ANTIMICROBIAL COMPOUNDS ACTIVITIES OF D2.2 BIOCONTROL BACTERIA AGAINST BACTERIALPATHOGENS ON SHRIMP AND FISH In Vitro AKTIFITAS SENYAWA ANTIMIKROBA DARI BAKTERI BIOKONTROL D2.2 TERHADAP BAKTERI PATOGEN PADA UDANG DAN IKAN SECARA In Vitro

(1)

ABSTRACT

ANTIMICROBIAL COMPOUNDS ACTIVITIES OF D2.2 BIOCONTROL BACTERIA AGAINST BACTERIALPATHOGENS ON SHRIMP AND FISH

In Vitro By Mufit Budi Aji

D2.2 bacterial isolates was able to inhibit the growth of Vibrio harveyi in antagonism test by using double layer media. The purpose of this study was to determine the activities of D2.2 antimicrobial compounds againts shrimp and fish bacteria pathogen. The growth phase of D2.2 bacteria was determine by UV Spectrophotometer in wavelength 625 nm. D2.2 bacteria compounds was produced from both, cells and supernatant (free-cell media) by extracted with ethyl acetate and saturated with ammonium sulfate. Antimicrobial activity of the compounds was tested on Stapylococcus aureus, Aeromonas hydrophila and Vibrio alginolyticus by using diffusion test. Further identification D2.2 bacterial was analyzed by using 16S rDNA sequence fragments to determine the kinship in genetic. Result showed that D2.2 compounds from both extracted and saturated cell and supernatant, able to inhibit bacterial patogenic in vitro on Stapylococcus aureus, Aeromonas hydrophila and Vibrio alginolyticus. However compounds from extracted with ethyl acetate have more extensive activity than saturated with ammonium sulfate. The analysis result of the sequent fragmen of 16S rDNA showed that the D2.2 bacteria is identified has 97% homology with Bacillus sp. Keywords: antibacterial compounds, D2.2 bacteria, in vitro, pathogenic bacteria.


(2)

ABSTRAK

AKTIFITAS SENYAWA ANTIMIKROBA DARI BAKTERI

BIOKONTROL D2.2 TERHADAP BAKTERI PATOGEN PADA UDANG DAN IKAN SECARA In Vitro

Oleh Mufit Budi Aji

Isolat bakteri D2.2 mampu menghambat pertumbuhan Vibrio harveyi dalam uji antagonisme pada media double layer. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui aktifitas senyawa antimikroba D2.2 terhadap resiko bakteri patogen pada udang dan ikan. Fase pertumbuhan bakteri D2.2 ditentukan dengan Spektrophotometer UV pada panjang gelombang 625 nm. Senyawa yang dihasilkan bakteri D2.2 yaitu sel maupun supernatan (bebas sel) diekstraksi dengan etil asetat dan disaturasi dengan amonium sulfat. Aktivitas senyawa antimikroba diuji pada Stapylococcus aureus , Aeromonas hydrophila dan Vibrio alginolyticus dengan menggunakan uji difusi. Selanjutnya bakteri D2.2 diidentifikasi menggunakan analisis fragmen 16S rDNA untuk menentukan kekerabatan secara genetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa yang dihasilkan bakteri D2.2 dari kedua ekstraksi dan saturasi, mampu menghambat bakteri patogen secara in vitro pada Stapylococcus aureus, Aeromonas hydrophila dan Vibrio alginolyticus. Namun senyawa yang diekstraksi dengan etil asetat memiliki aktivitas yang lebih luas daripada yang disaturasi dengan amonium sulfat. Hasil analisis sekuen fragmen 16S rDNA menunjukkan bahwa bakteri D2.2 teridentifikasi memiliki tingkat homologi 97% dengan Bacillus sp.


(3)

(4)

AKTIVITAS SENYAWA ANTIMIKROBA DARI BAKTERI

BIOKONTROL D2.2 TERHADAP BAKTERI PATOGEN PADA UDANG DAN IKAN SECARA In Vitro

Skripsi

Oleh

MUFIT BUDI AJI

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2014


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pringsewu Tanggal 17 Juni 1991 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Sapin Ismadi dan Ibu Hj. Sri Kuwati. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri1 Gumukmas pada tahun 2003, menyelesaikan pendidikan SLTP Negeri 1 Pagelaran tahun 2006 dan SMK Negeri 1 Gading Rejo pada tahun 2009. Penulis melanjutkan jenjang pendidikan Strata Satu (S1) di Universitas Lampung Jurusan Budidaya Perairan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif pada organisai Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan Unila (HIDRILA) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai Ketua Komisariat Unila periode 2012-2013. Penulis mengikuti Praktek Umum di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung dengan judul “Pembenihan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)” pada tahun 2012. Penulis menyelesaikan penelitian akhir di Laboratorium Budidaya Perairan, Laboratorium Biokimia FMIPA Unila dan Laboratorium Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) Serpong, Tangerang Selatan dengan judul “Aktifitas Senyawa Antimikroba dari Bakteri Biokontrol D2.2 terhadap Bakteri Patogen pada Udang dan Ikan secara In Vitro” pada Bulan November 2013 sampai dengan Maret 2014.


(9)

“Untuk mencapai cita

-cita yang tinggi manusia (pahlawan)

melepaskan nyawanya pada tiang gantungan, mati dalam

pembuangan, tetapi senantiasa menyimpan dalam hatinya

yang luka, wajah tanah air yang duka”

(Bung Hatta)

“Orang boleh pandai setinggi langit,

tapi selama ia tidak

menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.

Menulis adalah bekerja untuk keabadian

(Pramoedya

Ananta

Toer)

"

Sebaik

-baiknya manusia ialah orang yang bermanfaat bagi

orang lain"


(10)

Untuk mu Guru-guruku; semoga Alloh selalu melindungimu

dan meninggikan derajatmu di dunia dan di akhirat, terima

kasih atas bimbingan dan arahan selama ini.

Semoga ilmu yang telah diajarkan menuntunku menjadi

manusia yang berharga di dunia dan bernilai di akhirat.

My simple work for my family,

and you


(11)

SANWACANA

Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memeberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan (S.Pi) pada program studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dengan judul “Aktifitas Senyawa Antimikroba dari Bakteri Biokontrol D2.2 terhadap Bakteri Patogen pada Udang dan Ikan Secara In Vitro”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

2. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc, selaku ketua Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3. Bapak Agus Setyawan, S.Pi, M.P selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan arahan, bimbingan, motivasi dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Mahrus Ali, S.Pi, M.P selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak Wardiyanto, S.Pi, M.P selaku dosen Penguji yang telah memberikan


(12)

6. Ibu Berta Putri, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama masa studi.

7. Seluruh dosen beserta staf tata usaha jurusan Budidaya Perairan atas ilmu, bimbingan, bantuan dan kerja samanya selama ini.

8. Ibu Esti Harpeni S.T, M.App.Sc selaku kepala Laboratorium Budidaya Perairan yang telah mengijinkan tempat dan peralatan selama penelitian. 9. Bapak Prof. Yandri AS, M.S selaku kepala Laboratorium Biokimia FMIPA

Unila yang telah mengijinkan tempat dan peralatan selama penelitian.

10.Analis Laboratorium Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) yang telah membantu menyelesaikan proses penelitian.

11.DIKTI melalui Program Kreatifitas Mahasiswa Penelitian (PKM-P) yang telah memberikan pendanaan selama penelitian.

12.Keluarga tercinta, bapak, ibu dan adik saya Makhfud Khoir dan Fuad Mitrawan yang memberikan semangat yang tiada hentinya untuk meraih semua impian saya.

13.Seluruh keluarga besar saya yang amat saya cintai, yang telah mendidik dan memberikan arahan dari kecil sampai saat ini.

14.Seluruh sahabat-sahabat PMII Komisariat Unila yang banyak sekali memberikan pelajaran, dan pengalaman yang tidak terlupakan.

15. Seluruh teman-teman BDPi 2009, Bintang, Supra, Dedi, Nuron, Sandi, Agus Culik, Ogi, Rahmat, Agus Tomang, Okta, Panca, Beny, Muarif, Dian Puja, Ridho, dan semuanya yang sudah menjadi keluarga baru dan berjuang bersama-sama.


(13)

16.Seluruh kakak tingkat 2007, 2008 dan adik-adik dari 2010 s.d 2013 terimakasih atas kerjasama dan diskusi yang terjalin selama ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memelihara indra dan hati kita agar mudah memahami hakikat kehidupan ini, dan terus belajar untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kita. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi apa yang telah dihasilkan dari penelitian ini semoga bermanfaat bagi pembaca dan bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Mei 2014 Penulis


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL…...………...………… i

DAFTAR GAMBAR...……… ii

DAFTAR LAMPIRAN………...……….... iii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Kerangka Pikir ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Budidaya Udang dan Ikan ... 5

2.2 Penyakit pada Udang ... 5

2.3 Penyakit pada Ikan ... 7

2.4 Senyawa Antimikroba ... 9

2.5 Ekstraksi Senyawa Antimikroba... 10

2.6 Potensi Senyawa Antimikroba... 12

2.7 Isolat Bakteri Biokontrol D2.2... 13

2.8 Analisis Sekuen 16S rDNA... 14

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

3.2 Alat dan Bahan ... 17

3.3 Isolat Bakteri Alteromonas sp D.2.2 ... 18

3.4 Pembuatan Media ... 18

3.4.1 Komposisi Media sea water complete (SWC) ... 18

3.4.2 Cara Pembuatan Media SWC ... 18

3.5 Metode Penelitian ... 19

3.5.1 Fase Pertumbuhan Bakteri ... 19

3.5.2 Produksi Substansi Antibakteri ... 19

3.5.3 Uji Aktifitas Senyawa Antibakteri ... 20


(15)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 23

4.1.1 Fase Pertumbuhan Bakteri ... 23

4.1.2 Produksi Substansi Antibakteri ... 23

4.1.3 Uji Aktifitas Senyawa Antibakteri ... 24

4.1.4 Analisis Sekuen 16S rDNA ... 25

4.2 Pembahasan ... 28

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 34

5.2 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hasil produksi substansi antibakteri ... 24 Tabel 2. Diameter zona hambat senyawa antibakteri dalam (mm) ... 25 Tabel 3. Perbandingan analisis sekuen 16S rDNA bakteri D2.2 ... 26


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kurva pertumbuhan bakteri D2.2 ... 23

Gambar 2. Aktifitas senyawa antibakteri dari bakteri D2.2 ... 24

Gambar 3. Pola elektroforesis fragmen 16S rDNA ... 25

Gambar 4. Pola elektroforesis produk amplifikasi pasca purifikasi ... 26


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan fase pertumbuhan bakteri ... 40

Lampiran 2. Produksi substansi antibakteri ... 41

Lampiran 3. Foto proses produksi substansi antibakteri ... 42

Lampiran 4. Uji aktifitas senyawa antibakteri pada bakteri patogen ... 43


(19)

I.PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Produksi perikanan nasional meningkat sebesar 6,2% per tahun, yaitu dari 11,66 juta ton pada tahun 2010 menjadi 12,38 juta ton pada tahun 2011. Capaian produksi perikanan tersebut didukung oleh kontribusi perikanan budidaya yang terus mengalami kenaikan, yakni mencapai 11,13% per tahun selama periode 2010-2011. Meningkatnya produksi perikanan budidaya didukung oleh pencapaian komoditas ikan dan udang. KKP menargetkan pada tahun 2014 produksi perikanan budidaya mencapai 16,891 juta ton (Renstra Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010-2014).

Upaya dalam peningkatan produksi perikanan budidaya secara nasional masih terkendala oleh penyakit yang menyerang ikan maupun udang yaitu bakteri. Salah satu penyakit pada udang yaitu vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sp. Vibriosis dapat menginfeksi udang dari fase larva hingga dewasa baik di pembenihan maupun di tambak (Lightner, 1992). Aeromonas hydrophila merupakan bakteri patogen penyebab penyakit motil aeromonas septicemia (MAS) terutama pada spesies ikan air tawar yang hidup di perairan tropis (Rahmaningsih, 2012).

Pencegahan penyakit dapat dilakukan secara dini dan untuk menaggulanginya diperlukan diagnosis dan penanganan yang tepat. Pencegahan dan pengobatan dapat dilakukan dengan antibiotik dan bahan kimia lainya, namun dalam jangka


(20)

2

waktu yang lama dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan dan resistensi terhadap patogen (Watson et al., 2008). Selain itu negara maju sudah melarang produk-produk perikanan yang mengandung residu antibiotik.

Kebutuhan alternatif antibiotik baru yang ramah lingkungan masih sangat tinggi terutama yang dapat melawan patogen pada ikan dan udang. Modifikasi antibiotik yang sudah ada untuk mendapatkan senyawa turunan telah dilakukan tetapi kenyataanya mikro organisme memiliki kemampuan untuk bermutasi sehingga memiliki mekanisme resistensi terhadap antibiotik tersebut sehingga diperlukan antibiotik baru yang lebih efektif (Suwandi, 1993 dalam Hermawan et al., 2012).

Penelitian mengenai penggunaan antibiotik baru terus meningkat baik di luar maupun dalam negeri. Bakteri yang bersimbiosis dengan gastropoda Olivia vidua yaitu isolat TOV 12.16 yang didentifikasi sebagai Vibrio ordali yang diekstraksi dengan tiga pelarut yang berbeda yaitu n-heksan (non polar), etil asetat (semi polar), dan metanol (polar) hanya bakteri yang dilarutkan pada pelarut polar dan semi polar yang mampu menghambat bakteri Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli (Hermawan et al., 2012). Isolat BL542 yang diidentifikasikan sebagai Pseudoalteromonas sp. mampu menghambat pertumbuhan bakteri V. harveyi MR5339 secara in vitro maupun in vivo pada larva udang windu karena senyawa antimikroba yang dihasilkannya (Muliani et al., 2002).

Isolat bakteri D2.2 yang diisolasi dari tambak udang tradisional di Lampung Timur terbukti memiliki kemampuan anti Vibrio harveyi dari uji antagonisme secara in vitro (Mariska et al., 2013). Namun belum diketahui aktifitas senyawa yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Oleh karena itu perlu dikaji tentang potensi


(21)

3

senyawa aktif dari bakteri D2.2 yang dapat menjadi acuan dalam mencari alternatif antibiotik baru.

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktifitas senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri D2.2 terhadap bakteri patogen dalam uji in vitro serta untuk mengetahui tingkat homologi bakteri D2.2 dengan bakteri biokontrol lainya

1.3Kerangka Pikir

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri merupakan salah satu kendala dalam peningkatan produksi perikanan budidaya. Vibriosis merupakan penyakit pada udang yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sp, dapat menginfeksi udang dari fase larva hingga dewasa dan ditemukan baik di pembenihan maupun di tambak (Lightner, 1992). Sedangkan bakteri yang menyebabkan penyakit motil aeromonas septicemia (MAS) yaitu Aeromonas hydrophila yang menginfeksi spesies ikan air tawar yang hidup di perairan tropis (Rahmaningsih, 2012).

Kebutuhan alternatif antibiotik baru masih sangat tinggi karena bakteri patogen dapat bermutasi sehingga memiliki resistensi terhadap antibakteri sebelumnya. Bakteri D2.2 yang diisolasi dari tambak udang tradisional di Lampung Timur terbukti memiliki kemampuan anti Vibrio harveyi dari uji antagonisme secara in vitro ( Mariska et al., 2013).

Senyawa antibakteri merupakan senyawa biologis atau kimia yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri (Pelczar et al.,


(22)

4

2005). Untuk mengetahui aktifitas senyawa antibakteri tersebut, maka dilakukan metode ekstraksi menggunakan etil asetat dan saturasi menggunakan amonium sulfat yang mengacu metode dari Isnansetyo et al. (2009).

Ekstraksi yaitu penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponennya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi yaitu lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan (Khopkar, 2003).

Uji zona hambat dilakukan dengan metode difusi menggunakan kertas cakram yang direndam pada senyawa yang dihasilkan dari bakteri D2.2 dan diletakan di atas media agar TSA yang telah diberi isolat bakteri uji, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang dan diamati kemudian diukur zona hambat yang terbentuk.

Untuk mengetahui kekerabatan secara genotip bakteri D2.2 dilakukan identifikasi 16S rDNA, identifikasi dilakukan dengan mengisolasi DNA selanjutnya diamplifikasi fragmen gen 16S rDNA menggunakan instrumen PCR. Fragmen gen teramplifikasi selanjutnya dianalisa sekuen basa nitrogen pada nukleotida penyusun fragmen untuk diketahui homologinya dengan sekuen basa nitrogen fragmen 16S rDNA bakteri lain yang telah terdata pada GenBank.

1.4Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan atau informasi baru tentang aktifitas senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri D2.2 serta hasil identifikasi spesies secara genetik.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Budidaya Udang dan Ikan

Produksi perikanan nasional meningkat sebesar 6,2% per tahun, yaitu dari 11,66 juta ton pada tahun 2010 menjadi 12,38 juta ton pada tahun 2011. Capaian produksi perikanan tersebut didukung oleh kontribusi perikanan budidaya yang terus mengalami kenaikan, yakni mencapai 11,13% per tahun selama periode 2010-2011. Meningkatnya produksi perikanan budidaya didukung oleh pencapaian komoditas ikan dan udang. KKP menargetkan pada tahun 2014 produksi perikanan budidaya mencapai 16,891 juta ton (Renstra Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010-2014).

2.2Penyakit pada Udang

Penurunan produksi udang salah satunya disebabkan oleh penyakit baik itu penyakit virus maupun bakteri. Vibriosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sp, bersifat akut dan dapat mematikan larva udang dalam waktu 1 sampai 3 hari (Rukyani et al., 1992 dalam Maryani, 2002). Vibriosis menginfeksi udang di pembenihan maupun di tambak dan yang sering ditemukan di tambak yaitu Vibrio harveyi, V. parahaemolyticus, V. alginolyticus, V. anguilarum, V. vulvinicus, dan V. fluvialis (Lightner, 1992; Boer dan Zafran. 1992). Gejala klinis udang yang terserang vibriosis yaitu kondisi tubuh lemah, nampak kusam, nampak kotor, berenang lambat, nafsu makan hilang, badan


(24)

6

mempunyai bercak bercak merah (reddiscoloration) pada pleopod dan abdominal serta pada malam hari terlihat menyala. Udang windu dewasa yang terkena vibriosis nampak hypoxic, menunjukkan badan yang merah dan insang coklat, nafsu makan kurang dan udang berenang lemah di tepi dan permukaan kolam (Anderson et al., 1988). Postlarvae yang terkena infeksi juga memperlihatkan pergerakan yang kurang, mengurangi phototaxis dan usus kosong, hilangnya otot, jaringan yang tidak jelas, peradangan usus atau hepatopankreas dan atau keracunan darah (Lightner, 1992).

Vibriosis adalah suatu permasalahan umum diseluruh dunia, Vibrio harveyi terus berlanjut menyebabkan angka kematian diseluruh dunia diperkirakan diatas 30% pada larva udang windu, postlarva dan dewasa pada kondisi udang yang stres. Suatu strain Vibrio yang sangat patogen juga telah muncul dan terus menyebabkan angka kematian dalam budidaya udang (Le Groumellec et al., 1996).

Bakteri Vibrio sp memiliki ciri morfologi dan fisiologi sebagai berikut: bentuk koloni bulat, elevasi cembung, berwarna krem dengan diameter 2-3 mm pada media agar SWC. Bersifat gram negatif, sel tunggal berbentuk batang pendek yang bengkok atau lurus, motil, oksidase positif, sensitif terhadap uji vibriostatik O/129, tidak membentuk H2S, tidak membentuk gas dari fermentasi terhadap D-glukosa, tumbuh pada media dengan penambahan 1-6 % NaCl, dan mempunyai flagella pada salah satu kutub selnya (Suwanto et al., 1998 dalam Tepu, 2006).

Vibriosis dapat menyerang udang dari fase larva hingga dewasa. Vibrio harveyi bersifat oportunistik, yaitu organisme yang dalam keadaan normal ada di lingkungan pemeliharaan yang bersifat saprofitik dan berkembang menjadi


(25)

7

patogenik apabila kondisi lingkungan dan inangnya memburuk. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu 300C, salinitas antara 20-30 ppt dengan pH 7,0 dan bersifat anaerobik fakultatif, yaitu dapat hidup dengan oksigen atau tanpa adanya oksigen (Holt dan Krieg, 1984).

2.3Penyakit pada Ikan

Penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada ikan khususnya yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1980, dimana bakteri ini menyebabkan wabah penyakit pada ikan karper di wilayah Jawa Barat dan menyebabkan kematian sebanyak 125 ton. Di tahun yang sama kejadian serupa juga terjadi dan menyerang spesies ikan mas, penyakit tersebut dikenal dengan penyakit “ulcerative disease” atau penyakit borok atau penyakit merah yang mengakibatkan kematian sekitar kurang lebih 173 ton jenis ikan mas termasuk didalamnya 30% ikan-ikan kecil dan benih mati disebabkan oleh bakteri Aeromonas sp dan Pseudomonas sp. Penyakit ini dapat menyebabkan sistemik yang menimbulkan kematian ikan yang tinggi, menyerang ikan-ikan budidaya dan dalam waktu singkat menyebar kedaerah lain (Lukistyowati, 2012).

Bakteri Aeromonas hydrophila termasuk bakteri gram negatif, dimana mempunyai karakteristik berbentuk batang pendek, bersifat aerob dan fakultatif anaerob, tidak berspora, motil, mempunyai satu flagel, hidup pada kisaran suhu 25–300C. Jika organisme terkena serangan bakteri maka akan mengakibatkan gejala penyakit hemorhagi septicaemia yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: terdapat luka dipermukaan tubuh, insang, ulser, abses, dan perut gembung.


(26)

8

Bakteri Aeromonas hydrophila sangat mempengaruhi usaha budidaya ikan air tawar dan seringkali menimbulkan wabah penyakit dengan tingkat kematian yang tinggi (80 – 100%) dalam kurun waktu yang singkat (1–2 minggu).

Di dalam tubuh bakteri Aeromonas hydrophila terdapat gen aero dan hlya yang bertanggung jawab dalam memproduksi racun aerolysin dan hemolysin dimana aerolisin merupakan protein extraseluler yang diproduksi oleh beberapa strain A. hydrophila yang bisa larut, bersifat hydrofilik dan mempunyai sifat hemolitik serta sitolitik. Mekanisme racun aerolysin pada bakteri Aeromonas hydrophila dalam menyerang dan menginfeksi racun pada ikan yaitu dengan mengikat reseptor glikoprotein spesifik pada permukaan sel eukariot sebelum masuk ke dalam lapisan lemak dan membentuk lubang. Racun aerolysin yang membentuk lubang melintas masuk ke dalam membran bakteri sebagai suatu preprotoksin yang mengandung peptida. Racun tersebut dapat menyerang sel-sel epithelia dan menyebabkan gastroenteristis (Lukistyowati, 2012).

Proses invasi bakteri patogen Aeromonas hydrophila kedalam tubuh host adalah diawali dengan melekatnya bakteri pada permukaan kulit dengan memanfaatkan pili, flagela dan kait untuk bergerak dan melekat kuat pada lapisan terluar tubuh ikan yaitu sisik yang dilindungi oleh zat kitin. Selama proses berlangsung bakteri Aeromonas hydrophila memproduksi enzim kitinase yang berperan dalam mendegradasi lapisan kitin sehingga bakteri dapat dengan mudah masuk kedalam host. Selain memanfaatkan kitinase bakteri Aeromonas hydrophila juga mengeluarkan enzim lainnya seperti lesitinase dalam upaya masuk kedalam aliran darah (Mangunwardoyo et al., 2010).


(27)

9

Bakteri Aeromonas hydrophila termasuk patogen oportunistik yang hampir selalu terdapat di air dan seringkali menimbulkan penyakit apabila ikan dalam kondisi yang kurang baik. Penyakit yang disebabkan oleh Aeromonas hydrophilla ditandai dengan adanya bercak merah pada ikan dan menimbulkan kerusakan pada kulit, insang dan organ dalam. Penyebaran penyakit bakterial pada ikan umumnya sangat cepat serta dapat menyebabkan kematian yang sangat tinggi pada ikan-ikan yang diserangnya. Gejala klinis yang timbul pada ikan yang terserang infeksi bakteri Aeromonas hydrophila adalah gerakan ikan menjadi lamban, ikan cenderung diam di dasar, luka/borok pada daerah yang terinfeksi, perdarahan pada bagian pangkal sirip ekor dan sirip punggung, dan pada perut bagian bawah terlihat buncit dan terjadi pembengkakan. Ikan sebelum mati naik ke permukaan air dengan sikap berenang yang labil (Rahmaningsih, 2012).

2.4Senyawa Antimikroba

Senyawa antibakteri yaitu senyawa biologis atau kimia yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri (Pelczar et al., 2005). Senyawa antibakteri harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, antimikroba dapat bersifat bakterisidal yaitu membunuh bakteri, bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri, dan bakterilitik yaitu merusak germinasi spora bakeri (Jawet, 1998). Aktivitas antimikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pH, lingkungan, stabilitas senyawa antibakeri, suhu, lingkungan, takaran inokulum mikroorganisme, waktu inkubasi, dan aktivitas metabolisme mikroorganisme (Irianto, 2007).


(28)

10

Kekuatan pada antibiotik-antibakteri yaitu pada daerah yang memiliki hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm memiliki daya hambat kuat, daerah hambatan 5-10 mm yaitu sedang, dan daerah hambatan 5 mm atau kurang memiliki daya hambat lemah (David dan Strout, 1971). Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran daerah hambatan yaitu sensitivitas organisme, medium kultur, kondisi inkubasi, dan kecepatan difusi agar. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi agar, yaitu konsentrasi mikroorganisme, komposisi media, suhu inkubasi, media, dan waktu inkubasi (Schegel et al., 1994).

Burgess et al. (1999), menyatakan bahwa interaksi kimiawi antara spesies bakteri yang berbeda dapat menyebabkan produksi dan sekresi metabolit sekunder berupa senyawa antimikroba. Produksi senyawa antimikroba oleh bakteri akan meningkat bila bakteri tersebut tumbuh bersama dengan strain bakteri yang berbeda sebagai akibat adanya kompetisi untuk mendapatkan ruang. Selain itu bakteri yang pada awalnya tidak memproduksi senyawa aktif apapun akan memproduksi saat bakteri tersebut terpapar oleh produk ekstraseluler yang dihasilkan oleh bakteri lain (Amstrong et al., 2001).

2.5Ekstraksi Senyawa Antimikroba

Ekstraksi yaitu sebuah proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponennya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi yaitu lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Hal


(29)

11

yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan yaitu daya melarutkan, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar, dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi (Khopkar, 2003).

Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Bahan dan senyawa kimia akan mudah larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya. Semakin besar konstanta dielektrik, maka akan semakin besar polaritas pelarut tersebut (Sudarmadji et al., 2007).

Heksana memiliki konstanta dielektrik sebesar 1,89 Db, indeks polaritas 0, titik didih 690C dan titik beku -940C (Sudarmadji et al. 2007). Nilai konstanta dielektrik pelarut heksana merupakan konstanta paling rendah apabila dibandingkan dengan konstanta dielektrik pelarut yang lain, sehingga pelarut heksana termasuk dalam pelarut non polar.

Etil asetat merupakan pelarut polar menengah (semi polar) yang volatil, tidak beracun dan tidak higroskopis. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3% dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya akan meningkat di suhu yang lebih tinggi. Etil asetat adalah senyawa organik yang merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar dan digunakan sebagai pelarut (Fessenden, 1997 dalam Daluningrum et al., 2009). Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang mampu mengekstrak fenol, terpenoid, alkaloid, aglikon dan aglisida dari suatu bahan (Harborne, 1987 dalam Daluningrum et al., 2009).

Metanol merupakan salah satu pelarut alkohol yang penting dan paling sederhana. Metanol juga dikenal sebagai alkohol kayu atau spiritus dan


(30)

12

merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku karena titik bekunya yang rendah yaitu -980C, pelarut bahan bakar dan sebagai bahan aditif pada industri etanol. Penggunaan metanol terbanyak saat ini adalah sebagai bahan pembuat bahan kimia lainnya. Sekitar 40% metanol diubah menjadi formaldehid yang kemudian diaplikasikan dalam berbagai macam produk seperti plastik, kayu lapis, cat, peledak dan tekstil (Fessenden, 1997 dalam Daluningrum et al., 2009). Yuharmen et al. (2002), melaporkan metanol digunakan sebagai pelarut dalam uji antimikroba dari lengkuas. Dari penelitian tersebut diperoleh informasi bahwa ekstrak metanol mengandung flavonoid, fenol dan terpenoid.

2.6Potensi Senyawa Antimikroba

Kebutuhan antibiotik baru masih tinggi terutama yang dapat melawan bakteri patogen khususnya pada udang. Memodifikasi antibiotik yang sudah ada untuk mendapatkan senyawa turunan antibiotik baru telah dilakukan tetapi kenyataanya mikroorganisme memiliki kemampuan untuk bermutasi sehingga memiliki mekanisme resistensi terhadap antibiotik tersebut (Suwandi, 1993 dalam Hermawan et al., 2013).

Penelitian tentang potensi senyawa antimikroba terus meningkat, Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol melakukan penelitian tentang pengendalian Vibrio harveyi pada larva udang windu dan diperoleh dua isolat bakteri penghambat yaitu GSB-95030 dan GSB-95033 (Roza et al., 1998 dalam AlRozi, 2008). Berdasarkan uji biokimia dan karakteristik biologis isolat GSB-95030 diidentifikasi sebagai Vibrio alginolyticus sedangkan isolat


(31)

13

GSB-95033 diidentifikasi sebagai Flavobacterium meningosepticum. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kedua isolat bakteri penghambat GSB-95030 dan GSB-95033 mempunyai aktivitas dalam menghambat perkembangan Vibrio harveyi. Bakteri yang bersimbiosis dengan gastropoda Olivia vidua yaitu isolat TOV 12.16 yang diidentifikasi sebagai Vibrio ordali yang diekstraksi dengan tiga pelarut yang berbeda yaitu n-heksan, etil asetat, dan metanol tetapi hanya bakteri yang dilarutkan pada pelarut polar dan semi polar yang mampu menghambat bakter Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Hermawan et al., 2012). Isolat BL542 yang diidentifikasikan sebagai Pseudoalteromonas sp. mampu menghambat pertumbuhan bakteri V. harveyi MR5339 secara in vitro maupun in vivo pada larva udang windu dari senyawa antimikroba yang dihasilkannya (Muliani et al. 2002).

2.7 Isolat Bakteri Biokontrol D2.2

Isolat bakteri kandidat biokontrol didapat dari tambak udang windu tradisional di Desa Mulyosari, Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Isolat bakteri laut yang didapat mampu menghambat pertumbuhan V. harveyi sebanyak 0,34% dari 293 isolat, ditandai dengan adanya zona bening di sekitar koloni bakteri agen biokontrol. Dari 293 isolat bakteri yang berhasil dikoleksi, hanya terdapat satu isolat (D2.2) yang potensial menghambat V. harveyi, yaitu dengan adanya zona hambat terhadap V. harveyi pada uji antagonisme dengan media agar double layer (Mariska et al., 2013).


(32)

14

2.8Analisis Sekuen 16S rDNA

Salah satu metode terbaik dalam mengidentifikasi spesies bakteri yaitu dengan mengetahui struktur DNA atau dengan teknik sekuen 16S rDNA. RNA merupakan polimer yang tersusun dari sejumlah nukleotida. Setiap nukleotida memiliki satu gugus fosfat, satu gugus pentosa, dan satu gugus basa nitrogen. RNA memiliki tiga tipe yaitu messenger RNA (mRNA), transfer RNA (tRNA), ribosomal RNA (rRNA). Ribosomal RNA (rRNA) sisandikan oleh sebagian DNA sehingga bagian tersebut disebut DNA ribosom (rDNA). Pada bakteri ternyata bagian ini memperlihatkan tidak banyak perubahan selama evolusi, sehingga analisis sekuen rDNA merupakan cara yang paling akurat untuk menentukan kekerabatan bakteri (Boye et al., 1999).

RNA ribosom pada prokariot memiki sub unit besar dan kecil, sub unit besar disebut 5S dengan ukuran nukleutida 120 dan 23S dengan ukuran nukleutida 2900, sedangkan sub unit kecil disebut 16S dengan ukuran nukleutida 1500. Pada bagian sub unit kecil atau 16S rDNA inilah urutan basa nuklutida tidak berubah selama evolusi, sehingga untuk mengetahui kekerabatan antar bakteri dilakukan analisis sekuen 16S rDNA (Boye et al., 1999).

DNA memiliki struktur utas ganda yang antiparalel dengan komponen-komponennya, yaitu gula pentosa (deoksiribosa), gugus fosfat, dan pasangan basa. Pasangan basa pada DNA terdiri atas dua macam, yaitu basa purin dan pirimidin. Basa purin terdiri atas adenin (A) dan guanin (G) yang memiliki struktur cincin-ganda, sedangkan basa pirimidin terdiri atas sitosin (C) dan timin (T) yang memiliki struktur cincin-tunggal. Ketika guanin berikatan dengan sitosin, maka akan terbentuk tiga ikatan hidrogen, sedangkan ketika Adenin berikatan dengan


(33)

15

Timin maka hanya akan terbentuk dua ikatan hidrogen. Satu komponen pembangun DNA terdiri atas satu gula pentosa, satu gugus fosfat dan satu pasang basa yang disebut nukleotida (Alberts et al., 2002).

Secara umum analisis 16S rDNA yang dikembangkan oleh Frederick Sanger yang banyak digunakan yaitu melibatkan terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik untuk sekuens tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi.

Sekuens DNA menyandikan informasi yang diperlukan bagi makhluk hidup untuk melangsungkan hidup dan berkembang biak. Dengan demikian, penentuan sekuens DNA berguna untuk mengetahui mengapa dan bagaimana makhluk hidup dapat hidup, selain berguna dalam penerapan praktis. Karena DNA merupakan ciri kunci makhluk hidup, pengetahuan akan sekuens DNA dapat berguna dalam penelitian biologi manapun.

RNA dibentuk dengan transkripsi dari DNA, informasi yang dikandung RNA juga terdapat di dalam DNA cetakannya sehingga sekuensing DNA cetakan tersebut sudah cukup untuk membaca informasi pada RNA. Perpanjangan atau ekstensi rantai DNA dimulai pada situs spesifik pada DNA cetakan dengan menggunakan oligonukleotida pendek yang disebut primer yang komplementer terhadap DNA pada daerah situs tersebut. Primer tersebut diperpanjang menggunakan DNA polimerase, enzim yang mereplikasi DNA. Bersama dengan primer dan DNA polimerase, diikutsertakan pula empat jenis basa deoksinukleotida (satuan pembentuk DNA), juga nukleotida pemutus atau penghenti rantai (terminator rantai) dalam konsentrasi rendah (biasanya di-deoksinukleotida). Penggabungan nukleotida pemutus rantai tersebut secara


(34)

16

terbatas kepada rantai DNA oleh polimerase DNA menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang berhenti bertumbuh hanya pada posisi pada DNA tempat nukleotida tertentu tersebut tergabungkan. Fragmen-fragmen DNA tersebut lalu dipisahkan menurut ukurannya dengan elektroforesis gel poliakrilamida (Alberts et al., 2002). Seiring dengan perkembangannya, kini terdapat beberapa macam metode sekuensing terminasi rantai yang berbeda satu sama lain terutama dalam hal pendeteksian fragmen DNA hasil reaksi sekuensing.


(35)

III. METODELOGI PENELITIAN

3.1Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Penyakit Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Unila, Laboratorium Biokimia FMIPA Unila dan Laboratorium Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Serpong, Tangerang Selatan.

3.2Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer (Spectrophotometer Genesys 20), ultrasonicator, mikropipet, cawan petri, tabung reaksi, botol falcon steril, autoklaf (S-90-N Electric Steroclave), bunsen, timbangan digital (Ainswot AA-160, Denver Instrument Company) hot plate stirrer (Noma II Thermolyne), labu erlenmeyer, kapas, kain kassa, alumunium foil, sprayer, pipet tetes 10 ml, botol sampel, rak tabung reaksi, tabung falcon, instrumen sentrifus (Model 228 Fisher Scientific), Shaker (SSL2 Stuart), Inkubator (Precistern P’Selecta) dan jarum ose labu ekstraksi. Bahan yang digunakan yaitu, isolat bakteri D2.2, isolat bakteri Stapylococcus aureus, Aeromonas hydrophila, Vibrio alginolyticus, alkohol, akuades, air laut steril, kertas cakram, media sea water complete (SWC) bacto peptone (OXOID LP0034, England), bacto agar (OXOID LP0011, England), Ekstrak yeast (OXOID CM0019, England) media TSA (OXOID CM0131, England), antibiotik oxytetracycline (Indofarma, Bekasi), etil astatat dan amonium sulfat.


(36)

18

3.3Isolat Bakteri D2.2

Isolat bakteri D2.2 murni dari koleksi hasil penelitian sebelumnya Mariska et al. (2013), yang diisolasi dari tambak tradisional di Lampung Timur. Isolat ini kemudian disegarkan kembali menggunakan media SWC.

3.4Pembuatan Media

3.4. 1 Komposisi Media sea water complete (SWC)

Media yang digunakan adalah media cair sea water complete (SWC) dalam 1 liter dengan komposisi bacto peptone 5 g, ekstrak yeast 1 g, gliserol 3 ml, air laut 75%, akuades 25%. Media agar SWC padat dibuat dengan menambahkan 15 gram bacto agar dan untuk media SWC semi solid ditambahkan 7,5 gram bacto agar (Ayuzar, 2008).

3.4.2 Cara Pembuatan Media SWC

Semua bahan komposisi media SWC dicampurkan kedalam labu erlenmeyer, kemudian dipanaskan dan diaduk menggunakan hot plate stirrer. Media yang telah homogen kemudian disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Kemudian media dimasukkan ke dalam cawan petri untuk media agar lempeng. Setelah itu inkubasi terbalik selama 24 jam pada suhu ruang. Untuk media agar miring, media agar SWC dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang.


(37)

19

3.5Metode penelitian

3.5.1 Fase Pertumbuhan Bakteri

Pada penelitian ini diperlukan perhitungan untuk menentukan kurva pertumbuhan bakteri. Sebanyak dua ose isolat bakteri ditumbuhkan dalam 100 ml media SWC cair dan diinkubasi pada inkubator suhu ruang. Pengukuran kerapatan sel (Optical Density, OD) dilakukan setiap 3 jam sekali dengan menggunakan spketrofotometer pada panjang gelombang 625 nm hingga fase kematian.

3.5.2 Produksi Substansi Antibakteri

Ekstraksi anti bakteri mengacu pada Isnansetyo et al. (2009), dengan modifikasi yaitu media fermentasi SWC cair sebnyak 400 ml dibagi menjadi dua tempat dan diinkubasi menggunakan rotary shaker selama 84 jam pada suhu ruang dengan kecepatan 150 rpm. Setelah diinkubasi kemudian disentrifugasi pada dengan kecepatan 5000 rpm selama 25 menit untuk memisahkan supernatan dengan pelet sel bakteri.

Supernatan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama diekstraksi menggunakan etil asetat sebanyak dua kali kemudian dievaporasi menggunakan rotary evaporator dengan suhu 500C. Bagian kedua disaturasi menggunakan amonium sulfat dan diletakan pada lemari dingin selama 12 jam kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 25 menit untuk diambil presipitat atau peletnya.

Pelet sel bakteri dicuci menggunakan phospat buffer saline (PBS) dan ditambahkan 15 ml buffer yang sama. Suspensi sel bakteri kemudian dipecah


(38)

20

menggunakan ultrasonicator selama 30 detik sebanyak 6 kali. Suspensi sel bakteri disentifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 25 menit untuk diambil supernatanya. Supernatan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama ditambahkan akuades 100 ml kemudian diekstraksi menggunakan etil asetat sebanyak dua kali dan dievaporasi menggunakan rotary evaporator dengan suhu 500C. Bagian kedua disaturasi menggunakan amonium sulfat dengan perlakuan yang sama seperti sebelumnya.

3.5.3 Uji Aktifitas Senyawa Antibakteri

Uji aktifitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode difusi (diffusion test) menggunakan kertas cakram. Kertas cakram dengan diameter 6 mm direndam dengan hasil ekstraksi dan saturasi sebnyak 0,5 ml selama 1 jam. Kontrol positif menggunakan antibiotik oxytetracycline sedangkan kontrol negatif direndam menggunakan aquades. Sebanyak 2 ose isolat bakteri uji yaitu Stapylococcus aureus, Aeromonas hydrophila, Vibrio alginolyticus, diencerkan masing-masing dalam 1 ml aqudes steril. Bakteri dimasukan kedalam cawan petri kemudian ditambahkan media TSA dan digerakan menyerupai angka delapan sehingga media bercampur rata dengan bakteri dan ditunggu hingga membentuk agar. Masing-masing kertas cakram yang sudah kering diletakan diatas permukaan media TSA kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah masa inkubasi, diamati dan diukur diameter zona hambat yang terbentuk di sekitar kertas cakram tersebut.


(39)

21

3.5.4 Identifikasi Bakteri Menggunakan Analisis Sekuen 16S rDNA

Pada penelitian ini metode yang digunakan dalam analisis sekuen DNA mengacu pada metode Sambrook et al. (1999), yaitu:

1. Persiapan larutan pengesktrak

Larutan pengekstrak dibuat dengan menyiapkan SDS 10%, Phenol, NaOAc 3 M, dan Solution I. Cara pembuatan Solution I yaitu dengan mencampurkan larutan dengan konsentrasi 50 mM glucose, 25 mM tris-HCl, dan 10 mM EDTA, kemudian larutan distrerilisasi dengan cara diautoklav dan disimpan pada suhu 4oC.

2. Ekstraksi

Kultur bakteri dimasukkan ke dalam tabung 1,5 ml kemudian disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm pada suhu 4oC selama 5 menit, kemudian di buang supernatannya. Tambahkan 400 µl Larutan I (50mM Glukose, 25mM Tris-HCl, 10mM EDTA, kemudian disterilisasi pada suhu 121oC selama 20 menit). Kemudian ditambahkan 100 µl Lysozim 2 mg/ml dan di inkubasi dalam es selama 10 menit dan di tambahkan 50 µl 10% SDS. Rotamix selama 10 menit atau sampai bening dan di tambahkan 550 µl Phenol, rotamix kembali selama 10 menit dan di sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm, dengan suhu 4oC, selama 5 menit.

3. Purifikasi

Purifikasi dilakukan dengan menambahkan 1/10 3 M volume NaOAc kemudian di sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm pada suhu 4oC selama 3 menit. Tambahkan 2 kali volume EtOH 100% kemudian di rotamix. Di simpan pada suhu -20oC selama 30 menit. Sentrifugasi pada kecepatan 5000


(40)

22

rpm pada suhu 4oC selama 5 menit. Buang supernatannya dan keringkan (vacum dry). Kemudian ditambahkan 100 µl TE buffer dan 1 µl RNAse 1 mg/ml, dan di inkubasi pada suhu 37oC selama 1 jam. Kemudian di simpan pada suhu -20oC.

Untuk mengetahui tingkat homologi bakteri D2.2, hasil sekuen di up load menggunakan aplikasi Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) pada GenBank National Center for Biotechnology Information (NCBI) yang dapat diakses pada alamat www.ncbi.nlm.nih.gov untuk dapat diketahui bakteri yang memiliki tingkat homologi paling tinggi dengan bakteri D2.2.

Pohon filogentik bakteri dibuat menggunakan aplikasi online Clustal Omega yang dapat diakses pada website Europan Bioinformatic Institute (EBI) yaitu pada alamat http://www.ebi.ac.uk/Tools/msa/clustalo/. Sekuen dari bakteri D2.2 dalam kemudian dibandingkan dengan sekuen bakteri yang memiliki homologi paling tinggi dengan bakteri D2.2 yang dapat diakses pada GenBank di National Center for Biotechnology Information (NCBI). Kemudian di up load dalam format FASTA. Setelah data filogenetik didapatkan yaitu dengan format phylip (*ph), kemudian dibaca menggunakan aplikasi Tree View X dan dan dimodifikasi sesuai kebutuhan tampilan pohon filogenetik.


(41)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan bahwa senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri D2.2 mampu menghambat bakteri patogen Stapylococcus aureus, Aeromonas hydrophila, Vibrio alginolyticus secara in vitro. Hasil identifikasi 16S rDNA bakteri D2.2 memiliki homologi 97% dengan bakteri Bacillus sp.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan uji senyawa yang dihasilkan bakteri D2.2 pada setiap fase pertumbuhan.

2. Perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui jumlah senyawa dan jenis senyawa yang dihasilkan bakteri D2.2.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai aplikasi bakteri D2.2 secara in vivo.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Abraham T.J. 2004. Antibacterial Marine Bacterium Deter Luminous Vibriosis in Shrimp Larvae. NAGA, WordFish Quarterly 27 (3&4)

Alberts B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. 2002. Molecular Biology of the Cell. Fourth Edition. Garland Science: New York.

AL-Janabi, Ali.A.H.S. 2006. Identification of Bacitracin Produced by Local Bacillus licheniformis. African Journal of Biotechnology Vol. 5 (18), pp. 1600-1601.

Al-Rozi F. 2008. Penerapan Budidaya Udang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan Melalui Aplikasi Bakteri Antagonis Untuk Biokontrol Vibriosis Udang Windu (Penaeus monodon). Yogyakarta: Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gajah Mada

Anderson I.G, Shamsudin M.N, and Shariff M. 1988. Bacterial Septicemia in Juvenile Tiger Shrimp, Penaeus monodon, Cultured in Malaysian brackishwater ponds. Asian Fis.Sci. 2: 93-108.

Awais, Muhamad, Shah A.A, Hameed A and Hasan F. 2007. Isolation, Identification and Optimization of Bacitracin Produced by Bacillus sp. Pak. J. Bot., 39(4): 1303-1312.

Ayuzar E. 2008. Mekanisme Penghambatan Bakteri Probiotik terhadap Pertumbuhan Vibrio Harveyi pada Larva Udang Windu (Panaeus monodon). Bogor: Fakultas Perikanan da Ilmu Kelautan, Institut pertanian Bogor

Armstrong E, Yan L, Boyd K.G, Wringt P.C, and Burges J.G. 2001. The Symbiotic Role of Marine Microbes on Living Surfaces. Hydrobiologia 461:37-40

Balcazar J. L and Tryson R.L. 2007. Inhibitory Activity of Probiotic Bacillus subtilis UTM 126 Against Vibrio Species Confers Protection Against Vibriosis in Juvenile Shrimp (Litopenaeus vannamei). Faculty of Aquaculture, Technical University of Machala, Machala, Ecuador.

Boer D.R, Zafran. 1992. Bakteri Vibrio sp. Sebagai Patogen Oportunis bagi Udang Windu. J Penel Budidaya Pantai 7(1):73-76.


(43)

36

Boye E, Hogdall M, Borre. 1999. Identification of Bacteria Using Two Degenerate 16s rDNA Sequencing Primers. Microbiol Res. 1999 May;154(1):23-6.

Burgess J.G, Jordan E.M, Bregu M, Mearns – Spragg A, and Boyd K.G. 1999. Microbial Antagonism: AA Neglected Avenue of Natural Product Research. J. Biotechnol 70:72-32.

Cao Y, He S, Zhou Z, Zhang M, Mao W, Zhang H, Yao B. 2012. Orally Administered Thermostable N-acyl Homoserine Lactonase from Bacillus sp. strain AI96 Attenuates Aeromonas hydrophila Infection in Zebrafish. Jurnal AEM. 10.1128/AEM.06139-11

Chanratchakool P, Turnbull J.F, Funge S.S, and Limswan C. 1995. Health Management in Shrimp Ponds. Aquatic Animal Health Research Institute, Departement of Fisheries, Bangkok, Thailand

Daluningrum I.P.W, Salamah E, dan Tampubolon K. 2009. Penapisan Awal Komponen Bioaktif dari Kerang Darah (Anadara granosa) sebagai Senyawa Anti Bakteri. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

David W.W, Strout T.R. 1971. Disc Plate Method of Microbiological Antibiotic Assay. J. Microbiology 22(4):666-670.

Devianto, L A., dan Kardena E. 2010. Pengaruh Glukosa Terhadap Produksi Biosurfaktan Oleh Azotobacter Vinelandii Dan Pengaruh Biosurfaktan Terhadap Biodegradasi Tph Oleh Konsorsium Bakteri Petrofilik. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.

Haddar, Houria O, Aziz G.M., Al-Gewali M. H. 2007. Optimization of Bacitracin Production by Bacillus licheniformis B5. Pakistan Journal of Biologycal Sciences 10 (6): 972-976.

Hermawan A, Ridho A, dan Pringgenies D. 2012. Uji Fitokimia dan Aktifitas Antibakteri Ekstrak Media Supernatan Bakteri Simbion Vibrio sp. Gastropoda Oliva vidua Terhadap Bakteri Multi Drug Resistant. J. Of Marine Research (1) : 84-89

Irianto K. 2007. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung: CV Yrama Widya.

Isnansetyo A, Kamei Y. 2003. Pseudoalteromonas Phenolica sp.nov., A Novel Marine Bacterium that Produces Phenolic Antimethicillin- Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) substances. Int J Syst Evol Microbiol 53:583–588.


(44)

37

Isnansetyo A, Istiqomah I, Muhtadi, Sinansari S, Hernawan R.K, Triyanto, Widada J. 2009. A potential Bacterial Biocontrol Agent, strain S2V2 Against Pathogenic Marine Vibrio in Aquaculture. World J Microbiol Biotechnol (2009) 25:1103–1113

Jawet E. 1998. Obat-obat Kemoteuratika. Di dalam: Katzung BG, editor. Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRI, penerjemah. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: ECG. Terjemahan dari: Basic and Clinical Pharmacology.

Khasani, I. 2007. Isolasi dan Skrining Bakteri Nitrifikasi serta Aplikasinya pada Biofiltrasi Media Pemeliharaan Larva Udang Galah Macrorachium rosenbergii (de Man). 2008 J. Ris. Akuakultur 3 (3) tahun 2008, hal 413 – 430.

Khopkar S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

KKP. 2013. Kerjasama Pencegahan Penyakit Udang untuk Mendukung Pencapaian Peningkatan Produksi. Berita KKP tgl 14/05/2013

Le Groumellec M, Goarant C, Haffner P, Berthe F, Costa R, and Mermoud I. 1996. Syndrome 93 in New Caledonia: Investigation of The Bacterial Hypothesis by Experimental Infections, with Reference to Stress-Induced Mortality. SICCPPS book of abstracts, SEAFDEC, Iloilo City, Philippines. p. 46.

Lightner D.V. 1992. Image Courtesy: A Handbook Of Shrimp Patology And Diagnostics Procedures For Disease Of Culture Penaeid Shrimp. World Aquaculture Association, Baton Rouge, Louisiana, USA.

Lukistyowati, I dan Kurniasih. 2012. Pelacakan Gen Aerolysisn dari Aeromonas hidrophyla pada Ikan Mas yang diberi Pakan Ekstrak Bawang Putih. Jurnal Veteriner, Vol. 13 No. 1 : 43-50.

Mangunwardoyo W.R, Ismayasari E, Riani. 2010. Uji Patogenisitas dan Virulensi Aeromonas hydrophila Stanier pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus Lin.) melalui Postulat Koch. J. Ris. Akuakultur Vol. 5 Tahun 2010: 245-255.

Mariska D.C, Setyawan A, Harpeni E. 2013. Penapisan Kandidat Bakteri Biokontrol dari Perairan Tambak Udang Tradisional Terhadap bakteri Vibriyo Harveyi. Bandar Lampung: Budidaya Perairan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Muhamad. 2005. Isolasi Bakteri Epibiotik Penghasil Senyawa Antibakteri dari Permukaan Karang. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor


(45)

38

Muliani, Atmomarsono M, dan Madeali M.I. 1998. Pengaruh Penggunaan Kekerangan sebagai Biofilter terhadap Kelimpahan dan Komposisi Jenis Bakteri pada Budidaya Udang Windu (Panaeus monodon) dengan Sistem Resirkulasi Air. J. Pen. Perikanan Indonesia 3:54-61

Muliani, Suwanto A, Hala Y. 2002. Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Asal Laut Sulawesi Untuk Biokontrol Penyakit Vibriosis Pada Larva Udang Windu (Penaeus Monodon Fab.). Hayati 2003. 10 (1): 6 – 11

Pelczar M.J, Chan E.C.S. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2 . Hadioetomo R.S, Imas T, Tjitrosomo S.S, Angka S.L. Penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology and Biotechnology. hlm 167-170.

Purwoko T. 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta. Penerbit PT Bumi Aksara

Rahmaningsih, S. 2012. Penagruh Ekstrak Sidawayah dengan Konsentrasi yang Berbeda untuk Mengatasi Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophyla pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan.

Schegel H.G, Schmidt K. 1994. Mikrobiologi Umum. Tedjo Baskoro, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press: Ed ke 6

Sokatch J.R. 1969. Bacterial Physiology and Metabolism. New york: Academic Press. p:10-13

Sudarmadji S, Haryono B, dan Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Tepu, I. 2006. Seleksi Bakteri Probiotik Untuk Biokontrol Vibriosis Pada Larva Udang Windu (Penaeus monodon) Menggunakan Cara Kultur Bersama. Bogor: Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Wratten S.J, Wolfe M.S, Anderson R.J and Faulkner D.J.1977. Antibiotic

Metabolites from a Marine Pseudomonad. Antimicrob Agents Chemother.11:411-414

Yuharmen, Erianti Y, Nurbalatif. 2002. Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Metanol lengkuas (Alpinia galanga). Artikel Kimia: 1-8.


(1)

22 rpm pada suhu 4oC selama 5 menit. Buang supernatannya dan keringkan (vacum dry). Kemudian ditambahkan 100 µl TE buffer dan 1 µl RNAse 1 mg/ml, dan di inkubasi pada suhu 37oC selama 1 jam. Kemudian di simpan pada suhu -20oC.

Untuk mengetahui tingkat homologi bakteri D2.2, hasil sekuen di up load menggunakan aplikasi Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) pada GenBank National Center for Biotechnology Information (NCBI) yang dapat diakses pada alamat www.ncbi.nlm.nih.gov untuk dapat diketahui bakteri yang memiliki tingkat homologi paling tinggi dengan bakteri D2.2.

Pohon filogentik bakteri dibuat menggunakan aplikasi online Clustal Omega yang dapat diakses pada website Europan Bioinformatic Institute (EBI) yaitu pada alamat http://www.ebi.ac.uk/Tools/msa/clustalo/. Sekuen dari bakteri D2.2 dalam kemudian dibandingkan dengan sekuen bakteri yang memiliki homologi paling tinggi dengan bakteri D2.2 yang dapat diakses pada GenBank di National Center for Biotechnology Information (NCBI). Kemudian di up load dalam format FASTA. Setelah data filogenetik didapatkan yaitu dengan format phylip (*ph), kemudian dibaca menggunakan aplikasi Tree View X dan dan dimodifikasi sesuai kebutuhan tampilan pohon filogenetik.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan bahwa senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri D2.2 mampu menghambat bakteri patogen Stapylococcus aureus, Aeromonas hydrophila, Vibrio alginolyticus secara in vitro. Hasil identifikasi 16S rDNA bakteri D2.2 memiliki homologi 97% dengan bakteri Bacillus sp.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan uji senyawa yang dihasilkan bakteri D2.2 pada setiap fase pertumbuhan.

2. Perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui jumlah senyawa dan jenis senyawa yang dihasilkan bakteri D2.2.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai aplikasi bakteri D2.2 secara in vivo.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abraham T.J. 2004. Antibacterial Marine Bacterium Deter Luminous Vibriosis in Shrimp Larvae. NAGA, WordFish Quarterly 27 (3&4)

Alberts B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. 2002. Molecular Biology of the Cell. Fourth Edition. Garland Science: New York.

AL-Janabi, Ali.A.H.S. 2006. Identification of Bacitracin Produced by Local Bacillus licheniformis. African Journal of Biotechnology Vol. 5 (18), pp. 1600-1601.

Al-Rozi F. 2008. Penerapan Budidaya Udang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan Melalui Aplikasi Bakteri Antagonis Untuk Biokontrol Vibriosis Udang Windu (Penaeus monodon). Yogyakarta: Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gajah Mada

Anderson I.G, Shamsudin M.N, and Shariff M. 1988. Bacterial Septicemia in Juvenile Tiger Shrimp, Penaeus monodon, Cultured in Malaysian brackishwater ponds. Asian Fis.Sci. 2: 93-108.

Awais, Muhamad, Shah A.A, Hameed A and Hasan F. 2007. Isolation, Identification and Optimization of Bacitracin Produced by Bacillus sp. Pak. J. Bot., 39(4): 1303-1312.

Ayuzar E. 2008. Mekanisme Penghambatan Bakteri Probiotik terhadap Pertumbuhan Vibrio Harveyi pada Larva Udang Windu (Panaeus monodon). Bogor: Fakultas Perikanan da Ilmu Kelautan, Institut pertanian Bogor

Armstrong E, Yan L, Boyd K.G, Wringt P.C, and Burges J.G. 2001. The Symbiotic Role of Marine Microbes on Living Surfaces. Hydrobiologia 461:37-40

Balcazar J. L and Tryson R.L. 2007. Inhibitory Activity of Probiotic Bacillus subtilis UTM 126 Against Vibrio Species Confers Protection Against Vibriosis in Juvenile Shrimp (Litopenaeus vannamei). Faculty of Aquaculture, Technical University of Machala, Machala, Ecuador.

Boer D.R, Zafran. 1992. Bakteri Vibrio sp. Sebagai Patogen Oportunis bagi Udang Windu. J Penel Budidaya Pantai 7(1):73-76.


(4)

36 Boye E, Hogdall M, Borre. 1999. Identification of Bacteria Using Two Degenerate 16s rDNA Sequencing Primers. Microbiol Res. 1999 May;154(1):23-6.

Burgess J.G, Jordan E.M, Bregu M, Mearns – Spragg A, and Boyd K.G. 1999. Microbial Antagonism: AA Neglected Avenue of Natural Product Research. J. Biotechnol 70:72-32.

Cao Y, He S, Zhou Z, Zhang M, Mao W, Zhang H, Yao B. 2012. Orally Administered Thermostable N-acyl Homoserine Lactonase from Bacillus sp. strain AI96 Attenuates Aeromonas hydrophila Infection in Zebrafish. Jurnal AEM. 10.1128/AEM.06139-11

Chanratchakool P, Turnbull J.F, Funge S.S, and Limswan C. 1995. Health Management in Shrimp Ponds. Aquatic Animal Health Research Institute, Departement of Fisheries, Bangkok, Thailand

Daluningrum I.P.W, Salamah E, dan Tampubolon K. 2009. Penapisan Awal Komponen Bioaktif dari Kerang Darah (Anadara granosa) sebagai Senyawa Anti Bakteri. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

David W.W, Strout T.R. 1971. Disc Plate Method of Microbiological Antibiotic Assay. J. Microbiology 22(4):666-670.

Devianto, L A., dan Kardena E. 2010. Pengaruh Glukosa Terhadap Produksi Biosurfaktan Oleh Azotobacter Vinelandii Dan Pengaruh Biosurfaktan Terhadap Biodegradasi Tph Oleh Konsorsium Bakteri Petrofilik. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.

Haddar, Houria O, Aziz G.M., Al-Gewali M. H. 2007. Optimization of Bacitracin Production by Bacillus licheniformis B5. Pakistan Journal of Biologycal Sciences 10 (6): 972-976.

Hermawan A, Ridho A, dan Pringgenies D. 2012. Uji Fitokimia dan Aktifitas Antibakteri Ekstrak Media Supernatan Bakteri Simbion Vibrio sp. Gastropoda Oliva vidua Terhadap Bakteri Multi Drug Resistant. J. Of Marine Research (1) : 84-89

Irianto K. 2007. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung: CV Yrama Widya.

Isnansetyo A, Kamei Y. 2003. Pseudoalteromonas Phenolica sp.nov., A Novel Marine Bacterium that Produces Phenolic Antimethicillin- Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) substances. Int J Syst Evol Microbiol 53:583–588.


(5)

37 Isnansetyo A, Istiqomah I, Muhtadi, Sinansari S, Hernawan R.K, Triyanto, Widada J. 2009. A potential Bacterial Biocontrol Agent, strain S2V2 Against Pathogenic Marine Vibrio in Aquaculture. World J Microbiol Biotechnol (2009) 25:1103–1113

Jawet E. 1998. Obat-obat Kemoteuratika. Di dalam: Katzung BG, editor. Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRI, penerjemah. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: ECG. Terjemahan dari: Basic and Clinical Pharmacology.

Khasani, I. 2007. Isolasi dan Skrining Bakteri Nitrifikasi serta Aplikasinya pada Biofiltrasi Media Pemeliharaan Larva Udang Galah Macrorachium rosenbergii (de Man). 2008 J. Ris. Akuakultur 3 (3) tahun 2008, hal 413 – 430.

Khopkar S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

KKP. 2013. Kerjasama Pencegahan Penyakit Udang untuk Mendukung Pencapaian Peningkatan Produksi. Berita KKP tgl 14/05/2013

Le Groumellec M, Goarant C, Haffner P, Berthe F, Costa R, and Mermoud I. 1996. Syndrome 93 in New Caledonia: Investigation of The Bacterial Hypothesis by Experimental Infections, with Reference to Stress-Induced Mortality. SICCPPS book of abstracts, SEAFDEC, Iloilo City, Philippines. p. 46.

Lightner D.V. 1992. Image Courtesy: A Handbook Of Shrimp Patology And Diagnostics Procedures For Disease Of Culture Penaeid Shrimp. World Aquaculture Association, Baton Rouge, Louisiana, USA.

Lukistyowati, I dan Kurniasih. 2012. Pelacakan Gen Aerolysisn dari Aeromonas hidrophyla pada Ikan Mas yang diberi Pakan Ekstrak Bawang Putih. Jurnal Veteriner, Vol. 13 No. 1 : 43-50.

Mangunwardoyo W.R, Ismayasari E, Riani. 2010. Uji Patogenisitas dan Virulensi Aeromonas hydrophila Stanier pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus Lin.) melalui Postulat Koch. J. Ris. Akuakultur Vol. 5 Tahun 2010: 245-255.

Mariska D.C, Setyawan A, Harpeni E. 2013. Penapisan Kandidat Bakteri Biokontrol dari Perairan Tambak Udang Tradisional Terhadap bakteri Vibriyo Harveyi. Bandar Lampung: Budidaya Perairan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Muhamad. 2005. Isolasi Bakteri Epibiotik Penghasil Senyawa Antibakteri dari Permukaan Karang. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor


(6)

38 Muliani, Atmomarsono M, dan Madeali M.I. 1998. Pengaruh Penggunaan Kekerangan sebagai Biofilter terhadap Kelimpahan dan Komposisi Jenis Bakteri pada Budidaya Udang Windu (Panaeus monodon) dengan Sistem Resirkulasi Air. J. Pen. Perikanan Indonesia 3:54-61

Muliani, Suwanto A, Hala Y. 2002. Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Asal Laut Sulawesi Untuk Biokontrol Penyakit Vibriosis Pada Larva Udang Windu (Penaeus Monodon Fab.). Hayati 2003. 10 (1): 6 – 11

Pelczar M.J, Chan E.C.S. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2 . Hadioetomo R.S, Imas T, Tjitrosomo S.S, Angka S.L. Penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology and Biotechnology. hlm 167-170.

Purwoko T. 2007. Fisiologi Mikroba.Jakarta.Penerbit PT Bumi Aksara

Rahmaningsih, S. 2012. Penagruh Ekstrak Sidawayah dengan Konsentrasi yang Berbeda untuk Mengatasi Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophyla pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan.

Schegel H.G, Schmidt K. 1994. Mikrobiologi Umum. Tedjo Baskoro, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press: Ed ke 6

Sokatch J.R. 1969. Bacterial Physiology and Metabolism. New york: Academic Press. p:10-13

Sudarmadji S, Haryono B, dan Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Tepu, I. 2006. Seleksi Bakteri Probiotik Untuk Biokontrol Vibriosis Pada Larva Udang Windu (Penaeus monodon) Menggunakan Cara Kultur Bersama. Bogor: Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Wratten S.J, Wolfe M.S, Anderson R.J and Faulkner D.J.1977. Antibiotic

Metabolites from a Marine Pseudomonad. Antimicrob Agents Chemother.11:411-414

Yuharmen, Erianti Y, Nurbalatif. 2002. Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Metanol lengkuas (Alpinia galanga). Artikel Kimia: 1-8.