Perundingan Sjahrir - Van Mook

7. Persetujuan Roem-Royen

Ketika Dr. Beel menjabat sebagai Wakil Tinggi Mahkota Belanda di Indonesia, ia mempunyai pandangan yang berbeda dengan Van Mook tentang Indonesia. Ia berpendirian bahwa di Indonesia harus dilaksanakan pemulihan kekuasaan pemerintah kolonial dengan tindakan militer. Oleh karena itu pada tanggal 18 Desember 1948 Dr. Beel mengumumkan tidak terikat dengan Perundingan Renville dan dilanjutkan tindakan agresi militernya yang kedua pada tanggal 19 Desember 1948 pada pukul 06.00 pagi dengan menyerang ibu kota Rl yang berkedudukan di Yogyakarta. Dengan peristiwa ini Komisi Tiga Negara KTN diubah namanya menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia United Nations Commission for Indonesian atau UNCI. Komisi ini bertugas membantu melancarkan perundinganperundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Mei 1949 Mr. Moh. Roem selaku ketua delegasi Indonesia dan Dr. Van Royen selaku ketua delegasi Belanda yang masing-masing membuat pernyataan sebagai berikut: 1. Pernyataan Mr. Moh Roem. a. Mengeluarkan perintah kepada “Pengikut Republik yang bersenjata” untuk menghentikan perang gerilya. b. Bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan. c. Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat “penyerahan” kedaulatan yang sungguh- sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat, dengan tidak bersyarat. 2. Pernyataan Dr. Van Royen a. Menyetujui kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta. b. Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan pembebasan semua tahanan politik. c. Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang berada di daerahdaerah yang dikuasai RI sebelum tanggal 19 Desember 1948 dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan Republik d. Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat. e. Berusaha dengan sungguh-sungguh agar Konferensi Meja Bundar segera diadakan setelah Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.

8. Konferensi Meja Bundar KMB

Salah satu pernyataan Roem-Royen adalah segera diadakan Konferensi Meja Bundar KMB. Sebelum dilaksanakan KMB diadakanlah Konferensi Inter - Indonesia antara wakil-wakil Republik Indonesia dengan BFO Bijjenkomst voor Federaal Overleg atau Pertemuan Permusyawarahan Federal. Konferensi ini berlangsung dua kali yakni tanggal 19 - 22 Juli 1949 di Yogyakarta dan pada tanggal 31 Juli - 2 Agustus 1949 di Jakarta. Salah satu keputusan penting dalam konferensi ini ialah bahwa BFO menyokong tuntutan Republik Indonesia atas penyerahan kedaulatan tanpa ikatanikatan politik ataupun ekonomi. Pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949 diadakanlah Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda. Sebagai ketua KMB adalah Perdana Menteri Belanda, Willem Drees. Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, BFO di bawah pimpinan Sultan Hamid II dari Pontianak, dan delegasi Be1anda dipimpin Van Maarseveen sedangkan dari UNCI sebagai mediator dipimpin oleh Chritchley. Pada tanggal 2 November 1949 berhasil ditandatangani persetujuan KMB. Isi dari persetujuan KMB adalah sebagai berikut: 1. Belanda mengakui kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949. 2. Mengenai Irian Barat penyelesaiannya ditunda satu tahun setelah pengakuan kedaulatan. 3. Antara RIS dan kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia - Belanda yang akan diketuai Ratu Belanda. 4. Segera akan dilakukan penarikan mundur seluruh tentara Belanda. 5. Pembentukan Angkatan Perang RIS APRIS dengan TNI sebagai intinya. Dari hasil KMB itu dinyatakan bahwa pada akhir bulan Desember 1949 Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda. Oleh karena itu pada tanggal 27 Desember 1949 diadakanlah penandatanganan pengakuan kedaulatan di negeri Belanda. Pihak Belanda ditandatangani oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautan Mr. AM . J.A Sassen. Sedangkan delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Pada waktu yang sama di Jakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tertinggi Mahkota AH.J. Lovink menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Dengan diakuinya kedaulatan RI oleh Belanda ini maka Indonesia berubah bentuk negaranya berubah menjadi negara serikat yakni Republik Indonesia Serikat RIS.