Analisis Penagihan Pajak Dalam Mengatasi Tunggakan Pajak Pengaruhnya Terhadap Kepatuhan Material Wajib Pajak Pada KPP Pratama Di Wilayah Kota Bandung

(1)

iii

tunggakan pajak dan untuk meningkatkan kepatuhan material wajib pajak yang menimbulkan aspek psikologis bagi wajib pajak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penagihan pajak dalam mengatasi tunggakan pajak terhadap kepatuhan material wajib pajak di Kantor Pelayanan pajak Pratama Kota Bandung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif dan verifikatif. Metode deskriftif digunakan untuk mengetahui gambaran variabel penagihan pajak dalam mengetahui tunggakan pajak dan kepatuhan material wajib pajak sedangkan verifikatif untuk mengetahui hubungan antara penagihan pajak dalam mengatasi tunggakan pajak terhadap kepatuhan material wajib pajak. Untuk mengetahui pengaruh penagihan pajak dalam mengatasi tunggakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan analisis jalur, uji hipotesis dengan menggunakan aplikasi SPSS 17.0 for windows.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuat antara penagihan pajak dalam mengatasi tunggakan pajak terhadap kepatuhan material wajib pajak. Selain itu, penerapan penagihan pajak dalam mengatasi tunggakan pajak terhadap kepatuhan material wajib pajak , besarnya pengaruh tersebut adalah sebesar 71,06%, dan sisanya dipengaruhi factor lain.

Kata kunci : Penagihan Pajak , Tunggakan Pajak dan Kepatuhan Material Wajib pajak.


(2)

iv

taxpayer compliance materials that give rise to psychological aspects of the taxpayer. The purpose of this study to determine the effect of the tax billing address tax arrears to the material compliance of taxpayers in the tax service office Pratama Bandung.

The method used in this research is descriptive method and verifikatif. Descriptive methods are used to determine the variable picture of tax collection and tax arrears in knowing the material compliance of taxpayers while verifikatif to determine the relationship between tax collection in dealing with tax arrears to the material compliance of taxpayers. To determine the effect of the tax billing address the arrears of taxpayer compliance. The test statistic used is the calculation of path analysis, hypothesis testing using SPSS 17.0 for windows applications.

The results of this study indicate that there is a strong relationship between the tax collection of tax arrears in overcoming material compliance of taxpayers. In addition, the application of the tax billing address the tax arrears of a taxpayer compliance material, the magnitude of the effect it amounted to 71.06%, and other factors influenced the rest.


(3)

iii

tunggakan pajak dan untuk meningkatkan kepatuhan material wajib pajak yang menimbulkan aspek psikologis bagi wajib pajak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penagihan pajak dalam mengatasi tunggakan pajak terhadap kepatuhan material wajib pajak di Kantor Pelayanan pajak Pratama Kota Bandung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif dan verifikatif. Metode deskriftif digunakan untuk mengetahui gambaran variabel penagihan pajak dalam mengetahui tunggakan pajak dan kepatuhan material wajib pajak sedangkan verifikatif untuk mengetahui hubungan antara penagihan pajak dalam mengatasi tunggakan pajak terhadap kepatuhan material wajib pajak. Untuk mengetahui pengaruh penagihan pajak dalam mengatasi tunggakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan analisis jalur, uji hipotesis dengan menggunakan aplikasi SPSS 17.0 for windows.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuat antara penagihan pajak dalam mengatasi tunggakan pajak terhadap kepatuhan material wajib pajak. Selain itu, penerapan penagihan pajak dalam mengatasi tunggakan pajak terhadap kepatuhan material wajib pajak , besarnya pengaruh tersebut adalah sebesar 71,06%, dan sisanya dipengaruhi factor lain.

Kata kunci : Penagihan Pajak , Mengatasi Tunggakan Pajak dan Kepatuhan Material Wajib pajak.


(4)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Negara Republik Indonesia mempunyai tujuan yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur, merata material dan spiritual, yang dapat diwujudkan melalui pembangunan nasional secara bertahap, terencana, berkesinambungan dan berkelanjutan. Dalam hal memenuhi kebutuhan dana yang memadai guna melaksanakan pembangunan nasional, pemerintah mempunyai sumber-sumber penerimaan yang berasal dari luar negeri dan dalam negeri. Salah satu contoh penerimaan yang berasal dari dalam negeri yang sangat penting dan potensial sekali untuk membiayai pembangunan nasional adalah dari sektor pajak.

Pajak merupakan iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan - peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran - pengeluaran umum yang berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara pajak merupakan salah satu penerimaan non migas yang sangat berperan dalam usaha melaksanakan pembangunan nasional, dimana sektor ini relatif dapat mengikuti keadaan perekonomian serta perubahan - perubahan yang terjadi didalamnya. Sebagaimana fungsi pajak yaitu fungsi budgetair dimana pajak sebagai alat untuk memasukkan uang ke kas Negara APBN dan digunakan untuk membiayai


(5)

pengeluaran negara, dan fungsi regulerend yaitu mengatur pajak sebagai sarana untuk menunjang pelaksanaan kebijaksanaan negara dalam lapangan ekonomi, sosial dan menentukan politik perekonomian dengan sasaran untuk tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang mana digunakan untuk membiayai proses pembangunan, yang sejak lama menempuh kebijaksanaan yang seimbang dalam anggaran, yang berarti pengeluaran pembangunan dibuat sama dengan penerimaannya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh Orang pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.” Sebagai tindak lanjut guna meningkatkan penerimaan dari sektor pajak pemerintah telah melakukan beberapa kali perubahan terhadap Undang-Undang Perpajakan di Indonesia, dari menggunakan sistem pemungutan pajak official assessment hingga kini menggunakan sistem pemungutan pajak self assessment yang mana wajib pajak (WP) diberikan kepercayaan sepenuhnya untuk menghitung, memperhitungkan, melaporkan, dan membayar sendiri jumlah pajak terutang, sehingga dapat dikatakan wajib pajak memiliki peranan besar dalam menentukan keberhasilan sistem perpajakan tersebut. Namun, pada kenyataannya masih banyak terdapat wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak. Hal


(6)

tersebut dilakukan dengan menyembunyikan data maupun tidak melunasi pajak terutang tepat pada waktunya.

Akibat dari tindakan wajib pajak ini maka dilakukanlah tindakan penagihan pajak yang berfungsi sebagai sarana pencairan tunggakan pajak. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, salah satu hal yang harus diperhatikan oleh fiskus adalah bagaimana penagihan pajak terhadap wajib pajak dapat berjalan dengan lancar sesuai yang diharapkan. Karena lancar tidaknya suatu penagihan akan mempengaruhi pendapatan dari sektor pajak tersebut.

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa (SP), mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita (Panca Kurniawan dan Bagus Pamungkas, 2006:1 ). Dalam hal penagihan pajak aparatur Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebagai sarana pelunasan pajak terutang. Namun, kenyataan di lapangan masih banyak wajib pajak yang tidak menghiraukan atas diterbitkannya Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak tersebut dan selanjutnya aparatur perpajakan melakukan penagihan secara aktif dengan menerbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan lainnya. Surat Teguran Pajak bukan merupakan suatu sarana yang dapat menjamin penerimaan negara berupa pajak dapat diterima/ diperoleh dengan cepat. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya wajib pajak yang tidak menjawab atas diterbitkannya Surat


(7)

Teguran Pajak tersebut dan harus dilakukan penagihan pajak dengan Surat Paksa yang merupakan salah satu sarana pengadministrasian yang penting dalam melaksanakan penagihan guna mencapai penerimaan negara dari sektor pajak.

Masih sering dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya Utang Pajak sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa, merupakan pertimbangan khusus tentang keluarnya Undang - Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.(blog pajak, rizal) Dengan adanya peraturan – peraturan tentang tindakan penagihan dengan Surat Paksa didalam Undang - Undang, maka akan mencegah adanya kehendak kepada pihak pembayar untuk tidak memenuhi kewajibannya. Undang - Undang penagihan pajak ini diharapkan akan memberikan penekanan yang lebih pada keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan negara. Keseimbangan kepentingan yang dimaksud berupa pelaksanaan hak dan kewajiban oleh kedua belah pihak yang tidak berat sebelah, tidak memihak, adil serasi, selaras dalam wujud tata aturan yang jelas dan sederhana serta memberikan kepastian hukum (Waluyo, 2006).

Undang - Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa diharapkan dapat mengatasi semua permasalahan yang ada dalam hal penagihan pajak, khususnya masalah penunggakan Utang Pajak oleh Wajib Pajak (Yenni Chrisyanti, 2008). Dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa petugas mengalami kesulitan berhadapan dengan wajib pajak yang tidak menerima atas adanya surat paksa untuk membayar tunggakan pajaknya. (blog pajak, Rizal)


(8)

Belum optimalnya kegiatan penagihan yang dilakukan sehingga tunggakan pajak kumulatif terus mengalami peningkatan (Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo,). Oleh karena itu, diperlukan pemahaman dan langkah-langkah yang baik yang dapat mengatasi permasalahan yang timbul dimasyarakat terutama masalah tunggakan pajak serta dapat memberi motivasi peningkatan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak.

Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo menyatakan, tingkat kepatuhan wajib pajak (WP) untuk membayar pajak tampaknya masih rendah. Itu terlihat dari tingginya tunggakan pajak yang per akhir Maret lalu mencapai Rp 50,5 triliun. Angka tersebut menurun tipis jika dibanding posisi tunggakan per 1 Januari 2010 sebesar Rp 50,8 triliun.

Dengan berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penelitian memutuskan mengambil judul : ”Analisis Penagihan Pajak Dalam Mengatasi Tunggakan Pajak Pengaruhnya Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.”

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis mengidentifikasikan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Belum optimalnya kegiatan penagihan yang dilakukan sehingga tunggakan pajak kumulatif terus mengalami peningkatan.


(9)

2. Masih sering dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya Utang Pajak sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa, merupakan pertimbangan khusus tentang keluarnya UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

3. Dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa petugas mengalami kesulitan berhadapan dengan wajib pajak yang tidak menerima atas adanya surat paksa untuk membayar tunggakan pajaknya.

4. Tingkat kepatuhan wajib pajak (WP) untuk membayar pajak tampaknya masih rendah.

1.2.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana Penagihan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

2. Bagaimana Tunggakan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

3. Seberapa besar Pengaruh Penagihan Pajak Dalam Mengatasi Tunggakan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Penagihan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.


(10)

2. Untuk mengetahui Tunggakan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

3. Untuk mengetahui Seberapa Besar Pengaruh Penagihan Pajak Dalam Mengatasi Tunggakan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis

Peneliti mengharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat dan untuk menambah pengetahuan, dan juga memperoleh gambaran langsung tentang Analisis Penagihan Pajak Dalam Upaya Mengatasi Tunggakan Pajak Pengaruhnya Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung

Dengan penelitian ini dapat memberikan pandangan bagi instansi tentang Analisis Penagihan Pajak Dalam Upaya Mengatasi Tunggakan Pajak Pengaruhnya Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.


(11)

3. Bagi Pihak Lain

Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan pertimbangan dan pemikiran dalam penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama, yaitu Analisis Penagihan Pajak Dalam Upaya Mengatasi Tunggakan Pajak Pengaruhnya Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

1.5 Lokasi Dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Wilayah Kota Bandung.

1.5.2 Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek

Adapun waktu pelaksanaan penelitian yang dilakukan mulai bulan April 2011 sampai dengan Juli 2011.


(12)

Tabel 1.1 Waktu Penelitian

Tahap Prosedur

Bulan Maret 2011 April 2011 Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011 I Tahap Persiapan

1. Bimbingan dengan dosen Pembimbing

2. Membuat outline dan proposal skripsi 3. Mengambil formulir

penyusunan skripsi 4. Menentukan tempat

penelitian

II

Tahapan Pelaksanaan 1. Mengajukan outline dan

proposal skripsi

2. Meminta surat pengantar ke perusahaan

3. Penelitian di perusahaan 4. Penyusunan Skripsi

III

Tahap pelaporan

1. Menyiapkan draf skripsi 2. Sidang akhir Skripsi 3. Penyempurnaan laporan

skripsi


(13)

10 2.1 Kajian Pustaka

Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan kesejahteraan rakyat tersebut pemerintah diperhadapkan dengan banyak pertimbangan diantaranya masalah pembiayaan pembangunan.

Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam membiayai pembangunan yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak berasal dari rakyat sebagai kewajiban, oleh rakyat dan untuk kesejahteraan rakyat dalam meningkatkan taraf hidup bermasyarakat.

2.1.1 Pajak

Pajak merupakan iuran yang dipungut oleh negara baik oleh pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaan pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana dari sektor swasta (wajib pajak yang membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak pemerintah) dan diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.


(14)

2.1.1.1Pengertian Pajak

Banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian atau definisi yang berbeda mengenai pajak, tetapi pada dasarnya mempunyai inti dan tujuan yang sama. Dalam hal ini penulis mengutip pengertian pajak menurut beberapa para ahli, antara lain:

1. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo menyatakan bahwa:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang

-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

(2006: 1)

2. Menurut Soeparman Soemahamidjadja yang dikutip oleh Erly Suandy

menyatakan bahwa:

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh

penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.

(2002: 9) Dari kedua pengertian tentang pajak tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. Iuran dari rakyat kepada negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara baik dipungut oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.


(15)

2. Berdasarkan undang-undang.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.

3. Tanpa jasa timbal balik atau kontra prestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjukan dalam hal yang individual. Dalam pembayaran pajak tidak dapat hanya ditunjukan adanya kontra prestasi oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni

pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2.1.1.2 Fungsi Pajak

Fungsi pajak adalah kegunaan pokok, manfaat pokok pajak. Sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum.

Pada umumnya dikenal 2 macam fungsi pajak yaitu: 1. Fungsi Budgetair

Fungsi budgetair ini merupakan fungsi utama pajak, atau fungsi fiskal (fiscal funcition), yaitu pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas negara yang dilakukan sistem pemungutan berdasarkan undang- undang perpajakan yang berlaku.

2. Fungsi Regulerend

Fungsi regulerend disebut juga fungsi mengatur, yaitu pajak merupakan alat kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Fungsi regulerend juga


(16)

disebut fungsi tambahan, karena fungsi regulerend hanya sebagai tambahan atas fungsi utama pajak yaitu fungsi budgetair.

Berdasarkan kedua fungsi pajak diatas tersebut dapat dipahami atau dimengerti bahwa fungsi budgetair pajak dikaitkan dengan anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) umumnya dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada khususnya dimaksudkan untuk mengisi kas negara/ daerah sebanyak-banyaknya dalam rangka membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah pusat/ daerah.

2.1.2 Penagihan Pajak

2.1.2.1 Pengertian Penagihan Pajak

Pengertian Penagihan Pajak menurut Direktorat Jenderal Pajak menyatakan bahwa :

“Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak

melunasi utang dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah

disita.”

(2009;1) Tujuan pelaksanaan penagihan pajak adalah guna pelunasan utang pajak oleh wajib pajak. Oleh karena itu, rangkaian tindakan penagihan pajak oleh fiskus (aparat pajak) harus diarahkan guna terpenuhinya tujuan tersebut. Rangkaian tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus pada dasarnya mencakup tiga kelompok kegiatan, yaitu :


(17)

1) Pemantauan Pembayaran Pajak; 2) Penagihan yang bersifat aktif; dan 3) Penagihan dengan Surat Paksa. 2.1.2.2 Dasar Penagihan Pajak

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan besar jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. SKPKB diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang KUP. SKPKB dikeluarkan dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak. SKPKB diterbitkan apabila :

1) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak terutang tidak atau kurang dibayar;

2) SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan setelah

ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;

3) Berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0% (nol persen);

4) Kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan membantu proses pemeriksaan yang dilakukan oleh fiskus tidak dipenuhi oleh wajib pajak sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak terutang.


(18)

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Pada saat kondisi tertentu, setelah mengeluarkan SKPKB, dapat terjadi bahwa fiskus menemukan data baru berkaitan dengan perhitungan pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, dan ternyata diketahui bahwa besarnya pajak terutang yang telah ditetapkan dalam SKPKB masih kurang dari yang semestinya. Hal ini tentunya akan menguntungkan bagi wajib pajak tetapi merugikan bagi negara. Untuk mengantisipasi hal ini, Undang-Undang KUP memberikan kewenangan kepada fiskus untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) untuk menagih kekurangan pajak yang terutang tersebut.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan oleh fiskus (dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan sebelumnya). Ketentuan tentang SKPKBT diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang KUP yang memberikan kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak terutang. SKPKBT merupakan koreksi atas ketetapan pajak sebelumnya dan baru diterbitkan apabila telah pernah diterbitkan ketetapan pajak (SKPKB, SKPLB atau SKPN). Dengan perkataan lain SKPKBT tidak akan mungkin diterbitkan sebelum didahului dengan penerbitan ketetapan pajak. Penerbitan SKPKBT tidak akan mungkin diterbitkan sebelum didahului dengan penerbitan ketetapan pajak.


(19)

Penerbitan SKPKBT dilakukan dengan syarat adanya data baru (novum) dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya. Apabila masih ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat diterbitkannya SKPKBT, dan atau data baru yang diketahui kemudian oleh Direktur Jenderal Pajak, SKPKBT masih dapat diterbitkan lagi. Data baru adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang yang oleh wajib pajak belum diberitahukan pada waktu penetapan pajak semula, baik dalam SPT dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan.

c. Surat Tagihan Pajak

Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk tagihan pajak dan atau untuk menagihkan sanksi, baik yang berupa bunga atau denda administrasi. Sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang KUP, Surat Tagihan Pajak untuk Pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dikeluarkan apabila:

1) PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

2) Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;


(20)

4) Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dilakukan sebagai PKP;

5) Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat faktur pajak; 6) Pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat faktur pajak

atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak.

Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak. Hal ini membuat dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa. STP diterbitkan oleh fiskus sebagai suatu ketetapan pajak yang dimaksudkan untuk menagih pajak yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak sesuai batas waktu yang ditentukan serta sanksi yang dijatuhkan kepada wajib pajak karena tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana ketentuan yang berlaku. Undang-Undang KUP menentukan bahwa STP memiliki kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak lainnya yang dikeluarkan oleh fiskus (SKPKB, SKPKBT, SKPLB, dan SKPN) dan harus dipatuhi oleh wajib pajak. Apabila ternyata wajib pajak tidak mematuhi isi dari STP yang diterbitkan kepadanya, fiskus dapat melakukan tindakan penagihan pajak lebih lanjut kepada wajib pajak tersebut, termasuk pelaksanaan Surat Paksa.

2.1.2.3 Pengertian Surat Paksa

Sesuai dengan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, yang dimaksud dengan “Surat Paksa adalah


(21)

surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.” Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa Surat Paksa diterbitkan oleh pejabat yang berwenang tidak hanya untuk menagih utang pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang pajak yang berkenaan tetapi juga untuk menagih biaya yang timbul dalam rangka penagihan pajak, termasuk biaya penyampaian Surat Paksa.

Surat Paksa dalam bahasa hukum disebut sebagai parate executie atau eksekusi langsung, yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena Surat Paksa mempunyai titel eksekutorial yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti, di mana fiskus dapat melakukan kewajiban dan wewenangnya untuk melaksanakan eksekusi langsung atas apa yang disebutkan dalam Surat Paksa.

Adanya kekuatan parate executie atau eksekusi langsung yang diberikan pada Surat Paksa oleh undang-undang terlihat pada Surat Paksa yang berkepala kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.” Kalimat ini terdapat juga pada setiap putusan pengadilan umum, militer, administrasi, maupun agama; di tingkat pertama, banding, sampai dengan Mahkamah Agung. Adanya kalimat tersebut membuat surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 7 angka 1 Undang - Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Dengan demikian, Surat Paksa langsung dapat dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan lagi dan tidak dapat diajukan banding sesuai dengan penjelasan Pasal 7


(22)

ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan Surat Paksa. Namun, apabila terdapat pihak-pihak yang beranggapan dirugikan karena tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dapat dilakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan yang ditujukan kepada Pengadilan Pajak bukan pada Pengadilan Tata Usaha Negara, atau Pengadilan Negeri. Muatan perlawanan adalah penyampaian surat paksa atau tindakan pelaksanaan surat paksa seperti tata cara penyampaian surat paksa, jumlah utang pajak yang tercantum dalam surat paksa, surat keputusan perintah penyitaan, dan surat keputusan pengumuman lelang, ketika :

a. Surat Paksa tidak disampaikan kepada wajib pajak atau penanggung pajak, atau pihak-pihak yang diperkenankan menerima Surat Paksa tersebut;

b. Surat Paksa memuat jumlah utang pajak dan biaya penagihan pajak tidak sebagaimana mestinya;

c. Surat Paksa dikirim melalui pos wesel walaupun tercatat;

d. Surat Paksa tidak ditandatangani oleh pejabat pajak yang menerbitkan; e Penyitaan dilakukan terhadap barang-barang yang dikecualikan dari

penyitaan;

f. Penyitaan dilakukan terhadap barang-barang yang dilarang disita; g. Pengumuman lelang dan pelaksanaannya tidak sesuai yang ditentukan. 2.1.2.4 Jurusita Pajak

Jurusita pajak merupakan pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan, dan penyanderaan. Jurusita pajak diangkat dan diberhentikan


(23)

oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Jurusita pajak pusat diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat sedangkan jurusita pajak daerah diangkat dan diberhentikan oleh gubernur atau bupati/walikota untuk penagihan pajak daerah.

Jurusita pajak dalam melaksanakan tugasnya merupakan pelaksana eksekusi dari putusan yang sama kedudukannya dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, untuk dapat diangkat sebagai jurusita pajak, seorang pegawai harus memenuhi syarat yang telah ditentukan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi jurusita pajak yaitu :

1. Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat dengan itu;

2. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan IIa; 3. Berbadan sehat;

4. Lulus pendidikan dan latihan jurusita pajak; serta 5. Jujur, bertanggung jawab, dan penuh pengabdian. a. Tugas Jurusita Pajak

Jurusita Pajak bertugas untuk melakukan beberapa kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan penagihan pajak, yaitu :

1) Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;

2) Memberitahukan Surat Paksa, yaitu menyampaikan Surat Paksa secara resmi kepada penanggung pajak dengan pernyataan dan penyerahan salinan Surat Paksa.


(24)

3) Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan

4) Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan, dari pejabat berwenang sesuai dengan izin yang diberikan oleh Menteri Keuangan atau gubernur.

Jurusita pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal jurusita pajak dan harus diperlihatkan kepada penanggung pajak. Ketentuan ini memberikan keharusan jurusita pajak dalam melaksanakan kewajibannya dilengkapi dengan kattu tanda pengenal yang berwenang. Hal ini dimaksudkan sebagai bukti diri bagi jurusita pajak bahwa yang bersangkutan adalah jurusita pajak yang sah dan betul-betul bertugas untuk melaksanakan tindakan penagihan pajak. b. Wewenang Jurusita Pajak

a. Dalam melaksanakan tugasnya, jurusita pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan obyek sita di tempat usaha dan melakukan penyitaan di tempat kedudukan atau di tempat tinggal penanggung pajak, atau di tempat lain yang diduga sebagai tempat penyimpanan obyek sita.

b. Jurusita Pajak berkewajiban :

1. Memperlihatkan tanda pengenal Jurusita Pajak;

2. Memberitahukan dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa (SP); 3. Membuat berita acara pemberitahuan Surat Paksa (SP);


(25)

4. Menyampaikan SURAT PERINTAH MELAKSANAKAN PENYITAAN (SPMP);

5. Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;

6. Membuat lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;

7. Menempelkan segel sita pada barang-barang yang telah disita, bila dianggap perlu;

8. Menempelkan Surat Paksa (salinan) pada pengumuman kantor Pejabat; 9. Meninggalkan Surat Paksa (salinan) dalam hal Penanggung Pajak menolak

menerima salinan Surat Paksa.

c. Jurusita Pajak dapat meminta bantuan kepada Kepolisian, Kejaksaan, Departemen Kehakiman, Pemerintah Daerah Setempat, Badan Pertanahan Nasioanal, Direktorat jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, bank atau pihak lain dalam rangka melaksanakan pencegahan pajak.

2.1.2.5 Wajib Pajak dan Penanggung Pajak

Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.17 Dari definisi ini tampak bahwa dalam pengenaan dan pemungutan pajak pengertian penanggung pajak lebih luas daripada wajib pajak.

Wajib pajak adalah orang atau badan yang namanya tercantum dalam surat ketetapan pajak, sedangkan wajib pajak orang pribadi adalah sesorang yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan


(26)

perundang-undangan perpajakan sedangkan wajib pajak badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma , kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Secara tegas dapat disimpulkan bahwa selain wajib pajak yang tercantum namanya dalam surat ketetapan pajak dapat pula ditunjuk penanggung pajak lainnya yang ditetapkan oleh Undang-Undang Pajak yang bersangkutan sebagai yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak. Apabila wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya, fiskus dapat melakukan tindakan Penagihan Pajak tidak hanya terhadap wajib pajak dimaksud tetapi juga terhadap penanggung pajak yang sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang Perpajakan ikut bertanggung jawab dalam pembayaran pajak. Hal ini membuat tindakan penagihan pajak baik penagihan aktif maupun penagihan dengan surat paksa dapat juga dilakukan terhadap penanggung pajak. Penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa, Tindakan Penyitaan, Lelang, Pencegahan dan Penyanderaan juga dapat dilakukan terhadap penanggung pajak. Dengan demikian, yang menjadi penanggung pajak adalah wajib pajak itu sendiri atau;

1. Pengurus dalam hal wajib pajak adalah badan;

2. Orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan dalam hal wajib pajak adalah badan dalam pembubaran atau pailit;


(27)

3. Salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau yang mengurus harta peninggalan dalam hal wajib pajak adalah suatu warisan yangbelum terbagi; 4. Wali dalam hal wajib pajak adalah anak yang belum dewasa; atau

5. Pengampu dalam hal wajib pajak adalah orang yang berada dalam pengampuan.

2.1.3 Tunggakan Pajak

2.1.3.1 Pengertian Tunggakan Pajak

Pengertian tunggakan pajak menurut Panca Kurniawan dan Bagus

Pamungkas menyatakan bahwa:

“Tunggakan Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk

sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

(2006:1) Sedangkan pengertian tunggakan pajak menurut Siti Resmi menyatakan bahwa:

“Tunggakan pajak adalah jumlah piutang pajak yang belum lunas sejak

dikeluarkannya ketetapan pajak, dan jumlah piutang pajak yang belum lunas yang sebelumnya dalam masa tagihan pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,

Surat Keputusan Pembetulan dan Putusan Banding.”

(2007:40) Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tunggakan pajak merupakan suatu pajak yang belum dapat dibayar oleh wajib pajak dalam masa tagihan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.


(28)

2.1.3.2 Pengertian Pencairan Tunggakan Pajak

Pengertian pencairan tunggakan pajak menurut Waluyo menyatakan bahwa:

“Pencairan tunggakan pajak adalah jumlah pembayaran atas tunggakan

pajak yang dapat terjadi, karena:

1. Pembayaran dengan menggunakan Surat Setoran Pajak untuk pelunasan piutang pajak yang terdaftar dalam STP/ SKPKB/ SKPKBT/ SK Pembetulan/ SK Keberatan/ Putusan Banding yang mengakibatkan bertambahnya jumlah piutang pajak.

2. Pemindahbukuan. Sebenarnya wajib pajak sudah membayar utang pajaknya, tapi salah nomor rekening sehingga dianggap belum melunasi utangnya. Oleh karena itu, dilakukan pemindahbukuan.

3. Pengajuan permohonan pembetulan yang dikabulkan atas Surat Teguran/ Surat Peringatan/ Surat lain yang sejenis, Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, SPMP, Surat Perintah Penyanderaan, Pengumuman Lelang dan Surat Penentuan harga Limit yang dalam perhitungannya terdapat kesalahan atau kekeliruan yang mengakibatkan berkurangnya jumlah piutang pajak.

4. Pengajuan Keberatan/ Banding yang dikabulkan atas SKPKB/ SKPKBT yang mengakibatkan berkurangnya jumlah piutang pajak.

5. Penghapusan Piutang. Dilakukan karena piutang pajak sudah tidak mungkin lagi ditagih penyebabnya antara lain karena wajib pajak dan atau penanggung pajak sudah meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan, wajib pajak dan atau penanggung pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi dan hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluarsa. 6. Wajib pajak pindah yang artinya wajib pajak pindah alamat dan tidak

dapat ditemukan lagi”.

(2003:64) Berdasarkan Pengertian-pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pencairan tunggakan pajak merupakan pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak, yang digunakan untuk pelunasan piutang pajak dan diajukannya keberatan atau banding sehingga mengakibatkan berkurangnya jumlah piutang pajak serta jika penanggung pajak sudah meninggal dunia dan


(29)

berpindah tempat tinggal maka piutang pajak tersebut akan dihapuskan karena penanggung pajak sudah tidak ada atau tidak dapat ditemukan lagi.

2.1.3.3 Mekanisme Pencairan Tunggakan Pajak

Mekanisme pencairan tunggakan pajak menurut undang-undang perpajakan adalah sebagai berikut:

1. Pembayaran surat setoran pajak

Pengertian surat setoran pajak (SSP) menurut Siti Resmi (2003:34) menyatakan bahwa:

“Surat Setoran Pajak merupakan surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara atau ketempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri

Keuangan”.

Pengertian surat setoran pajak (SSP) menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 menyatakan bahwa:

“Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran

pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas nagara melalui tempat pembayaran

yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan”.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Surat Setoran Pajak (SSP) merupakan surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang ke kas ngara atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.


(30)

2. Pemindahbukuan

Pengertian pemindahbukuan menurut Waluyo (2007:71) menyatakan bahwa:

“Pemindahbukuan adalah pembayaran pajak yang seharusnya tidak

terutang tapi dinyatakan dalam Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran

Pajak (SKKPP) karena adanya kesalahan pencatatan”.

Pengertian pemindahbukuan menurut www.google.commenyatakan bahwa:

“Pemindahbukuan adalah karena adanya pemberian bunga kepada wajib

pajak akibat kelambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak”. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemindahbukuan merupakan adanya kelebihan pembayaran pajak yang besarnya dinyatakan dalam Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP) dan adanya pemberian bunga kepada wajib pajak akibat kelambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

3. Pengurangan/ Penghapusan Utang Pajak

Pengertian penghapusan utang menurut Panca Kurniawan dan Bagus

Pamungkas (2006:8) menyatakan bahwa:

“Penghapusan utang adalah utang pajak dapat dihapuskan karena

terdapat surat ketetapan pajak dalam hal terjadinya pembatalan surat ketetapan pajak, maka secara hukum untuk menagih pajak telah hilang,

oleh karena itu utang pajak harus dihapuskan”.

Pengertian penghapusan utang menurut Siti Resmi (2003:13) menyatakan bahwa:

“Penghapusan utang adalah kewajiban pajak oleh wajib pajak tertentu

dinyatakan hapus oleh fiskus karena setelah dilakukan penyidikan dipandang perlu bahwa wajib pajak tidak mampu lagi memenuhi


(31)

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penghapusan utang merupakan penghapusan atau dihapuskannya hutang wajib pajak dikarenakan pembatalan surat ketetapan pajak atau wajib pajak mengalami kebangkrutan maupun mengalami kesulitan likuiditas.

2.1.4 Pengertian Kepatuhan Perpajakan

Menurut Safri Nurmantu dalam buku Siti Kurnia Rahayu, menyatakan bahwa:

“Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara

substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan.

Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.”

(2010 : 138) Sedangkan menurut Widi Widodo menyatakan bahwa :

“Kepatuhan material dapat diidentifikasi dari :

1. Kesesuaian jumlah kewajiban pajak yang harus dibayar dengan perhitungan sebenarnya.

2. Penghargaan terhadap indepedensi akuntan public/konsultan pajak 3. Besar/kecilnya jumlah tunggakan pajak”

(2010:70)

2.1.5 Konsep Penghubung

Dalam penerimaan pajak kepatuhan wajib pajak dalam melunasi utang pajaknya merupakan factor yang cukup penting mengingat pajak merupakan penerimaan Negara yang cukup besar. Pemungutan pajak oleh pemerintah diatur oleh undang – undang, oleh karena itu pemerintah melakukan tindakan yang tegas untuk wajib pajak yang menghindari pemungutan pajak. Tindakan yang dilakukan adalah


(32)

dengan penagihan pajak yaitu upaya memaksa wajib pajak untuk melaksanakan kewajibannya.

Menurut Undang – Undang no 19 Pasal 1 butir 9, dalam buku Siti Kurnia Rahayu (2010:196) menyatakan bahwa :

“Penagihan pajak dengan surat paksa adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur, melaksanakan penagihan seketika sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

Penagihan pajak yang terutang oleh Wajib Pajak harus dilakukan untuk tercapainya realisasi pencairan tunggakan pajak yang mengakibatkan penerimaan kekas negara menjadi bertambah.

Menurut Waluyo dalam buku “Perubahan Undang-Undang Perpajakan

dan Reformasi “ menyatakan bahwa :

“Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu

menunjukan jumlah yang sangat besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun demikian secara umum penerimaan dibidang pajak semakin meningkat. Terhadap tunggakan pajak dimaksud perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang

memaksa”.

(2000:238) Untuk itu hasil pencairan tunggakan pajak atau penerimaan pajak dapat digunakan untuk membiayai pembangunan yang bersifat umum, artinya pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak agar seluruh masyarakat Indonesia dapat menikmatinya dimasa yang akan datang. Jadi semakin optimalnya peranan pelaksanaan penagihan pajak kepada Wajib Pajak yang menunggak maka akan


(33)

meningkat pula pencairan tunggakan pajak yang mengakibatkan penerimaan pajak meningkat.

Pencairan tunggakan pajak akan optimal jika didukung oleh Fiskus yang mengerti dan memahami tentang perpajakan, mempunyai rasa tanggung jawab, serta Wajib Pajak yang sadar akan pentingnya pembayaran pajak. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa peranan pelaksanaan penagihan pajak sangat diperlukan karena mempunyai pengaruh dalam pencairan tunggakan pajak.

Menurut Chaizi Nasucha, dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) menyatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasikan dari:

“Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk melaporkan kembali surat pemberitahuan, kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan”

Teori pendukung yang menghubungkan menurut Gatot S.M. Faisal adalah sebagai berikut:

“Di samping bertujuan untuk mencairkan tunggakan pajak, tindakan penagihan pajak dengan surat paksa juga merupakan wujud law enforcement untuk meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi wajib pajak”.

(2009:225)


(34)

2.2 Kerangka Pemikiran

Pajak merupakan sumber penghasilan utama pemerintah untuk membiayai anggaran belanja pada suatu negara. Semakin besar suatu negara maka semakin besar pula dana yang dibutuhkan dari sektor pajak untuk membiayai anggaran belanja negara tersebut. Di Indonesia saja, sektor pajak merupakan penyumbang penghasilan utama bagi Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN).

Pengertian pajak menurut Liberti Pandiangan(2008: 113) menyatakan bahwa:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dalam pelaksanaan peraturan perundang – undangan perpajakan sering terdapat utang pajak yang tidak dilunasi oleh wajib pajak sebagaimana mestinya, kenyataannya saat ini masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang wajib pajak.

Bagi wajib pajak yang kurang atau tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya maka Direktorat Jendral Pajak akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak yang mencantumkan perhitungan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Terhadap tunggakan pajak disebutkan sebelumnya di atas perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Dalam hal ini jumlah tagihan pajak sebagaimana tercantum dalam dokumen-dokumen yang menjadi dasar penagihan pajak tidak atau kurang dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo


(35)

pembayaran atau tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak, penagihan dapat dilaksanakan terhadap penanggung pajak.

Peraturan – peraturan tentang tindakan – tindakan untuk memaksa terutama ditujukan kepada kepatuhan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban utamanya yaitu pembayaran utang pajak atau tunggakan pajak. Pelunasan tunggakan pajak oleh penanggung pajak merupakan salah satu tujuan penting dari pemberlakuan undang – undang penagihan pajak dengan surat paksa.

Pengertian pencairan tunggakan pajak menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 menyatakan bahwa:

“Pencairan tunggakan pajak adalah pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak, yang digunakan untuk pelunasan piutang pajak.”

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pencairan tunggakan pajak merupakan pembayaran yang menggunakan surat setoran pajak untuk pelunasan piutang pajaknya.

Mekanisme pencairan tunggakan pajak antara lain melakukan pembayaran surat setoran pajak baik dibayar secara tunai ataupun diangsur, melakukan pemindahbukuan termasuk didalamnya salah setor dan lebih bayar, dan pengurangan atau penghapusan utang.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 yang


(36)

“Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentun peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu Negara.”

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang sadar akan pajak, paham atas hak dan kewajiban perpajakannya, dan diharapkan peduli pajak yaitu melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar serta tepat waktu dalam melaporkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT).


(37)

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pemikiran

Pajak Wajib Pajak Wajib Pajak Patuh Wajib Pajak Tidak Patuh

Mengatasi Tunggakan Pajak

Penagihan Tunggakan Pajak Membayar pajak Tidak Membayar Pajak

Kepatuhan Wajib Pajak Tunggakan Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

Hipotesis :

Penagihan Pajak Dalam Mengatasi Tunggakan Pajak Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Material Wajib Pajak

Kepatuhan Formal

1. Kesesuaian jumlah kewajiban pajak yang

harus dibayar dengan perhitungan sebenarnya

2. Penghargaan terhadap indepedensi akuntan

public/konsultan pajak

3. Besar/kecilnya jumlah tunggakan pajak

Kepatuhan Material Pengumuma n lelang Pelaksanaan Lelang Surat teguran Surat paksa Surat Perintah Penyitaan


(38)

2.3 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2010:93) menyatakan bahwa:

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik”.

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran diatas, maka yang dapat disajikan oleh penulis adalah berhipotesis bahwa:

“Penagihan Pajak Dalam Mengatasi Tunggakan Pajak Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.”.


(39)

36 3.1 Objek Penelitian

Pengertian objek penelitian Menurut Suharsimin Arikunto adalah sebagai berikut :

“Objek penelitian (variabel penelitian) adalah apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.”

(2006:118) Objek dalam penelitian ini adalah penagihan pajak, pencairan tunggakan pajak, dan kepatuhan wajib pajak.

3.2 Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, metode penelitian menggunakan analisis deskriftif dan verifikatif.

Pengertian metode deskriptif yang yang dikemukakan oleh Sugiyono adalah sebagai berikut :

“Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk

menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak

digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.”


(40)

Deskriptif analisis, yaitu dengan menggambarkan suatu fenomena berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung dan melihat hubungan antara fenomena yang diteliti.

Menurut Mashuri pengertian metode verifikatif adalah sebagai berikut:

“Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan

untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa

dengan kehidupan.”

(2009:45)

Metode verifikatif dilakukan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan alat uji statistik yaitu Analisis Jalur (Path Analysis).

3.2.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses penelitian. Desain penelitian akan berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian.

Menurut Sugiyono dapat disimpulkan proses penelitian kuantitatif meliputi: 1. Sumber masalah

2. Rumusan masalah

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan 4. Pengajuan hipotesis

5. Metode penelitian

6. Menyusun instrumen penelitian 7. Kesimpulan.

(2009:50) Berdasarkan proses penelitian yang telah dijelaskan diatas, maka desain pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:


(41)

1. Sumber masalah

Membuat identifikasi masalah berdasarkan latar belakang penelitian sehingga mendapatkan judul sesuai dengan masalah yang ditemukan.

2. Rumusan masalah

Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data. Rumusan masalah dalam penelitian ini telah dipaparkan dalam latar belakang penelitian dan diperinci dalam identifikasi masalah dan rumusan masalah.

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan

Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis), maka peneliti dapat membaca referensi teoritis yang relevan dengan masalah dan berfikir. Selain itu penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga dapat digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap masalah penelitian (hipotesis). Telaah teoritis mempunyai tujuan untuk menyusun kerangka teoritis yang menjadi dasar untuk menjawab masalah atau pertanyaan penelitian yang merupakan tahap penelitian dengan menguji terpenuhinya kriteria pengetahuan yang rasional.

4. Pengajuan hipotesis

Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris (faktual). Maka jawaban itu disebut hipotesis. Hipotesis yang dibuat pada penelitian ini adalah penagihan pajak dalam mengatasi tunggakan pajak akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak.


(42)

5. Metode penelitian

Untuk meguji hipotesis tersebut peneliti dapat memilih metode penelitian yang sesuai, pertimbangan ideal untuk memilih metode iti adalah tingkat ketelitian data yang diharapkan dan konsisten yang dikehendaki. Sedangakan pertimbangan praktis adalah, tersedianya dana, waktu, dan kemudahan yang lain. Pada penelitian kali ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan verifikatif.

6. Menyusun instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpul data berbentuk kuesioner, untuk pedoman wawancara dan observasi. Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, maka instrumen penelitian harus terlebih dulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Dimana validitas digunakan untuk mengukur kemampuan sebuah alat ukur dan reliabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana pengukuran tersebut dapat dipercaya. Setelah data terkumpul maka selanjutnya dianalisis untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik statistik tertentu.

7. Kesimpulan

Kesimpulan adalah langkah terakhir berupa jawaban atas rumusan masalah. Dengan menekankan pada pemecahan masalah berupa informasi mengenai solusi masalah yang bermanfaat sebagai dasar untuk pembuatan keputusan. Desain penelitian yang lebih sederhana lagi akan dijelaskan dalam bentuk tabel di bawah ini :


(43)

Tabel 3.1 Desain Penelitian Tujuan

Penelitian

Desain Penelitian Jenis Penelitian Metode yang

digunakan

Unit Analisis Time Horizon T-1 Descriptive Descriptive dan

Survey

KPP Cross

Sectional T-2 Descriptive Descriptive dan

Survey

KPP Cross

Sectional T-3 Descriptive dan

Verficative

Explanatory Survey

KPP Cross

Sectional

Dari tabel diatas dapat penulis uraikan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana Penagihan Pajak, digunakan metode

deskriftive dan survey yang dilakukan dengan cara membadingkan data-data yang diperoleh dengan teori-teori yang relevan.

2. Untuk mengetahui tunggakan pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung, digunakan metode descriptive dan survey dengan cara membandingkan data-data di KPP di Wilayah Kota Bandung dengan wajib pajak yang terdaftar di KPP di Wilayah Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui Seberapa Besar Pengaruh Penagihan Pajak Dalam

Mengatasi Tunggakan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung, digunakan metode descriptive dan Verifikatif yaitu dengan cara mengumpulkan data-data dan informasi tentang kedua variabel tersebut dan menganalisis secara kuantitatif dan kualitatif serta melakukan uji hipotesis yang telah ditetapkan.


(44)

3.2.2 Operasionalisasi Variabel.

Operasionalisasi variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang ditetapkan untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan. Namun untuk membatasi pembahasan agar tidak meluas perlu dilakukan operasionalisasi variabel. Operasionalisasi variabel merupakan proses penguraian variabel peneltian kedalam subvariabel, konsep variabel, indikator, dan pengukuran.

Adapun definisi operasional menurut Nur Indriantoro dan Bambang Supomo menyatakan bahwa:

“Definisi operasional adalah penentuan construct sehingga menjadi

variable yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu dapat digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalisasikan construct, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran construct

yang lebih baik.”

(2002:69) Variabel itu sendiri dalam konteks penelitian menurut Sugiyono sebagai berikut:

“Variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain”.

(2009:58) Agar penelitian ini dapat di laksanakan sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu dipahami berbagai unsur-unsur yang menjadi dasar dari suatu penelitian ilmiah yang termuat dalam operasionalisasi variabel penelitian sebagai berikut:


(45)

a. Variable Bebas/Independent (Variabel X dan Variabel Y)

Sugiyono mendefinisikan variabel bebas adalah sebagai berikut :

“Variabel bebas adalah variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable dependent

(terikat)”.

(2009 : 39) Dalam hal ini variabel bebas yang akan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti adalah penagihan pajak dan pencairan tunggakan pajak.

b. Variabel Tidak Bebas/Dependent (Variabel Z)

Sugiyono mendefinisikan variabel terikat adalah sebagai berikut :

“Variabel terikat merupakan variable yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variable bebas.”

(2009 : 40) Dalam hal ini variabel yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti adalah Kepatuhan wajib pajak. Selengkapnya mengenai opersionalisasi variabel dapat dilihat pada table di bawah ini.


(46)

Tabel 3.2

Operasional Variabel Penelitian

Variabel Konsep Indikator Skala No.

Kuesioner Penagihan

Pajak “Penagihan serangkaian tindakan pajak adalah agar penanggung pajak melunasi utang dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang

yang telah disita.”

(Pedoman Penagihan Pajak)

a. Menerbitkan Surat Teguran

b. Menerbitkan Surat Paksa

c. Menerbitkan Surat melakukan penyitaan d. Pengumuman Lelang e. Melakukan Pelelangan (Pedoman Penagihan Pajak) Ordinal 1,2 3,4 5,6 7,8 9,10 Tunggakan

Pajak jumlah piutang pajak yang “Tunggakan pajak adalah belum lunas sejak dikeluarkannya ketetapan pajak, dan jumlah piutang pajak yang belum lunas yang sebelumnya dalam masa tagihan pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan dan Putusan

Banding.”

(Siti Resmi ; 2007)

jumlah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan.

(Siti Resmi ; 2007)

Rasio

Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan material dapat diidentifikasi dari :

1. Kesesuaian jumlah jewajiban

pajak yang harus dibayar dengan perhitungan sebenarnya.

2. Penghargaan terhadap

indepedensi akuntan public/konsultan pajak

3. Besar/kecilnya jumlah

tunggakan pajak”

(Widi Widodo, Moralitas, Budaya

dan Kepatuhan Pajak, 2010)

Jumlah tunggakan Pajak


(47)

3.2.3 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data 3.2.3.1 Sumber Data

Jenis data yang digunakan peneliti dalam penelitian mengenai “Analisis Penagihan Pajak Dalam Mengatasi Tunggakan Pajak Pengaruhnya Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung “ adalah data sekunder dan primer.

1. Data Primer

Menurut Sugiyono menjelaskan bahwa:

“Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data”.

(2009:402) Pengumpulan data primer dalam penelitian ini melalui cara menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, dalam hal ini wajib pajak diwilayah kota Bandung.

2. Data Sekunder

Menurut Sugiyono menjelaskan bahwa:

“Sumber sekunder adalah sumber data yang diperoleh dengan cara

membaca, mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber dari literature, buku-buku, serta dokumen perusahaan”.

(2009:402) Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis karena penelitian ini berkaitan denga pendapat atau opini individu akan penagihan pajak. Objek


(48)

penelitian dalam studi kasus ini dititikberatkan pada masalah penagihan pajak serta penyebaran kuesioner pada wajib pajak untuk mengetahui secara langsung pandangan responden, sementara untuk data penerimaan pajak diperoleh dengan meminta data penerimaan pajak kepada KPP diwilayah kota bandung serta penyebaran kuesioner kepada petugas penagihan pajak di KPP wilayah kota bandung, pengambilan data ini dirasakan cukup mewakili untuk kebutuhan pengolahan data yang akan dilakukan peneliti.

3.2.3.2 Teknik Penentuan Data

Unit analisis dalam penelitian ini adalah petugas pajak di 5 KPP. Dengan demikian maka populasi dalam penelitian ini adalah petugas pajak di 5 KPP . Untuk menentukan ukuran populasi sampel dalam penelitian ini mengacu pada pernyataan Arikunto (2000), bahwa untuk menentukan anggota sampel, maka apabila populasi kurang dari seratus lebih baik diambil seluruhnya sehingga penelitian merupakan penelitian populasi (sensus). Mengacu pada definisi tersebut maka yang diteliti adalah petugas pajak di 5 KPP, dengan demikian maka pengambilan sampel digunakan sensus, artinya keseluruhan populasi diambil sebagai objek penelitian.

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh hasil penelitian yang diharapkan maka dibutuhkan data dan informasi yang akan mendukung penelitian ini. Oleh karena itu digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:


(49)

1. Penelitian Lapangan (Field research) Penelitian lapangan ini terdiri dari:

 Observasi, yaitu pengamatan lapangan terhadap objek yang diteliti, termasuk pengumpulan data dari dokumen dan catatan perusahaan.  Wawancara, yaitu pertanyaan lisan yang disampaikan kepada karyawan

dan pejabat yang berkaitan dengan penelitian dan kemudian hasilnya dicatat.

2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari dan mengkaji berbagai sumber pustaka berupa literatur-literatur hasil penelitian serta media ilmiah yang ada hubungannya dengan topik penelitian. Data yang didapat berupa data sekunder.

Adapun untuk memperoleh data tersebut, penulis menggunakan dua sumber:

- Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari jawaban responden yang dipilih sebagai sample penelitian, yaitu dengan kuesioner, dengan cara mendatangi dan memberikan kuesioner kepada petugas pajak di 5 KPP . Variabel yang menggunakan data ini adalah variabel penagihan pajak.

- Data Sekunder, yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, yaitu berupa jumlah penerimaan pajak per bulan dari tahun 2008-2010 di 5 KPP . Data ini digunakan untuk variabel pencairan tunggakan pajak dan variabel kepatuhan wajib pajak.


(50)

Sebelum kuesioner selanjutnya digunakan untuk pengumpulan data yang sebenarnya, terlebih dahulu dilakukan uji coba kepada responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik populasi penelitian. Uji coba dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan (validitas) dan kekonsistenan (reliabilitas) alat ukur penelitian, sehingga diperoleh item-item pertanyaan atau pernyataan yang layak untuk digunakan sebagai alat ukur untuk pengumpulan data penelitian.

A. Uji Validitas Alat Ukur

Untuk menguji tingkat kesahihan alat ukur digunakan teknik korelasi, yaitu dengan mengkorelasikan masing-masing item pernyataan atau pertanyaan terhadap totalnya. Pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Teknik korelasi menurut Masrun (1979) dalam Sugiyono untuk menentukan validitas item ini samapai sekarang merupakan teknik yang paling banyak digunakan. Item yang memiliki korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah jika r = 0,3. Jika korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir dalam instrument tersebut dinyatakan tidak valid. Selanjutnya angka korelasi yang bernilai positif berarti bahwa data valid. Metode korelasi yang digunakan adalah korelasi produk momen. Dengan rumus sebagai berikut :


(51)

R = n XY – ( X) ( Y)

(n ( X2 )- ( X)2 ) (n ( X2 )- ( X)2 )

Sumber : Sugiyono

Dimana :

R = Kooefesien korelasi item yang dicari

Xi = Skor yang diperoleh subjek dalam setiap item

Yi = Adalah skor total yang diperoleh subjek seluruh item n = Jumlah subjek

Tabel 3.3

Hasil Uji Validitas Kuesioner Penagihan Pajak

Dari nilai skor korelasi selanjutnya dicari t- hitungnya, kemudian dibandingkan dengan nilai T

B. Reliabilitas Alat Ukur

Selain memiliki tingkat kesahihan (validitas) alat ukur juga harus memiliki kekonsistenan. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat pengumpul data pada dasarnya menunjukkan tingkat ketepatan, keakuratan, kestabilan, atau konsistensi alat tersebut dalam mengungkapkan gejala tertentu dari sekelompok individu, walaupun dilakukan pada waktu yang berbeda. Uji

Butir Pernyataan Indeks

validitas Nilai kritis Keterangan

Item 1 0,675 0,30 Valid

Item 2 0,661 0,30 Valid

Item 3 0,408 0,30 Valid

Item 4 0,442 0,30 Valid

Item 5 0,543 0,30 Valid

Item 6 0,404 0,30 Valid

Item 7 0,557 0,30 Valid

Item 8 0,338 0,30 Valid

Item 9 0,337 0,30 Valid


(52)

reliabilitas dilakukan terhadap item pernyataan yang sudah valid, untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran kembali terhadap gejala yang sama. Untuk menghitung reliabilitas digunakan metode split-half dari Spearman-Brown

Untuk keperluan itu maka butir-butir instrumen dibelah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok instrumen ganjil dan kelompok genap. Selanjutnya skor data tiap kelompok itu disusun sendiri. Selanjutnya skor total antara kelompok ganjil dan genap dicari korelasinya. Kemudian koefisien korelasi selanjutnya dimasukkan dalam rumus Spearman Brown.

r-tot = 2 (r tt)

1 + r –tt

Sumber :Singarimbun dan Effendi

Dimana :

r-tot = angka reliabilitas keseluuhan item

r -tt = angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua

Untuk mengetahui reliabilitas tidaknya data variable penelitian akan digunakan koefesien reliabilitas Spearman-Brown (r -tt ). Berdasarkan nilai r Realibilitas Spearman-Brown tersebut selanjutnya akan dicari nilai t-hitungnya, kemudian dibandingkan dengan nilai t-tabel. Jika t-hitung > t-tabel maka item tersebut reliable (Singarimbun dan Effendi, 1995:140). Setelah nilai koefisien reliabilitas diperoleh, maka perlu ditetapkan suatu nilai koefisien reliabilitas paling kecil yang dianggap reliabel. Dimana disarankan bahwa koefisien


(53)

reliabilitas antara 0,70 – 0,80 cukup baik untuk tujuan penelitian dasar (Kaplan-Saccuzzo, 1993:126).

Tabel 3.4

Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Penelitian Variabel Indeks

Reliabilitas Nilai kritis Keterangan

Penagihan Pajak 0,704 0,70 Reliabel

C. Transformasi Data

Sebagaimana yang telah dirancang dalam operasionalisasi variabel, maka nilai variabel-variabel : penagihan pajak diukur dengen menggunakan kuesioner dan data merupakan data yang berskala ordinal. Dengan menggunakan tipe pertanyaan tertutup (close end question) setiap item ditentukan peringkat dengan lima alternatif jawaban. Pilihan jawaban responden merupakan nilai skor jawaban, sehingga variabel diperoleh dari data skor jawaban dari setiap item.

Selanjutnya teknik analisis jalur mengharuskan syarat data yang mempunyai tingkat pengukuran sekurang-kurangnya interval, sehingga untuk variabel bebas, yaitu mempunyai tingkat pengukuran ordinal harus diubah menjadi interval. Karena itu melalui methode of successive intervals (Harun Al-Rasyid, 1994;131) dilakukan transformasi data dengan langkah kerja sebagai berikut :

a. Dari data yang berskala ordinal, lalu dikelompokkan jawaban pada masing-masing item.


(54)

b. Untuk setiap item hitung frekuensi jawaban (f), berapa jumlah responden, mana yang mendapatkan nilai 1, 2, 3, 4 atau 5.

c. Tentukan proporsi (p) dengan cara membagi frekuansi dengan jumlah responden.

d. Hitung frekuensi kumulatif (pk).

e. Hitung nilai Z, untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh dengan menggunakan tabel normal.

f. Melalui tabel kurva ordinat normal, maka akan diperoleh kepadatan (density) dari setiap kategori item.

g. Setelah diperoleh seluruh nilai batas (daerah kepadatan) proporsi kumulatif tiap katogori, kemudian hitung nilai skala (scale value) untuk setiap pilihan jawaban melalui persamaan berikut :

Limit Lower Below Area Limit Upper Below Area Limit Upper at Density Limit Lower at Density NK Skala Nilai

h. Mengubah scale value (NK) terkecil menjadi sama dengan 1 (satu) dan mentransformasikan masing-masing skala menurut perubahan skala terkecil sehingga diperoleh transformed scale value (TSV).

i. Menyiapkan pasangan data dari variabel independen dan dependen dari semua sampel penelitian untuk pengujian hipotesis.

3.3 Metode Analisis

3.3.1 Analisis Data Deskriptif

Untuk mempermudah dalam memberikan persepsi terhadap data hasil tanggapan responden, maka dilakukan pengklasifikasian terhadap jumlah skor tanggapan responden. Penentuan kriteria skor jawaban responden didasarkan pada


(55)

persentase skor aktual terhadap skor ideal, dimana skor aktual diperoleh dari tanggapan responden dan skor ideal adalah skor maksimum yang mungkin diperoleh. Prinsip pengklasifikasian persentase bobot skor tanggapan responden menurut Sugiyono. Kriteria yang digunakan dalam persepsi persentase skor item pernyataan yaitu : Sangat Baik, Baik, Kurang Baik, Buruk dan Sangat Buruk.

Tabel 3.5

Kriteria Persepsi Persentase Skor Tangapan Responden Terhadap Tiap Item Pertanyaaan

No. % Jumlah Skor Kriteria Persepsi

1. 20.00 – 36.00 Sangat Buruk

2. 36.01 – 52.00 Buruk

3. 52.01 – 68.00 Kurang Baik

4. 68.01 – 84.00 Baik

5. 84.01 -100.00 Sangat Baik

Catatan : batas bawah 20% diperoleh dari 1/5 dan batas atas 100% dari 5/5

3.3.2 Analisis Data Verifikatif 3.3.2.1Analisis Jalur (Path Analysis)

Analisis ini digunakan untuk menentukan berapa besarnya pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya, baik pengaruh langsung maupun tidak langsung. Besarnya pengaruh dari suatu variabel penyebab (independen) ke variabel akibat (dependen) disebut koefisiensi jalur dan diberi simbol Pyx. Data yang digunakan untuk menguji hipotesis konseptual yang dikemukakan dalam suatu penelitian, merupakan data yang berasal dari sebuah sampel berukuran n,


(56)

sebelum mengambil kesimpulan mengenai hubungan kausal yang telah digambarkan dalam diagram jalur, terlebih dahulu diuji keberartian untuk setiap koefisien jalur yang telah dihitung.

Adapun persamaan Struktural dari model penelitian adalah:

Y = PYX.X + 1 ……… (2.1) Z = PZX.X + PZY.Y + 3 ……… (2.2)

Sumber : Harun Al-Rasyid

dimana :

X = Penagihan Pajak

Y = Pencairan Tunggakan Pajak Z = Kepatuhan Wajib Pajak P = Koefisien Jalur

= Epsilon (pengaruh faktor lain)

Secara diagram hubungan struktural antar variabel dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1 Diagram Hubungan Struktural Antar Variabel

Penagihan Pajak (X)

Pencairan Tunggakan Pajak

(Y)

Kepatuhan Wajib Pajak


(57)

3.4. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Uji Hipotesis Pada Sub-Struktur Pertama 1. Uji Pengaruh

Untuk mengetahui apakah variabel independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y) dipakai statistik uji t dengan Hipotesis:

H0 : YX =0 : Tidak terdapat pengaruh X terhadap Y

Ha : YX 0 : Terdapat pengaruh X terhadap Y

Adapun rumus statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut :

t

hitung =

P

YX

(1-R

2YX

) / (n-k-1)

Sumber : Harun Al-Rasyid

dimana :

PYX = koefisien jalur X terhadap Y

R2YX = koefisien determinasi X terhadap Y

k = jumlah variabel bebas dalam model

n = jumlah sampel

Kriteria Uji:

Tolak Ho jika thitung > ttabel atau thitung < -ttabel artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bebas (X) yang sedang diuji terhadap Y


(58)

Terima Ho jika -ttabel thitung ttabel artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bebas (X) yang sedang diuji terhadap Y

2. Besar Pengaruh

Untuk menghitung besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung variabel X terhadap variabel Y, digunakan rumus sebagai berikut :

Pengaruh variabel X terhadap variabel Y :

Pengaruh X terhadap Y secara langsung = PYX . PYX = ………

Uji Hipotesis Pada Sub-Struktur Kedua

1. Uji Pengaruh Secara Bersama-sama atau Simultan.

Untuk mengetahui apakah secara bersama-sama variabel independen (X&Y) berpengaruh terhadap variabel dependen (Z) digunakan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Semua ZXi=0 : Tidak terdapat pengaruh bersama-sama dari X & Y

terhadap Z

Ha : Ada ZXi 0 : Terdapat pengaruh bersama-sama dari X & Yterhadap Z

Adapun rumus statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut :

F

hitung =

(n-k-1)R

2

ZXY

k(1-R

2ZXY

)

Sumber : Harun Al-Rasyid

Keterangan :

R2ZXY = koefisien determinasi X & Yterhadap Z


(59)

n = jumlah sampel

Kriteria Uji:

Tolak Ho jika Fhitung > Ftabel atau artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bebas (X dan Y) yang sedang diuji secara bersama-sama terhadap Z. Terima Ho jika Fhitung Ftabel artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bebas (X dan Y) yang sedang diuji secara bersama-sama terhadap Z.

2. Uji Pengaruh Secara Individual atau Parsial

Untuk mengetahui apakah variabel independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Z) dipakai statistik uji t dengan Hipotesis:

H0 : ZXi=0 : Tidak terdapat pengaruh X dan Y terhadap Z

Ha : ZXi 0 : Terdapat pengaruh X dan Y terhadap Z

Adapun rumus statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut :

t

hitung =

P

ZXi

(1-R

2ZXi

) / (n-k-1)

Sumber : Harun Al-Rasyid

dimana :

PZXi = koefisien jalur X dan Y terhadap Z

R2ZXi = koefisien determinasi X dan Y terhadap Z

k = jumlah variabel bebas dalam model


(60)

Kriteria Uji:

Tolak Ho jika thitung > ttabel atau thitung < -ttabel artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bebas (X dan Y) yang sedang diuji terhadap Z

Terima Ho jika -ttabel thitung ttabel artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bebas (X dan Y) yang sedang diuji terhadap Z.

3. Besar Pengaruh Secara Individual atau Parsial

Untuk menghitung besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung variabel X terhadap variabel Z, digunakan rumus sebagai berikut :

Pengaruh variabel X terhadap variabel Z :

Pengaruh X terhadap Z secara langsung = PZX . PZX = ………

Pengaruh X terhadap Z melalui Y = PZX.rxy. PZY = ……… +

Pengaruh Total = ……….

Berdasarkan nilai pengaruh langsung dan tidak langsung di atas, maka dapat ditunjukkan total pengaruh dari variabel X terhadap variabel Z.


(1)

ANALISIS PENAGIHAN PAJAK DALAM MENGATASI

TUNGGAKAN PAJAK PENGARUHNYA TERHADAP

KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN

PAJAK PRATAMA DI WILAYAH KOTA BANDUNG

ANALIZE OF TAX COLLECTION FOR TAX ARREARS TO MATERIAL TAX COMPLIANCE STUDY IN BANDUNG SMALL TAXPAYERS OFFICE

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh program studi Strata 1 Jurusan Akuntansi

Oleh :

YULI YULIANTI

21107030

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

92

DAFTAR PUSTAKA

John Hutagaol, Wing Wahyu Winarno & Arya Pradipta. (2007). Jurnal Perpajakan Indonesia. Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak , 6(2), 186-193.

Jonathan Sarwono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Masyhuri & Zainuddin. (2008). Metodologi Penelitian-Pendekatan Praktis dan Aplikatif . Bandung : PT Refika Aditama.

Narimawati, Umi. (2010). Penulisan Karya Ilmiah. Genesis: Bekasi. Safri Nurmantu. (2005). Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit.

Setiaji dan Amir. (2005). Majalah Berita Pajak.

Siti Kurnia Rahayu. (2009) .Perpajakan Indonesia Konsep & Aspek Formal. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Siti Resmi. (2007). Perpajakan Studi & Kasus. Jakarta : Salemba Empat.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.

Waluyo. (2007). Perpajakan Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.


(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yuli Yulianti

Umur : 22 tahun

Tempat dan tanggal lahir : Ciamis, 22 Juli 1989

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Kawin

Kewarganegaraan : Indonesia

Tempat tinggal sekarang : Jl. Jatayu III no 31/72

Telepon : 08986941235

Pendidikan Formal

1. Tahun 1995-2001 SDN Jatayu, Bandung

2. Tahun 2001-2004 SMPN 41, Bandung

3. Tahun 2004-2007 SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara, Bandung


(4)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Syukur alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kemampuan, dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, penulis melaksanakan penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

Skripsi ini di maksudkan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh program studi Strata 1 pada program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas Komputer Indonesia Bandung (UNIKOM). Dimana judul yang diambil yaitu: “ANALISIS PENAGIHAN PAJAK DALAM MENGATASI TUNGGAKAN PAJAK PENGARUHNYA TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA DI WILAYAH KOTA BANDUNG”.

Penulis tidak bisa memungkiri bahwa dalam menyusun skripsi ini, penulis menemukan hambatan dan kesulitan, namun berkat ibu Ely Suhayati, SE., M.Si., Ak. Selaku Dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu guna membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk yang sangat berharga demi selesainya penyusunan skripsi ini, akhirnya dengan doa, semangat ikhtiar penulis mampu melewatinya.

Dalam kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu: 1. Dr. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer


(5)

vi

2. Sri Dewi Anggadini, SE., M.Si. Selaku Ketua Porgram Studi Akuntansi dan Dosen Wali Kelas Akuntansi-2.

3. Staff Kesekretariatan Program Studi Akuntansi (Mbak Senny, Teh puji dan Mbak Dona) makasih banyak untuk pelayanan dan informasinya.

4. Seluruh Staff Dosen Pengajar UNIKOM yang telah membekali penulis dengan pengetahuan.

5. Kedua orang tuaku dan adeku yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang dengan keikhlasan dan kesabaran serta pengorbanan yang tiada henti mendorong dan selalu memberi semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh keluarga besar-ku terimakasih atas dukungan dan doanya serta kasih sayang yang begitu tulus kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Untuk sahabat-sahabatku Suryani, Nurhaeti, Laelasari, dan yang lainnya terima kasih atas dukungan dan bantuannya.

8. Semua teman-teman ku kelas Akuntansi-1 terima kasih atas dukungan dan bantuannya.

9. Seluruh pihak-pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik


(6)

vii

yang membangun dalam penulisan ke depannya. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Semoga Allah SWT membalas jasa semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Wassalamua’laikum Wr. Wb.

Bandung, Juli 2011 Penulis

YULI YULIANTI 21107030


Dokumen yang terkait

Prosedur Pelaksanaan Penagihan Aktif Terhadap Wajib Pajak Dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota

1 51 64

Pelaksanaan Penagihan Tunggakan Pajak Terhadap Wajib Pajak Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

0 59 65

Dampak Penggunaan Drop Box Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Peranannya Dalam Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

1 37 70

Pengaruh Penagihan Pajak Terhadap Wajib Pajak Dalam Melunasi Tunggakan Pajak dan Implikasinya pada Penerimaan Pajak (Studi Kasus pada KPP Pratama Majalaya dan KPP Pratama Tegallega)

3 18 27

Analisa Atas Pemeriksaan Pajak Dan Penagihan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Bandung

0 24 164

Analisis Pemeriksaan Pajak Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Di Wilayah Kota Bandung

0 3 1

Pengaruh Penagihan Tunggakan Pajak Dengan surat Paksa Terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak Pada KPP Pratama Bandung-Cicadas

0 13 90

Analisis Penagihan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dan Implikasinya Pada Penerimaan Pajak Di KPP Pratama Di Wilayah Kota Bandung

4 19 130

Pengaruh Penagihan Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Tunggakan Pajak (Studi Kasus Pada KPP Pratama Kanwil Jawa Barat I)

5 36 51

Prosedur Pelaksanaan Penagihan Terhadap Wajib Pajak Dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pematangsiantar

0 0 7