PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DANA PENGHAPUSAN ASET MILIK PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DANA PENGHAPUSAN ASET MILIK PEMERINTAH KOTA

BANDAR LAMPUNG

Oleh

Gracelda Syukrie

Korupsi merupakan gejala masyarakat disegala bidang baik ekonomi, hukum, sosial budaya, dan politik. Salah satu contoh bentuk korupsi yang terjadi di Bandar Lampung atas korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung, ditemukan pengelolaan barang (aset) yang tidak berada di tempatnya. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung dan apakah faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung.

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer, dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, dan studi lapangan. Pengolahan data diperoleh melalui tahap seleksi data, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Data hasil pengolahan dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode induktif dan deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung dilaksanakan melalui dua jalur yaitu, jalur penal dan non penal. Jalur penal berupa tahap penegakan mulai dari penyidikan, penuntutan, dan proses persidangan. Jalur non penal berupa pengawasan, pembinaan, dan pelatihan. Faktor penghambatnya adalah faktor aparat penegak hukum, aparat yang menangani tindak pidana ini sedikit dan kurang profesional sehingga proses dalam pembuktiannya butuh waktu lama. Faktor sarana dan fasilitas, kurang memadai tidak memiliki gudang penyimpanan barang yang akan dihapuskan. Faktor masyarakat, kesadaran masyarakat yang tidak perduli menganggap barang (aset)


(2)

Gracelda Syukrie

tidak memiliki nilai. Faktor kebudayaan, menganggap aparatlah yang harus aktif dan cenderung menganggap bukan tanggung jawabnya.

Saran dalam penelitian ini adalah Inspektorat hendaknya meningkatkan kinerja dalam melakukan pengawasan sehingga mengantisipasi tindak korupsi dan penjatuhan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku korupsi untuk memberikan efek jera. Pemerintah menyediakan sarana yang memadai dan lebih transparan terhadap masyarakat mengenai barang daerah agar terpeliharanya aset daerah.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 15 Januari 1994 dengan nama Gracelda Syukrie, yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Iwan Syukrie, S.H. dan Nelda S.sos.

Penulis mengawali pendidikannya pada Taman Kanak-Kanak (TK) Kartini di Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 1999. Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Palapa Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2008. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 10 Bandar Lampung, yang diselesaikan pada tahun 2011.

Selanjutnya pada tahun 2011 penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), program pendidikan Strata 1 (S1) dan pada semester 5 penulis mengambil bagian Hukum Pidana. Pada bulan Januari sampai Februari tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Periode I di Desa Bom Bawah, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan.


(8)

PERSEMBAHAN

Sujud syukur kepada Allah SWT,

Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan seluruh daya dan upaya menyelesaikan skripsi ini kepada :

Ayah terbaik Iwan Syukrie, S.H. dan Ibu tersayang Nelda, S.sos. yang selalu membimbingku, memberiku masukan, saran, dan doa dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Adik kesayangan Monica Syukrie yang selalu memberiku dukungan dan motivasi agar segera menyelesaikan skripsi ini.

Para sahabat yang selalu memberikan semangat.


(9)

MOTO

“Ya Allah, tiada kemudahan melainkan apa yang Engkau menjadikannya mudah. Engkau menjadikan suatu kepayahan menjadi mudah apabila Engkau kehendaki

ia menjadi mudah”

(HR. Ibn Hibban)

“Sukses tidak diukur dari posisi yang dicapai seseorang dalam hidup, tapi dari kesulitan-kesulitan yang berhasil diatasi ketika berusaha meraih sukses”


(10)

SANWACANA

Puji syukur selalu penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi

dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dana Penghapusan Aset Milik Pemerintah Kota Bandar Lampung” sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, petunjuk dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Pimpinan Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan masukan-masukan, ilmu-ilmu yang bermanfaat, dan saran-saran selama proses perkuliahan dan terutama dalam penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan masukan-masukan, ilmu-ilmu yang bermanfaat, dan


(11)

saran-saran selama proses perkuliahan dan khususnya dalam penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat, kritikan, masukan dan saran selama proses perkuliahan dan khususnya dalam penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H selaku Dosen Pembahas II yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat, kritikan, masukan dan saran selama proses perkuliahan dan khususnya dalam penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan nasehat dan pengarahan selama penulis kuliah di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Bapak Sahril Aldar, S.sos., Ibu Leni Basri, BBA., Bapak Piliyang, S.H., Bapak Burhanuddin, S.H., dan Tri Kusuma Dewi, S.H., yang telah menjadi narasumber-narasumber, memberikan izin penelitian, membantu dalam proses penelitian dan penyediaan data untuk penyusunan skripsi ini. 9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

mendidik, menempa, dan memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas lampung.

10.Teristimewa kepada kedua orang tuaku tercinta Iwan Syukrie, S.H. dan Nelda S.sos., yang telah merawat, membimbing, mendidik, dan menyayangiku dari dalam kandungan sampai kapanpun agar penulis dapat menggapai sukses di dunia tanpa meninggalkan dan melupakan akhirat.


(12)

Skripsi ini adalah persembahan pertama dari putri kalian, semua ini tiada sebanding dengan perjuangan dan pengorbanan yang kalian berikan selama ini, mudah-mudahan ini menjadi langkah awal bagi putri kalian untuk membalas budi baik yang sangat besar yang telah kalian berikan selama ini.

11.Teristimewa pula kepada adikku Monica Syukrie yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan doa kepada penulis mewujudkan cita-cita dan harapan.

12.Seluruh keluarga besarku yang telah memberikan doa, motivasi, dan masukan-masukan agar penulis dapat menyelesaikan kuliah di Universitas Lampung.

13.Mbak Sri, Mbak Yanti, dan Babeh Narto atas bantuan dan fasilitas selama kuliah dan penyusunan skripsi.

14.Sahabat-Sahabatku di kampus Indah Nurfitria, Sarah Furqoni, Nurul Zahra Syafitri, Tiffany Andina Damayanti, Tara Ranggala Putri, Fitri Dwi Yudha semoga kita akan sukses di masa mendatang.

15.Teman-teman seperjuanganku, Darvi, Doyok, Mamed, Himawan, Hilman, Danan, Bang Fer, Kak Ami, Odi, Abah, Tyo, dan semua teman-teman Angkatan 2011 Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat penulis sebutkan semuanya.


(13)

16.Untuk Almamater Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah menjadi saksi dari perjalanan ini hingga menuntunku menjadi orang yang lebih dewasa dalam berfikir dan bertindak. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan keilmuan bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Bandar Lampung, Februari 2015

Penulis,


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah ... .1

B.Permasalahan dan Ruang Lingkup ... .6

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... .7

D.Kerangka Teoritis dan Konseptual ... .8

E.Sistematika Penulisan ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Pengertian Penegakan Hukum ... 15

B.Pengertian Tindak Pidana ... 19

C.Tindak Pidana Korupsi ... 21

D. Pengertian Barang Daerah (Aset) ... 24

E. Pengelolaan Barang Daerah (Aset) ... 26

1. Perencanaan Kekayaan Aset Daerah ... 28

2. Pelaksanaan Kekayaan Aset Daerah ... 39

3. Pengawasan Kekayaan Aset Daerah ... 30

III. METODE PENELITIAN A.Pendekatan Masalah ... 31

B.Sumber dan Jenis Data ... 32

C.Penentuan Narasumber ... 33

D.Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 33

E.Analisis Data ... 34

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 35

B. Gambaran Umum Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dana Penghapusan Aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung ... 36

C. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dana Penghapusan Aset Milik Pemerintah Kota Bandar Lampung ... 38


(15)

D. Faktor-Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dana Penghapusan Aset Milik Pemerintah Kota Bandar Lampung ... 52

IV. PENUTUP

A. Simpulan ... 58 B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan apa yang boleh dilakukan serta yang dilarang dalam proses pembangunannya, selain dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat. Tindak pidana yang dirasa cukup fenomenal adalah masalah korupsi.

Korupsi merupakan gejala masyarakat disegala bidang baik ekonomi, hukum, sosial budaya, dan politik. Korupsi selalu mengandung unsur penyelewengan atau ketidakjujuran, penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Tindak pidana korupsi tidak hanya mengganggu pelaksanaan roda pemerintahan dan pembangunan, serta merupakan penyimpangan terhadap hak asasi manusia untuk kepentingan negara dan masyarakat, namun juga menyebabkan kerugian negara, yang dampaknya pada keterpurukan perekonomian sosial.1

1


(17)

2

Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa. Sehingga dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa.

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan :

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara semur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."

Salah satu contoh bentuk korupsi yang terjadi di Bandar Lampung atas korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung bahwa ditemukan pengelolaan barang di Kota Bandar Lampung yang tidak sesuai dengan ketentuan yaitu barang daerah (aset) yang tidak berada di tempatnya (kantor satuan kerja perangkat daerah). Aset pemerintah merupakan bagian dari harta kekayaan

negara yang terdiri dari barang bergerak atau

barang tidak bergerak yang dimiliki dan dikuasai oleh instansi pemerintah, yang sebagian atau seluruhnya dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta dari perolehan yang sah.


(18)

3

Pengelolaan keuangan negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, menentukan bahwa Presiden (Kepala Pemerintahan) memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah. Pengelolaan keuangan negara itu, dikuasakan kepada Menteri atau pemimpin lembaga yang menggunakan anggaran negara, serta kepala pemerintah daerah.2

Pasal 34 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 diatur, bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) & Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, dalam Pasal 35 dinyatakan pula bahwa setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian tersebut.3

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagaimana dijelaskan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

2

Abdul Latif, Ibid, hlm. 217

3Ibid


(19)

4

Profesi pegawai negeri mempunyai peran yang sangat strategis dalam mengatur tugas pemerintahan dan pembangunan. Pengabdian pegawai negeri yang tidak dapat dipenuhi menimbulkan ketidakpuasan masyarakat dengan kata lain terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang diterima oleh masyakarat terhadap pelayanan pegawai negeri. Pegawai negeri nampaknya tidak terlalu menghiraukan hal itu, bila dapat menguntungkan maka hal tersebut bukan jadi masalah oleh karena itu perlunya proses penegakan hukum, seperti yang dapat kita lihat kasusnya pada Putusan Pengadilan No. 09/PID.TPK/2014/PN.TK.

Achmad Subing selaku Staf Badan Kepegawaian Daerah Pemerintahan Kota Bandar Lampung terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau oranglain atau suatu korporasi, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatannya atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.4

Walikota Bandar Lampung memperbarui susunan panitia penghapusan aset melalui surat keputusan dan melakukan perubahan struktur dan organisasi pada Pemerintah Kota Bandar Lampung. Pada saat proses penghapusan berjalan tanpa melalui proses lelang terbatas, Kadi Kuswayo selaku Kasubbag Penyimpanan dan Distribusi pada Bagian Perlengkapan Setkot Bandarlampung (berkas terpisah), meminta kepada terdakwa untuk mencari peserta lelang aset berupa 16 truk dan delapan alat berat menawarkan dan menjual beberapa kendaraan dinas operasional khusus yang diusulkan untuk dihapuskan kepada Rahmad Panjaitan dan Suyitno,

4

Kejari Bandarlampung Tahan Koruptor Penjual Aset 2 November 2014. http://eksposnews.com/, Sumber: Ekspos News. [19:32].


(20)

5

kemudian terdakwa Achmad Subing menemui Suyitno dengan mengatakan dirinya adalah pemenang lelang barang rongsokan di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Bandar Lampung, lalu meminta bantuan mencarikan pembeli untuk 1 (satu) unit buldoser merk carrterpillar AR60 tahun 1993, atas perantara Suyitno, 1 (satu) unit buldoser berhasil dijual terdakwa kepada Yester Welly.

Berdasarkan kartu inventaris barang yang ada pada Badan Penggelolaan Keuangan dan Aset Pemerintah Kota Bandar Lampung dan rekapitulasi daftar mutasi barang tahun anggaran 2007, satu unit buldoser merek Carrterpilar masih tercatat sebagai aset Pemkot Bandar Lampung tidak ada di UPT TPA Bakung karena sudah dijual terdakwa kepada Yester seharga Rp 60.000.000,00. Dari keterangan saksi-saksi dihubungkan dengan keterangan terdakwa dan barang bukti serta petunjuk yang terungkap di persidangan ternyata terdapat persesuaian satu sama lain yang menunjukkan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi dengan kerugian Negara Rp 165.100.000,00.

Sebagaimana diatur dan diancam pidana Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang menjatuhkan hukuman penjara selama 32 bulan kepada Achmad Subing dinyatakan secara sah bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 56 Ayat (1) ke-1 KUHP. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang menjatuhkan hukuman 1 tahun 5 bulan penjara kepada Kadi Kuswoyo (Kasubbag Penyimpanan dan Distribusi pada Bagian Perlengkapan Seketariat Bandar Lampung) terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang 31 Tahun 1999 sebagaimana


(21)

6

diubah dengan Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Mengingat banyaknya instansi (stuktur kelembagaan) dan pejabat (kewenangan) yang terkait dibidang penegakan hukum tampaknya memerlukan peninjauan dan penataan kembali seluruh stuktur kekuasaan/kewenangan penegakan hukum.

Bukan semata hanya masalah administratif, tetapi lebih menekankan pengelolaan barang milik daerah yang harus mengedepankan penegakan hukumnya, prinsip-prinsip peningkatan efisiensi dan keefektifan serta menciptakan nilai tambah.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul: ”Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dana Penghapusan Aset Milik Pemerintah Kota Bandar Lampung”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan pokok dalam pelaksanaan penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung?

b. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset Pemerintah Kota Bandar Lampung ?


(22)

7

2. Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan judul, maka ruang lingkup yang dibahas dalam penelitian ini adalah pelaksanaan penegakan hukum dan faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset Pemerintah Kota Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung.

b. Untuk mengetahui faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset Pemerintah Kota Bandar Lampung.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

a. Secara Teoritis, sebagai tambahan wawasan bagi penulis mengenai penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung.


(23)

8

b. Secara Praktis, sebagai kontribusi dalam pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.5

Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis dalam penelitian ini adalah :

a. Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan upaya aparat yang dilakukan untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan dan keserasian antara moralisasi sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradap. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai sistem peradilan pidana.6

5

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Pers, 1986, hlm.125.

6

Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994, hlm.76.


(24)

9

Secara konsepsional maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang dijabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkuman penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.7 Penegakan hukum sebagai suatu proses yang pada hakekatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi dan pada hakikatnya diskresi berada diantara hukum dan moral.8

Penegakan hukum khususnya hukum pidana apabila dilihat dari suatu proses kebijakan maka penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan kebijakan melalui beberapa tahap, yaitu:9

a. Tahap Formulasi; b. Tahap Aplikasi; c. Tahap Eksekusi

Ketiga tahap kebijakan penegakan hukum pidana tersebut terkandung tiga kekuasaan atau kewenangan, yaitu kekuasaan legislatif pada tahap formulasi, yaitu kekuasaan legeslatif dalam menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapat dikenakan. Pada tahap ini kebijakan legeslatif ditetapkan sistem pemidanaan, pada hakekatnya sistem pemidanaan itu merupakan sistem kewenangan atau kekuasaan menjatuhkan pidana. Yang kedua adalah kekuasaan Yudikatif pada tahap aplikasi dalam

7

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1983, hlm. 5.

8Ibid

, hlm.7.

9

Barda Nawani Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hlm.30.


(25)

10

menerapkan hukum pidana, dan kekuasaan Eksekutif pada tahap Eksekusi dalam hal melaksanakan hukum pidana10

Penegakan hukum di Indonesia dilakukan secara non penal (preventif) dan penal (represif), yaitu :

1) Non Penal

Diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukan pelanggaran hukum oleh masyarakat dan tugas ini pada umumnya diberikan pada badan eksekutif dan kepolisian.

2) Penal

Dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan tetapi masih juga terdapat pelanggaran hukum. Dalam hal ini, upaya yang dilakukan adalah secara represif oleh aparat penegak hukum yang diberi tugas yustisionil. Penegakan hukum represif pada tingkat operasional didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara organisatoris terpisah satu dengan yang lainnya, namun tetap berada dalam kerangka penegakan hukum.11

Penegakan hukum merupakan upaya untuk menjadikan hukum, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materiel yang luas, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah sarana yang didalamnya terkandung nilai atau konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan kandungan hukum bersifat abstrak. Masalah pokok penegakan hukum mempunyai arti netral sehingga

10Ibid


(26)

11

dampak positif dan negatifnya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:12

1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku. 5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, rasa yang didasarkan pada

karsa manusia didalam pergaulan hidup.

2. Kerangka Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti atau ingin diketahui.13 Maka di bawah ini ada beberapa konsep yang bertujuan untuk menguraikan pegangan dalam memenuhi skripsi ini yaitu : a. Penegakan hukum adalah penerapan peraturan perundang-undangan sesuai

dengan ketentuan normatif baik dalam bentuk kegiatan aplikasi maupun eksekusi.14

b. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.15

12

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1983, hlm. 8.

13Ibid 14


(27)

12

c. Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi (bersama-sama) yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.16 Hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

d. Dana Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengguna dan/atau Kuasa Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.

e. Aset Pemerintah Kota Bandar Lampung adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan dimiliki oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung yang diharapkan memberikan manfaat usaha untuk diperoleh dikemudian hari baik oleh pemerintah maupun masyarakat.

15

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rajawali Press, Jakarta. 1986, hlm. 54.

16

R Wiyono, Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta. 2008. hlm. 27.


(28)

13

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam penulisan penelitian ini, maka penulisan disusun dengan sistematika penulisan yang diuraikan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Pada Bab ini memuat tentang latar belakang masalah, permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab ini memuat tentang pengertian hukum pidana dan tindak pidana, pengertian penegakan hukum, tindak pidana korupsi, pengertian barang daerah (aset) dan pengelolaan barang daerah (aset).

III. METODE PENELITIAN

Pada Bab ini memuat pendekatan masalah, sumber dan jenis data, pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada Bab ini memuat tentang pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapuan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung dan faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana pemutihan aset Pemerintah Kota Bandar Lampung.


(29)

14

V. PENUTUP

Pada Bab ini berisikan kesimpulan hasil pembahasan yang berupa jawaban permasalahan berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran yang dapat disampaikan demi perbaikan di masa mendatang yang berkaitan dengan penelitian.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum pidana adalah bagian dari mekanisme penegakan hukum

(pidana), maka “pemidanaan” yang biasa juga diartikan “pemberian pidana” tidak

lain merupakan suatu proses kebijakan yang sengaja direncanakan. Artinya pemberian pidana itu untuk benar-benar dapat terwujud direncanakan melalui beberapa tahap yaitu:

1. Tahap penetapan pidana oleh pembuat undang-undang; 2. Tahap pemberian pidana oleh badan yang berwenang; dan

3. Tahap pelaksanaan pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang.1

Tahap pertama sering juga disebut tahap pemberian pidana “in abstracto”, sedangkan tahap kedua dan ketiga disebut tahap pemberian pidana “in concreto”. Dilihat dari suatu proses mekanisme penegakan hukum pidana, maka ketiga tahapan itu diharapkan merupakan satu jalinan mata rantai yang saling berkaitan dalam satu kebulatan sistem.2

Penegakan hukum dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum

1

Muladi dan Barda Nawawi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung, Alumni,1992, hlm.91.


(31)

16

dalam setiap hubungan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.3

Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Berdasarkan hal itu, penerjemahan perkataan ‘law enforcement’ ke dalam bahasa

Indonesia dalam menggunakan perkataan „penegakan hukum‟dalam arti luas dan dapat pula digunakan istilah „penegakan peraturan‟dalam arti sempit.4

Tujuan pembentukan hukum tidak terlepas dari politik hukum pidana yang terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi. Tahap formulasi mengandung arti pembuat undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna.5

3

Purnadi Purbacaraka, Penegakan Hukum dan Mensukseskan Pembangunan, Bandung: Alumni, 1977, hlm. 34

4

Jimly Ashidiqie, Penegakan Hukum, http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_ Hukum.pdf

5


(32)

17

Soerjono Soekanto juga menuturkan mengenai masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu:6

1. Faktor hukumnya sendiri

Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja, mengenai berlakunya undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif. Dalam berlakunya undang-undang terdapat beberapa asas yang tujuannya adalah agar undang tersebut mempunyai dampak positif, artinya supaya undang-undang tersebut mencapai tujuannya secara efektif.

2. Faktor penegak hukum

Penegak hukum adalah mereka (orang-orang) yang secara langsung dan tidak langsung berkecimpung di dalam upaya menjalankan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pemerintah pusat maupun daerah yang sah. Yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum, penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat. Umumnya sistem peradilan pidana dipahami sebagai kesatuan sistem yang terintegrasi yang terdiri dari subsistem Kepolisian (police), subsistem Kejaksaan

(prosecution service), subsistem Pengadilan (court) dan subsistem Lembaga

Pemasyarakatan (correction institution).

6


(33)

18

3. Faktor sarana dan fasilitas

Upaya penegakan hukum sangat dipengaruhi pula oleh sarana atau fasilitas tertentu untuk mendukung kelancaran tugas suatu lembaga yang akan menangani penegakan hukum. Tanpa adanaya sarana dan fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegak hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain:

a. Tenaga manusia yang berpendidikan. b. Peralatan yang memadai.

c. Keuangan yang cukup.

4. Faktor masyarakat

Masyarakat mempunyai peranan penting dalam upaya penegakan hukum, bakan dapat dikatakan sangat penting karena penegak hukum terutama pidana berasal dari masyarakat, dan tujuannya adalah mencapai kedamaian dalam masyarakat. Di samping itu, peristiwa pelanggaran terhadap hukum terjadinya ditengah masyarakat dan pihak yang dirugikan adalah anggota masyarakat, sehingga merekalah yang pertama kali mengetahui pelanggaran hukum itu terjadi yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Dari sudut pandang hukum pidana masyarakat berperan sebagai saksi pelapor yang wajib mendapat perlindungan huku oleh negara atas hak asasinya.

5. Faktor budaya

Secara konseptual dari berbagai jenis kebudayaan jika dilihat berdasarkan perkembangannya dan ruang lingkupnya di Indonesia, adanya super culture,


(34)

19

culture, subculture, dan counter culture. Beragam kebudayaan yang demikian

banyak dapat menimbulkan persepsi-persepsi tertentu terhadap penegakan hukum, keanekaragaman tersebut sulit untuk diseragamkan, oleh karena itu penegakan hukum harus disesuaikan dengan kondisi setempat. Kelima faktor tersebut saling berkaitan. Dan hal ini merupakan ukuran efektivitas dalam penegakan hukum.

B. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, yang dilakukan dengan suatu maksud, serta terhadap perbuatan itu harus dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Suatu perbuatan sudah memenuhi unsur tindak pidana, akan tetapi jika dilakukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab atas perbuatannya itu, maka ia tidak dapat dipidana. Selanjutnya untuk menguraikan pengertian tindak piadana ini dikemukakan pendapat para sarjana atau para pakar hukum , antara lain:

1. Pompe, memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) definisi, yaitu: a. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang

dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum. b. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian/feit yang oleh

peraturan undang-undang yang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.7

7


(35)

20

2. Simons, memberikan pengertian bahwa tindak pidana adalah “kelakuan

(handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang

berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.8

3. Moeljatno, memberikan pengertian perbuatan pidana (tindak pidana) adalah perbutan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar

larangan tersebut”9

4. Wirjono Prodjodikoro, memberikan pengertian tindak pidana adalah “suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.10

5. C.S.T. Kansil seperti dikutip oleh Pipin Syarifin, hukum pidana adalah hukum

yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan

umum“.11

8

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana., Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm. 5.

9Ibid

, hlm.54.

10

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung, 1986, hlm. 55

11


(36)

21

Moeljatno menyatakan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan

aturan-aturan untuk 12:

a. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang

dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut;

b. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar

larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilakasanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa hukum pidana adalah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya serta mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan umum.

C. Tindak Pidana Korupsi

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Lobby Loqman menyatakan arti dari kata korupsi adalah kebusukan, keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. 13

12

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Cetakan Pertama, Bina Aksara, Yogyakarta, 2002, hlm.1.


(37)

22

Andi Hamzah menyatakan bahwa kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio atau coruptus, kata corruptio berasal dari bahasa Latin corrumpere. Selain itu kata korupsi juga berasal dari bahasa Inggris cooruption, corrupt, bahasa Perancis yaitu corruption, bahasa Belanda yaitu corruptie (korruptie) dan dalam bahasa Indonesia diserap menjadi korupsi. 14

W. sangaji menyatakan bahwa korupsi adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang menyuap orang atau kelompok lain untuk mempermudah keinginannya dan mempengaruhi si penerima untuk memberikan pertimbangan khusus guna mengabulkan permohonannya.15

Secara harifah dapat ditarik kesimpulan bahwa istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.

1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan oranglain.

2. korupsi; busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya; dapa disogok (melalui ekuasaannya untuk kepentingan pribadi).16

Pengertian korupsi yang dipergunakan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia adalah pengertian korupsi dalam arti luas meliputi perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara yang dapat dituntut dan dipidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

13

Lobby Loqman, Kekuasaan Kehakiman Ditinjau dari Hukum Acara Pidana, Jakarta, 1990, hlm.36.

14

Andy Hamzah, Korupsi Di Indonesia Masalah Dan Pemecahannya. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. 1991. hlm.7.

15

W. Sangaji, Tindak Pidana Korupsi, Surabaya: Indah, 1999, hlm. 9.

16


(38)

23

Keuangan negara yang dimaksud adalah kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena17:

a. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan mempertanggungjawabkan pejabat lembaga Negara baik di tingkat pusat maupun di daerah;

b. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan mempertanggungjawabkan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.

Perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan pemerintah baik ditingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat kemakmuran dan kesejahteraan pada seluruh kehidupan rakyat.18

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa tindak pidana korupsi dibagi menjadi perbuatan korupsi pidana yang dilakukan oleh seseorang dalam bentuk kejahatan atau pelanggaran menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan hukum yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukannya.

17

W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, PT. Grasindo, Jakarta, 2014, hlm.12.


(39)

24

D. Pengertian Barang Daerah (Aset)

Pasal 1 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dijelaskan bahwa barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007, Barang Milik Daerah (BMD) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau perolehan lainnya yang sah antara lain :

1. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; 2. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; 3. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau

4. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Barang milik daerah sebagaimana tersebut di atas, terdiri dari :

a. barang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang penggunaannya/ pemakaiannya berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Instansi/ Lembaga Pemerintah Daerah lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;


(40)

25

b. barang yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah lainnya yan status barangnya dipisahkan. Barang milik daerah yang dipisahkan adalah barang daerah yang pengelolaanya berada pada Perusahaan Daerah atau Badan Milik Daerah lainnya yang anggarannya dibebankan pada anggaran Perusahaan Daerah atau Badan Usaha milik Daerah lainnya.

Barang Milik Daerah merupakan bagian dari aset Pemerintah Daerah yang berwujud. Aset pemerintah adalah sumberdaya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dann/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumberdaya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipeliara karena alasan sejarah dan budaya.

Barang Milik Daerah termasuk dalam aset lancar dan aset tetap. Aset lancar adalah aset yang diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, berupa persediaan. Sedangkan aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum, meliputi tanah; peralatan dan mesin; gedung dan bangunan; jalan, irigasi dan jaringan; aset tetap lainnya; serta konstruksi dalam pengerjaan.

Uraian diatas, yang dimaksud aset daerah adalah barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis, barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak, barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan


(41)

undang-26

undang, dan barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang terdiri dari aset lancar, aset tetap dan aset lainnya, sedangkan yang dimaksud dengan barang daerah adalah persediaan (bagian dari aset lancar) ditambah seluruh aset tetap yang ada di neraca daerah. Barang daerah (aset) ini dipergunakan oleh pemerintah daerah untuk mendukung kinerjanya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

E. Pengelolaan Barang Daerah (Aset)

Pasal 1 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 102 tetang Sistem Prosedur Pengelolaan Barang Milik Daerah menyatakan bahwa pengelolaan barang daerah adalah rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap barang daerah yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyaluran, pemeliharaan, penatausahaan, pengamanan, penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, pemindahtanganan. Barang milik daerah adalah barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau perolehan lain yang sah.

Tugas pembangunan khususnya yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan keuangan negara, pemerintah dituntut untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara optimal, transparan, dan akuntabel, degan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan pembangunan nasional. 19

Pengelolaan barang milik negara/daerah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan,

19

Abdul Latif, Hukum Administrasi dalam Pratik Tindak Pidana Korupsi, Kencana, Jakarta,. hlm.216


(42)

27

pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Lingkup pengelolaan barang milik negara/daerah tersebut merupakan siklus logistik yang lebih terinci sebagai penjabaran dari siklus logistik sebagaimana yang diamanatkan dalam penjelasan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, yang antara lain didasarkan pada pertimbangan perlunya penyesuaian terhadap siklus perbendaharaan.

Pengelolaan aset adalah pengelolaan secara komprehensif atas permintaan, perencanaan, perolehan, pengoperasian, pemeliharaan, perbaikan/rehabilitasi, pembuangan/pelepasan dan penggantian aset untuk memaksimalisasikan tingkat pengembalian investasi (ROI) pada standar pelayanan yang diharapkan terhadap generasi sekarang dan yang akan datang. Manajemen aset merupakan proses menjaga/memelihara dan memanfaatkan modal publik, hal ini dilakukan dalam rangka melaksanakan tertib administrasi pengelolaan barang milik daerah sehingga terciptanya manajemen pemerintahan yang dapat bekerja secara efisien, efektif dan ekonomis.20

Penghapusan adalah tindakan menghapuskan barang millik daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan penggunaan dan/atau kuasa penggunaan barang dan/atau pengelolaan barang dari tanggungjawab adminitrasi dan fisik atas barang yang berada didalam penguasaan. Kendaraan Dinas operasional khusus/ lapangan disediakan dan dipergunakan untuk pelayanan operasional khusus/lapangan dan

20


(43)

28

pelayanan umum sebagaimana dapat dihapus/dijual yang telah berumur 10 tahun. Barang Milik Daerah yang sudah rusak, tidak efisien lagi untuk kepentingan dinas berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik daerah, dapat dihapuskan dari daftar inventaris barang daerah.

Penjualan kendaraan dinas operasional khusus/ lapang sebagaimana Peraturan Walikota Bandar lampung Nomor 102 Tahun 2012 tentang Sistem Prosedur Pengelolaan Barang Milik Daerah dilakukan melalui pelelangan umum dan/atau pelelangan terbatas yang ditetapkan oleh Keputusan Walikota. Pasal 57 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 102 Tahun 2012 tentang Sistem Prosedur Pengelolaan Barang Milik Daerah dijelaskan bahwa:

1. Penjualan kendaraan dinas operasional jabatan melalui pelelangan terbatas dilaksanakan oleh panitia

2. Hasil penjualan/pelelangan umum/pelelangan terbatas seluruhnya disetorkan ke kas umum daerah.

Terdapat tiga prinsip dasar pengelolaan kekayaan asetdaerah yakni :

1. Perencanaan Kekayaan Aset Daerah

Pemerintah daerah memerlukan barang atau kekayaan untuk menunjang pelaksanaan tugas dan kewenangannya. Untuk itu, pemerintah daerah perlu membuat perencanaan kebutuhan aset yang akan digunakan/dimiliki. Berdasarkan rencana tersebut, pemerintah daerah kemudian mengusulkan anggaran


(44)

29

pengadaannya. Setiap pembelian barang atau aset baru harus dicatat dan terdokumentasi dengan baik dalam sistem database kekayaaan daerah.

Menurut Wahyudi Kumorotomo perencanaan yang dilakukan harus meliputi tiga hal, yaitu :21

a. Melihat kondisi aset daerah dimasa lalu. b. Aset yang dibutuhkan untuk masa sekarang.

c. Perencanaan kebutuhan aset dimasa yang akan datang.

2. Pelaksanaan Kekayaan Aset Daerah

Kekayaan milik daerah harus dikelola secara optimal dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas publik. Masyarakat dan DPRD harus melakukan pengawasan (monitoring) terhadap pemanfaatan aset daerah tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan kekayaan milik daerah.

Wahyudi Kumorotomo menyatakan bahwa pengelolaan kekayaan daerah harus memenuhi prinsip akntabilitas publik. Akuntabilitas publik yang harus dipenuhi paling tidak meliputi :22

a. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for

probityand legilaty), terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan

(abuse of power) oleh pejabat dalam penggunaan dan pemanfaatan kekayaan

daerah, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan kekayaan publik.

21

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm.56.

22Ibid,


(45)

30

b. Akuntabilitas proses (process accountability), terkait dengan dipatuhinya prosedur yang digunakan dalam melaksanakan pengelolaan kekayaan daerah, termasuk didalamya dilakukannya compulsory competitive tendering contract

(CCTC) dan penghapusan mark-up. Untuk itu perlu kecukupan sistem

informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi. c. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability), terkait dengan pertanggung

jawaban pemerintah daerah terhadap DPRD dan masyarakat luas atas kebijakan-kebijakan penggunaan dan pemanfaatan kekayaan daerah.

3. Pengawasan Kekayaan Aset Daerah

Pengawasan yang ketat perlu dilakukan sejak tahap perencanaan hingga penghapusan aset. Keterlibatan auditor internal dalam proses pengawasan ini sangat penting untuk menilai konsistesi antara praktik yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan standar yang berlaku. Selain itu, auditor juga penting keterlibatannya untuk menilai kebijakan akuntansi yang diterapkan manyangkut pengakuan aset (recognition), pengukurannya (measurement), serta penilaiannya

(valuation). Pengawasan diperlukan untuk menghindari penyimpanan dalam

perencanaan maupun pengelolaan aset yang dimiliki daerah.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, bahwa pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan terhadap barang daerah (aset) harus berpedoman kepada tiga prinsip pengelolaan aset yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan agar tidak terjadi tindak pidana korupsi yang merupakan suatu perbuatan melawan hukum bertujuan untuk menguntungkan diri dan merugikan keuangan negara serta berdampak pada kerugian seluruh masyarakat Indonesia.


(46)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan penjelasan sebagai berikut :

1) Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari dan menelaah ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, dokumen atau literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti yaitu pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana pemutihan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung.

2) Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan melakukan penelitian langsung di lokasi penelitian berdasarkan pengamatan, wawancara dengan para pihak yang berkompeten dalam pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam rangka penulisan skripsi ini, dan juga data dokumentasi yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Bandar Lampung.


(47)

32

B. Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari penelitian kepustakaan

(library research) dan penelitian lapangan (field research) yang terbagi menjadi

jenis data primer dan data sekunder dengan penjelasan sebagai berikut :

1) Data primer adalah data yang didapat secara langsung melalui kegiatan penelitian hasil wawancara di Kantor Pemerintah Kota Bandar Lampung, Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Kejaksaan Tinggi Bandar Lampung, dan Polresta Bandar Lampung.

2) Data sekuder diperoleh dari penelitian kepustakaan melalui studi dokumentasi dan literatur, khususnya ketentuan peraturan perundang-undangan yang sesuai permasalahan penelitian.

a) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat terdiri dari :

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nomor 1973 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

b) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atau membahas bahan hukum primer misalnya buku-buku, referensi, literatur atau karya tulis yang terkait dengan materi penelitian.

c) Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder seperti kamus, literatur, majalah dan surat kabar.


(48)

33

C. Penentuan Narasumber

Berkaitan dengan permasalahan penelitian, maka data lapangan akan diperoleh dari para narasumber. Narasumber adalah seseorang yang memberikan pendapat atas objek yang diteliti.1 Narasumber dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 orang

2. Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 orang

3. Polisi Polresta Bandar Lampung : 1 orang

4. Bagian Perlengkapan Sekretariat Kota Bandar Lampung : 1 orang 5. Badan Pengawasan dan Kepegawaian Aset Daerah Kota Bandar

Lampung : 1orang +

Jumlah : 5 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi :

1) Penelitian kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan penelitian melalui dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen elektronik yang dapat mendukung dalam proses penulisan.

1

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,


(49)

34

2) Penelitian lapangan (field research) yaitu melakukan penelitian data pada metode wawancara (interview) dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dalam penelitian ini.

2. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dengan cara :

a. Seleksi data, yaitu meneliti kembali kelengkapan data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pokok bahasan penelitian ini sehingga dapat terhindar dari adanya kesalahan data.

b. Klasifikasi data, yaitu menghubungkan data-data yang diperoleh sehingga menghasilkan suatu uraian yang kemudian dapat ditarik kesimpulan.

c. Sistematisasi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistematis sehingga memudahkan pembahasan.

E. Analisis Data

Analisis data dalam pelaksanaan penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yaitu dengan mengkaji data dan fakta yang dihasikan atau dengan kata lain yaitu dengan menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci yang telah diperoleh untuk mendapatkan kualitas data. Selanjutnya data akan ditulis dengan menggambarkan secara deskriptif yang kemudian ditarik kesimpulan melalui metode induktif dan deduktif, sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan dalam penelitian.


(50)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung dipandang sudah tepat dan dilakukan secara integral, yaitu berupa adanya keterjalinan yang erat yang terdiri dari substansi hukum, struktur hukum,dan budaya hukum sesuai dengan dengan ketentuan yang ada dilaksanakan melalui dua jalur yaitu, jalur penal dan non penal. Jalur penal yaitu pemberantasan setelah terjadinya tindak pidana, dengan dilakukannya penyidikan oleh Inspektorat Kota Bandar Lampung, Badan Pemeriksa Keuangan dan Kepolisian lalu penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, dan untuk selanjutnya dapat diproses melalui Pengadilan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jalur non penal lebih menitikberatkan pada upaya preventif, yaitu dengan lebih diarahkan kepada sifat pengawasan, pembinaan, dan pelatihan sesuai peraturan perundangan-undangan.


(51)

59

1. Faktor-faktor penghambat dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung antara lain :

a. faktor aparat penegak hukum, aparat yang khusus menangani tindak pidana ini sedikit dan kurangnya profesional dalam melaksanakan tugasnya sehingga proses dalam pembuktiannya memakan waktu yang cukup lama. b. faktor sarana atau fasilitas, sarana dan fasilitas kurang memadai seperti

tidak memiliki gudang penyimpanan barang (aset) yang akan dihapuskan, dan tidak memiliki cctv.

c. faktor masyarakat, masyarakat tidak perduli mengenai barang (aset) yang dianggap tidak mempunyai nilai ekonomis dan tidaknya transparasi atau penyuluhan terhadap masyakarat mengenai aset pemerintah.

d. faktor kebudayaan, budaya yang tidak mau melapor apabila melihat kerusakan atau penyalahgunaan, dan cenderung menganggap bahwa bukan tanggung jawab masyarakat dan aparatlah yang harus aktif.


(52)

60

B. Saran

Adapun saran yang diberikan penulis demikelancaranPenegakan hukum :

1. Inspektorat hendaknya meningkatkan kinerja dalam melakukan pembinaan dan pengawasan dalam proses pengelolaan barang daerah (aset) sehingga mengantisipasi kemungkinan adanya tindak pidana korupsi dan tidak memakan waktu yang lama dalam proses kepastian hukum, serta penjatuhan hukuman seberat-beratnya kepada selaku tindak pidana korupsi untuk memberikan efek jera

2. Pemerintah diharapkan menyediakan sarana prasarana yang memadai seperti adanya gudang tempat penyimpanan aset yang akan dihapuskan dan lebih transparan terhadap masyarakat mengenai barang (aset) daerah agar terpeliharanya dan jelas mengenai mana barang milik daerah atau barang yang dihapuskan.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Buku/literatur :

Fajar, Mukti, danYuliantoAchmad. 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif

dan Empiris,Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Hamzah, Andi, 1991. Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya.Pustaka Utama. Jakarta.

Hartanti, Evi, 2014. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika. Jakarta.

Kumorotomo, Wahyudi, 2001. Etika Administrasi Negara. Radja Grafindo Persada. Jakarta.

Latif, Abdul, 2014. Hukum Administrasi dalam Praktik Tindak Pidana Korupsi, Kencana. Jakarta.

Loqman,Lobby, 1990. Kekuasaan Kehakiman Ditinjau dari Hukum Acara

Pidana. Jakarta.

Moeljatno,1986. Asas-Asas Hukum Pidana, Rajawali Press, Jakarta.

---,2002. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum

Pidana. Cetakan Pertama. Bina Aksara. Yogyakarta.

Nawawi, Arief Barda. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung.

---,2005. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan

Pengembangan Hukum Pidana.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Poernomo, Bambang. 1981. Asas-Asas Hukum Pidana.Ghalia Indonesia. Jakarta. Prodjodikoro, Wirjono, 1986. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Eresco.


(54)

Purbacaraka,Purnadi. 1977.Penegakan Hukum dan Mensukseskan

Pembangunan,Alumni. Bandung.

Reksodiputro,Mardjono. 1994. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat

Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-batas Toleransi.Pusat

Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta.

Riawan, Tjandra, Hukum Keuangan Negara, Grasindo, Jakarta, 2013. Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

Shafrudin, Politik Hukum Pidana. 1998. Universitas Lampung.Bandar Lampung. Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum.UI Press. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. PT Raja Grafindo. Jakarta.

Sangaji, W. 1999. Tindak Pidana Korupsi. Indah. Surabaya.

Syarifin, Pipin. 2000. Hukum Pidana Di Indonesia. Pustaka Setia. Jakarta. Tjandra, Riawan. 2014. Hukum Keuangan Negara. PT. Grasindo. Jakarta.

Wiyono, R. Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi,Sinar Grafika, Jakarta. 2008

Sumberlain:

Jimly Ashidiqie, Penegakan

Hukum,http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_ Hukum.pdf

Kejari Bandarlampung Tahan Koruptor Penjual Aset 2 November 2014.


(1)

34

2) Penelitian lapangan (field research) yaitu melakukan penelitian data pada metode wawancara (interview) dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dalam penelitian ini.

2. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dengan cara :

a. Seleksi data, yaitu meneliti kembali kelengkapan data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pokok bahasan penelitian ini sehingga dapat terhindar dari adanya kesalahan data.

b. Klasifikasi data, yaitu menghubungkan data-data yang diperoleh sehingga menghasilkan suatu uraian yang kemudian dapat ditarik kesimpulan.

c. Sistematisasi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistematis sehingga memudahkan pembahasan. E. Analisis Data

Analisis data dalam pelaksanaan penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yaitu dengan mengkaji data dan fakta yang dihasikan atau dengan kata lain yaitu dengan menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci yang telah diperoleh untuk mendapatkan kualitas data. Selanjutnya data akan ditulis dengan menggambarkan secara deskriptif yang kemudian ditarik kesimpulan melalui metode induktif dan deduktif, sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan dalam penelitian.


(2)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung dipandang sudah tepat dan dilakukan secara integral, yaitu berupa adanya keterjalinan yang erat yang terdiri dari substansi hukum, struktur hukum,dan budaya hukum sesuai dengan dengan ketentuan yang ada dilaksanakan melalui dua jalur yaitu, jalur penal dan non penal. Jalur penal yaitu pemberantasan setelah terjadinya tindak pidana, dengan dilakukannya penyidikan oleh Inspektorat Kota Bandar Lampung, Badan Pemeriksa Keuangan dan Kepolisian lalu penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, dan untuk selanjutnya dapat diproses melalui Pengadilan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jalur non penal lebih menitikberatkan pada upaya preventif, yaitu dengan lebih diarahkan kepada sifat pengawasan, pembinaan, dan pelatihan sesuai peraturan perundangan-undangan.


(3)

59

1. Faktor-faktor penghambat dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung antara lain :

a. faktor aparat penegak hukum, aparat yang khusus menangani tindak pidana ini sedikit dan kurangnya profesional dalam melaksanakan tugasnya sehingga proses dalam pembuktiannya memakan waktu yang cukup lama. b. faktor sarana atau fasilitas, sarana dan fasilitas kurang memadai seperti

tidak memiliki gudang penyimpanan barang (aset) yang akan dihapuskan, dan tidak memiliki cctv.

c. faktor masyarakat, masyarakat tidak perduli mengenai barang (aset) yang dianggap tidak mempunyai nilai ekonomis dan tidaknya transparasi atau penyuluhan terhadap masyakarat mengenai aset pemerintah.

d. faktor kebudayaan, budaya yang tidak mau melapor apabila melihat kerusakan atau penyalahgunaan, dan cenderung menganggap bahwa bukan tanggung jawab masyarakat dan aparatlah yang harus aktif.


(4)

60

B. Saran

Adapun saran yang diberikan penulis demi kelancaran Penegakan hukum :

1. Inspektorat hendaknya meningkatkan kinerja dalam melakukan pembinaan dan pengawasan dalam proses pengelolaan barang daerah (aset) sehingga mengantisipasi kemungkinan adanya tindak pidana korupsi dan tidak memakan waktu yang lama dalam proses kepastian hukum, serta penjatuhan hukuman seberat-beratnya kepada selaku tindak pidana korupsi untuk memberikan efek jera

2. Pemerintah diharapkan menyediakan sarana prasarana yang memadai seperti adanya gudang tempat penyimpanan aset yang akan dihapuskan dan lebih transparan terhadap masyarakat mengenai barang (aset) daerah agar terpeliharanya dan jelas mengenai mana barang milik daerah atau barang yang dihapuskan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku/literatur :

Fajar, Mukti, danYuliantoAchmad. 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Hamzah, Andi, 1991. Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya.Pustaka Utama. Jakarta.

Hartanti, Evi, 2014. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika. Jakarta.

Kumorotomo, Wahyudi, 2001. Etika Administrasi Negara. Radja Grafindo Persada. Jakarta.

Latif, Abdul, 2014. Hukum Administrasi dalam Praktik Tindak Pidana Korupsi, Kencana. Jakarta.

Loqman,Lobby, 1990. Kekuasaan Kehakiman Ditinjau dari Hukum Acara Pidana. Jakarta.

Moeljatno,1986. Asas-Asas Hukum Pidana, Rajawali Press, Jakarta.

---,2002. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Cetakan Pertama. Bina Aksara. Yogyakarta.

Nawawi, Arief Barda. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung.

---,2005. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan Hukum Pidana.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Poernomo, Bambang. 1981. Asas-Asas Hukum Pidana.Ghalia Indonesia. Jakarta. Prodjodikoro, Wirjono, 1986. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Eresco.


(6)

Purbacaraka,Purnadi. 1977.Penegakan Hukum dan Mensukseskan Pembangunan,Alumni. Bandung.

Reksodiputro,Mardjono. 1994. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat

Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-batas Toleransi.Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta.

Riawan, Tjandra, Hukum Keuangan Negara, Grasindo, Jakarta, 2013. Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

Shafrudin, Politik Hukum Pidana. 1998. Universitas Lampung.Bandar Lampung. Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum.UI Press. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. PT Raja Grafindo. Jakarta.

Sangaji, W. 1999. Tindak Pidana Korupsi. Indah. Surabaya.

Syarifin, Pipin. 2000. Hukum Pidana Di Indonesia. Pustaka Setia. Jakarta. Tjandra, Riawan. 2014. Hukum Keuangan Negara. PT. Grasindo. Jakarta.

Wiyono, R. Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,Sinar Grafika, Jakarta. 2008

Sumberlain:

Jimly Ashidiqie, Penegakan

Hukum,http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_ Hukum.pdf Kejari Bandarlampung Tahan Koruptor Penjual Aset 2 November 2014. http://eksposnews.com/, Sumber: Ekspos News. [19:32].