ALKALISASI APLIKASI KOMPOSIT EPOKSI

10

2.3 EPOKSI

Resin epoksi termasuk ke dalam golongan thermosetting, sehingga dalam pencetakan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut [14] : 1. Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan. 2. Dapat diukur dalam temperatur kamar dalam waktu yang optimal. 3. Memiliki viskositas yang rendah disesuaikan dengan material penyangga. 4. Memiliki kelengketan yang baik dengan material penyangga. Resin epoksi mengandung struktur epoksi atau oxirene. Resin ini berbentuk cairan kental atau hampir padat, yang digunakan untuk material ketika hendak dikeraskan. Resin epoksi jika direaksikan dengan hardener yang akan membentuk polimer crosslink. Hardener untuk sistem curing pada temperatur ruang dengan resin epoksi pada umumnya adalah senyawa poliamid yang terdiri dari dua atau lebih grup amina. Curing time sistem epoksi bergantung pada kereaktifan atom hidrogen dalam senyawa amina [14]. Reaksi curing pada sistem resin epoksi secara eksotermis, berarti dilepaskan sejumlah kalor pada proses curing berlangsung. Laju kecepatan proses curing bergantung pada temperatur ruang. Untuk kenaikan temperatur setiap 10 o C, maka laju kecepatan curing akan menjadi dua kali lebih cepat, sedangkan untuk penurunan temperaturnya dengan besar yang sama, maka laju kecepatan curing akan turun menjadi setengah dari laju kecepatan curing sebelumnya. Epoksi memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari pada polyester pada keadaan basah, namun tidak tahan terhadap asam. Epoksi memiliki sifat mekanik, listrik, kestabilan dimensi dan penahan panas yang baik [14].

2.4 ALKALISASI

Alkalisasi pada serat merupakan proses modifikasi permukaan serat dengan cara perendaman serat ke dalam basa alkali. Reaksi berikut menggambarkan proses yang terjadi saat perlakuan alkali pada serat: Fiber – OH + NaOH Fiber-O-Na + +H 2 O Tujuan dari proses alkalisasi adalah mengurangi komponen penyusun serat yang kurang efektif dalam menentukan kekuatan antarmuka yaitu hemiselulosa, lignin atau pektin. Dengan pengurangan komponen lignin dan hemiselulosa, akan Universitas Sumatera Utara 11 menghasilkan struktur permukaan serat yang lebih baik dan lebih mudah dibasahi oleh resin, sehingga menghasilkan mechanical interlocking yang lebih baik.[15].

2.5 PROSES PABRIKASI KOMPOSIT

Material komposit dapat diproduksi dengan berbagai macam metode proses pabrikasi. Metode-metode pabrikasi ini disesuaikan dengan jenis matriks penyusun komposit dan bentuk material komposit yang diinginkan sesuai aplikasi selanjutnya [14] antara lain :

2.5.1 Open Molding Process Pencetakan Terbuka

1. Handlay-up Process Proses ini dilakukan dalam kondisi dingin dan dengan memanfaatkan keterampilan tangan. Serat bahan komposit ditata sedemikian rupa mengikuti bentuk cetakan atau mandril, kemudian dituangkan resin sebagai pengikat antara satu lapisan serat dengan lapisan yang lain. Demikian seterusnya, sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk yang telah ditentukan. Ada dua cara aplikasi resin yaitu [14]: a. Manual Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan fiber dilakukan secara manual dengan tangan. b. Mechanical Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan fiber menggunakan bantuan mesin dan berlangsung secara kontinu. 2. Chopped Laminate Process Proses ini menggunakan alat pemotong fiber yang biasanya serat panjang membentuk serat menjadi lebih pendek [14]. a. Atomized Spray-Up, pada teknik pabrikasinya sistem pada metode ini tidak kontinu, biasanya digunakan untuk membuat material komposit dengan ukuran yang lebih kecil. b. Non Atomized Application, untuk metode ini pada pengaplikasiannya menggunakan mesin potong fiber, pelaminasi resin dan tekanan dari roller yang berjalan kontinu. Metode ini lebih menguntungkan bila digunakan untuk pabrikasi material Universitas Sumatera Utara 12 komposit yang berdimensi besar mengingat prosesnya yang kontinu. 3. Filament Winding Process Proses ini melalui metode yang memanfaatkan sistem gulungan benang pada sebuah sumbu putar. Serat komposit dibuat dalam bentuk benang digulung pada sebuah mandril yang dibentuk sesuai dengan bentuk rancangan benda teknik, misalnya berbentuk tabung, kemudian resin yang berfungsi sebagai matriks dituangkan bersamaan dengan proses penggulungan serat tersebut, sehingga keduanya merekat dan saling mengikat antara satu lapisan gulungan dengan gulungan berikutnya, sampai membentuk benda teknik yang direncanakan [14].

2.5.2 Close Molding Process Pencetakan Tertutup

1. Compression molding Metode ini menggunakan cetakan yang ditekan pada tekanan tinggi sampai mencapai 1000 Psi. Di awali dengan mengalirkan resin dan reinforcement dengan viskositas yang tinggi ke dalam cetakan dengan suhu 330 – 400 o F, kemudian mold ditutup dan penekanan terhadap material komposit tersebut, sehingga terjadi perubahan kimia yang menyebabkan mengerasnya material komposit secara permanen mengikuti bentuk cetakan [14]. 2. Pultrusion Pada metode ini pembentukan material komposit yang menggabungkan antara resin dan fiber berlangsung secara kontinu. Proses pultrusi digunakan pada pabrikasi komposit yang berprofil penampang lintang tetap, seperti padaberbagai macam rods, bar section, ladder side rails, tool handles dan komponen elektrikal kabel. Reinforcement yang digunakan seperti roving, mat diletakkan pada tempat yang khusus dengan menggunakan performing shapers atau guides untuk membentuk karakteristiknya. Proses penguatan dilakukan melalui resin bath atau wet out yaitu tempat material diselubungi dengan cairan resin. Adanya panas Universitas Sumatera Utara 13 akan mengaktifkan sistem curing sehingga akan mengubah fasa resin menjadi padat [14]. 3. Resin Transfer Molding RTM Pada proses ini resin ditransfer atau diinjeksikan ke dalam suatu tempat yang berisi fiberglass reinforcement. Metode ini termasuk closed mold process dimana reinforcement diletakkan di antara dua permukaan cetakan yang terdiri dari dua bagian yang satu disebut bagian female dan yang lainnya disebut male. Pasangan cetakan tersebut lalu ditutup, diberi klem, lalu resin termoset berviskositas rendah diinjeksikan pada tekanan 50 - 100 psi ke dalam lubang cetakan melalui port injeksi. Resin diinjeksikan sampai memenuhi seluruh rongga cetakan hingga meresap dan membasahi seluruh material reinforcement [14]. 4. Vacuum Bag Molding Metode ini merupakan pengembangan metode close mold yang bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik dengan cara meminimalisasi jumlah udara yang terperangkap dalam proses pembuatannya. Selain itu dengan berkurangnya tekanan di dalam vacuum bag molding maka tekanan udara atmosferik dari luar akan digunakan sebagai gaya untuk menghilangkan kelebihan resin yang ada dalam laminasi sehingga menghasilkan kandungan fiber reinforcement yang tinggi. Bentuk cetakan yang digunakan disesuaikan dengan bentuk produk yang ingin dibuat [14]. 5. Wet Lay-Up Metode ini reinforcement digabungkan dengan menggunakan tangan seperti metode hand lay-up untuk kemudian ditaruh ke dalam cetakan vacuum bag untuk mempercepat proses laminasi dan menghilangkan udara yang terperangkap yang dapat menimbulkan adanya void dalam produk komposit yang dicetak [14]. 6. Prepreg Metode ini merupakan metode advance dalam pembuatan komposit dengan adanya pemanasan atau cetakan yang diletakan pada autoclave setelah campuran komposit dimasukkan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan gaya tekan dari luar. Teknik menggunakan prepreg-vacuum Universitas Sumatera Utara 14 bag-autoclave banyak dimanfaatkan untuk pembuatan peralatan pesawat terbang dan perlengkapan militer [14]. 7. Vacuum Infusion Processing Metode ini adalah variasi dari vacuum bag molding dimana resin yang dituang dalam ruang hampa masuk ke dalam cetakan dan membentuk laminasi. Pada metode ini tekanan dalam rongga cetakan lebih rendah dibandingkan tekanan atmosferik udara. Setelah cetakan dipenuhi resin kemudian dilapisi dengan fiber reinforcement dapat menggunakan tangan yang disebut dengan istilah lay-up dry, kemudian resin diinfusikan kembali ke dalam cetakan untuk menyempurnakan sistem laminasi komposit sehingga tidak terdapat ruang untuk kelebihan resin. Rasio resin yang sangat tinggi terhadap fiber glass yang digunakan memungkinkan penggunaan metode vacuum Infusion yang menghasilkan sifat mekanik sistem laminasi yang sangat baik. Vacuum InfusionProcessing dapat digunakan untuk pencetakan dengan struktur yang besar dan tidak dianjurkan untuk proses dengan volume yang rendah [14]. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode Open Molding Process dengan metode Handlay-up Process. Metode ini digunakan karena komposit yang akan dicetak memerlukan keterampilan tangan untuk mencetaknya sesuai dengan bentuk cetakan dari masing-masing uji yang akan dilakukan. 2.6 PENGUJIAN KOMPOSIT 2.6.1 Pengujian Kekuatan Tarik Tensile Strength ASTM D 638 Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dengan melakukan uji tarik kita mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Dengan melakukan uji tarik kita mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan Universitas Sumatera Utara 15 profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Gambar 2.1 Uji Tarik ASTM D 638 [16] Adapun yang menjadi perhatian dalam gambar tersebut adalah kemampuan maksimum bahan dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut Ultimate Tensile Strength disingkat dengan UTS. Untuk semua bahan, pada tahap sangat awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke, yaitu rasio tegangan stress dan regangan strain adalah konstan [16]. Pengujian dilakukan sampai sampel uji patah, maka pada saat yang sama diamati pertambahan panjang yang dialami sampel uji. Kekuatan tarik atau tekan diukur dari besarnya beban maksimum F maks yang digunakan untuk memutuskanmematahkan spesimen bahan dengan luas awal A . Hasil pengujian adalah grafik beban versus perpanjangan elongasi [16]. Enginering Stess σ : = 2.1 dimana : F maks = Beban yang diberikan terhadap penampangspesimen N A = Luas penampang awal spesimen sebelum diberikan pembebanan m 2 = Enginering Stress Nm -2 Enginering Strain : Universitas Sumatera Utara 16 = 2.2 dimana : = Enginering Strain l = Panjang mula-mula spesimen sebelum pembebanan Δl = Pertambahan panjang Hubungan antara stress dan strain dirumuskan: E = 2.3 dimana : E = Modulus Elastisitas atau Modulus YoungNm -2 = Enginering Stress Nm -2 = Enginering Strain Dari gambar kurva hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang kita dapat membuat hubungan antara tegangan dan regangan stress vs strain. Selanjutnya kita dapat gambarkan kurva standar hasil eksperimen uji tarik [16]. Gambar 2.2 Kurva Tegangan dan Regangan Hasil Uji Tarik

2.6.2 Pengujian Kekuatan Lentur Bending Strength ASTM D 790

Material komposit mempunyai sifat tekan yang lebih baik dibanding sifat tariknya. Kekuatan tarik di pengaruhi oleh ikatan molekul material penyusunnya. Pada pengujian bending ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kekuatan lentur dari material komposit. Pengujian dilakukan dengan jalan memberi beban lentur Universitas Sumatera Utara 17 secara perlahan-lahan sampai spesimen mencapai titik lelah. Pada perlakuan uji bending bagian atas spesimen mengalami proses penekanan dan bagian bawah mengalami proses tarik sehingga akibatnya spesimen mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik. Dimensi balok dapat kita lihat pada gambar berikut ini [11]: Gambar 2.3 Penampang Uji Bengkok [11] Momen bending yang terjadi pada komposit dapat dihitung dengan persamaan : M = x 2.4 Menentukan kekuatan bending menggunakan persamaan [11] : b = 2.5 Sedangkan untuk menentukan modulus elastisitas bending menggunakan rumus sebagai berikut [11] : Eb = 2.6 dimana: M = momen bending b = kekuatan bending MPa P = beban yang diberikanN L = jarak antara titik tumpuan mm b = lebar spesimen mm d = tebal spesimen mm = defleksi mm Eb = modulus elastisitas MPa Sedangkan kekakuan dapat dicari dengan persamaan [11] : 2.7 Universitas Sumatera Utara 18 2.8 dimana : D : kekakuan Nmm 2 E : modulus elastisitas Nmm 2 I : momen inersia mm 4 b : lebar mm d : tinggi mm

2.6.3 Pengujian Kekuatan Bentur Impact Strength ASTM D 4812-11

Pengujian impak dilakukan untuk mengetahui karakteristik patah dari bahan.Pengujian ini biasanya mengikuti dua metode yaitu metode Charpy dan Izod yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan impak, yang kadang juga disebut seabgai ketangguhan ketok notch toughness.Untuk metode Charpy dan Izod, spesimen berupa dalam bentuk persegi dimana terdapat bentuk V-notch Gambar 2.4. Gambar 2.4 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod [17] Spesimen Charpy berbentuk batang dengan penampang lintang bujur sangkar dengan takikan V oleh proses permesinan gambar 2.4. Mesin pengujian impact diperlihatkan secara skematik dengan gambar 2.5. Beban didapatkan dari tumbukan oleh palu pendulum yang dilepas dari posisi ketinggian h. Spesimen diposisikan pada dasar seperti pada gambar 2.5 tersebut. Ketika dilepas, ujung pisau pada palu pendulum akan menabrak dan mematahkan spesimen ditakikannya yang bekerja sebagai titik konsentrasi tegangan untuk pukulan impact kecepatan tinggi. Palu pendulum akan melanjutkan ayunan untuk Universitas Sumatera Utara 19 mencapai ketinggian maksimum h ’ yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap dihitung dari perbedaan h’ dan h mgh –mgh’, adalah ukuran dari energi impact. Posisi simpangan lengan pendulum terhadap garis vertikal sebelum dibenturkan adalah α dan posisi lengan pendulum terhadap garis vertikal setelah membentur spesimen adalah β. Dengan mengetahui besarnya energi potensial yang diserap oleh material maka kekuatan impact benda uji dapat dihitung ASTM D256. Es = energi awal – energi yang tersisa = m.g.h – m.g.h’ 2.9 = m.gR – Rcos α – m.gR – Rcos β 2.10 Es = m.g.R cos β – cos α, 2.11 dimana : Esrp : energi serap J m : berat pendulum kg = 20 kg g : percepatan gravitasi ms2 = 10 ms 2 R : panjang lengan m = 0,8 m α : sudut pendulum sebelum diayunkan = 30 o β : sudut ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen Harga impact dapat dihitung dengan : 2.12 dimana : HI : Harga Impact Jmm 2 Esrp : energi serap J Ao : Luas penampang mm 2 Universitas Sumatera Utara 20 Gambar 2.5 Peralatan Uji Bentur [17] Keretakan akibat uji benturada tiga bentuk [11], yaitu : 1. Patahan getas Permukaan patahan terlihat rata dan mengkilap, kalaupotongan- potongannya kita sambungkan lagi, ternyatakeretakannya tidak disertai dengan deformasinya bahan.Patahan jenis ini mempunyai harga impactyang rendah. 2. Patahan liat Permukaan patahan ini tidak rata, nampak seperti buram danberserat, tipe ini mempunyai harga impactyang tinggi. 3. Patahan campuran Patahan yang terjadi merupakan campuran dari patahangetas dan patahan liat. Patahan ini paling banyak terjadi. Semakin besar posisi sudut β akan semakin getas, demikian sebaliknya. Artinya pada material getas, energi untuk mematahkan material cenderung semakin kecil, demikian sebaliknya [11]. Universitas Sumatera Utara 21

2.6.4 Analisa Penyerapan Air Water Adsorption ASTM D 570

Penyerapan air water absorption dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Penyerapan air pada komposit berpenguat serat alami memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam sifatnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface komposit serta menurunkan sifat mekanis komposit seperti kekuatan tariknya. Penurunan ikatan antarmuka komposit menyebabkan penurunan sifat mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari penyerapan air sangat vital untuk penggunaan komposit berpenguat serat alami di lingkungan terbuka [18].

2.6.5 Karakteristik Fourier Transform Infra Red FT-IR

Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak transmitansi pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [19].

2.6.6 Analisa Scanning Electron Microscopy SEM

Analisa Scanning Electron Microscopy SEM digunakan untuk mengkarakterisasi morfologi permukaan sampel dengan menggunakan metode Secondary Electron Image SEI. Hasil yang didapat adalah foto polaroid dan mampu memfoto dengan perbesaran dari 35x sampai 10000x. Sampel yang difoto Universitas Sumatera Utara 22 berukuran kecil, yaitu 5 mm x 5 mm untuk luas permukaan dan sampel dalam keadaan kering. Untuk sampel yang tidak bersifat konduktif, sampel harus dilapisi terlebih dahulu dengan bahan yang bersifat konduktif. Ion sputtering, alat yang digunakan untuk melapisi sampel ini tersedia juga di Laboratorium Uji Polimer LUP. Bahan pelapisnya adalah emas Au [16].

2.7 APLIKASI KOMPOSIT EPOKSI

Penggunaan serat alam organik seperti serat ampas tebu memiliki potensi untuk digunakan sebagai pengganti fiberglass ataupun pengisi lainnya pada material komposit diperkuat serat Abrao,2006. Potensi serat alam ini didukung oleh beberapa keunggulan serat organik, antara lain : densitas yang rendah, ramah lingkungan, ketersediaan yang melimpah, ketangguhan yang tinggi, proses penyiapan yang relatif mudah, harga bahan baku yang relatif murah, dan mengurangi konsumsi energi pabrikasi. Dari Tabel 2.4 dapat dilihat bahwa beberapa serat alam seperti kayu dan flax memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan serat gelas [35]. Tabel 2.2 Perbandingan Harga antara Serat Alam dan Serat Sintetik [35] Serat Harga Spesifik Graviti Harga m 3 kgm 3 kg Kayu 420 1600 0,26 Flax 600 1500 0,40 Gelas 4850 2600 1,87 Serat Ampas Tebu 0,01 0,125 0,08 Untuk penelitian ini Material komposit dapat digunakan dalam berbagai macam aplikasi, bahan ini dapat digunakan dalam sektor aksesoris otomotif, beberapa diantaranya kaca spion, pengisi jok mobil, bamper mobil, dll. Dalam proses pabrikasi aksesoris tersebut biasanya menggunakan metode hand lay up. Adapun industri otomotif yang menggunakan resin epoksi sebagai matriks dalam pembuatan aksesoris mobil sudah dijumpai pada tahun 1955 yaitu oleh perusahaan otomotif amerika yang memproduksi leaf spring yang digunakan pada mobil sports. Universitas Sumatera Utara 23 Gambar 2.6 Jenis Mobil Sports Yang Menggunakan Komponen Leaf Spring Dari Komposit Epoksi. Penggunaan lain dari komposit serat alam tidak hanya sebatas pada industri automotif tetapi juga pada aplikasi lain seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. Gambar 2.7 Aplikasi Lain Penggunaan Komposit Serat Alam

2.8 ANALISIS BIAYA