B. Hubungan B Antara B Kematangan B Emosi B Dengan B Perilaku B SeksualB PranikahBPadaBRemajaBAkhir
Manusia adalah makhluk seksual sehingga manusia memiliki dorongan seksual. Dorongan seksual inilah yang mendorong manusia untuk berperilaku
seksual karena dengan perilaku seksual manusia mampu melestarikan kehidupannya, hanya saja perilaku seksual manusia dibatasi oleh norma sosial
dan norma agama yang membuat manusia tidak dapat sembarangan dalam berperilaku seksual. Bagi sebagian besar masyarakat, permasalahan tentang
seksualitas masih dianggap tabu untuk dibicarakan meskipun dalam dunia pendidikan pengetahuan tentang seksualitas sudah mulai dianggap sebagai
sesuatu yang penting terutama bagi para remaja karena berbagai permasalahan yang berkaitan dengan seksualitas sangat dekat dengan dunia remaja.
Pada masa remaja permasalahan mengenai seksualitas merupakan sesuatu yang penting karena organ-organ seksual remaja berada pada tahap
kematangannya sehingga remaja mengalami masa aktif secara seksual. Hal tersebut diperkuat adanya dorongan-dorongan seksual yang terjadi karena
hormon- hormon seksual dan adanya fantasi-fantasi seksual yang secara alami muncul pada diri remaja Santrock, 2003. Penyaluran dari dorongan-dorongan
tersebut dibutuhkan agar dapat mencapai kepuasan. Tetapi remaja kadang melakukan penyaluran dorongan seksualnya secara tidak tepat sehingga
menimbulkan akibat yang merugikan baik bagi dirinya maupun orang lain. 24
Pada dasarnya emosi merupakan dorongan untuk bertindak Goleman, 2003 maka emosi dapat memunculkan dorongan seksual. Emosi yang mengakibatkan
dorongan seksual perlu dibatasi atau dikontrol terutama bagi remaja untuk menghindari sanksi sosial yang diterima. Artinya remaja memerlukan
kematangan emosi dalam menanggapi dorongan seksualnya. Kematangan emosi merupakan suatu kondisi pencapaian tingkat kedewasaan dari perkembangan
emosional seseorang Chaplin, 2002. Kematangan emosi mengandung pengontrolan emosi pada dirinya dan rasa tanggung jawab dalam setiap
pengambilan keputusan sehingga keputusan yang diambil akan dipikirkan baik buruknya terlebih dahulu, selain itu penerimaan diri yang baik juga
mencerminkan adanya kematangan emosi pada diri seseorang Hasbiansyah, 1989; Mahmud, 1989; Finkelor, 2004; Walgito, 2004.
Remaja yang memiliki kematangan emosi tinggi cenderung mampu mempertimbangkan dan dapat berpikir secara lebih kritis terhadap setiap
keputusan yang diambilnya juga atas resiko-resiko yang akan ditanggungnya sehingga dorongan emosi termasuk dorongan emosi seksualnya dapat
dikendalikan. Meskipun remaja tersebut dianggap tidak mengikuti perkembangan jaman, tetapi dengan penerimaan diri yang baik, remaja akan cenderung cuek dan
percaya pada hal positif yang dilakukannya., maka remaja juga akan cenderung memiliki perilaku seksual yang rendah.
Sedangkan remaja yang memiliki kematangan emosi rendah akan cenderung mengikuti dorongan seksualnya. Biasanya remaja kurang dapat
mempertimbangkan setiap keputusan yang diambilnya. Hal tersebut dapat terjadi karena remaja mempunyai penerimaan diri yang rendah. Seseorang yang
mempunyai penerimaan diri yang rendah akan cenderung memperlihatkan reaksi- reaksi negatif sehingga mempunyai kecenderungan berperilaku menyimpang
yang lebih besar Alport, dalam schultz, 2003. Dalam hal ini perilaku tersebut ditunjukkan dengan berperilaku seksual pranikah untuk membuat diri remaja
diterima oleh teman-temannya. Bagi teman-teman remaja, perilaku seksual pranikah merupakan perilaku yang dianggap ‘gaul’, meskipun sebenarnya remaja
enggan menanggung resiko atas perbuatan mereka, seperti kehamilan, tanggapan norma sosial, orang tua tahu, dsb. Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa
remaja yang memiliki kematangan emosi rendah akan cenderung memiliki perilaku seksual yang lebih tinggi.
Uraian di atas menunjukkan bahwa kematangan emosi mempunyai hubungan yang negatif dengan perilaku seksual, ketika remaja memiliki
kematangan emosi tinggi dengan kemampuannya mengarahkan segala emosi ke arah positif maka kecenderungan untuk berperilaku seksual akan menjadi lebih
rendah. Sedangkan remaja yang memiliki kematangan emosi rendah perilakunya akan cenderung mengikuti emosi yang ada saja, kurang mempunyai perhitungan
baik dan buruk sehingga kemungkinan untuk berperilaku seksual menjadi lebih tinggi.
GambarB1.BSkemaBHubunganBAntaraBKematanganBEmosiB DenganBPerilakuBSeksualBPranikah
PadaBRemajaBAkhir
Remaja Akhir •
Cenderung lebih matang secara emosi daripada remaja awal •
Keadaan emosi masih terlalu kuat •
Masa aktif secara seksual sehingga dorongan seksual tinggi •
Masa pengenalan dengan lawan jenis •
Daya khayal tinggi
28
Mampu mengendalikan emosi yang memunculkan dorongan seksual
Mempertimbangkan setiap keputusan untuk bertindak ke arah perilaku
seksual pranikah
Mampu menerima keadaan dirinya dan orang lain sehingga mampu menjadi diri sendiri dan cenderung tidak terpengaruh oleh orang lain
seperti dalam berperilaku seksual pranikah
Mempunyai tanggung jawab terhadap diri dan perilakunya sehingga ia akan memikirkan resiko yang akan dihadapi dalam berperilaku
seksual pranikah
Perilaku cenderung mengikuti emosi sehingga memunculkan
dorongan seksual
Tidak mempertimbangkan setiap keputusan dalam tindakan yang mengarah pada perilaku seksual pranikah
Kurang dapat menerima keadaan dirinya dan orang lain sehingga
lebih mudah terpengaruh oleh orang lain misalnya, dalam berperilaku seksual pranikah
Kurang mempunyai tanggung jawab terhadap diri dan perilakunya
sehingga setiap resiko yang diakibatkan oleh perilaku seksual pranikah tidak terlalu ia pikirkan
tinggi
rendah Kematangan
Emosi rendah
tinggi Perilaku
Seksual Pranikah
E.BHipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah: Ada hubungan negatif antara kematangan emosi dengan perilaku seksual pranikah
pada remaja akhir. 29
BABBIII METODEBPENELITIAN
A.BJenisBPenelitian
Penelitian tentang hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku seksual pranikah pada remaja akhir ini menggunakan jenis penelitian korelasi
untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara variabel satu dengan variabel lain, yaitu variabel perilaku seksual pranikah dengan variabel kematangan emosi.
B.BIdentifikasiBVariabel 1. VariabelBTergantung
Variabel tergantung atau dapat juga disebut sebagai Dependent Variable adalah variabel pada penelitian yang diukur agar dapat mengetahui besarnya efek
atau pengaruh variabel lain Kerlinger, 2002; Azwar, 2005. Pada penelitian ini, yang berperan menjadi variabel tergantung adalah perilaku seksual pranikah.
2. VariabelBBebas