kemampuan dalam menggunakan
istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

Indikator kemampuan komunikasi matematis menurut Satriawati (Azizah, 2011:
24) yaitu (1) drawing, kemampuan menyatakan ide matematika ke dalam bentuk

13
gambar,

diagram,

tabel

dan

sebaliknya,

(2)

mathematical

expression,

mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari
dalam bahasa atau simbol matematika, dan (3) written texts, memberikan
penjelasan ide dengan bahasa sendiri, dan membuat model matematika dengan
menggunakan tulisan dan aljabar.

Dalam penelitian ini, untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis, siswa
diberi tes berupa soal-soal tentang materi yang diajarkan. Dengan mengacu
kepada pendapat Satriawati (Azizah, 2011: 24) yaitu (1) drawing, kemampuan
menyatakan ide matematika ke dalam bentuk gambar, diagram, tabel dan
sebaliknya, (2) mathematical expression, mengekspresikan konsep matematika
dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika,
dan (3) written texts, memberikan penjelasan ide dengan bahasa sendiri, dan
membuat model situasi matematika dengan menggunanakan tulisan dan aljabar.

Beberapa faktor yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis
menurut Ansari (2009 : 22), antara lain (1) pengetahuan prasyarat, pengetahuan
prasyarat merupakan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebagai akibat proses
belajar sebelumnya. Jenis kemampuan siswa tersebut sangat menentukan hasil
pembelajaran selanjutnya, (2) kemampuan membaca, diskusi, dan menulis.
Diskusi dan menulis adalah dua aspek penting dari komunikasi untuk semua level.
Wiederhold (Ansari 2009 :23) mengatakan bahwa : ”kemampuan membaca dalam
topik-topik tertentu dan kemudian mengelaborasi topik-topik tersebut dan
menyimpulkannya merupakan aspek penting untuk melihat keberhasilan berpikir
siswa”, dan (3) pemahaman matematik, pemahaman matematik ialah tingkat atau

14
level pengetahuan siswa tentang konsep, prinsip, algoritma dan kemahiran siswa
menggunakan strategi penyelesaian terhadap soal atau masalah yang disajikan.

Berikut adalah contoh soal matematika dan pembahasannya yang sesuai dengan
indikator kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi bangun ruang sisi
lengkung.
Sebuah kerucut berada di dalam setengah bola,
seperti tampak pada gambar. Jika volume kerucut
tersebut 4 liter, berapa sisa volume setengah bola
(pada gambar yang ditunjukkan oleh daerah yang diarsir)?
Penyelesaian:
Diketahui

:

=4

Ditanyakan

:Sisa volume setengah bola?

Dijawab

:

menyatakan peristiwa
sehari-hari kedalam
bahasa atau simbol
matematika
(mathematical
expression)

Misal, sisa volume bola dilambangkan dengan
Dari gambar disamping,
t=r

dapat diketahui bahwa
tinggi kerucut = jari-jari bola

Maka,

menyatakan
ide matematika ke
dalam bentuk
gambar,
diagram, tabel
dan
sebaliknya
(drawing)


=



membuat model
situasi matematika
dengan menggunakan
tulisan dan aljabar,
serta memberikan
penjelasan ide dengan
bahasa sendiri.
(written texts)

15
(

)

Jadi, sisa volume setengah bola adalah

2. Pembelajaran Kooperatif

Secara bahasa kooperatif berasal dari kata cooperative yang berarti bekerja sama.
Salah satu aktivitas sosial yang membutuhkan kemampuan untuk bekerja sama
dengan baik ialah kerja kelompok. Eggen dan Kauchak (2012: 171) menyatakan
bahwa kerja kelompok dirancang untuk meningkatkan keterlibatan siswa dengan
interaksi antar siswa. Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang
lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan
siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang
didasarkan pada paham konstruktivisme. Isjoni (2013: 15) menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana sistem
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif sehingga
merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Komalasari (2013: 62) juga
mendefinisikan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dimana siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboartif yang
anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang
bersifat heterogen.

Pembelajaran kooperatif mengarah pada pembelajaran dimana siswa bekerjasama
dalam kelompok kecil, saling membantu, bertukar informasi untuk memahami

16
suatu materi pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman agar dapat
mencapai sukses bersama secara akademik. Hal ini seperti yang dinyatakan Eggen
dan Kauchak (2012: 171) pembelajaran kooperatif adalah sebuah kelompok
strategi mengajar yang memberikan peran terstruktur bagi siswa sambil
menekankan interaksi siswa-siswa untuk mencapai tujuan bersama.

Pembelajaran kooperatif merupakan pondasi yang baik untuk meningkatkan
semangat belajar siswa sehingga mampu berprestasi. Hal ini dikarenakan seperti
yang dinyatakan Eggen dan Kauchak (2012: 171) bahwa guru meminta siswa
bertanggung jawab secara individu atas pemahaman mereka dan siswa saling
tergantung untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran ini akan memberi
kesempatan siswa untuk mendiskusikan masalah, mendengar pendapat rekannya,
memacu siswa untuk bekerjasama dan saling membantu menyelesaikan
permasalahan. Secara tidak langsung mewujudkan kegiatan pembelajaran yang
berpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan
guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama, siswa yang agresif
dan siswa yang tidak peduli pada siswa lain.

Pembelajaran kooperatif atau gotong royong adalah bentuk pengajaran siswa
dalam beberapa kelompok kecil yang bekerjasama antara siswa satu dengan yang
lain untuk memecahkan masalah. Dalam pembelajaran matematika menggunakan
model pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk saling berkomunikasi aktif
dengan anggota kelompoknya dalam rangka menyelesaikan masalah matematika
yang diberikan gurunya. Dengan bekerjasama maka siswa akan mengembangkan
keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat

17
bagi kehidupannya kelak di luar pendidikan formal (Hartono, 2013: 100). Lebih
lanjut, Hartono (2013: 112) juga menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
menuntut siswa untuk bersikap partisipatif dalam menyelesaikan tugas. Sikap
partisipatif itu tak hanya untuk tugas semata, tapi juga melatih siswa agar suatu
saat kelak mampu berpartisiasi dalam realitas kehidupan.

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan bentuk pembelajaran dengan cara belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari dua
sampai lima orang dengan struktur yang bersifat heterogen dan dapat merangsang
siswa lebih bergairah dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Rusman (2013: 206) menyatakan pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan
apabila (1) guru menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha secara
individual, (2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar,
(3) guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4)
guru menghendaki adanya partisipasi aktif siswa, (5) guru menghendaki
kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan.

Aspek-aspek pembelajaran kooperatif diantaranya: saling ketergantungan positif,
interaksi

dengan

tatap

muka,

kebersamaan,

kepercayaan

individu,

mengembangkan keterampilan sosial dan evaluasi kelompok. Salah satu model
pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan-keterampilan dan aspekaspek yang disampaikan di atas adalah model pembelajaran kooperatif tipe TPS
(Iru dan Arihi, 2012: 55).

18
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

Think Pair Share adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif. Tipe TPS
ini dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk. Dari Universtas Maryland pada tahun
1981. Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan salah satu jenis pembelajaran
kooperatif yang dinilai efektif untuk mengganti suasana pola diskusi di kelas.
Menurut Nurhadi (2004: 23) TPS merupakan struktur pembelajaran yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta suatu
pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan
keterampilan siswa. TPS memiliki prosedur yang ditetapkan untuk memberi
waktu yang lebih banyak kepada siswa dalam berpikir, menjawab, dan saling
membantu satu sama lain.

Frank Lyman dalam Trianto (2009: 82) mengemukakan bahwa langkah-langkah
(fase) TPS yaitu (a) berpikir (thinking), guru mengajukan suatu pertanyaan atau
masalah yang dikaitkan dengan pelajaran,dan meminta siswa menggunakan waktu
beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah, (b) berpasangan
(pairing), guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang
telah mereka peroleh, dan (c) berbagi (sharing), guru meminta pasangan-pasangan
untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan.

Lebih lanjut, menurut pendapat Arends dalam Trianto (2009:81) yang menyatakan
bahwa langkah-langkah dalam penerapan TPS yang pertama yaitu berfikir (think)
yaitu guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan
pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir
sendiri jawaban atau masalah; berpasangan (pair) yaitu guru meminta siswa

19
berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama
waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang
diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang
diidentifikasi. Secara normal guru memberikan waktu tidak lebih dari empat atau
lima menit untuk berpasangan; dan yang terakhir adalah berbagi (share) yaitu
guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruh kelas yang
telah mereka bicarakan. Hal ini efektif sampai sebagian pasangan mendapatkan
kesempatan untuk melaporkan.

Dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, siswa diberi kesempatan lebih
banyak untuk berfikir, merespon, dan bekerja secara mandiri serta membantu
teman lain secara positif untuk menyelesaikan tugas, sesuai dengan pendapat Lie
(2004: 57) yang menyatakan bahwa TPS merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif sederhana yang memberi kesempatan kepada pada untuk
siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan
model pembelajaran ini yaitu, mampu mengoptimalkan partisipasi siswa. Lebih
lanjut, menurut Kagan dalam Eggen dan Kauchak (2012: 134) TPS adalah strategi
kerja kelompok yang meminta siswa individual di dalam pasangan belajar untuk
pertama-tama menjawab pertanyaan dari guru dan kemudian berbagi jawaban itu
dengan seorang rekan.

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS juga mempunyai kelemahan. Kelemahan
TPS menurut Syamsu Basri dalam Riyanto (2009: 302) adalah (1) membutuhkan
koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas, (2) membutuhkan perhatian
khusus dalam penggunaan ruangan kelas, (3) peralihan dari seluruh kelas ke

20
kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu, guru
harus mem-buat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah
waktu yang terbuang.

Dalam penerapannya, TPS akan efektif jika setiap siswa aktif berpartisipasi dalam
proses pembelajaran TPS. Hal ini sesuai dengan pendapat Eggen dan Kauchak
(2012: 134) yang menyatakan bahwa keefektifan model pembelajaran kooperatif
tipe TPS dapat terjadi jika model pembelajaran ini dapat mengundang respons
dari semua orang di dalam kelas dan dapat menempatkan semua siswa dalam
peran-peran yang aktif secara kognitif, selain itu setiap anggota dari pasangan
diharapkan untuk berpartisipasi sehingga strategi ini mengurangi kecenderungan
͞penumpang gratisan͟ yang bisa menjadi masalah saat menggunakan kerja
kelompok.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran TPS diawali dengan proses Think
(berpikir) yaitu siswa terlebih dahulu berfikir secara individu terhadap masalah
yang disajikan oleh guru, dilanjutkan oleh tahap pair (berpasangan), yaitu siswa
diminta untuk mendiskusikan dengan pasangan-pasangannya tentang apa yang
telah dipikirkannya secara individu, dan diakhiri dengan share(berbagi), setelah
tercapai kesepakatan tentang pikirannya, maka salah satu pasangan membagikan
kepada seluruh kelas apa yang menjadi kesepakatan dalam diskusinya kemudian
dilanjutkan dengan pasangan lain hingga sebagian pasangan dapat melaporkan
mengenai berbagai pengalaman atau pengetahuan yang telah dimilikinya.

Hasil dari TPS adalah untuk mengembangkan partisipasi siswa di dalam kelas
dengan berdiskusi dan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

21
Dengan cara siswa saling belajar satu sama lain dan mendapatkan jalan keluar dari
ide mereka setelah berdiskusi dan membuat ide mereka untuk didiskusikan dalam
kelas.

4. Pembelajaran Konvensional

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 592) Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru seperti
metode ceramah, tanya jawab dan latihan soal. Sedangkan menurut Djamarah
(2008: 77) pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional atau
disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu pembelajaran ini telah
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam
proses belajar dan pembelajaran. Model pembelajaran konvensional ditandai
dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan
latihan.

Lebih lanjut, Sukandi (2003: 31) mendefinisikan bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsepkonsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan
mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih
banyak mendengarkan. Disini terlihat bahwa pembelajaran konvensional yang
dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya
sebagai “penransfer ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.
Kelebihan dan kekurangan pembelajaran konvensional menurut Nining (2004).
Adapun kelebihan pembelajaran konvensional adalah (1) murah biayanya karena

22
media yang digunakan hanya suara guru sehingga guru leebih cepat dalam
menyampaikan informasi, (2) mudah mengulangnya kembali kalau diperlukan,
sebab guru sudah menguasai apa yang telah diceramahkan, (3) dengan penguasaan
materi yang baik dan persiapan guru yang cermat bahan dapat disampaikan
dengan cara yang sangat menarik, lebih mudah diterima dan diingat oleh siswa,
(4) memberi peluang kepada siswa untuk melatih pendengaran, (5) siswa dilatih
untuk menyimpulkan pembicaraan yang panjang menjadi inti.

Sedangkan kekurangan pembelajaran konvensional antara lain (1) tidak semua
siswa memiliki daya tangkap yang baik, sehingga akan menimbulkan verbalisme,
(2) sulit bagi siswa mencerna atau menganalisis materi yang diceramahkan
bersama-sama dengan kegiatan mendengarkan penjelasan atau ceramah guru,
(3) tidak memberikan kesempatan siswa untuk apa yang disebut “belajar dengan
berbuat”, (4) tidak semua guru pandai melaksanakan ceramah sehingga tujuan
pelajaran tidak dapat tercapai, (5) menimbulkan rasa bosan sehingga materi sulit
diterima, (6) menjadikan siswa malas membaca isi buku, mereka mengandalkan
suara guru saja.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah suatu pembelajaran yang bersifat ceramah yaitu siswa menerima semua materi yang dijelaskan
oleh guru sehingga siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran dan pemahaman siswa dibangun berdasarkan hafalan, metode yang digunakan berupa
ceramah, contoh, dan latihan soal. Namun pembelajaran konvensional memiliki
kelebihan yaitu lebih mudah untuk diterapkan dalam proses pembelajaran dan
guru dapat dengan cepat memberikan informasi kepada siswa.

23
5. Penelitian yang Relevan

Peneliatian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Azizah (2011: 66) dengan judul “Pengaruh
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Terhadap
Kemampuan Komunikasi Mtematis Siswa” (Skripsi). Dalam penelitiannya
diperoleh hasil bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang
diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada
kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan model
pembelajaran konvensional.
2. Peneliatian yang dilakukan oleh Marlina (2014: 5) dengan judul “Penggunaan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Meningkatkan
Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa” (Jurnal). Dalam
penelitiannya diperoleh hasil bahwa peningkatan kemampuan komunikasi
matematis antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif
tipe TPS lebih baik daripada siswa yang belajar secara konvensional
berdasarkan keseluruhan siswa dan pengelompokan siswa.

B. Kerangka Pikir

Kemampuan untuk menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan
merupakan salah satu kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran matematika. Komunikasi matematis memegang peranan penting dalam membantu
siswa membangun hubungan antara aspek-aspek informal dan intuitif dengan
bahasa matematika yang abstrak, yang terdiri atas simbol-simbol matematika, serta
antara uraian dengan gambaran mental dari gagasan matematika. Kemampuan

24
komunikasi dalam matematis mengandung arti kemampuan siswa untuk m

Dokumen yang terkait

pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa (kuasa Eksperimen di SMPN 3 Tangerang selatan)

3 10 82

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik think pair share dan teknik think pair squre

0 4 174

Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui pendekatan pembelajaran kooperatif model think, pair and share siswa kelas IV MI Jam’iyatul Muta’allimin Teluknaga- Tangerang

1 8 113

Peningkatan Hasil Belajar Ips Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Thinks Pair Share Pada Siswa Kelas V Mi Manba’ul Falah Kabupaten Bogor

0 8 129

PENINGKATAN KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE DI SMPN 5 MEDAN.

0 4 47

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN THINK PAIR SHARE (TPS).

0 4 44

PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA YANG BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE DAN TIPE THINK-PAIR-SHARE DI MAN 1 MEDAN.

0 4 29

PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SQUARE DENGAN THINK-PAIR-SHARE.

0 2 24

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN THINK-PAIR-SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

0 0 8

PENGARUH MODEL KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MTs. AL-MADANI PONTIANAK

0 0 10