THE CORRELATON OF SCHOOL CLIMATE AND FEASIBILITY OF INFRASTRUCTURE FACILITIES TOWARD TEACHER PERFORMANCE AT SENIOR HIGH SCHOOLS IN THE DISTRICT OF PESISIR BARAT YEAR 2013 HUBUNGAN IKLIM SEKOLAH DAN KELAYAKAN SARANA PRASARANA DENGAN KINERJA GURU PADA SMA D

(1)

ABSTRACT

THE CORRELATON OF SCHOOL CLIMATE AND FEASIBILITY OF INFRASTRUCTURE FACILITIES TOWARD TEACHER

PERFORMANCE AT SENIOR HIGH SCHOOLS IN THE DISTRICT OF PESISIR BARAT

YEAR 2013

By RODI SATRIA

This research aims to identify and analyze the correlation: 1) the school climate with teacher performance, 2) feasibility infrastructure with teacher performance, 3) school climate and feasibility infrastructure simultaneously with the performance of high school teachers in the District of the Pesisir Barat.

The method used is an ex post facto with analyzed using correlation. Cluster Sampling is used for sampling research. Meanwhile the determination of the sample obtained using Taro Yamane formula, which is a total of 106 teachers from the 145 teachers who teach in high schools in the District of the Pesisir Barat. Data were obtained through a questionnaire and analyzed using correlation. The results showed that: 1) there is a positive and significant correlation between school climate with teacher performance, 2) there is a positive and significant correlation between the feasibility of the infrastructure with the performance of teachers, 3) there is a positive and significant correlation between school climate and infrastructure feasibility simultaneously the performance of teachers at senior high schools in the District of the Pesisir Barat.


(2)

ABSTRAK

HUBUNGAN IKLIM SEKOLAH DAN KELAYAKAN SARANA PRASARANA DENGAN KINERJA GURU PADA SMA

DI KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN 2013

Oleh RODI SATRIA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan : 1) iklim sekolah dengan kinerja guru, 2) kelayakan sarana prasarana dengan kinerja guru, 3) iklim sekolah dan kelayakan sarana prasarana secara simultan dengan kinerja guru SMA di Kabupaten Pesisir Barat.

Metode penelitian yang digunakan adalah ex post facto dengan analisis deskriptif korelasional. Populasi adalah guru SMA Kabupaten Pesisir Barat, Teknik Cluster Sampling digunakan untuk pengambilan sampel penelitian. Sementara itu, penentuan responden diperoleh dengan menggunakan rumus Taro Yamane, yaitu sebanyak 106 guru dari 145 guru yang mengajar pada SMA di Kabupaten Pesisir Barat. Data diperoleh melalui angket kemudian dianalisis menggunakan teknik korelasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat hubungan positif dan signifikan antara iklim sekolah dengan kinerja guru, 2) terdapat hubungan positif dan signifikan antara kelayakan sarana prasarana dengan kinerja guru, 3) terdapat hubungan positif dan signifikan antara iklim sekolah dan kelayakan sarana prasarana secara simultan dengan kinerja guru pada Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Pesisir Barat.


(3)

HUBUNGAN IKLIM SEKOLAH DAN KELAYAKAN SARANA PRASARANA DENGAN KINERJA GURU PADA SMA

DI KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN 2013

Oleh RODI SATRIA

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ngaras, 06 Desember 1981, Anak pertama dari lima bersaudara pasangan suami-istri, Bapak M. Siddik (Alm) dengan Ibu Patah Ronnah.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Negeri Ratu Ngaras, Lampung Barat pada tahun 1994. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Negeri 1 Pesisir Tengah Krui, Lampung Barat pada tahun 1997. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMA Negeri 1 Pesisir Tengah Krui, Lampung Barat pada tahun 2000. Serta Pendidikan Sarjana (S1) pada Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia di STKIP-PGRI Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2004.

Tahun 2005, penulis diangkat sebagai Guru Bantu Pusat kemudian pada tahun 2008 diangkat sebagai PNS dan bertugas di SMPN 1 Bengkunat, Kabupaten Lampung Barat hingga September 2010. Sejak Oktober 2010 hingga sekarang pindah tugas di SMAN 1 Bengkunat, Kabupaten Pesisir Barat.

Tahun 2012 tercatat sebagai mahasiswa pada Program Magister Manajemen Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung di Bandar Lampung.


(8)

MOTO

“Saat berbicara mode, berenanglah mengikuti arus, saat berbicara prinsif tegarlah seperti batu karang” (Thomas Jefferson)

“Jika orang berpegang pada keyakinan, maka hilanglah kesanksian. Tetapi, jika orang sudah mulai berpegang pada kesangsian, maka hilanglah

keyakinan” (Sir Francis Bacon)

“Semulia-mulia manusia ialah siapa yang mempunyai adab, merendahkan diri ketika berkedudukan tinggi, memaafkan ketika berdaya membalas dan bersikap

adil ketika kuat” (Khalifah Abdul Malik bin Marwan)

“Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak

mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Alloh mengetahui apa yang mereka kerjakan(QS. Ali „ Imran:120)


(9)

PERSEMBAHAN

Tesis ini kudedikasikan kepada yang tercinta:

Kedua orang tuaku, Ayahanda M.Siddik (Alm) dan Ibunda Patah Ronnah; Istriku (Rohimah) dan kedua anakku (M.Asiddiki Rinra dan Elvina Daiba) yang selalu menanti keberhasilanku;

Adik-adikku yang juga mendambakan keberhasilanku;

Rekan-rekan mahasiswa Manajemen Pendidikan Angkatan ke-4; Universitas Lampung Almamaterku tercinta.


(10)

SANWACANA

Syukur Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan kepada Alloh SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat terselesaikan sesuai dengan harapan. Penulisan tesis ini tersaji dalam lima bab memaparkan dan menganalisis masalah hubungan Iklim sekolah dan Kelayakan Sarana Prasarana dengan Kinerja Guru pada SMA di Kabupaten Pesisir Barat. Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis sampaikan apresiasi yang tinggi serta ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku rektor Universitas Lampung yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Pascasarjana Manajemen Pendidikan Universitas Lampung. 2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana

Manajemen Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan arahan dan kemudahan.

3. Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memfasilitasi penelitian ini. 4. Dr. Sumadi, M.S. selaku Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan

Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sekaligus selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, koreksi, dan masukan berharga.

5. Dr. Sowiyah, M.Pd. selaku Sekretaris Program Studi Manajemen Pendidikan Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan arahan dan kemudahan.


(11)

berharga salama penyusunan tesis ini.

7. Dr. Irawan Suntoro, M.S. selaku pembahas dalam penyusunan tesis ini yang telah mengoreksi dan memberikan masukan berharga.

8. Dr. M. Thoha B.S. Jaya, M.S. selaku anggota penguji I yang telah memberikan masukan berharga.

9. Kepala SMA N. 1 Bengkunat, SMA N. 1 Pesisir Selatan, SMA N. 1 Pesisir Tengah, dan SMA N. 1 Karya Penggawa, Kabupaten Pesisir Barat yang telah memfasilitasi penelitian ini.

10.Dewan guru di SMA N. 1 Bengkunat, Pesisir Selatan, Pesisir Tengah, dan Karya Penggawa, Kabupaten Pesisir Barat yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

11.Teman-teman Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Pendidikan FKIP Unila, khususnya angkatan ke-4 yang senantiasa membantu dan menyemangati penulis.

12.Pak Subagiyo, Staf Sekretariat Pascasarjana Manajemen Pendidikan FKIP Unila yang telah bersedia membantu menyediakan fasilitas seminar proposal, seminar hasil, dan sidang tesis.

Semoga Alloh SWT memberikan ganjaran atas semua bantuan, saran, dan masukan yang konstruktif sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dan semoga tulisan sederhana ini dapat bermanfaat bagi Keilmuan Manajemen Pendidikan.

Bandar Lampung, Februari 2014


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

PERSETUJUAN ... iv

PENGESAHAN ... v

PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Pembatasan Masalah ... 7

1.4 Rumusan Masalah ... 7

1.5 Tujuan Penelitian ... 8

1.6 Manfaat Penelitian ... 8

1.7 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

1.7.1 Lingkup Ilmu ... 10

1.7.2 Subjek Penelitian ... 10

1.7.3 Objek Penelitian ... 10

1.7.4 Tempat dan Waktu Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPO TESIS 12 2.1 Tinjauan Pustaka ... 12

2.1.1 Teori-Teori Manajemen ... 12

2.1.2 Kinerja Guru ... 13


(13)

2.1.3.2 Iklim Organisasi Terbuka dan tertutup ... 22

2.1.4 Sarana dan Prasarana ... 25

2.1.4.1 Hakikat Sarana dan Prasarana ... 25

2.1.5 Penelitian yang Relevan ... 29

2.2 Kerangka Pikir ... 30

2.2.1 Hubungan Iklim Sekolah dengan Kinerja Guru ... 31

2.2.2 Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Kinerja Guru ... 31

2.2.3 Hubungan Iklim Sekolah dan Sarana dan Prasarana dengan Kinerja Guru secara simultan ... 33

2.3 Hipotesis ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 35

3.2 Populasi dan Sampel ... 35

3.2.1 Teknik Penentuan Responden ... 37

3.3 Variabel Penelitian ... 38

3.4 Defenisi Variabel Penelitian ... 39

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.6 Kalibrasi Instrumen ... 46

3.6.1 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 46

3.6.1.1 Hasil Uji Validitas Kinerja Guru ... 47

3.6.1.2 Hasil Uji Validitas Iklim Sekolah ... 48

3.6.1.3 Hasil Uji Validitas Kelayakan Sarana Prasarana ... 49

3.6.2 Realibilitas Instrumen ... 50

3.6.2.1 Hasil Pengujian Reliabilitas ... 52

3.7 Teknik Analisis Data... 53

3.7.1 Teknik Analisis Deskripsi ... 54

3.7.2 Uji Prasyarat Analisis ... 54

3.7.3 Pengujian Hipotesis ... 55

3.7.3.1 Hipotesis Statistik ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58

4.1.1 SMA Negeri 1 Pesisir Tengah ... 58

4.1.2 SMA Negeri 1 Karya Penggawa ... 59

4.1.3 SMA Negeri 1 Pesisir Selatan ... 61

4.1.4 SMA Negeri 1 Bengkunat ... 61

4.2 Deskripsi Data ... 63


(14)

4.3 Pengujian Persyaratan analisis ... 69

4.3.1 Uji Normalitas ... 69

4.3.2 Uji homogenitas ... 70

4.4 Pengujian Hipotesis ... 71

4.4.1 Hipotesis Pertama... 72

4.4.2 Hipotesis Kedua ... 74

4.4.3 Hipotesis Ketiga ... 76

4.5 Pembahasan ... 79

4.5.1 Pembahasan Hasil Analisis Hipotesis Pertama ... 80

4.5.2 Pembahasan Hasil Analisis Hipotesis Kedua ... 82

4.5.3 Pembahasan Hasil Analisis Hipotesis Ketiga ... 85

4.6 Keterbatasan Penelitian ... 86

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 89

5.1 Kesimpulan ... 89

5.1.1 Iklim Sekolah ... 89

5.1.2 Kelayakan Sarana Prasarana ... 89

5.1.3 Iklim Sekolah dan Kelayakan Sarana Prasarana ... 90

5.2 Implikasi ... 90

5.2.1 Meningkatkan Iklim Sekolah ... 91

5.2.2 Meningkatkan Kelayakan Sarana Prasarana ... 91

5.3 Saran ... 92

5.3.1 Bagi Guru ... 92

5.3.2 Bagi Kepala Sekolah ... 93

5.3.3 Bagi Dinas Pendidikan ... 93

5.3.4 Bagi Peneliti ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95


(15)

Halaman

1.1 Penyebab rendahnya Kinerja Guru SMA Kab. Pesisir Barat ... 5

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

3.4 Kisi-kisi Instrumen Kinerja guru ... 42

3.5 Kisi-kisi Instrumen Iklim Sekolah ... 43

3.6 Kisi-kisi Instrumen Sarana Prasarana ... 45

3.7 Ikhtisar Perhitungan Validitas Kinerja Guru ... 48

3.8 Ikhtisar Perhitungan Validitas Iklim Sekolah ... 49

3.9 Ikhtisar Perhitungan Validitas Sarana Prasarana ... 50

3.10 Ikhtisar Hasil Uji Reliabilitas Ketiga Variabel ... 53

3.11 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ... 56

4.1 Data Statistik Dasar Variabel Penelitian ... 64

4.2 Distribusi Frekuensi Skor Variabel Kinerja Guru ... 64

4.3 Distribusi Frekuensi Skor Variabel Iklim Sekolah ... 66

4.4 Distribusi Frekuensi Skor Variabel Sarana Prasarana ... 68

4.5 Hasil Pengujian Normalitas Kolmogorov-Smirnov Test ... 70

4.6 Ikhtisar Hasil Pengujian Normalitas Data Penelitian ... 70

4.7 Hasil Uji Homogenitas ... 71

4.8 Hasil Olah Data Product Moment untuk mengetahui hubungan Iklim Sekolah dengan Kinerja Guru ... 72

4.9 Hasil Konsultasi t Hitung dengan t Tabel ... 73

4.10 Hasil Olah Data Product Moment untuk mengetahui hubungan Sarana Prasarana dengan Kinerja Guru ... 74

4.11 Hasil Konsultasi t Hitung dengan t Tabel ... 76

4.12 Hasil Uji Korelasi secara Simultan ... 77

4.13 Hasil Konsultasi F Hitung dengan F Tabel ... 79

4.14 Kontribusi Variabel X terhadap Variabel Y ... 79


(16)

DAFTAR GAMBAR

1.1Kerangka Pikir Penelitian ... 34

3.2 Teknik Cluster Sampling ... 36

3.3 Populasi dan Sampel ... 38

4.1 Histogram Variabel Kinerja Guru... 65

4.2 Histogram Variabel Iklim Sekolah ... 67


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Uji Coba Angket ... 98

2. Rekapitulasi Skor Uji Instrumen ... 104

3. Hasil Olahan Uji Validitas Instrumen ... 107

4. Hasil Uji Reliabilitas ... 117

5. Angket Penelitian ... 118

6. Sebaran Skor Angket Penelitian... 125

7. Olahan Analisis Deskriptif ... 140

8. Tabel Frekuensi ... 141

9. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas ... 142

10.Analisis Korelasi antara Kinerja Guru dengan Iklim Sekolah ... 145

11.Analisis Korelasi antara Kinerja Guru dengan Sarana Prasarana ... 146

12.Analisis Korelasi antara Kinerja Guru dengan Iklim sekolah dan Sarana Prasarana ... 147

13.Tabel product moment (r), distribusi t, dan distribusi F ... 149

14.Surat Izin Penelitian ... 157


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Menjadi guru diperlukan persyaratan khusus dan memiliki beberapa kompetensi yang harus dipenuhi. Persyaratan menjadi seorang guru yang ideal adalah menguasai sejumlah kompetensi, yaitu paedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial serta ditunjang dengan kemampuan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu pula dengan tugas dan peran guru dari hari ke hari bertambah berat, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan dituntut mampu mengimbangi bahkan melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat. Melalui semangat, kiprah, dan idealisme guru di sekolah diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi tinggi dan siap menghadapi tantangan dengan penuh keyakinan dan percaya diri.

Murphi dalam Mulyasa (2009:8) menyatakan bahwa “keberhasilan pembaharuan sekolah sangat ditentukan oleh guru karena guru adalah pemimpin pembelajaran, fasilitator, dan sekaligus merupakan pusat inisiatif pembelajaran. Karena itu, guru harus senantiasa mengembangkan diri secara mandiri serta tidak bergantung kepada inisiatif kepala sekolah dan pengawas sekolah.”

Mengamati lebih jauh tentang realitas kinerja guru saat ini agaknya masih belum optimal. Kinerja guru tidak terwujud begitu saja, tetapi dipengaruhi oleh


(19)

faktor-faktor tertentu, baik faktor internal maupun faktor eksternal sama-sama membawa dampak terhadap kinerja guru. Barnawi dan Mohammad Arifin (2012:43) mengungkapkan bahwa “faktor eksternal kinerja guru adalah faktor yang datang dari luar guru yang memengaruhi kinerjanya, contohnya ialah (1) gaji; (2) sarana dan prasarana; (3) lingkungan kerja fisik; dan (4) kepemimpinan.”

Kinerja guru akan mengalami peningkatan yang signifikan manakala ditunjang oleh beberapa variabel lain. Satu variabel yang dimaksud adalah iklim organisasi sekolah. Variabel ini akan turut memengaruhi dan berperan dalam menentukan keberhasilan guru dalam meningkatkan kinerjanya.

Usman (2011:202) menjelaskan bahwa “iklim sekolah atau suasana kerja dapat bersifat kasat mata atau fisik dan dapat pula bersifat tidak kasat mata atau emosional.” Iklim organisasi sekolah atau suasana lingkungan kerja di sekolah adalah segala sesuatu yang dialami oleh guru dan warga sekolah ketika berinteraksi di dalam lingkungan sekolah. Manakala guru berinteraksi dengan lingkungan sekolah terdapat satu variabel yang perlu disikapi guru secara positif agar dalam menjalankan tugas lebih menyenangkan dan bermakna. Satu variabel yang dimaksud adalah iklim sekolah yang bersifat tidak kasat mata atau nonfisik. Guru berinteraksi dengan iklim sekolah yang bersifat nonfisik, misalnya lewat jaminan social yang memadai, promosi, jabatan, kedudukan, pengawasan, penghargaan, dan lain-lain.

Iklim organisasi yang bersfat nonfisik menjadi variabel penting, sebab kenyataannya menunjukkan bahwa semakin banyak organisasi yang secara


(20)

ilmiah memantau kekuatan iklim yang bersifat nonfisik. Pemantauan ini menjadi sumber informasi yang sangat dibutuhkan untuk mengadakan perubahan dan pengembangan organisasi. Maknanya, iklim sekolah nonfisik yang kondusif berkontribusi terhadap kinerja anggota organisasi sekolah. Dengan kata lain, maju atau mundur dan hidup atau matinya suatu sekolah bergantung pada kemampuan sekolah tersebut memanfaatkan iklim sekolah, dalam hal ini yang bersifat nonfisik.

Variabel lain yang tidak kalah pentingnya yakni sarana dan prasarana sekolah. Sarana dan prasarana sangat menunjang pekerjaan guru. Guru yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang layak, akan mewujudkan kinerja yang lebih baik daripada yang tidak dilengkapi oleh sarana dan prasarana yang memadai. Sarana adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah.

Barnawi dan Mohammad Arifin (2012:49) menjelaskan bahwa “sarana pendidikan diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu (1) habis tidaknya dipakai; (2) bergerak tidaknya pada saat digunakan; (3) hubungannya dengan proses belajar-mengajar. Prasarana pendidikan di sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu (1) prasarana yang secara langsung digunakan untuk proses pembelajaran; (2) prasrana yang tidak langsung digunakan untuk proses pembelajaran, tetapi sangat menunjang proses pembelajaran.”

Hasil wawancara yang dilaksanakan penulis pada tanggal 01 Oktober 2013 menunjukkan bahwa secara langsung para guru di Kabupaten Pesisir Barat berinteraksi dengan lingkungan atau iklim sekolah ketika menjalani tugas. Mereka berinteraksi dengan suasana lingkungan kerja atau iklim organisasi sekolah yang sering dipersepsikan sebagai suatu lingkungan yang kurang kondusif, membosankan, kurang merangsang dan berlangsung secara monoton sehingga


(21)

para guru berada dalam suasana yang tidak nyaman, tidak menggairahkan, dan kurang menyenangkan. Mereka sering terjebak dalam kegiatan yang sifatnya hanya rutinitas semata. Perasaan terpaksa berada di lingkungan sekolah cenderung menghinggapi para guru karena mereka hanya menjalankan tugas, tanpa diiringi kesadaran dan sikap positif yang memadai terhadap iklim organisasi sekolah.

Tambahan pula, kondisi sarana dan prasarana sekolah di Kabupaten Pesisir Barat kurang layak untuk terselenggaranya pembelajaran yang memenuhi standar sarana prasarana sebagaimana yang diamanatkan dalam Permendiknas RI, Nomor 24 Tahun 2007, tentang Stadar Sarana Prasarana Sekolah. Indikasinya secara umum SMA di Kabupaten Pesisir Barat belum memiliki fasilitas yang layak, seperti laboratorium baik IPA, bahasa, maupun komputer, multi media, daya listrik, perpustakaan, olahraga, dan lain-lain.

Fakta empirik mengenai kondisi para guru dewasa ini secara umum masih memprihatinkan, khususnya di Kabupaten Pesisir Barat. Merujuk kepada hasil wawancara yang telah dikemukakan di atas, nampaknya relevan sekali dengan kondisi para guru di Kabupaten Pesisir Barat yang menunjukkan bahwa kinerja mereka belum sesuai dengan harapan. Rendahnya kinerja sebagian guru diduga penyebabnya adalah masalah-masalah tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan dua kepala sekolah yaitu kepala SMA N.1 Bengkunat dan Kepala SMA N. 1 Pesisir Selatan serta satu pengawas SMA tingkat Kabupaten Pesisir Barat yaitu Bapak Suharto, M.Pd. yang hasilnya menginformasikan bahwa kinerja sebagian guru SMA di Kabupaten


(22)

Pesisir Barat masih rendah. Hal ini, dapat dilihat dari salah satu indikasi yang ada, yaitu jumlah siswa yang diterima di perguruan tinggi negeri pada dua tahun terahir ini masih kurang dari 15% dari jumlah lulusan. Selain itu, juga memperhatikan informasi melalui internet tentang hasil Uji Kompetensi Awal (UKA) Guru Kab. Lampung Barat Tahun 2012 dengan rata-rata nilai 29,97 yang merupakan urutan kelima dari 10 kabupaten dengan nilai rata-rata terendah secara nasional (Kemendikbud/Hasil UKA, 2012).

Hasil wawancara tersebut yang menginformasikan bahwa kinerja sebagian guru SMA di Kabupaten Pesisir Barat masih rendah, disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya sebagai berikut.

Tabel 1.1 Penyebab Rendahnya Kinerja Guru SMA Kabupaten Pesisir Barat

No. Penyebab Jumlah Guru

(%) 1. Tidak membuat perencanaan pembelajaran dan

kurang menguasai materi pembelajaran. 40 % 2. Jarang menggunakan alat/media dalam melaksanakan

pembelajaran. 75 %

3. Kecenderungan mengabaikan iklim sekolah yang

bersifat nonfisik. 60 %

Sumber : Data Sekunder Tahun 2013 (Hasil Supervisi Kepala Sekolah dan Pengawas SMA Kab. Pesisir Barat).

Berdasarkan uraian-uraian dan informasi pada tabel di atas, maka peneliti menganggap perlu untuk melakukan kajian terhadap kinerja guru SMA di Kabupaten Pesisir Barat dan yang dapat menyebabkan tinggi rendahnya kinerja guru tersebut.


(23)

Berdasarkan paparan pada latar belakang permasalahan di atas, teridentifikasi beberapa masalah dalam penelitian yaitu sebagai berikut.

1.2.1 Sebagian guru SMA di Kabupaten Pesisir Barat kurang optimal dalam penguasaan kompetensi baik kompetensi paedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial, maupun kompetensi kepribadian.

1.2.2 Presensi kehadiran sebagian guru SMA Kabupaten Pesisir Barat untuk mengajar di kelas tergolong masih rendah.

1.2.3 Terdapat hampir 75% guru menggunakan teknik ceramah sebagai teknik yang paling diminati dalam mengajar sehingga aktivitas siswa hanya mendengarkan. Dampaknya, siswa cenderung pasif dalam belajar.

1.2.4 Sebagian guru di Kabupaten Pesisir Barat ada kecenderungan mengabaikan situasi dan iklim di sekolah.

1.2.5 Kemampuan para guru di Kabupaten Pesisir Barat dalam mengorganisasi waktu masih kurang. Kecenderungan yang terjadi mereka mengambil jalan pintas yang penting cepat selesai dan target penyampaian materi tercapai. 1.2.6 Sebagian guru di Kabupaten Pesisir Barat kurang berinisiatif dalam

memanfaatkan dan menggunakan media pembelajaran.

1.2.7 Lingkungan kerja atau iklim organisasi sekolah Kabupaten Pesisir Barat pada umumnya tidak kondusif.

1.2.8 Sarana dan Prasarana belajar yang dimiliki guru dan sekolah di Kabupaten Pesisir Barat pada umumnya kurang layak.


(24)

1.3Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, menggambarkan adanya beberapa aspek yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah yang dapat mempengaruhi kinerja guru. Mengingat dan mempertimbangkan kemampuan, tenaga, dana, dan waktu, maka permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut.

1.3.1 Iklim sekolah pada SMA di Kabupaten Pesisir Barat .

1.3.2 Kelayakan sarana dan prasarana belajar pada SMA di Kabupaten Pesisir Barat.

1.4Rumusan Masalah

Bertolak dari sejumlah batasan masalah tersebut, dapat dirumuskan bahwa yang menjadi masalah dalam penelitian ini yakni kinerja sebagian guru SMA di Kabupaten Pesisir Barat cenderung masih rendah. Selanjutnya peneliti dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut.

1.4.1 Bagaimanakah hubungan yang erat dan signifikan antara iklim sekolah dengan kinerja guru pada SMA di Kabupaten Pesisir Barat?

1.4.2 Bagaimanakah hubungan yang erat dan signifikan antara kelayakan sarana dan prasarana belajar dengan kinerja guru pada SMA di Kabupaten Pesisir Barat?

1.4.3 Bagaimanakah hubungan yang erat dan signifikan antara iklim sekolah, dan kelayakan sarana prasarana belajar secara simultan dengan kinerja guru pada SMA di Kabupaten Pesisir Barat?


(25)

Berdasarkan masalah dan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka penulis menganggap perlu untuk melakukan penelitian yang berjudul, “Hubungan Iklim Sekolah dan Kelayakan Sarana Prasarana dengan Kinerja Guru pada SMA di Kabupaten Pesisir Barat.”

1.5Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang penulis maksudkan adalah untuk mengetahui dan menganalisis :

1.5.1 hubungan iklim sekolah dengan kinerja guru pada SMA di Kabupaten Pesisir Barat;

1.5.2 hubungan kelayakan sarana prasarana dengan kinerja guru pada SMA di Kabupaten Pesisir Barat;

1.5.3 hubungan antara iklim sekolah dan kelayakan sarana prasarana secara simultan dengan kinerja guru pada SMA di Kabupaten Pesisir Barat.

1.6Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak, antara lain: secara teoritis, manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.6.1 Memperkaya khasanah teori yang telah diperolah melalui penelitian yang telah lebih dahulu dilakukan oleh peneliti lain.

1.6.2 Menyajikan kajian bidang manajemen pendidikan khususnya dalam bidang manajemen personalia dalam rangka meningkatkan kinerja guru.


(26)

Secara empirik, penelitian ini berguna bagi beberapa pihak sebagai berikut. 1.6.3 Bagi guru di sekolah untuk hal sebagai berikut.

1. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai iklim sekolah dalam mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai guru. 2 Menambah pengetahuan dan wawasan berkenaan dengan peranan sarana

prasarana dalam meningkatkan kinerja guru.

3. Menerapkan berbagai upaya dalam menyikapi iklim sekolah dan sarana prasarana guru dan sekolah dalam meningkatkan kinerja guru.

1.6.4 Bagi kepala sekolah, penelitian ini berguna untuk perihal sebagai berikut. 1. Memahami akan tugas manajerial dalam meningkatkan kinerja guru. 2. Membina guru dengan menciptakan iklim sekolah yang kondusif.

3. Meningkatkan kinerja guru dengan mengupayakan pemenuhan sarana prasarana sekolah.

1.6.5 Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Pesisir Barat, penelitian ini berguna untuk menjadi bahan masukan dalam menyediakan sarana prasarana pembelajaran yang layak dan dalam menciptakan iklim sekolah yang kondusif untuk meningkatkan kinerja guru.

1.6.6 Bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk perihal sebagai berikut.

1. Sebagai sarana belajar untuk mengintegrasikan pengetahuan secara teoritis dan empirik dengan mengumpulkan data yang diperoleh

dari responden sehingga dapat mengetahui realitas yang sebenarnya mengenai kinerja guru, iklim sekolah, dan kelengkapan sarana prasarana pembelajaran di sekolah.


(27)

2 Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Lampung.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1 Lingkup Ilmu

Ranah yang dijadikan lingkup penelitian ini adalah ilmu Manajemen Pendidikan karena kinerja tenaga pendidik, iklim sekolah, dan sarana prasarana merupakan bagian dari sumber daya pendidikan yang membutuhkan pengaturan sesuai dengan substansi garapan manajemen pendidikan sebagai fungsi manajemen.

1.7.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru yang mengajar di SMA Negeri yang terdapat di Kabupaten Pesisir Barat, yakni SMA Negeri 1 Pesisir Tengah, SMA Negeri 1 Karya Penggawa, SMA Negeri 1 Pesisir Selatan, dan SMA Negeri 1 Bengkunat.

1.7.3 Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah kinerja guru sebagai variabel terikat, iklim sekolah, dan kelayakan sarana prasarana sebagai variabel bebas.

1.7.4 Tempat dan Waktu Penelitian 1.7.4.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sejumlah SMA Negeri di Kabupaten Pesisir Barat, yaitu SMA Negeri 1 Pesisir Tengah, SMA Negeri 1 Karya Penggawa, SMA Negeri 1 Pesisir Selatan, dan SMA Negeri 1 Bengkunat.


(28)

1.7.4.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, mulai bulan Oktober sampai dengan bulan Desember Tahun 2013.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori-Teori Manajemen

Kata manajemen berasal dari Bahasa Latin, yaitu dari kata manus yang berarti tangan dan agree yang berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja managere yang artinya menangani. Managere diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya, management diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan.

Sejalan dengan pengertian manajemen di atas, teori manajemen klasik pada aliran manajemen ilmiah yang dikembangkan oleh Federik W. Taylor dalam Usman (2011: 23) bahwa “manajemen ilmiah ialah seperangkat mekanisme atau teknik (a bag of tricks) guna meningkatkan efisiensi dan keefektifan organisasi.” Selanjutnya, Henry Fayol dalam Usman (2011:30) membagi “lima fungsi manajemen, yaitu Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, and controlling yang disingkat POCCC.

Sementara itu, George R. Terry dalam Rochaety (2005:4) menyatakan bahwa “manajemen merupakan proses yang khas yang terdiri dari


(30)

tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya.”

Pendapat lain, Fattah (2001:1) bahwa “manajemen merupakan suatu proses sedangkan manajer dikaitkan dengan aspek organisasi (orang - struktur - tugas - teknologi) dan bagaimana mengaitkan aspek yang satu dengan yang lain serta bagaimana mengaturnya sehingga tercapailah tujuan sebuah sistem.”

Dari teori dan berbagai pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan merupakan suatu proses pengelolaan pendidikan melalui kerja sama sekelompok orang dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang berupaya untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam pencapaian tujuan pendidikan tersebut diperlukan fungsi manajemen pendidikan yang meliputi tindakan perencanaan, pengorganisasian, pelaksana, dan pengawasan proses pendidikan sehingga tujuan pendidikan yang ditetapkan dapat tercapai.

2.1.2 Kinerja Guru

Guru merupakan subsistem penting yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan proses dan mutu peserta didik. Secara sederhana, guru berarti orang yang mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Guru bukan semata sebagai pengajar yang mentransfer pengetahuan dan keterampilan melainkan juga sebagai pendidik yang mentransfer nilai-nilai dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan arahan dan tuntunan kepada siswa. Menurut Djamarah (2000:12), “guru adalah figur pemimpin, sekaligus arsitektur yang membangun dan membentuk jiwa dan watak peserta didik.” Dengan demikian, menjadi


(31)

seorang guru tidak mudah, menjadi guru tidak cukup hanya pengetahuan saja, tetapi perlu ditunjang dengan iklim organisasi sekolah dan sarana prasarana pembelajaran lain yang mendukung proses dan tanggung jawab itu.

Stoner dan Freeman dalam Usman (2011: 487) mengemukakan, “kinerja adalah

kunci yang harus berfungsi secara efektif agar organisasi secara keseluruhan dapat berhasil.” Kemudian menurut Ilyas dalam Barnawi (2013:12),

“kinerja adalah penampilan hasil karya personel, baik kuanitas maupun kualitas dalam suatu organisasi dan merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel.”

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau kelompok dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab dan wewenangnya berdasarkan standar kinerja yang telah ditetapkan selama periode tertentu untuk mencapai tujuan organisasi.

2.1.2.1 Hakikat Kinerja Guru

Kata kinerja merupakan terjemahan dari bahasa inggris, yaitu dari kata performance. Kata performace berasal dari kata to perform yang berarti menampilkan atau melaksanakan. Performance bebarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja. Arikunto (2008:23) memberi batasan “kinerja atau performance yang berarti penampilan merupakan sesuatu yang dapat diamati orang lain.” Suatu tindakan yang mengacu pada perbuatan atau tingkah laku seseorang yang dapat diamati di dalam suatu kelompok.


(32)

Selanjutnya Mathis dan Jackson (2002:78) menyatakan bahwa “kinerja diartikan sebagai apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan yang memengaruhi seberapa banyak karyawan member kontribusi kepada organisasi, antara lain termasuk kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif. Suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari out put yang dihasilkan baik kualitas maupun kuantitasnya.”

Pendapat yang lain, Hasibuan (2001:94) menjelaskan perihal “prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.” Prestasi kerja merupakan penggabungan tiga faktor penting yaitu, kemampuan dan minat pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas, semakin tinggi pula kinerjanya. Pekerja yang memiliki kemampuan dalam penguasaan bidang kerjanya, memiliki minat untuk melakukan pekerjaan tersebut, adanya kejelasan peran dan motivasi kerja yang baik, maka pekerja tersebut memiliki landasan kuat untuk berprestasi.

Menurut Aritonang dalam Barnawi (2012 : 11), “kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”

Beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya kinerja memiliki pengertian yang sama, perbedaan hanyalah terletak pada redaksional penyampaian saja. Meskipun ada batasan yang diberikan para ahli mengenai istilah kinerja yang agak berbeda, tetapi secara prinsif mereka setuju bahwa kinerja mengarah pada suatu usaha yang dilakukan dalam rangka mencapai


(33)

prestasi yang lebih baik. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah produk yang dihasilkan oleh seorang pegawai dalam satuan waktu yang telah ditentukan dengan kriteria tertentu pula. Kriteria ditentukan oleh persyaratan yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang yang mengadakan penilaian kinerja.

2.1.2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Guru

Kinerja guru tidak terwujud begitu saja, tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Baik faktor internal maupun faktor eksternal sama-sama membawa dampak terhadap kinerja guru.

Menurut Barnawi dan Mohammad Arifin (2013:43) “faktor internal kinerja guru adalah faktor yang datang dari dalam diri guru contohnya ialah kemampuan,keterampilan, kepribadian, persepsi, motivasi menjadi guru, pengalaman lapangan, dan latar belakang keluarga. Faktor eksternal kinerja guru adalah faktor yang datang dari luar guru yang dapat memengaruhi kinerjanya, contohnya ialah (1) gaji; (2) sarana dan prasarana; (3) lingku-ngan kerja fisik; dan (4) kepemimpinan.”

Faktor-faktor eksternal tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena pengaruhnya cukup kuat terhadap guru. Setiap hari, faktor-faktor tersebut akan terus-menerus memengaruhi guru sehingga akan lebih dominan dalam menentukan seberapa baik kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya. Menurut Suharsaputra (2012) bahwa “kinerja pegawai akan efektif apabila memerhatikan faktor-faktor yang dapat memengaruhinya.”

Pendapat Mulyasa (2010:16) “yang berkaitan dengan beberapa faktor yang memengaruhi kinerja atau produktivitas, yaitu faktor teknologi, tatanilai, iklim


(34)

kerja, derajat kesehatan dan tingkat upah minimal, serta kepemimpinan dalam hal ini kepala sekolah.”

Sejalan dengan pendapat tersebut Sedarmayanti (2001:67) menyatakan “bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kinerja antara lain: (1) sikap mental (motivasi kerja, disiplin kerja, etika kerja, dan budaya kerja); (2) pendidikan; (3) keterampilan; (4) manajemen kepemimpinan; (5) tingkat penghasilan; (6) gaji dan kesehatan; (7) jaminan sosial dan kesejahteraan; (8) iklim kerja; (9) sarana dan prasarana yang memadai; (10) teknologi; dan (11) kesempatan untuk berprestasi, kedua pendapat tersebut merujuk pada variabel yang sama, yakni beberapa espek yang terdapat pada individu, lingkungan dan budaya kerja, sarana prasarana, dan kesejahteraan sebagai motivasi kerja.”

Secara umum kinerja menurut Hasibuan (2001:126) “dapat diterjemahkan dalam penilaian perilaku yang secara mendasar meliputi hal-hal sebagai berikut: (l) kualitas kerja, (2) kuantitas kerja, (3) pengetahuan tentang pekerjaan,(4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan, (5) keputusan yang diambil, (6) perencanaan kerja, dan (7) daerah organisasi kerja.”

Jika kinerja adalah kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dapat diselesaikan oleh seseorang, maka kinerja merupakan output pelaksanaan tugas. Kinerja berhubungan erat dengan produktivitas karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimanan upaya untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam organisasi.

Tolok ukur kinerja guru tertuang pada standar proses yaitu pelaksanaan proses pembelajaran bagi guru, meliputi kegiatan merencanakan, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi dan menilai, menganalisis hasil penilaian, dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian dalam menerapkan 4 (empat) domain kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yaitu, kompetensi profesional, paedagogik, sosial, dan kepribadian sesuai dengan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.


(35)

Berdasarkan uraian di atas mengarahkan pada satu simpulan bahwa yang dimaksud dengan kinerja guru adalah merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya, didasarkan atas kecakapan atau kemampuan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu dengan output yang dihasilkan tercermin secara kuantitas maupun kualitas yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi, yang meliputi kegiatan merencanakan, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi dan menilai, menganalisis hasil penilaian, dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian dalam menerapkan empat domain kompetensi yang harus dimiliki oleh guru.

2.1.3 Iklim Sekolah

Sekolah merupkan sistem sosial yang di dalamnya terdiri dari berbagai individu yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Dimyati dalam Sulistyorini (2000:42) bahwa “sekolah merupakan suatu kesatuan dari pribadi-pribadi yang berinteraksi satu dengan lainnya.” Interaksi antar individu ini di sekolah menimbulkan satu hubungan organisasi dinamis yang akan mewarnai situasi organisasi sekolah. Hubungan yang dinamis antarpribadi tersebut akan saling berpengarah terhadap munculnya tingkah laku pribadi-pribadi dalam organisasi tersebut.

Iklim sekolah atau suasana lingkungan kerja di sekolah adalah segala sesuatu yang dialami oleh guru dan warga sekolah ketika berinteraksi di dalam lingkungan sekolah. Iklim sekolah dapat bersifat fisik dan dapat pula bersifat nonfisik atau emosional, misalnya ruang kerja yang menyenangkan, rasa aman


(36)

dalam bekerja, penerangan dan sirkulasi udara yang memadai, jaminan sosial, promosi, jabatan dan kedudukan, pengawasan, dan lain sebagainya.

Iklim sekolah menjadi faktor penting dalam pemberdayaan sekolah sebagai sebuah organisasi karena iklim sekolah erat kaitannya dengan tugas guru dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang efektif. Hal ini, merupakan satu kenyataan yang menunjukan bahwa terdapat sekolah secara ilmiah memantau kekuatan lingkungan sekolah.

Variabel-variabel yang terdapat dalam lingkungan dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang sangat dibutuhkan untuk mengadakan pengembangan dalam organisasi sekolah. Sekolah sebagai sebuah organisasi terlibat langsung dengan iklim organisasi, karena itu merupakan bagian yang tidak dipisahkan dari sebuah organisasi.

2.1.3.2 Hakikat Iklim Sekolah

Terdapat banyak batasan iklim organisasi yang dikemukakan oleh para ahli. Iklim sekolah mengacu pada berbagai persepsi guru akan lingkungan kerja sekolah yang dipengaruhi oleh organisasi formal, informal, dan seluruh kepribadian para partisipan serta kepemimpinan organisasi.

Hoy dan Miskel (2008:234) memberi batasan “iklim organisasi sebagai berikut. Organization climate of the school is the set of internal characteristic that distinguish one school from another and influence the behavior of each school's members. (Iklim organisasi sekolah adalah seperangkat karakteristik internal yang membedakan satu sekolah dari sekolah yang lainnya dan memengaruhi perilaku masing-masing anggota sekolah).”


(37)

Pendapat di atas memberi batasan tentang hakikat iklim sekolah secara umum sedangkan penjelasan secara lebih spesifik tentang hakikat iklim sekolah sebagai berikut.

Hoy and Miskel (2008:234) menyatakan “iklim sekolah adalah, school climate is a relatively enduring quality of the school environment that is experienced by participants, affects their behavior, and is based on their collective perceptions of behavior in school. (Iklim sekolah adalah kualitas yang relatif abadi dari lingkungan sekolah yang dialami oleh para anggotanya dan hal ini dapat memengaruhi perilaku mereka, dan di dasarkan pada persepsi mereka tentang perilaku kolektif di sekolah).”

Pendapat lain mengenai iklim organisasi dikemukakan oleh Devis dan Newstrom dalam Suharsyahputra (2010:73). Mereka berpendapat “iklim organisasi merupakan lingkungan maksimal di dalam, dimana pegawai organisasi melakukan pekerjaan mereka. Iklim organisasi dapat mempengaruhi motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja melalui pembentukan harapan pegawai tentang konsekuensi yang timbul dari berbagai tindakan.”

Rivai dan Murni (2009:231) memberi makna “ iklim sekolah merupakan karakteristik yang membedakan satu sekolah dengan sekolah lain dan bahwa hal itu memengaruhi perilaku individu dalam organisasi sekolah.” Lebih lanjut mereka menjelaskan bahwa iklim sekolah merupakan syarat luas yang merujuk pada persepsi guru kepada lingkungan kerja utama sekolah; organisasi formal; informal; kepribadian peserta; dan pemimpin organisasi yang memengaruhinya. Hoy and Miskel dalam Usman (2011:202) “iklim organisasi merupakan produk akhir dari interaksi antaranggota organisasi sekolah untuk mencapai keseimbangan antara tujuan lembaga dengan tujuan individu.” Lebih lanjut berkaitan dengn iklim orgnisasi sekolah, mereka mengemukakan bahwa iklim


(38)

organisasi sekolah adalah merupakan suatu istilah yang cukup luas yang merujuk pada persepsi guru-guru terhadap lingkungan kerja secara umum di suatu sekolah, juga iklim organisasi sekolah dipengaruhi oleh organisasi formal dan informal, partisipasi individu dalam organisasi.

Selanjutnya, Hoy dan Miskel (2008:250) juga mengemukakan bahwa “terdapat tiga unsur pokok yang memengaruhi tingkah laku sosial di sekolah, yaitu unsur institusi, budaya, dan individu.” Mereka juga menambahkan bahwa interaksi di antara guru, siswa, dan kepala sekolah mempunyai dampak yang signifikan terhadap sikap dan tingkah laku. Pengertian tentang iklim organisasi sekolah telah banyak yang mengemukakan, seperti dikutip oleh Sargiovani dalam Sulistiyorini (2000:45) dari pendapat Pitchart dan Karastek yang menjelaskan bahwa “ secara organisasi iklim sekolah adalah karakteristik sekolah yang membedakan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya, yang memengaruhi tingkah laku kepala sekolah, para pengajar, dan para siswa.” Secara psikologis iklim sekolah merupakan perasaan yang dirasakan oleh pengajar, para siswa suatu sekolah. Dengan demikian, iklim sekolah akan berpengaruh terhadap pola tingkah laku para anggota organisasi sekolah yang selanjutnya dijadikan dasar untuk menerjemahkan situasi serta merupakan sumber tekanan bagi aktifitas kepemimpinan.

Iklim sekolah merupakan hubungan timbal balik antar faktor-faktor pribadi, sosial, dan budaya yang memengaruhi sikap individu dalam kelompok dalam lingkungan sekolah. Sementara itu pendapat Halpin dan Croft dalam Sulistiyorini (2000:49) menyatakan bahwa “iklim sekolah dapat berpengaruh terhadap


(39)

(1) belajar mengajar, (2) sikap dan moral, (3) kesehatan mental, (4) produktivitas, (5) perasaan percaya dan pengertian, dan (6) perubahan dan pembaharuan.”

Peran kepala sekolah sebagai manajer, organisator, koordinator, dan evaluator. Faktor-faktor terebut dapat memberikan kontribusi yang tinggi, apakah positif atau negatif dalam iklim organisasi sekolah yang dipimpinnya. Sedangkan sekolah itu sendiri ditandai dengan banyak ciri kebersamaan, kekeluargaan, dan kepercayaan di antara para guru. Berdasarkan pemikiran tersebut, Halpin dan Croft dalam Sulistyorini (2000:49) “mencari faktor-faktor kritis dari perilaku guru yang pada umumnya merupakan factor utama untuk menggambarkan iklim organisasi sekolah.”

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa iklim organiasi sekolah dapat memengaruhi perilaku individu yang tergabung dalam organisasi sekolah tersebut yang terdiri dari kepala sekolah, para guru, staf administrai, dan siswa. Kepala sekolah sebagai pemimpin di organisasi sekolah tersebut dapat memberikan kontribusi yang positif maupun negatif dalam menciptakan iklim organisasi di sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah pula dapat memainkan peranan kunci untuk mencapai keberhasilan dalam menciptakan iklim organisasi sekolah tersebut.

2.1.3.3 Iklim Organisasi Sekolah Terbuka dan Tertutup

Iklim organisasi merupakan sesuatu sifat atau ciri yang relatif tetap pada lingkungan intern organisasi yang membedakannya dengan organisasi lainnya. Di samping itu, iklim organisasi juga merupakan sekelompok sifat yang dipersepsi


(40)

pada suatu organisasi tertentu beserta subsistemnya yang disebabkan cara organisasi dan subsistemnya bekerja dengan anggota dan lingkungannya.

Lebih lanjut Helpin dan Croft dalam Sulistyorini (2000:52) menambahkan bahwa “terdapat dua tipe ekstrem iklim organisasi sekolah, yaitu iklim organisasi terbuka dan iklim organisasi tertutup.” Pada iklim organisasi terbuka memiliki karakteristik semangat kerja karyawan sangat tinggi, dorongan pimpinan untuk memotivasi karyawan agar berprestasi sangat besar; sedang rutinitas administrasi rendah, karyawan yang meninggalkan pekerjaan seperti bolos, ijin, dan sebagainya juga rendah; perasaan terpaksa berada di perusahaan untuk bekerja juga rendah. Sebaliknya, pada iklim organisasi yang tertutup kondisinya bertolak belakang dengan keadaan pada tipe iklim organisasi terbuka. Berdasarkan hal tersebut, keterbukaan dalam hal-hal tertentu bagi pihak pengelola sekolah ternyata lebih menguntungkan, baik bagi karyawan maupun organisasi.

Menganalisis organisasi sekolah melalui perilaku guru dan kepala sekolah di-arahkan kepada iklim sekolah terbuka dan tertutup. Hasil penelitian Halpin dan Croft yang dikutif oleh Hoy dan Miskel dalam Sulistyorini (2000:47) menjelaskan “iklim organisasi sekolah terbuka dimana pada iklim organisasi tersebut tumbuh dorongan dan semangat kerja yang tinggi, serta rendahnya keterbatasan.” Gabungan dari kedua karakteristik yang demikian diharapkan terbentuknya suatu iklim organisasi sekolah dimana kepala sekolah dan gurunya bersungguh-sungguh dalam bekerja. Kepala sekolah memimpin dengan keteladanan dengan memadukan struktur yang tepat dan arahan yang baik sesuai dengan situasi yang


(41)

ada. Para guru bekerja dengan baik dalam menyelesaikan tugas dibebankan kepadanya. Jadi, sekolah dengan iklim yang terbuka tidak semata-mata berupaya tercapainya prestasi kerja juga memperhatikan juga pemenuhan terhadap kebutuhan sosial mereka.

Berkenaan dengan iklim sekolah yang mempunyai iklim terbuka, Hoy dan miskel dalam Sulistyorini (2000:48) “menandai adanya kerja sama serta sikap saling menghormati antarguru, kepala sekolah dengan guru.” Kepala sekolah bersedia mendengarkan dan sangat terbuka atas masukan dari guru dan selanjutnya memberikan pujian hangat dan menyanjung tinggi kompetensi dan profesionalitas para guru.

Pendapat Litwin dan Stringer dalam Gunbayi (2007: 1), yang menjelaskan “iklim sekolah sebagai "a set of measurable properties of the work environment, perceived directly or indirectly by people who live and work in this environment and assumed to influence their motivation and behaviour" (iklim organisasi sekolah merupakan kondisi lingkungan kerja yang dirasakan langsung maupun tidak langsung oleh orang-orang yang tinggal dan bekerja di lingkungan tersebut dan diasumsikan dapat berpengaruh terhadap perilaku dan motivasi mereka).”

Selanjutnya Affandi (2002:87) yang menyimpulkan bahwa “iklim organisasi yang meliputi struktur, tanggung jawab, penghargaan, resiko, keramahan, dukungan, standarisasi, konflik, pelatihan dan pengembangan memiliki pengaruh positif terhadap signifikan terhadap kepuasan kerja, komitmen kerja dan kinerja pegawai.”

Berdasarkan penjelasan dan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan iklim sekolah merupakan seperangkat karakteristik internal yang membedakan satu sekolah dari sekolah yang lainnya dan


(42)

memengaruhi perilaku masing-masing anggota sekolah, yaitu perilaku kepala sekolah dan perilaku guru. Karakteristik internal tersebut, meliputi semangat kerja, dorongan pimpinan agar berprestasi, keramahan, tanggung jawab, kepuasan, dan komitmen kerja.

2.1.4 Sarana dan Prasarana

Dalam khazanah peristilahan pendidikan sering disebut-sebut istilah sarana dan prasarana pendidikan. Kerap kali istilah itu digabung begitu saja menjadi sarana prasarana pendidikan. Dalam bahasa Inggris sarana dan prasarana itu disebut dengan facility (facilities). Jadi, sarana dan prasarana pendidikan disebut educational facilities. Sebutan itu jika diadopsi ke dalam bahasa Indonesia akan menjadi fasilitas pendidikan. Fasilitas pendidikan artinya segala sesuatu (alat

dan barang) yang memfasilitasi (memberikan kemudahan) dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan.

Sarana adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah. Adapun, prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan pelaksanaan proses pendidikan di sekolah (Arcow:2013).

2.1.4.1 Hakikat Sarana Prasarana

Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal


(43)

ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana. Moenir (1992 : 119) mengemukakan bahwa “sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama / pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja.” Pengertian yang dikemukakan oleh Moenir, jelas memberi arah bahwa sarana dan prasarana adalah merupakan seperangkat alat yang digunakan dalam suatu proses kegiatan baik alat tersebut adalah merupakan peralatan pembantu maupun peralatan utama, yang keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai.

Barnawi (2013: 49) menjelaskan bahwa “sarana adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah. Sarana pendidikan diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu (1) habis tidaknya dipakai; (2) bergerak tidaknya pada saat digunakan; (3) hubungannya dengan proses belajar mengajar. Sementara prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah.”

Berdasarkan pengertian di atas, maka sarana dan prasarana pada dasarnya memiliki fungsi utama sebagai berikut: 1) Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat menghemat waktu. 2) Meningkatkan produktivitas, baik barang dan jasa. 3) Hasil kerja lebih berkualitas dan terjamin. 4) Lebih memudahkan/ sederhana dalam gerak para pengguna/ pelaku. 5) Ketepatan susunan stabilitas pekerja lebih terjamin. 6) Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang berkepentingan. 7) Menimbulkan rasa puas pada orang-orang yang berkepentingan yang mempergunakannya.


(44)

Untuk lebih jelasnya mengenai sarana dan prasarana yang dimaksud di atas berikut ini akan diuraikan istilah sarana kerja/fasilitas kerja yang ditinjau dari segi kegunaan menurut Moenir ( 1992 : 120) membagi sarana dan prasarana sebagai berikut:

1) Peralatan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi langsung sebagai alat produksi untuk menghasilkan barang atau berfungsi memproses suatu barang

yang berlainan fungsi dan gunanya.

2) Perlengkapan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi sebagai alat pembantu tidak langsung dalam produksi, mempercepat proses, membangkit dan menambah kenyamanan dalam pekerjaan.

3) Perlengkapan bantu atau fasilitas, yaitu semua jenis benda yang berfungsi

membantu kelancaran gerak dalam pekerjaan, misalnya mesin ketik, mesin pendingin ruangan, mesin absensi, dan mesin pembangkit tenaga.

Pada setiap jenjang pendidikan memiliki standar prasarana yang berbeda. Untuk Sekolah Menengah Atas sekurang-kurangnya memiliki 18 jenis prasarana, meliputi (1) ruang kelas; (2) ruang perpustakaan; (3) ruang laboratorium biologi; (4) ruang laboratorium fisika; (5) ruang laboratorium kimia; (6) ruang laboratorium komputer; (7) ruang laboratorium bahasa; (8) ruang pimpinan; (9) ruang guru; (10) ruang tata usaha; (11) tempat beribadah, (12) ruang konseling; (13) ruang UKS; (14) ruang organisasi kesiswaan; (15) jamban; (16) gudang; (17) ruang sirkulasi, (18) tempat bermain/berolahraga. Ketentuan mengenai ruang-ruang tersebut beserta sarana yang ada di setiap ruang-ruang diatur dalam standar tiap


(45)

ruang (Permendiknas R.I. Nomor 24 tahun 2007, Tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah).

Ditinjau dari hubungannya dengan belajar mengajar, sarana pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu alat pelajaran, alat peraga, dan media pengajaran. Selanjutnya, prasarana dibedakan menjadi dua, yaitu prasarana yang digunakan langsung dalam proses pembelajaran dan prasarana yang tidak digunakan dalam proses pembelajaran, Barnawi dan Mohammad Arifin, (2013:50).

Berdasarkan beberapa pendapat para pakar di atas tentang sarana prasarana, maka dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana pembelajaran adalah alat atau fasilitas yang diperlukan secara langsung dalam proses kegiatan belajar mengajar, karena apabila hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan.

Sarana pendidikan dibedakan menjadi tiga macam bila ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar mengajar, yaitu: a) Alat pelajaran adalah alat yang digunakan secara langsung dalam proses belajar mengajar, misalnya : buku, alat peraga, alat tulis, dan alat praktik; b) Alat peraga adalah alat pembantu pendidikan dan pengajaran, dapat berupa perbuatan-perbuatan atau benda-benda yang mudah memberi pengertian kepada anak didik berturut-turut dari yang abstrak sampai dengan yang konkret; c) Media pengajaran adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar, untuk lebih mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan. Ada


(46)

tiga jenis media, yaitu media audio, media visual, dan media audio visual. Adapun prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu: 1) Prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan, dan ruang laboratorium; 2) Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar, misalnya ruang kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang usaha kesehatan sekolah, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan.

2.1.5 Penelitian yang Relevan

A. Peneltian yang sebelumnya yang dilakukan oleh Ismail (2011) berjudul

Hubungan Kompetensi Paedagogik, Iklim Sekolah, dan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja Guru Pada SMP di Kecamatan Bangun Rejo Lampung Tengah” dengan menggunakan cara Simple Random Sampling bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Kompetensi Paedagogik, Iklim Sekolah, dan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja Guru Pada SMP di Kecamatan Bangun Rejo Lampung Tengah sebesar 7, 85 %.

Peneitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu pada jenis penelitian hubungan, pada variabel iklim sekolah dan kinerja guru. Sedangkan perbedaannya yaitu pada variabel lain selain yang sama tersebut di atas, jenjang pendidikan obyek penelitian, dan cara menentukan sampelnya.


(47)

B. Penelitian yang telah dilakukan oleh Tuti Rospasari (2011) berjudul

“Hubungan antara Sikap Guru terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah,

Motivasi Kerja Guru, dan Kompetensi Paedagogik dengan Kinerja Guru

SMA di Lampung Utara” dengan menggunakan cara proporsional Random

Sampling bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kompetensi paedagogik dengan kinerja guru sebesar 68,5 %.

Peneitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu pada jenis penelitian hubungan, pada variabel kinerja guru. Sedangkan perbedaannya

yaitu pada variabel lain selain yang sama tersebut di atas dan cara menentukan sampel.

C. Penelitian yang telah dilakukan oleh Joko Santosa (2011) berjudul

Hubungan Sarana dan Prasarana Sekolah, Dampak Sertifikasi Guru, Iklim Sekolah, dan Motivasi Berprestasi Guru dengan Kinerja Guru pada SMK Negeri di Malang Raya dengan model survey yang menggunakan angket sebagai intrumen penelitian. Bahwa terdapat hubungan secara tidak langsung yang signifikan antara manajemen sarana dan prasarana sekolah dengan kinerja guru melalui motivasi berprestasi guru sebesar 67,3 %.

Peneitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu pada jenis penelitian hubungan, pada variabel sarana prasarana dan kinerja guru. Sedangkan perbedaannya yaitu pada variabel lain selain yang sama tersebut di atas dan jenis pendidikan obyek penelitian.


(48)

Kerangka pikir merupakan penjelasan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat berdasarkan teori-teori yang ada, sehingga akan memberikan gambaran utuh hubungan antarvariabel tersebut.

2.2.1 Hubungan antara Iklim Sekolah dengan Kinerja Guru

Iklim sekolah atau suasana lingkungan kerja di sekolah adalah segala sesuatu yang dialami oleh guru dan warga sekolah ketika berinteraksi di dalam lingkungan sekolah. Mereka secara langsung dan tidak langsung berinteraksi dengan lingkungan atau iklim sekolah ketika menjalani tugas. Iklim sekolah dapat bersifat fisik dan dapat pula bersifat nonfisik atau emosional, misalnya ruang kerja yang menyenangkan,rasa aman dalam bekerja, penerangan dan sirkulasi udara memadai jaminan sosial, promosi, jabatan dan kedudukan, pengawasan, dan lain sebagainya.

Ketika guru berada di lingkungan sekolah dan ia menjalani tugas yang disertai dengan persepsi dan sikap yang positif terhadap iklim sekolah maka guru akan melaksanakan tugasnya dengan senang dan lebih bersemangat. Guru menjalani tugas utamanya mengelola pembelajaran di kelas dengan penuh antusias dan profesional maka kinerjanya meningkat signifikan. Iklim sekolah menjadi faktor penting dalam memberdayakan sekolah sebagai sebuah organisasi. Iklim sekolah terkait erat dengan tugas guru dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang efektif. Dengan demikian, diduga terdapat hubungan positif dan signifikan antara iklim sekolah dengan kinerja guru.


(49)

2.2.2 Hubungan antara Kelayakan Sarana Prasarana dengan Kinerja Guru

Sarana dan prasarana pembelajaran adalah alat atau fasilitas yang diperlukan secara langsung dalam proses kegiatan belajar mengajar, karena apabila hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan.

Sarana pendidikan dibedakan menjadi tiga macam bila ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar mengajar, yaitu: a) Alat pelajaran adalah alat yang digunakan secara langsung dalam proses belajar mengajar, misalnya : buku, alat peraga, alat tulis, dan alat praktik; b) Alat peraga adalah alat pembantu pendidikan dan pengajaran, dapat berupa perbuatan-perbuatan atau benda-benda yang mudah memberi pengertian kepada anak didik berturut-turut dari yang abstrak sampai dengan yang konkret; c) Media pengajaran adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar, untuk lebih mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan. Ada tiga jenis media, yaitu media audio, media visual, dan media audio visual. Adapun prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu: 1) Prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan, dan ruang laboratorium; 2) Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar, misalnya ruang kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang usaha kesehatan sekolah, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan.


(50)

Guru sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam dunia pembelajaran dituntut agar dapatmelaksanakan secara maksimal yang memerlukan berbagai fasilitas penunjang untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan demikian, diduga terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara sarana dan prasarana dengan kinerja guru.

2.2.3 Hubungan antara Iklim Sekolah dan Kelayakan Sarana Prasarana dengan Kinerja Guru

Guru merupakan salah satu komponen yang turut menentukan tercapainya tujuan pembelajaran. Ketika guru berada di sekolah saat menjalani tugas mengajar secara langsung berinteraksi dengan iklim sekolah. Terdapat dua jenis lingkungan atau iklim sekolah, yakni yang bersifat fisik dan nonfisik atau emosional.

Iklim sekolah dapat memengaruhi sikap dan emosional guru saat menjalani tugas mengajar. Sikap guru yang positif terhadap iklim sekolah turut berpengaruh terhadap kinerja guru. Semakin positif sikap guru terhadap iklim sekolah diduga akan semakin meningkat kinerjanya. Sarana dan Prasarana pembelajaran baik yang dimiliki guru maupun sekolah yang memadai sangat penting dalam menunjang pelaksanakan tugas seorang guru. Ketika guru mengajar dengan disertai dukungan sarana dan prasarana yang layak, maka akan dapat membuat proses pembelajaran menjadi efektif dan efisien.


(51)

Hubungan antarvariabel penelitian dapat digambarkan sebagai berikut.

(x1,y) (rX1Y)

(RX12Y)

(rX2Y)

Gambar 2.1: Kerangka Pikir Penelitian

2.3 Hipotesis

Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka pikir, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berukut.

2.3.1 Terdapat hubungan positif dan signifikan antara iklim sekolah dengan kinerja guru SMA di Kabupaten Pesisir Barat.

2.3.2 Terdapat hubungan positif dan signifikan antara kelayakan sarana prasarana pembelajaran dengan kinerja guru SMA di Kabupaten Pesisir Barat. 2.3.3 Terdapat hubungan positif dan signifikan antara iklim sekolah dan

kelayakan sarana prasarana Pembelajaran secara bersama-sama dengan kinerja guru SMA di Kabupaten Pesisir Barat.

Variabel (X1)

Iklim Sekolah

Variabel (X2)

Kelayakan Sarana Prasarana

Variabel (Y) Kinerja Guru


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian ex post facto, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki peristiwa yang telah terjadi dan kemudian merunut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa tersebut (Sugiyono, 2013:7). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasional. Metode ini mendeskripsikan hubungan antarvariabel penelitian.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah sejumlah guru di sekolah SMA Negeri di Kabupaten Pesisir Barat. Karena obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, maka teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik Cluster Sampling. Sugiyono (2013:122) menjelaskan bahwa “teknik Cluster Sampling ini digunakan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah, dan tahap kedua menentukan orang-orang yang ada pada daerah itu secara sampling juga. Teknik ini dapat di gambarkan seperti pada gambar berikut.


(53)

Gambar 3.2 Teknik Cluster Sampling Sumber: Sugiyono (2013:122)

Berdasarkan konsep teknik Cluster Sampling di atas, maka dalam penelitian ini dilakukan penentuan sampel melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah dalam hal ini sampel SMA. Karena SMA yang ada di Kabupaten Pesisir Barat itu berstrata (berbeda tingkat akreditasinya), maka sampel SMA tersebut ditentukan secara strata (keterwakilan tingkat akreditasi). Tahap kedua, menentukan orang-orang untuk dijadikan responden yang ada pada sampel SMA tersebut secara random dengan menggunakan rumus Taro Yamane atau Slovin dalam Ridwan (2005:65). Rumus dimaksud adalah sebagai berikut.

Keterangan

n = jumlah responden N = jumlah guru

d = presisi atau batas toleransi kesalahan pengambian responden yang digunakan (0,05)


(54)

Kemudian dilakukan penentuan jumlah responden pada masing-masing sekolah yang menjadi sampel dari tiap tingkat akreditasi dalam dua subrayon dengan menentukan proporsinya sesuai dengan jumlah guru pada sekolah yang diteliti. Jumlah responden setiap sekolah didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

N : jumlah responden tiap sekolah n : jumlah guru tiap sekolah

S : jumlah total guru di semua sekolah

3.2.1 Teknik Penentuan Responden

Penetapan responden dalam penelitian dilakukan dengan cara random, yaitu cara pengambilan sampel dari sejumlah guru di setiap sekolah dengan menggunakan cara acak tanpa memperhatikan strata dalam sampel sekolah tersebut. Cara yang ditempuh dengan mengundi sampel penelitian. Langkah-langkah yang dimaksudkan adalah sebagai berikut. (1) Masing-masing sekolah akan dipilih sejumlah guru sesuai dengan jumlah yang ditentukan sebelumnya, (2) dibuat potongan kertas kecil sejumlah guru di sekolah tersebut dan ditulis nama-nama guru yang ada di sekolah tersebut, (3) nama-nama guru yang ditulis pada potongan kertas, kemudian digulung dan dimasukkan dalam tabung dan dikocok, lalu dikeluarkan satu per satu, (4) gulungan kertas yang keluar, dicatat sebagai sampel kemudian dikembalikan dalam tabung, lalu dikocok untuk mendapatkan sampel berikutnya, (5) jika yang keluar nama yang sudah menjadi


(55)

sampel, maka dikembalikan lagi dan dikocok lagi hingga keluar nama yang lain sebanyak jumlah guru yang dibutuhkan. Begitu dilakukan seterusnya pada sekolah yang lain hingga terpenuhi sejumlah guru yang akan dijadikan sampel penelitian.

Jumlah sampel penelitian selengkapnya disajikan pada tampilan berikut.

Populasi secara strata random sampel area secara random sampel individu

Gambar 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3 Variabel Penelitian

Penelitian ini akan mengukur tiga variabel yang diteliti, yakni kinerja guru (Y) yang merupakan variabel terikat, iklim sekolah (X1), dan sarana prasarana (X2)

yang merupakan variabel bebas.

SUBRAYON I

SMAN Pss.Tengah (B) SMAN Lemong (C) SMAN Pss. Utara (C) SMAN Karya P. (C)

SUBRAYON II

SMAN Pss. Selatan (B) SMAN Ngambur (C) SMAN Bengkunat (C) SMAN Bengkunat

Belimbing (C)

1) SMAN Pss.Tengah (B) 2) SMAN Karya

Penggawa (C) 3) SMAN Pss.

Selatan (B) 4) SMAN Bengkunat (C)

1) 40 dari 55 guru 2) 18 dari 25 guru 3) 33 dari 45 guru 4) 15 dari 20 guru TOTAL: 106


(56)

3.4 Definisi Variabel Penelitian 3.4.1 Definisi Konseptual

Definisi konseptual penelitian yang dimaksud adalah penjelasan teoritis mengenai konsep yang berhubungan dengan variabel penelitian yang berdasarkan pendapat para pakar yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya. Definisi konseptual penelitian ini secara rinci dijelaskan sebagai berikut.

3.4.1.1 Kinerja Guru

Kinerja guru dalam konteks penelitian ini merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan atau kemampuan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu dengan output yang dihasilkan. Semua hasil yang dicapai tercermin secara kuantitas maupun kualitas yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi, yang meliputi kegiatan merencanakan, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi dan menilai, menganalisis hasil penilaian, dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian dalam menerapkan 4 (empat) domain kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, yaitu kompetensi paedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian.

3.4.1.2 Iklim Sekolah

Iklim sekolah dalam konteks penelitian ini adalah merupakan persepsi dan penilaian guru terhadap lingkungan sekolah berupa seperangkat karakteristik


(57)

internal yang membedakan satu sekolah dengan sekolah lainnya dan memengaruhi perilaku masing-masing anggota sekolah.

3.4.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana adalah merupakan seperangkat alat yang digunakan dalam suatu proses kegiatan pembelajaran, baik alat tersebut merupakan peralatan pembantu maupun peralatan utama, yang keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai.

3.4.2 Definisi Operasional

Dimaksud definisi operasional pada penelitian ini adalah penjelasan secara aplikatif perihal hubungan langsung antarvariabel yang digunakan dalam penelitian, secara detail perihal definisi operasional dapat dijelaskan seperti berikut.

3.4.2.1 Kinerja Guru

Kinerja guru adalah skor keseluruhan yang diperoleh dari angket setelah guru menjawab pertanyaan angket mengenai kinerja guru yang meliputi kegiatan merencanakan, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi dan menilai, menganalisis hasil penilaian, dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian dalam menerapkan 4 (empat) domain kompetensi yang harus dimiliki oleh guru.

Variabel kinerja guru pada penelitian ini akan diukur dengan menggunakan instrumen berupa pernyataan dengan mengacu pada penilaian dalam PK GURU, 24 kompetensi yang dirangkum menjadi 14 indikator sebagaimana dipublikasikan


(58)

oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Rincian jumlah kompetensi tersebut diuraikan dalam Tabel berikut.

Kompetensi Guru Kelas/Guru Mata Pelajaran

No Ranah Kompetensi Jumlah Indikator

1 Pedagogik 7

2 Kepribadian 3

3 Sosial 2

4 Profesional 2

Total 14

Dilengkapi alternatif jawaban (SB) sangat baik, (B) baik, (S) sedang, (KB) kurang baik, dan (SKB) sangat kurang baik. Pernyataan dikemukakan dalam bentuk pernyataan yang bersifat positif dan negatif. Dengan demikian akan diperoleh skor maksimal 135 dan skor minimal 27. Setiap pilihan jawaban menggunakan bobot penilaian sebagai berikut.

No Alternatif Jawaban Bobot nilai

1 (SB) sangat baik 5

2 (B) baik 4

3 (S) sedang 3

4 (R) rendah 2

5 (SR) sangat rendah 1

Indikator dan jumlah item pernyataan yang dipakai untuk memperoleh data mengenai kinerja guru SMA di Kabupaten Pesisir Barat dapat dikemukakan dalam kisi-kisi instrumen sebagai berikut.


(1)

sekolah dan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui dinas pendidikan serta masyarakat. Hal ini merupakan sesuatu yang penting karena sesuai penjelasan sebelumnya bahwa implementasi kelengkapan sarana prasarana pembelajaran berhubungan dengan keefektifan dan keefisienan proses pembelajaran.

Upaya meningkatkan kelayakan sarana prasarana dimaksud dapat dilakukan dengan memasukkan kebutuhan sarana prasarana pembelajaran yang berhubungan langsung dengan kegiatan belajar ke dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) sekolah, sehingga secara berangsur sarana prasarana dimaksud dapat mencapai bahkan melampaui standar kelayakan.

5.3 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi pada uraian di atas, berikut ini beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada beberapa pihak, di antaranya sebagai berikut : 5.3.1 Bagi Guru

1. Hendaknya guru menyadari bahwa keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran ditentukan oleh variabel Iklim Sekolah. Guru dimulai dari diri masing-masing dapat membiasakan dan menciptakan iklim sekolah dengan cara berprilaku sopan, jujur, ramah tamah, bersahabat, mau bekerja keras, peduli dengan teman sejawat, memiliki komitmen dengan tugas dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi serta tidak takut berkompetisi secara sehat.


(2)

dalam upaya menyediakan dan meningkatkan kelayakan sarana prasarana pembelajaran di sekolahnya.

5.3.2 Kepala Sekolah

1. Kepala sekolah hendaknya melakukan pembagian struktur dan tanggung jawab guru dengan jelas, memberikan pengahargaan dan resiko dalam tugas, bersikap ramah dan peduli, melalui musayawarah untuk menetapkan standarisasi, mengadakan atau mengirimkan guru untuk mengikuti pelatihan yang positif terhadap kepuasan kerja dan kinerja guru.

2. Kepala sekolah hendaknya melakukan peningkatan terhadap sarana pendidikan berupa alat pelajaran, alat peraga, dan media pengajaran dan prasarana yang berhubungan langsung dalam proses pembelajaran, dengan cara memasukkan rincian kebutuhan sarana prasarana tersebut ke dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) sekolah.

5.3.3 Dinas Pendidikan/Pemerintah Terkait

Dinas pendidikan diharapkan dapat menyediakan sarana dan prasarana pembelajaran yang layak sesuai dengan standar minimal yang sudah ditetapkan dan mendukung agar terciptanya iklim sekolah yang kondusif serta memfasilitasi berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, workshop maupun seminar-seminar secara berkala, berkesinambungan, dan merata untuk meningkatkan kinerja guru.


(3)

5.3.4 Bagi Peneliti

1. Hendaknya menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu rujukan

untuk melakukan upaya meningkatkan iklim sekolah dengan jalan melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab sesuai tufoksi, bergaul dengan sesama teman sejawat dengan semangat kekeluargaan dan kebersamaan, dan senantiasa meningkatkan kompetensi sebagai guru.

2. Hendaknya melakukan pemetaan sarana prasarana pembelajaran di sekolah, kemudian dijadikan sebagai bahan masukan kepada pihak sekolah untuk memasukkan rincian sarana prasarana pembelajaran tersebut ke dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) sekolah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, M. 2002. Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja, Komitten Kerja dan Kinerja Pegawai. (Studi Kasus pada Pegawai Lingkungan Kota Semarang). Undip. Semarang.

Andi. 2012. Panduan Praktis SPSS 20. Semarang: Wahana Komputer.

Arcow, lyia. 2013. Pengertian dan Jenis Sarana Prasarana Pendidikan. Dalam http://oneaddfor.blogspot. com/2013/03/ pengertian - dan - jenis-sarana prasarana.html. Diakses tanggal 01 Nopember 2013 pukul 1.50 WIB. Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

--- . 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Pratik. Jakarta: Reneka Cipta.

Barnawi dan Mohammad Arifin. 2012. Kinerja Guru Profesional. Ar-Ruzz Media: Jogjakarta.

Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Meningkatkan Profesional Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Depdiknas. 2003. Undang-undang Republik Indonesa Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas. Jakarta.

Depdiknas. 2010. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Indonesia Tera: Yogyakarta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Fattah, Nanang. 2001. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(5)

Gunbayi, Ilhan. 2007. School Climate and Teacher’ Perceptions on Climate Factors: Research Into Nine Urban High Schools. The Turkish Journalof

Eduacational Technology (TOJET). (Online). http://www.eric.ed.gov. Di akses tanggal 15 September 2013 pukul 21.30 WIB.

Hasibuan, M. 2001. Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi aksara.

Hoy, Wayne K. And Miskel, Cecil G. 2010. Educational Administration Theory Reaseach, and Practice. New York: Mc Graw Hill.

Ismail. 2011. Hubungan Kompetensi Paedagogik, Iklim Sekolah, Kecerdasan Emosional Dengan Kinerja Guru Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Di Kecamatan Bangunrejo. Tesis Mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan FKIP Unila.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2012. Hasil Uji Kompetensi Awal (UKA) Guru Tahun 2012. Dalam http: /Yugotriawanto.files.wordpres.

com/konferensi-pers-hasil-uka-2012.pdf//. Diakses pada tanggal 03 Oktober 2013 pukul 07.32 WIB.

Koswara, Deni D. dan Halimah. 2008. Bagaimana Menjadi Guru Kreatif. Bandung: Pribumi Mekar.

Mathis, Robert L. dan Jackson, J.H. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. ( Hasil Terjemahan Jimmy Sadli). Jakarta: Salemba Empat.

Moenir, H.A.S.1992. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi: Aksara.

Mulyasa, Enco. 2009. Menjadi Guru Profesional;Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Kosda Karya.

_____________. 2010. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesa Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Depdiknas. Jakarta.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional R.I. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Depdiknas. Jakarta.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional R.I. Nomor 24 tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah.Depdiknas. Jakarta.


(6)

Purwanto, M. Ngalim. 2000. Ilmu Pendidikan dan Teoritis dan Praktis Bandung: Rosda Karya.

Ridwan. 2005. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian.Bandung:Alfabeta Rivai dan Murni. 2009. Educational Management. Jakarta: Grasindo Persada. Rochaety, Eti, dkk. 2005. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara.

Samana . 1994. Profesionalisme Keguruan. Jogjakarta: Kanisius. Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono.2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R & D. Alfabeta: Bandung.

Suharsaputra, Uhar. 2012. Pengembangan Kinerja Guru. Dalam http://uharsputra. Wordpress.com/pendidikan/pengembangan-kinerja-guru/. Diakses pada tanggal 04 Nopember 2013 pukul 22.00 WIB.

_______________. 2010. Administrasi Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.

Sulistiyorini. 2000. Keterampilan Menejerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi Sekolah dalam Hubungannya dengan Kinerja Guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Mojokerto. Tesis Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung: Bandar Lampung.

Usman, Husaini. 2011. Manajemen (Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan). Bumi Aksara: Jakarta.


Dokumen yang terkait

An Analysis On High School Students’ Ability To Master Passive Voice A Study Case : The Second Year Students At SMK Negeri 2 Pematangsiantar

1 73 52

THE INFLUENCE OF PRINCIPAL LEADERSHIP, WORK MOTIVATION AND SCHOOL CLIMATE TOWARD JUNIOR HIGH SCHOOL TEACHER’S PERFORMANCE IN SUMBEREJO SUB DISTRICT IN TANGGAMUS REGENCY

0 12 97

THE EFFECT OF INCENTIVE REWARD, TEACHER PSYCHOLOGICAL COMPETENCE, AND SCHOOL PRINCIPAL LEADERSHIP ON TEACHER WORK MOTIVATION IN SENIOR HIGH SCHOOLS IN MEDAN.

0 15 24

IDENTIFICATION OF BIOLOGY TEACHER MISCONCEPTION IN INVERTEBRATE CLASSIFICATION IN SENIOR HIGH SCHOOL AT DISTRICT OF MEDAN KOTA.

0 2 20

THE CORRELATION BETWEEN ORGANIZATION WORK CLIMATE AND THE TEACHER PERCEPTION ABOUT HEADMASTER TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP WITH THE TEACHER AFFECTIVE COMMITMENT AT SENIOR HIGH SCHOOL OF HEALTH IN MEDAN.

0 2 34

THE IMPLEMENTATION OF TASK AND STUDENTS’ RESPONSES AT THE TENTH GRADE OF SENIOR HIGH SCHOOL IN PRAWIRA The Implementation of Task and Student's Response at The Tenth Grade of Senior High School in Prawira Marta, Kartasura.

0 2 13

THE EFFECT OF INCENTIVES ON TEACHER PERFORMANCE AT STATE SENIOR HIGH SCHOOL IN MEDAN CITY.

0 2 20

THE INFLUENCE OF TEACHER PERSONALITY COMPETENCE TOWARD WORK MOTIVATION AND PERFORMANCE AMONG TEACHER AT STATE HIGH JUNIOR HIGH SCHOOL IN CITY OF MEDAN.

0 6 23

STUDY ON PHYSICAL EDUCATION FACILITIES AND INFRASTRUCTURE IN-DISTRICT SENIOR HIGH SCHOOL BANYUMAS.

0 0 19

FEASIBILITY OF INFRASTRUCTURE FACILITIES AND TEACHERS QUALIFICATION ON MECHANICAL MACHINING SMK AT GUNUNGKIDUL DISTRICT.

0 0 7