Analisis Penagihan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dan Implikasinya Pada Penerimaan Pajak Di KPP Pratama Di Wilayah Kota Bandung

(1)

Analysis Tax Collection To Tax Compliance and Implications Of Tax Revenue at Small Taxpayers Office in Bandung

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Sidang Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

VIDYA AYUNINGTYAS

21107062

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

i

PAJAK DAN IMPLIKASINYA PADA PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA DI WILAYAH KOTA BANDUNG

Penagihan Pajak merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak melalui kegiatan verifikasi/penelitian yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dan atau laporan wajib pajak yang bersangkutan dalam rangka akurasi data. Sedangkan kepatuhan wajib pajak suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya dan penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penagihan pajak dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta dalam meningkatkan penerimaan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran variabel penagihan pajak, variabel kepatuhan wajib pajak dan variabel penerimaan pajak, sedangkan verifikatif untuk mengetahui hubungan antara penagihan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dan pada penerimaan pajak. Untuk mengetahui pengaruh penagihan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dan pada penerimaan pajak digunakan pengujian statistik. Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan korelasi Person Product Moment, koefisien determinasi, uji hipotesis dengan menggunakan software SPSS 14.0 for windows.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penagihan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dan implikasinya pada penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung. Terdapat hubungan antara penagihan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dan implikasinya pada penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung yaitu sebasar 89,8%.


(3)

ii

ANALYSIS TAX COLLECTION TO TAX TAX COMPLIANE AND IMPLICATION OF TAX REVENUE

AT SMALL TAXPAYERS OFFIVE IN BANDUNG

Tax collection is a series of tax measures to make underwriter of tax pay off tax debts through verification activities / research conducted by the Tax Office and or reports concerned taxpayer to data accuracy. While taxpayer compliance a condition where the taxpayer meets all taxation obligations and implement taxation rights and tax revenue the state is the dominant source of financing for both routine and development expenditures. The purpose of this study was to determine the effect of tax collection to tax compliance and implications of Tax revenue at small taxpayers office in Bandung.

The method used in this research is descriptive and verification method. Descriptive method used to determine the variable picture of the implementation of tax collection to variable tax compliance and variable tax revenue, while the verification to find out the relationship between the maintenance data base and extending the taxpayer. To determine the effect the implementation of tax collections, tax compliance and tax revenue used taxpayer statistical testing. The test statistic used is the calculation of Person Product Moment correlation, coefficient of determination, hypothesis test by using SPSS 14.0 for Windows.

The results of this study indicate that the implementation tax collection to tax compliance and implications of Tax revenue at small taxpayers office in Bandung. There is a relationship between the implementation of tax collection to tax compliance and tax revenue at at small taxpayers office in Bandung that is equal to 89,8%.


(4)

iii

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Syukur alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kemampuan, dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, penulis melaksanakan survei pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

Skripsi ini di maksudkan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh program studi Strata 1 pada program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas Komputer Indonesia Bandung (UNIKOM). Dimana judul yang diambil yaitu: “ANALISI PENAGIHAN PAJAK TERHADAP

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN IMPLIKASINYA PADA

PENERIMAAN PAJAK PADA KPP PRATAMA DI WILAYAH KOTA BANDUNG”.

Penulis tidak bisa memungkiri bahwa dalam menyusun skripsi ini, penulis menemukan hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan Ibu Siti Kurnia Rahayu, SE., M.Ak., Ak. Selaku Dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu guna membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk yang sangat berharga demi selesainya penyusunan skripsi ini, akhirnya dengan doa, semangat ikhtiar penulis mampu melewatinya.


(5)

iv

1. Dr. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Prof. Dr. Umi Narimawati, DRA., S.E.,M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

3. Ely Suhayati, SE., M.Si.,Ak dan Ony Widilestariningtyas, SE., M.Si selaku penguji sidang

4. Sri Dewi Anggadini, SE., M.Si. Selaku Ketua Porgram Studi Akuntansi dan Dosen Wali Kelas Akuntansi-2.

5. Seluruh Staff Dosen Pengajar UNIKOM yang telah membekali penulis dengan pengetahuan.

6. Staff Kesekretariatan Program Studi Akuntansi (Mbak Senny, Mbak Dona dan Teh puji) makasih banyak untuk pelayanan dan informasinya.

7. Lukman Effendi selaku Kepala Kantor Bagian Umum Wilayah DJP Jawa Barat I yang telah memberikan ijin penelitian di KPP Wilayah Kota Bandung. 8. Seluruh kepala Sub Bagian penagihan dan account resprentative di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Kota Bandung yang telah memberikan data dan informasi dalam penyusunan skripsi.

9. Seluruh kepala Sub Bagian Umum di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Kota Bandung.


(6)

v

melakukan pengumpulan data guna penyusunan skripsi.

11. Kedua orang tuaku yang selalu memberikan doa dengan penuh kasih sayang, keikhlasan dan kesabaran serta pengorbanan yang tiada henti mendorong dan selalu memberi semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

12. Keluarga besarku, Aria Fitro Darmawan, Fitri Dwi Laksani dan sepupuku Vera Mayang sari, Fasya Agnia Rahayu dan Salsabila ikko yang selalu memberikan dukungan dan doa serta kasih saying yang begitu tulus kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi

13. Dadan Kusumawardhana, SE., M.Ak, Ak dan Yaser Zein, yang telah banyak membantu penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

14. Bono yang telah memberikan doa, dorongan, dan semangat, serta keluh kesah dalam menyelesaikan skripsi.

15. Sahabat-sahabatku : Tyras Noor Marlinda, Najma Mukhtamaroh Ruliana Utami, Yuni Tri utami, Anggita Rahmawati, Indri Sukmawati dan Nopy Sukmana Putri yang selalu membantu penulis dan memberi semangat untuk mengerjakan skripsi.

16. Semua teman-teman kelas AK2 yang tidak penulis sebutkan.

17. Rini Kania, Christine yang telah banyak membantu mengajarkan penulis dalam mengolah data SPSS dan Tyras Noor Marlinda sebagai teman seperjuangan penulis.


(7)

vi

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan ke depannya. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Semoga Allah SWT membalas jasa semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Bandung, Juli 2011 Penulis

Vidya Ayuningtyas NIM. 21107062


(8)

1

1.1Latar Belakang Penelitian

Pajak erat kaitannya dengan kesadaran masyarakat untuk membayarnya, sejak tahun 1983 pajak sudah menjadi andalan penerimaan negara dalam APBN. Jumlah penerimaan negara dari sektor pajak belum mencapai tax ratio optimal antara lain disebabkan oleh wajib pajak yang tidak patuh terhadap undang-undang perpajakan. Indonesia termasuk yang rendah patuh membayar pajak, dengan tax ratio masih 12% termasuk paling rendah di antara negara-negara tetangga dan kesadaran pajak orang pribadi yang masih rendah jika dibandingkan dengan negara lain. (Fuad Rahmany : 2011). Kemudian ketidakpatuhan tersebut juga dapat dilihat dari tunggakan pajak tahun 2003- 2007 dibawah ini.

Tabel 1.1

Perkembangan Tunggakan Wajib Pajak Di Indonesia Tahun 2003-2007

Tahun Anggaran

Tunggakan

Awal Penambahan

Jumlah Tunggakan

Pencairan Tunggakan

Tunggakan Akhir 2003 13.358.845 12.166.834 25.525.679 8.220.430 17.305.249 2004 17.305.249 13.928.158 31.233.407 12.651.759 18.581.648 2005 18.581.648 11.852.334 30.433.982 10.775.215 19.658.767 2006 19.658.767 21.862.337 41.521.104 15.626.189 25.849.915 2007 25.849.915 20.302.969 46.197.884 19.621.830 25.576.054 Sumber: Direktorat Jenderal Pajak 2008

Dari tabel diatas dapat di lihat terjadi permasalahan yang berdampak pada penerimaan pajak. Dengan tunggakan yang cenderung meningkat dari tahun 2003-2007 dan jumlah pencairan tunggakannya yang jumlahnya hanya sebagian dari jumlah keseluruhan tunggakan pajak akan mengakibatkan terhambatnya


(9)

penerimaan pajak dan tiap tahunnya penambahan tunggakan pajak pun semakin meningkat hingga ± 80% dari tunggakan awal.

Dibawah ini adalah data mengenai perkembangan tunggakan pajak di KPP Pratama Bandung Cicadas mewakili sebagai fenomena mengenai ketidakpatuhan pajak dilihat dari sudut tunggakan pajak.

Tabel 1.2

Perkembangan Tunggakan Pajak pada KPP Pratama Bandung Cicadas Periode 2007 – 2009

Tahun Triwulan Penerbitan Surat Paksa

Penagihan dengan surat paksa

Pelunasan Tunggakan

Saldo Tunggakan

2007

I 220 997,437,109 966,914,977 20,536,546,132 II 220 2,513,464,970 91,965,393 22,958,045,709 III 62 260,034,557 459,475,909 22,758,604,357 IV 26 239,422,762 120,659,781 22,877,367,338

2008

I 267 235,177,616 1,393,222,998 21,719,321,956 II 256 296,352,680 194,660,277 21,821,014,359 III 241 280,842,265 53,086,979 22,048,769,645 IV 206 168,447,328 118,634,937 22,098,582,036

2009

I 79 83,272,289 179,367,277 22,002,487,048 II 250 7,045,387,614 82,545,213 28,965,329,449 III 230 1,142,198,411 21,608,535 30,085,919,325 IV 166 793,839,698 327,430,171 30,552,328,852 Sumber : Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Bandung Cicadas

Tabel diatas memberikan gambaran tentang perkembangan penerbitan surat paksa, tunggakan pajak dan pencairan/ pelunasan pajak di KPP Pratama Bandung Cicadas periode 2007 sampai dengan 2009. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi problem penagihan dengan tunggakan yang cenderung meningkat. Jika dilihat perubahan tunggakan pajak tiga tahun terakhir menunjukkan perubahan yang fluktuatif, dengan pelaksanaan penagihan menggunakan surat paksa yang cukup progresif. Namun masih perlu adanya peningkatan pada pelunasan atas tunggakan pajak yang tercatat pada seksi penagihan. Berdasarkan


(10)

data di atas, dapat terlihat terdapat problema atas jumlah tunggakan pajak yang tiap triwulannya cenderung mengalami peningkatan.

Pernyataan Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Mochamad Tjiptardjo mendukung fenomena tunggakan pajak dengan mengungkapkan sampai dengan September 2009 ini tunggakan pajak BUMN mencapai Rp19 triliun. selain BUMN, tunggakan pajak dari para wajib pajak lainnya mencapai Rp22 triliun. Ia mengancam akan akan mengumumkan namanya di media massa bagi mereka yang tidak segera membayar tunggakannya. Dengan pencairan tunggakan pajak sebesar Rp41 triliun tersebut, maka dapat menambah penerimaan pajak yang cukup signifikan untuk menggapai target penerimaan Rp528 triliun.(Mochamad Tjiptardjo:2009). Dan pernyataan lanjutan mengenai ketidakpatuhan wajib pajak juga ditunjukkan oleh pernyataan bahwa masih banyak wajib pajak yang belum melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan adanya tunggakan pajak yang total nilai tunggakan pajak sampai dengan 17 Februari 2010 mencapai Rp 44 triliun, ini merupakan nilai tunggakan dari 1,8 juta wajib pajak. (M. Tjiptardjo : 2010).

Tunggakan pajak yang meningkat akan mempengaruhi jumlah penerimaan pajak karena jika dilihat dari penerimaan pajak, Dirjen pajak hanya menghasilkan penerimaan pajak sebesar Rp1,241 triliun. Jumlah sebesar itu masih jauh dari target pendapatan pajak yang direncanakan dari hasil pemeriksaan 2010. Untuk 2010 ditargetkan penerimaan pajak dari pemeriksaan sebesar Rp9 triliun. (Otto Endy Panjaitan:2010).


(11)

Kemudian Ketidakpatuhan pajak pun dapat ditunjukkan dengan pernyataan dari Kepala Subdirektorat Kepatuhan Wajib Pajak dan Pemantauan yang menyebutkan bahwa Pada 2010, jumlah wajib pajak terdaftar mencapai 15.911.576 baik orang pribadi maupun badan, tetapi hanya 14.101.933 yang wajib menyampaikan SPT. Yang menyampaikan SPT masih 8.202.309 wajib pajak atau dengan tingkat kepatuhan 58,16 persen. (Liberti Pandiangan:2011). Fenomena tersebut juga ditunjukkan oleh KPP Pratama Karees sebagai berikut:

Tabel 1.3

Kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam Mengembalikan SPT Tepat Waktu Di KPP Pratama Karees Periode 2005-2009

Tahun SPT Dikirim SPT Masuk % SPT Dikirim/ SPT Masuk

2005 32.331 9.831 30,40

2006 35.515 10.637 29,95

2007 36.734 10.198 27,76

2008 41.072 12.612 30,70

2009 57.478 32.779 47,02

Sumber : KPP Pratama Karees

Dari tabel di atas menunjukkan jumlah Wajib Pajak yang menjalani kewajibannya jauh di bawah 50% dari jumlah SPT yang dikirimkan, berarti dapat dilihat bahwa pelaksanaan pajak belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik oleh wajib pajak. Masih banyak Wajib Pajak yang tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Ketidakpatuhan pajak yang timbul dari adanya hutang pajak yang belum dilunasi oleh wajib pajak perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak agar penerimaan pajak sebagai sumber dana utama dalam melaksanakan pembangunan dapat terwujud. Proses penagihan pajak harus dilakukan secara maksimal karena pada dasarnya tunggakan pajak merupakan asset yang cukup besar dari sebuah Kantor Pelayanan Pajak ( Berita Pajak:2009 ).


(12)

Penagihan pajak dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan surat Paksa ketentuan ini dilaksanakan karena mengingat masih seringnya dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya hutang pajak sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa, merupakan pertimbangan khusus tentang keluarnya Undang-Undang penagihan Pajak diharapkan dapat mengatasi semua permasalahan yang ada dalam hal penagihan pajak, khususnya masalah penunggakan hutang pajak oleh wajib pajak.

Sistem penagihan pajak yang berlaku selama ini sangat kaku karena hanya ditujukan pada pembayar pajak besar. Kelompok ini lebih mudah ditagih karena jumlah wajib pajaknya sedikit, tetapi nilai tagihannya besar, sekitar 60 persen dari total penerimaan pajak. Warung makan yang sering muncul di televisi itu tidak membayar pajak meskipun omzetnya lumayan besar. Namun, belum tersentuh karena biaya besar, mulai dari biaya penagihan, biaya psikologis karena banyak penolakan, hingga biaya social. Atas dasar itu Menkeu, pihaknya tengah memperkuat sistem penagihan pajak yang bersentuhan langsung dengan usaha kecil, yakni memodernisasi Kantor Pelayanan Pajak Kecil (Sri Mulyani:2010).

Penagihan diharapkan menjadi ujung tombak KPP dalam menghimpun penerimaan Pajak. Penagihan selama ini kurang dapat diandalkan sebagai sumber penerimaan pajak, padahal potensinya sangat besar. Potensi tersebut berupa Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak. Didalamnya telah tercantum jelas, berapa jumlah yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. Tugas penagihan hanya mencairkan tagihan tersebut dari Wajib Pajak ke Kas Negara, yang sampai saat ini


(13)

mencapai ratusan trilyun rupiah. Bila atas utang pajak tersebut dibayarkan separuhnya saja, betapa besar tambahan penerimaan negara tiap tahunnya. (Darmin Nasution:2009)

Data Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara menyebutkan total berita acara (BA) pemblokiran rekening wajib pajak di Sulsel hingga Oktober tahun ini mencapai 104 rekening dan terbesar terdapat di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pare-pare sebanyak 53 wajib pajak. pihak kpp sejauh ini telah mengeluarkan 23.418 surat teguran, 3.381 surat paksa, 201 permintaan blokir rekening dan 104 BA blokir, serta 155 berita acara (BA) sita dan delapan aset milik wajib pajak telah dilelang. Pelelangan aset ini adalah tindakan terakhir setelah penyitaan dilakukan kepada WP yang menunggak. Setelah pelelangan itu dilakukan dari langkah awal penagihan melalui surat teguran, kemudian surat paksa bayar hingga permintaan blokir rekening namun tidak ada upaya penyelesaian dari wajib pajak. (Djoni Prasetyo:2010)

Masalah penagihan pajak secara teknis adalah dalam hal sulitnya untuk mengetahui perkembangan tunggakan pajak, serta kurangnya pengawasan dalam pembuatan surat teguran karena harus meneliti satu per satu Wajib Pajak yang menyebabkan tunggakan pajak berkurang sehingga menyulitkan pengawasan dalam penagihan aktif. Walaupun SIP disempurnakan menjadi system administrasi modern dengan SI DJP belum bisa menjamin sebuah kesempurnaan, karena SI DJP selama ini belum Link dengan MPN. (Ernawati S:2009)

Penagihan aktif yang dilakukan juga tidak efektif disebabkan juga secara teknis oleh surat-surat yang diterbitkan tidak sampai ke wajib pajak. Juga


(14)

disebabakan karena sikap dan perilaku wajib pajak /penanggung pajak yang tidak sesuai dengan aturan teknis perpajakan yang berlaku. Masalah mobilitas wajib pajak /penanggung pajak, terutama wajib pajak orang pribadi, yang tidak melaporkan alamat barunya juga mengakibatkan aparat penagihan mengalami kesulitan menagih hutang pajak tersebut (Affan Marhaendi : 2009)

Selain fenomena diatas menurut Rukhiyadin petugas salah satu KPP Bandung seksi Penagihan mengemukakan bahwa masih banyak kendala yang dihadapi dalam proses penagihan pajak salah satunya yaitu wajib pajak yang mempunyai tunggakan tetapi tidak mau membayar utang pajaknya dan wajib pajak yang sudah tidak diketahui keberadaannya atau pindah tempat tinggal. (Rukhiyadin:2011)

Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah dikemukakan di atas mengenai pentingnya penagihan pajak, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Analisis Penagihan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dan Implikasinya Pada Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Wilayah Kota Bandung”


(15)

1.2Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

1. Persentasi penerimaan negara melalui pajak masih rendah karena kesadaran masyarakat untuk mau membayar pajak masih sedikit. 2. Wajib pajak wilayah kota Bandung belum patuh dalam membayar

tunggakan pajaknya sehingga terhambatnya Penerimaan pajak

3. 5,89 juta wajib pajak belum patuh, jumlah wajib pajak terdaftar mencapai 15.911.576 baik orang pribadi maupun badan, tetapi hanya 14.101.933 yang wajib menyampaikan SPT (umum)

4. Wajib Pajak wilayah kota Bandung yang menjalani kewajibannya jauh di bawah 50% dari jumlah SPT yang dikirimkan

5. Tidak ada upaya penyelesaian dari wajib pajak setelah dilakukan langkah awal penagihan melalui surat teguran, surat paksa bayar hingga permintaan blokir rekening .

6. Belum optimalnya kegiatan penagihan pajak karena penagihan aktif yang dilakukan tidak efektif yang disebabkan oleh surat – surat yang diterbitkan tidak sampai ke wajib pajak


(16)

1.2.2 Perumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang akan di teliti adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan penagihan pajak pada KPP Pratama di wilayah Kota Bandung

2. Bagaimana kepatuhan pajak pada KPP Pratama di wilayah Kota Bandung

3. Bagaimana penerimaan pajak pada KPP Pratama di wilayah Kota Bandung

4. Berapa besar pengaruh pelaksanaan penagihan dan kepatuhan pajak terhadap penerimaan pajak secara parsial dan simultan

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data mengenai Analisis Atas Penagihan Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak dan Implikasinya pada Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penagihan pajak pada KPP Pratama di wilayah Kota Bandung.

2. Untuk mengetahui kepatuhan pajak pada KPP Pratama di Wilayah Kota Bandung.


(17)

3. Untuk mengetahui penerimaan pajak pada KPP Pratama di Wilayah Kota Bandung.

4. Untuk mengetahui pengaruh Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Pajak dan Implikasinya Pada Penerimaan Pajak pada KPP Pratama di wilayah Kota Bandung

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis

Sebagai tambahan informasi mengenai Analisis Atas Penagihan Pajak yang Mempengaruhi Kepatuhan Pajak dan Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung, sehingga akan menjadi lebih baik dan berkembang.

1.4.2 Kegunaan Akademis 1. Bagi Peneliti

Peneliti mengharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat dan untuk menambah pengetahuan, dan juga memperoleh gambaran langsung tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang Mempengaruhi Kepatuhan Material Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung.

2. Bagi Instansi

Dengan penelitian ini dapat memberikan pandangan bagi instansi tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang Mempengaruhi Kepatuhan Material Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung.


(18)

3. Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan pertimbangan dan pemikiran dalam penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama, yaitu Analisis Atas Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang Mempengaruhi Kepatuhan Material Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung.

1.5 Waktu dan Lokasi Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wilayah Kota Bandung, yaitu:

Tabel 1.4 Lokasi Penelitian

No. Nama KPP Alamat

1. KPP Pratama Bandung Karees Jalan Ibrahim Adjie No. 372 2. KPP Pratama Bandung Cicadas Jalan Soekarno Hatta No. 781 3. KPP Pratama Bandung Tegalega Jalan Soekarno Hatta No. 216 4. KPP Pratama Bandung Cibeunying Jalan Purnawarman No. 19-21 5. KPP Pratama Bandung Bojonagara Jalan Ir. Sutami No. 1

6. KPP Pratama Bandung Sumedang Jalan. Ibrahim No.372 7. KPP Pratama Bandung Majalaya Jalan. Peta No.7


(19)

1.5.2 Waktu Penelitian

Adapun waktu pelaksanaan penelitian yang dilakukan mulai bulan Maret 2011 sampai dengan Juni 2011.

Tabel 1.5 Waktu Penelitian

Tahap Prosedur

Bulan Maret

2011

April 2011

May 2011

Juni 2011

Juli 2011

I

Tahap Persiapan:

1.Bimbingan dengan dosen pembimbing 2.Membuat outline dan proposal skripsi 3.Mengambil formulir penyusunan skripsi 4.Menentukan tempat penelitian

II

Tahap Pelaksanaan :

1.Mengajukan outline dan proposal skripsi 2.Meminta surat pengantar ke perusahaan 3. Penelitian di perusahaan

4. Penyusunan skripsi

III

Tahap Pelaporan :

1.Menyiapkan draft skripsi 2.Sidang akhir skripsi

3.Penyempurnaan laporan skripsi 4.Penggandaan skripsi


(20)

13 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Penagihan Pajak

2.1.1.1 Pengertian Penagihan Pajak

Penagihan pajak timbul sebagai akibatdari keinginan beberapa golongan dalam masyarakat yang berusaha untuk menghindarkan diri dari pengenaan pajak yang dapat menimbulkan tunggakan pajak. Tidak di lunasinya utang pajak tentu saja menjadi beban administrasi tunggakan pajak. Oleh karena itu untuk mencairkan tunggakan pajak tersebut maka dilakukan tindakan penagihan pajak sesuai ketentuan yang berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.

Pengertian penagihan pajak menurut UU No. 19 Tahun 2000 yang dikutip oleh Ida Zuraida dan L.Y Hari Sih Advianto (2011:37) adalah sebagai berikut:

“Penagihan adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi

utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang disita”.

Menurut Panca Kurniawan dan Bagus Pamungkas (2006:1) pengertian Penagihan Pajak adalah sebagai berikut :

”Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak

melunasi utang pajaknya dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan

penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang disita.”


(21)

Pengertian penagihan pajak menurut Mardiasmo (2009:119) adalah:

“Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak

melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan

penyitaan, melaksanakan peyanderaan, menjual barang yang telah disita”

Berdasarkan kedua definisi penagihan pajak tersebut, maka dapat dibagi menjadi tiga unsur:

a. Serangkaian tindakan, yaitu bahwa penagihan pajak dilakukan dalam tahap dari diterbitkan surat teguran, surat paksa, surat melakukan penyitaan, dan permohonan jadwal waktu, tempat, tanggal, bulan pelelangan pada kantor lelang Negara.

b. Aparatur Direktorat Jenderal Pajak, yaitu juru sita pajak Negara yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan.

c. Wajib pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan, yaitu utang pajak yang terdapat dalam STP, SKPKB, SKPKBT

2.1.1.2 Dasar Penagihan Pajak

Dasar penagihan pajak menurut ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut : ”Dasar Penagihan Pajak terbagi menjadi enam, yaitu : 1. Surat Tagihan

a. Pengertian

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

b. Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Tagihan Pajak diterbitkan apabila :


(22)

- PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar

- Dari hasil penelitian surat pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung - Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau

bunga

- Pengusaha yang memenuhi kriteria sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP

- Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi telah membuat faktur pajak atau pengusaha yang dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak

membuat atau faktur pajak tidak lengkap”.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

”Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

a. Pengertian

Pengertian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pajak uang terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besar kecilnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.

b. Penerbitan SKPKB

Diterbitkan Surat Keteapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) apabila :

- Berdasarkan hasil pemeriksaan atau ada keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar

- SPT tidak disampaikan pada waktunya, dan setelah ditegur secara tertulis tidak juga disampaikan dalam waktu menurut saran teguran - Berdasarkan pemeriksaan mengenai PPn dan PPnBM ternyata tidak

harus dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0% (nol persen)

- Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak terpenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang

terutang”.

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

”Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

a. Pengertian

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan. b. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

apabila :

- Berdasarkan data baru atau data yang semula belum lengkap menyebutkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya

- Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat penerbitan SKPKBT dengan demikian SKPKBT dapat diterbitkan


(23)

4. Surat Keputusan Pembetulan

”Surat keputusan pembetulan adalah surat putusan yang membetulkan

kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang terdapat salam Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat keputusan Pengurangan atau Pembetulan Ketetapan Pajak yang tidak benar

atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak”.

5. Surat Keputusan Keberatan

”Surat Putusan keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat

Ketetapan Pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga

yang dianjurkan oleh wajib pajak”.

6. Putusan Banding

”Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap

surat keputusan keberatan yang dianjurkan oleh Wajib Pajak”.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan tagihan pajak diperlukan Surat Tagihan Pajak (STP), dan diterbitkan apabila PPh dalam tahu berjalan tidak atau kurang dibayar, terdapat kekurangan pembayaran pajak, dan dikenakan denda jika Wajib Pajak telat dalam pembayaran pajaknya. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besar kecilnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. Dan diterbitkan apabila berdasarkan pemeriksaan terdapat pajak terutang, tidak menyampaikan surat pemberitahuan tepat waktu, berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak, dan jika penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan tidak terpenuhi. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) digunakan untuk menentukan tambahan atas jumlah pajak uang ditetapkan. Dan diterbitkan jika data baru atau data semula belum lengkap serta ditemukannya data yang lain setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. Surat Keputusan


(24)

Pembetulan merupakan surat untuk membetulkan jiaka terdapat kesalah tulis, salah hitung, maupun kekeliruan dalam penerapan Undang-Undang Perpajakan. Surat Putusan Keberatan merupakan keputusan keberatan terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang dianjurkan oleh Wajib Pajak. Putusan banding merupakan putusan yang diputuskan oleh peradilan pajak terhadap surat keputusan keberatan yang dianjurkan oleh Wajib Pajak.

2.1.1.3 Indikator Penagihan Pajak

Proses penagihan pajak akan dilakukan bila terdapat utang pajak yang belum lunas sampai dengan tanggal jatuh tempo, seperti dengan adanya Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan lainnya, maka akan dilakukan tindakan penagihan pajak sebagai berikut :

1. Menegur dan Memperingatkan

Menurut Rusjdi (2007:22), definisi Surat Teguran adalah sebagai berikut :

“Surat teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk mengatur atau

memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.”

Berdasarkan pengertian tersebut bahwa surat teguran atau menegur (memperingatkan) merupakan surat yang ditebitkan untuk memberikan kepada wajib pajak yang tidak melunasi utang pajaknya.

2. Penagihan Seketika dan Sekaligus

Penagihan seketika dan sekaligus yang ditulis oleh Ida Zuraida dan Advianto (2011:44) adalah sebagai berikut :


(25)

a. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu.

b. Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimilki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia.

c. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usaha, atau menggabungkan usaha, atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya atau melakukan perubahan dalam bentuk lainnya.

d. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara.

e. Terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan, maka pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Penagihan Se4ketika dan Sekaligus

Dapat disimpulkan bahwa penagihan seketika dan sekaligus dilakukan karena wajib pajak akan meninggalkan Indonesia dan tanpa menunggu waktu jatuh tempo.

3. Surat Paksa

Menurut Mardiasmo (2009:121) definisi Surat Paksa adalah:

“Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya

penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap”

Sedangkan menurut Rusjdi (2007:33), definisi surat paksa adalah sebagai berikut :

“Surat Paksa dalah perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak”

Berdasarkan pengertian diatas bahwa surat paksa diterbitkan karena penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya dan kepadanya telah dikeluarkan surat teguran.


(26)

Menurut Mardiasmo (2009:121), Surat paksa diterbitkan apabila:

“1. Penanggung pajak tidak dilunasi uatng pajak dan kepadanya

diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.

2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus atau

3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran

pajak.”

4. Pencegahan

Pengertian pencegahan yang dikemukakan oleh Panca Kurniawan dan Bagus pamungkas (2006:163) adalah sebagai berikut :

“Pencegahan adalah larangan bersifat sementara terhadap orang-orang

tertentu untu keluar wilayah Indonesia berdasarkan alasan-alasan tertentu. Orang-orang tertentu bukan hanya warga negara Indonesia, tetapi juga

orang asing yang berda diwilayah Indonesia.”

Dari pengertian tersebut diatas bahwa pencegahan merupakan larangan terhadap wajib pajak untuk keluar dari Indonesia dengan tujuan tidak menimbulkan sewenang-wenang dalam pelaksanaannya.

5. Penyitaan

Menurut Mardiasmo (2009:122), definisi penyitaan adalah sebagai berikut:

“Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang

penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.”

Berdasarkan pengertian diatas bahwa penyitaan merupakan tindakan untuk menguasai barang penanggung pajak yang digunakan sebagai jaminan untuk melunasi utang pajaknya.


(27)

6. Penyanderaan

Pengertian penyanderaan yang dikemukakan oleh Panca Kurniawan dan Bagus pamungkas (2006:163) adalah sebagai berikut :

“Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya ditempat tertentu.”

Berdasarkan pengertian tersebut bahwa penyanderaan merupakan pengekangan sementara waktu kebebasan bagi penanggung pajak ditempat tertentu.

7. Lelang

Menurut Mardiasmo (2009:124), definisi lelang adalah sebagai berikut:

“Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara

penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan

peminat atau calon pembeli.”

Berdasarkan pengertian tersebut bahwa lelang merupakan usaha untuk melakukan penjualan barang hasil sita dengan cara penawaran harga secara lisan atau tertulis melalui pengumpulan calon pembeli.

Jangka waktu penagihan sejak diterbitkan surat teguran sampai dengan pelaksanaan lelang secara ringkas dapat dilihat dalam tabel 2.1 sebagai berikut :


(28)

Tabel 2.1

Jadwal Waktu Penagihan Pajak

No Tindak Penagihan

Waktu Penerbitan Implikasi

1 Surat Teguran 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayarn seperti tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, atau STP telah lewat

Diberikan jangka waktu 21 hari kepada wajib pajak untuk segera melunasi utang pajaknya

2 Surat Paksa 21 hari sejak penerbitan surat teguran telah lewat

Diberikan jangka waktu 2 x 24 jam kepada wajib pajak untuk segera melunasi utang pajak dan biaya penagihan

3 Surat Perintah Melaksanakan penyitaan

2 x 24 jam sejak penerbitan surat teguran telah lewat

Diberikan jangka waktu 14 hari kepada wajib pajak untuk segera melunasi utang pajaknya dan biaya penagihan

4 Pengumuman Lelang

14 hari sejak penerbitan surat perintah melaksanakan penyitaan telah lewat

Diberikan jangka waktu 14 hari kepada wajib pajak untuk segera melunasi utang pajaknya dan biaya penagihan

5 Lelang 14 hari sejak penerbitan pengumuman lelang telah lewat

Pejabat dapat segera menggunakan, menjual, dan memindahkanbukukan barang-barang wajib pajak yang disita sebagai pelunasan biaya penagihan dan utang pajak

Sumber : Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan

2.1.2 Kepatuhan Wajib Pajak

2.1.2.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Kondisi perpajakan yang menuntut keikutertaan aktif wajib dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi. Yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Karena sebagian besar pekerjaan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh wajib pajak (dilakukan sendiri atau dibantu oleh ahli misalnya praktisi perpajakan nasional/taxagent) bukan fiskus selaku pemungut pajak, sehinggga kepatuhan diperlukan dalam self assessment system dengan tujuan penerimaan pajak yang optimal.


(29)

Setelah kita memperoleh gambaran umum tentang kepatuhan wajib pajak, maka kita juga perlu mengetahui definisi tentang kepatuhan wajib pajak. Adapun pengertian kepatuhan ditulis oleh Safri Nurmantu yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah:

“Kepatuhan wajib pajak yang didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana

wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”

Pengertian kepatuhan ditulis oleh Chaizi dan dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:139) adalah:

“Kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai berikut:

1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri

2. Kepatuhan wajib pajak untuk menyetorkan kembali SPT 3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang

4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.”

Kemudian merujuk pada kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000, bahwa kriteria kepatuhan wajib pajak patuh adalah sebagai berikut :

1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

4. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%. 5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir di

audit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.


(30)

Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa kepatuhan dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang pengertian kepatuhan wajibpunggung self assessment system, dimana wajib pajak bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut.

Adapun jenis-jenis kepatuhan wajib pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2006:110) adalah sebagai berikut:

“Jenis-Jenis Kepatuhan adalah:

1. Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan.

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantive/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa Undang-undang pajak kepatuhan

material juga dapat meliputi kepatuhan formal.”

Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan adalah merupakan tujuan utama dari pemeriksaan pajak, sehingga darii hasil pemeriksaan akan diketahui tingkat kepatuhan wajib, bagi wajib pajak yang tingkat kepatuhannya rendah, diharapkan akan memberikan motivasi positif agar untuk masa-masa selanjutnya menjadi lebih baik.

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dilakukan dalam hal: a. SPT menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan

pengembalian pendahuluan wajib pajak. b. SPT tahunan pajak menunjukkan rugi

c. SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak tepat pada waktunya.

d. SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.


(31)

e. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut tidak dipenuhi. Selain itu kepatuhan wajib pajak dapat diukur sesuai ketetapan kantor wilayah direktorat jenderal pajak jawa barat I, yaitu dengan cara membandingkan jumlah wajib pajak efektif dan jumlah laporan SPT yang masuk untuk mengetahui besarnya presentase kepatuhan wajib pajak dengan rumus:

Jumlah laporan SPT yang masuk X 100% Jumlah wajib pajak efektif

2.1.2.2Indikator Kepatuhan Wajib Pajak

1. Menyampaikan SPT Tahunan PPh Tepat Waktu

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010: 138) Wajib Pajak telah menjalankan kewajibannya dalam menyampaikan SPT Tahunan tepat waktu jika:

“Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan

Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila Wajib Pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan sebelum tanggal 31 Maret maka Wajib Pajak telah memenuhi kewajibannya.”

Jadi sesuai dengan ketetapan perundangan perpajakan yang berlaku bahwa Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh dalam kurung waktu yang ditetapkan yaitu sebelum tanggal 31 Maret maka wajib pajak tersebut dikategorikan sebagai Wajib Pajak yang patuh.

2. Menyampaikan SPT Tahunan PPh Terlambat/ Lewat Waktu (Permohonan Perpanjangan Penyampaian SPT)

Terdapat banyak kasus dimana Wajib Pajak tidak menyampaikan kembali SPT pada waktunya dikarenakan


(32)

ketidaklengkapan persyaratan berupa laporan keuangan dari WP Badan tersebut.

Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2009:46) menjelaskan bahwa:

“Pasal 3 ayat 4 dan 5 UU KUP menyatakan bahwa WP dapat mengajukan

permohonan perpanjangan untuk waktu penyampaian SPT tahunan. Dengan cara mengisi formulir yang tersedia di kantor pelayanan pajak, masing-masing rangkap dua. Dalam permohonan secara tertulis itu diajukan sebelum tanggal 25 sebelum batas akhir penyampaian SPT

Tahunan”.

3. Menyampaikan SPT Tahunan PPh Pembetulan

Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2009:46) menyatakan bahwa:

“Terhadap kekeliruan dalam pengisian SPT yang dibuat oleh

Wajib Pajak masih terbuka baginya hak untuk melakukan pembetulan atas kemauan sendiri dalam jangka waktu 2 tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak dengan syarat Dirjen Pajak belum melakukan pemeriksaan. Dalam hal pembetulan SPT tersebut diatas menyatakan rugi atau lebih bayar”.

Dengan fasilitas tersebut diatas, Wajib Pajak dapat tetap melakukan kewajibannya walaupun dengan keterlambatan waktu, namun dapat dikategorikan sebagai Wajib Pajak yang patuh.

2.1.3 Penerimaan Pajak

2.1.3.1 Pengertian Penerimaan Pajak

Pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh negara kita tidak terlepas dari peran aktif dari pajak, karena sektor pajak telah menjadi penerimaan bagi negara yang cukup kompeten. Penerimaan atau pendapatan adalah suatu hasil yang ingin dicapai oleh setiap perusahaan secara optimal.


(33)

Pengertian penerimaan pajak menurut Suryadi (2006:105) adalah sebagai berikut :

“Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan.”

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan dapat menjadi sumber pembiayaan pembangunan untuk menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan efisien.

Penerimaan pajak berasal dari pusat dan daerah yang merupakan hasil pungutan dari wajib pajak. Jika kontribusi pajak dari rakyat ke negara lancar, maka pembangunan menjadi lancar dan berjalan secara continue. Penerimaan pajak seperti ditulis oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:45), menyatakan bahwa :

“Sesuai pengenaannya, pajak dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu :

1. Pajak Negara terdiri dari : a. Pajak Penghasilan

b. Pajak Pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah

c. Pajak Bumi dan Bangunan d. Bea Materai

e. Bea perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan f. Penerimaan Negara yang berasal dari migas 2. Pajak Daerah terdiri dari :

a. Pajak propinsi, meliputi :

1. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air

2. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air 3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor

4. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.

b. Pajak Kabupaten/ Kota, meliputi : 1. Pajak Hotel dan Pajak restauran 2. Pajak Hiburan

3. Pajak Reklame

4. Pajak Penerangan Jalan

5. Pajak Pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C”


(34)

Jadi dengan adanya pengelompokan pajak berdasarkan penyetorannya, maka penyetoran pajak daerah dan pajak pusat dapat dikelompokan secara baik agar tercipta suatu pembangunan yang merata diseluruh daerah.

2.1.4 Konsep Penghubung

2.1.4.1Penagihan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Konsep yang menghubungakan penagihan pajak dengan kepatuhan wajib pajak dalam penelitian ini menggunakan pernyataan menurut Gatot S.M. Faisal (2009:225) sebagai berikut:

“Di samping bertujuan untuk mencairkan tunggakan pajak, tindakan

penagihan pajak dengan surat paksa juga merupakan wujud law enforcement untuk meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek

psikologis bagi wajib pajak”.

2.1.4.2Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Penerimaan

Kepatuhan Wajib Pajak kaitannya dengan penerimaan pajak dalam penelitian ini menggunakan dasar atas pernyataan menurut Siti kurnia Rahayu (2006:114) adalah sebagai berikut :

"Jika semua wajib pajak di Indonesia berpredikat patuh maka akan berimplikasi pada optimalisasi penerimaan Pajak. Maka efeknya pada penerimaan negara yang bertambah besar"

2.1.4.3Konsep Penghubung Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan

Hubungan pelaksanaan penagihan pajak dengan penerimaan pajak yang digunakan dalam penelitian ini mengunakan pernyataan menurut Waluyo (2000:238) adalah sebagai berikut:


(35)

“Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu

menunjukkan jumlah yang sangat besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun dengan demikian secara umum penerimaan pajak di bidang perpajakan semakin meningkat, terhadap tunggakan pajak maka di maksudkan perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum

yang memaksa”.

2.2 Penelitian Terdahulu

Dari penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh para peneliti-peneliti terdahulu menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh Penagihan Pajak (Tax Collection) Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Tax Compliance) dan juga kesimpulan penelitian tentang pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak (Tax Compliance) terhadap Penerimaan Pajak (Tax Revenue) Yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.2

Tabel Jurnal Penelitian Terdahulu

No. Nama Judul Kesimpulan

1. Amin Purnawan (Jurnal Hukum, Vol. 14 No.1 2004)

Pelaksanaan Tindakan Penagihan Pajak Kaitannya dengan Kepatuhan Wajib Pajak dan Aspek Keadilannya

wajib pajak yang tidak patuh dapat dilihat dari tunggakan pajaknya dan

tunggakan pajak yang menyebabkan adanya Penagihan Pajak 2. Dahliana Hasan

(Mimbar Hukum Vol. 20. No.2, 2008)

Pelaksanaan Tax Compliance dalam upaya Optimalisasi Penerimaan Pajak di Kota Yogyakarta

Ketidakmaksimalan pelaksanaan Tax Compliance

berimbas pada tidak optimalnya

penerimaan pajak 3. Wing Wahyu

Winarno, Arya Pradipta (Akuntabilitas,

Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan wajib pajak merupakan salah satu kunci keberhasilan pemerintah dalam


(36)

Vol.6 No.2, 2007) menghimpun penerimaan pajak Ketiga penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pentingnya tindakan penagihan dalam meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak dan dengan meningkatnya Kepatuhan Wajib Pajak maka semakin optimalnya Penerimaan Pajak. Penagihan dan Kepatuhan sangat berpengaruh karena masing-masing mempunyai keterkaitan hubungan dalam pengoptimalan Penerimaan Pajak.

.

2.3 Kerangka Pemikiran

Tujuan Negara Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur dan merata. Pemerintah menyadari bahwa penerimaan dari sektor migas kurang dapat diandalkan, sebab sektor migas merupakan hasil alam yang semakin lama semakin berkurang dan tidak dapat diperbaharui. Sedangkan upaya dari pinjaman Luar Negeri, pemerintah lebih mengharapkan bantuan dalam bentuk cuma-cuma atau hibah dan menolak bantuan dengan syarat tertentu, seperti turut campur dalam kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

Adapun upaya yang dilakukan pemerintah saat ini dalam mencari sumber penerimaan negara yaitu dengan jalan mencari sumber-sumber pembiayaan alternatif yang dianggap potensial dan juga dapat diandalkan. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengoptimalkan penerimaan negara, terutama dalam sektor pajak. Adapun salah satu bentuk keikutsertaan masyarakat yang kiranya dianggap paling besar saat ini dalam kaitannya dengan sektor pajak adalah


(37)

melakukan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan Undang-undang perpajakan. Dalam penerimaan pajak, kepatuhan wajib pajak dalam melunasi utang pajaknya merupakan faktor yang cukup penting mengingat pajak merupakan penerimaan Negara yang cukup besar. Oleh karena itu, pemerintah memfokuskan perhatiannya terhadap penerimaan dalam negeri dari sektor pajak.

Membayar pajak merupakan kewajiban masyarakat kepada negara yang harus dipatuhi. Disisi lain, negara memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Saat pajak menjadi andalan penerimaan, negara berupaya memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat memenuhi kewajiban pajaknya dengan harapan timbul kepatuhan yang diharapkan. Kepercayaan yang diberikan menjadi harga mahal yang patut diimbangi dengan sikap patuh pembayar pajak melihat kepatuhan wajib pajak membantu meningkatkan penerimaan pajak. dan menghadapi itu, kepatuhan pembayar pajak (wajib pajak) dalam menyampaikan SPT Tahunan PPh menjadi penting untuk dikaji ulang.

Pemungutan pajak oleh pemerintah diatur dalam undang-undang, oleh karena itu pemerintah melakukan tindakan tegas untuk wajib pajak yang menghindari pemungutan pajak. Tindakan yang dilakukan pemerintah adalah dengan penagihan pajak yaitu upaya memaksa wajib pajak untuk melaksanakan kewajibannya.

Pemerintah melakukan penagihan pajak dengan harapan masyarakat melaksanakan kewajiban dan kepatuhannya sebagai wajib pajak untuk


(38)

mendukung keberhasilan penerimaan pajak yang dapat membantu pemerintah untuk menjalankan pemerintahannya.

Penagihan pajak merupakan sarana dalam menegakkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada wajib pajak serta melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Menurut widyaiswara mengelompokan bahwa ketidakpatuhan formal wajib pajak yaitu wajib pajak dengan sengaja tidak mendafrakan diri, wajib pajak tidak menyampaikan SPT, Wajib Pajak menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/ tidak lengkap/ melampirkan keterangan yang tidak benar, wajib pajak yang sengaja tidak bersedia meminjamkan pembukuan, catatan, atau dokumen lainnya.

Ketidakpatuhan ini telah menjadi pekerjaan rumah yang wajib diselesaikan oleh Dirjen Pajak karena ketidakpatuhan wajib pajak akan berpengaruh pada pendapatan Negara yang menjadi sumber dana pembangunan dan pemeliharaan sarana publik bagi masyarakat.


(39)

Negara

Penerimaan dalam Penerimaan luar negeri

Migas Pajak

Pusat Daerah

Pajak Penghasilan

Orang Badan

- Menegur dan memperingatkan - Penagihan seketika dan

sekaligus - Surat Paksa - Pencegahan - Penyitaan - Penyanderaan Penagihan Pajak Tunggakan Pajak Kepatuhan Perpajakan Kepatuhan Material Kepatuhan Formal Kepatuhan Wajib Pajak Jumlah SPT tahunan yang

- Menyampaikan SPT Tahunan PPh TepatWaktu

- Menyampaikan SPT Tahunan PPh terlambat/lewat waktu

(Permohonan Perpanjangan penyampaian SPT)

- Menyampaikan SPT Tahunan PPh Berbagai surat peringatan dikirim ke

Wajib Pajak untuk mempengaruhi perilaku kepatuhan (Elaine Doyle, Kieran Gallery and Mary Coyle, Journal of Finance and Management in Public Services. Volume 8 No. 1)

Realisasi Penerimaan Pajak

Kepatuhan wajib pajak merupakan salah satu kunci keberhasilan pemerintah dalam menghimpun penerimaan pajak (Wing Wahyu winarno, akuntabilitas Vol.6 No.2) Penagihan

memberikan kontribusi sebesar 11,8 % terhadap tingkat penerimaan pajak (Dini Aristina:2007)

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian


(40)

2.4 Hipotesis

Perumusan hipotesis penelitian merupakan langkah ke tiga dalam penelitian. Setelah peneliti mengemukakan Landasan Teori dan Kerangka Berfikir. Sugiyono (2011:64) menjelaskan tentang hipotesis sebagai berikut :

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian telah biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta –fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap

rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik”.

Berdasarkan kerangka pemikiran yang dijelaskan di atas maka penulis menarik hipotesis penelitian bahwa Penagihan Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh terhadap Penerimaan di KPP Pratama Bandung di wilayah Kanwil Jawa Barat 1 secara parsial dan simultan.


(41)

34 3.1 Obyek Penelitian

Pengertian objek penelitian Menurut Suharsimin Arikunto (2006:118) menyatakan bahwa :

“Objek penelitian (variabel penelitian) adalah apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.”

Adapun pengertian dari objek penelitian menurut Sugiyono (2010:13)adalah sebagai berikut :

“Objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid, dan

reliable tentang sesuatu hal (variabel tertentu)”.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Objek penelitian adalah sasaran atau titik perhatian dalam suatu penelitian. Objek dalam penelitian ini adalah penagihan pajak, kepatuhan wajib pajak, dan penerimaan pajak. Penelitian ini dilaksanakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung di wilayah Kanwil Jawa Barat. Mengacu pada tujuan penelitian yang dilakukan yaitu untuk mengetahui Pengaruh Penagihan Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Bandung di wilayah Kanwil Jawa Barat.


(42)

3.2 Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2010:2) pengertian metode penelitian adalah sebagai berikut:

“Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”

Dalam melakukan penelitian ini, metode penelitian menggunakan

descriptive dan verifikatif. Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.

Pengertian metode deskriptif menurut Sugiyono (2010:29) adalah sebagai berikut:

“Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan

atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.”

Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan rumusan masalah ke satu, dua dan tiga. Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan masalah-masalah yang ada dan sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga data tersebut akan dikumpulkan, dianalisis dan diproses lebih lajut sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari, jadi dari data tersebut akan ditarik kesimpulan.

Sedangkan menurut Mashuri (2009:45) pengertian metode verifikatif adalah sebagai berikut:


(43)

“Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa

dengan kehidupan.”

Sedangkan verifikatif dilakukan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan alat uji statistik yaitu Analisis Jalur (Path Analysis).

3.2.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses penelitian. Desain penelitian akan berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian, karena langkah dalam melakukan penelitian yang telah dibuat.

Menurut Sugiyono (2010:15) dapat disimpulkan proses penelitian kuantitatif meliputi :

1. Sumber masalah 2. Rumusan masalah

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan 4. Pengajuan hipotesis

5. Metode penelitian

6. Menyusun instrumen penelitian 7. Kesimpulan.

Berdasarkan proses penelitian yang telah dijelaskan diatas, maka desain pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Sumber Masalah

Membuat identifikasi masalah berdasarkan latar belakang penelitian sehingga mendapatkan judul sesuai dengan masalah yang ditemukan. Identifikasi masalah diperoleh dari adanya fenomena yang terjadi di masyarakat, seperti


(44)

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Penagihan Pajak di KPP Pratama Bandung di Wilayah Kanwil Jawa Barat.

2. Bagaimana Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Bandung di Wilayah Kanwil Jawa Barat.

3. Bagaimana Penerimaan Pajak di KPP Pratama Bandung di Wilayah Kanwil Jawa Barat.

4. Seberapa Besar Pengaruh Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan dan implikasinya pada Penerimaan Pajak di KPP Pratama Bandung di Wilayah Kanwil Jawa Barat secara parsial dan simultan.

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan

Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis), maka peneliti mengkaji teori-teori yang relevan dengan masalah. Selain itu penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap masalah penelitian (hipotesis). Telaah teoritis mempunyai tujuan untuk menyusun kerangka teoritis yang menjadi dasar untuk menjawab masalah atau pertanyaan penelitian yang merupakan tahap penelitian dengan menguji terpenuhinya kriteria pengetahuan yang rasional.


(45)

4. Pengajuan hipotesis

Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris (faktual).

5. Metode penelitian

Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode descriptive analysis dan verifikatif. Metode descriptive analysis digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama, kedua, dan ketiga.

Sedangkan metode verifikatif digunakan untuk menjawab rumusan masalah keempat.

6. Menyusun instrumen penelitian

Setelah metode penelitian yang sesuai dipilih, maka peneliti dapat menyusun instrumen penelitian. Instrumen ini digunakan sebagai alat pengumpul data. Instrumen pada penelitian ini berbentuk kuesioner, untuk pedoman wawancara. Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, maka instrumen penelitian harus terlebih dulu diuji validitas dan reabilitasnya. Dimana validitas digunakan untuk mengukur kemampuan sebuah alat ukur dan reabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana pengukuran tersebut dapat dipercaya. Setalah data terkumpul maka selanjutnya dianalisis untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik statistik tertentu. Selanjutnya peneliti menganalisis dan mengambil sampel untuk melakukan penelitian mengenai: Sehingga variabel-variabel penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu :


(46)

a. Penagihan Pajak yang diperoleh dari data kuesioner yang akan diisi oleh pegawai pajak

b. Kepatuhan Wajib Pajak yang diperoleh dari data kuesioner yang akan diisi oleh pegawai pajak

c. Penerimaan Pajak yang diperoleh dari data sekunder dari masing-masing KPP Pratama Bandung di wilayah Kanwil Jawa Barat

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan

Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis), maka peneliti mengkaji teori-teori yang relevan dengan masalah. Selain itu penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap masalah penelitian (hipotesis). Telaah teoritis mempunyai tujuan untuk menyusun kerangka teoritis yang menjadi dasar untuk menjawab masalah atau pertanyaan penelitian yang merupakan tahap penelitian dengan menguji terpenuhinya kriteria pengetahuan yang rasional.

4. Pengajuan hipotesis

Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris (faktual).

5. Metode penelitian

Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode descriptive analysis dan verifikatif. Metode descriptive analysis digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama, kedua, dan ketiga.


(47)

Sedangkan metode verifikatif digunakan untuk menjawab rumusan masalah keempat.

6. Menyusun instrumen penelitian

Setelah metode penelitian yang sesuai dipilih, maka peneliti dapat menyusun instrumen penelitian. Instrumen ini digunakan sebagai alat pengumpul data. Instrumen pada penelitian ini berbentuk kuesioner, untuk pedoman wawancara. Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, maka instrumen penelitian harus terlebih dulu diuji validitas dan reabilitasnya. Dimana validitas digunakan untuk mengukur kemampuan sebuah alat ukur dan reabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana pengukuran tersebut dapat dipercaya. Setalah data terkumpul maka selanjutnya dianalisis untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik statistik tertentu. Selanjutnya peneliti menganalisis dan mengambil sampel untuk melakukan penelitian mengenai:

a. Penagihan Pajak yang diperoleh dari data kuesioner yang akan diisi oleh pegawai pajak

b. Kepatuhan Wajib Pajak yang diperoleh dari data kuesioner yang akan diisi oleh pegawai pajak

c. Penerimaan Pajak yang diperoleh dari data sekunder dari masing-masing KPP Pratama Bandung di wilayah Kanwil Jawa Barat

Selanjutnya penulis mulai menggunakan perhitungan dengan menggunakan MSI (Method Succesive Interval) untuk menaikkan skala ordinal menjadi interval, sebagai syarat untuk menggunakan analisis jalur (path analysis).


(48)

7. Kesimpulan

Kesimpulan adalah langkah terakhir berupa jawaban atas rumusan masalah. Dengan menekankan pada pemecahan masalah berupa informasi mengenai solusi masalah yang bermanfaat sebagai dasar untuk pembuatan keputusan. Desain penelitian ini menggunakan pendekatan paradigma hubungan satu variable bebas, dengan satu variable tergantung (terikat) dan satu variable intervening. Desain pernelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1

Hubungan Struktural Antar Variabel

Penagihan Pajak (X)

Penerimaan Pajak (Z) Kepatuhan Wajib Pajak


(49)

Tabel 3.1 Desain Penelitian Tujuan Penelitian Desain Penelitian Jenis Penelitian Metode yang

Digunakan Unit Analisis

Time Horizon

T-1 Descriptive

analysis

Descriptive

dan Survey

Kantor Pelayanan Pajak

Cross Sectional

T-2 Descriptive

analysis

Descriptive

dan Survey

Kantor Pelayanan Pajak

Cross Sectional

T-3 Descriptive

analysis

Descriptive

dan Survey

Kantor Pelayanan Pajak Cross Sectional T-4 Descriptive analysis dan

Verificative Descriptive dan Explanatory Survey Kantor Pelayanan Pajak Cross Sectional

Dari tabel di atas dapat penulis uraikan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Penagihan Pajak di KPP Pratama Bandung di wilayah Kanwil Jawa Barat, digunakan metode deskriptif analysis dan survey dengan cara membandingkan keadaan yang ada dengan teori-teori yang relevan. 2. Untuk mengetahui Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Bandung di

wilayah Kanwil Jawa Barat, digunakan metode deskriptif analysis dan survey dengan cara membandingkan keadaan yang ada dengan teori-teori yang relevan pada KPP dengan waktu yang telah dijadwalkan.

3. Untuk mengetahui Penerimaan Pajak, digunakan metode deskriptif analysis dan survey dengan cara membandingkan keadaan yang ada dengan teori-teori yang relevan pada KPP.


(50)

4. Untuk mengetahui seberapa besar Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan dan Implikasinya pada Penerimaan Pajak di KPP Pratama Bandung di wilayah Kanwil Jawa Barat secara parsial dan simultan digunakan metode deskriptif analysis dan verifikatif.

3.2.2 Variabel Penelitian dan Operasionalisasi Variabel

Menurut Sugiyono (2011:2), mendefinisikan variabel penelitian adalah sebagai berikut:

”Variabel penelitian adalah segala suatu hal yang berbentuk apa saja

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan.”

Untuk mengetahui pengaruh penagihan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dan juga pengaruh keduanya yaitu penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak maka diperlukan operasionalisasi variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh melalui pengukuran variabel-variabel penelitian. Penagihan Pajak merupakan variabel-variabel bebas (Independent)

terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Penagihan Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak merupakan variabel bebas (Independent) bagi Penerimaan Pajak. Sehingga variabel-variabel penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu :

- Penagihan Pajak

- Kepatuhan Wajib Pajak - Penerimaan Pajak


(51)

Agar penelitian ini dapat di laksanakan sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu dipahami berbagai unsur-unsur yang menjadi dasar dari suatu penelitian ilmiah yang termuat dalam operasionalisasi variabel penelitian sebagai berikut:

Tabel 3.2

Operasionalisasi Variabel VARIAB

EL

KONSEP DIMENSI INDIKATOR SKALA

Penagiha n Pajak ( X) Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

(Undang-undang No.19 Tahun 2000)

Penagihan Aktif

- Surat Teguran Ordinal

- Surat Paksa Ordinal - Surat Perintah

Melaksanakan penyitaan Ordinal - Pengumuman Lelang Ordinal


(52)

Kepatuha n Pajak

(Y)

“Kepatuhan adalah

suatu keadaan dimana

wajib pajak memenuhi

kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. (Siti Kurnia Rahayu, 2010:138) Kepatuhan Formal - Menyampaikan SPT Tahunan PPh TepatWaktu Ordinal - Tidak mempunyai tunggakan pajak Ordinal - Kepatuhan dalam mendaftarkan diri dan menyetorkan kembali Ordinal Penerima an Pajak (Z) Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan. (Suryadi:2009) -Jumlah Penerimaan Pajak Tahun 2010 Rasio

Dalam operasionalisasi variable ini, semua varibel menggunakan skala ordinal. Pengertian dari skala ordinal menurut Nur Indrianto dan bambang (2002 : 98)yaitu :

“Skala Ordinal adalah skala pengukuran yang tidak hanya menyatakan

kategori, tetapi juga menyatakan peringkat construct yang di luar ukur.” Berdasarkan pengertian diatas, maka skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala ordinal dan rasio dengan tujuan untuk memberikan informasi berupa nilai pada jawaban. Variabel-variabel tersebut diukur oleh instrumen pengukur dalam bentuk kuesioner berskala ordinal yang memenuhi pernyataan-pernyataan tipe skala likert.


(53)

3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data 3.2.3.1Sumber Data

Sumber data yang digunakan peneliti dalam penelitian mengenai

“Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Implikasinya pada

Penerimaan Pajak” adalah data primer dan sekunder.

1. Data Primer

Menurut Sugiyono (2011:139), mendefinisikan data primer adalah sebagai berikut:

“Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data.”

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini melalui cara menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, dalam hal ini petugas pajak di KPP Pratama Bandung di wilayah Kanwil Jawa Barat. Variabel yang menggunakan data ini adalah variabel penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak.

2. Data Sekunder

Menurut Sugiyono (2011:141) sumber sekunder adalah sebagai berikut:

“Sumber sekunder adalah sumber data yang diperoleh dengan cara

membaca, mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber dari literature, buku-buku, serta dokumen perusahaan”

Data Sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, yaitu berupa jumlah penerimaan pajak per bulan tahun 2010 di KPP Pratama Bandung


(54)

di wilayah Kanwil Jawa Barat. Data ini digunakan untuk variabel Penerimaan Pajak.

3.2.3.2Teknik Penentuan Data

Untuk menunjang hasil penelitian, maka peneliti melakukan pengelompokan data yang diperlukan kedalam dua golongan, yaitu:

1. Populasi

Definisi populasi menurut Sugiyono (2011:61) yaitu :

“Wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.

Berdasarkan definisi di atas, populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian. Yang menjadi populasi target dalam penelitian ini adalah Seksi Penagihan dan Account representative di Kantor Pelayanan Pajak di wilayah Kota Bandung yang berjumlah 175 pegawai.

2. Sampel

Dengan meneliti secara sampel, diharapkan hasil yang telah diperoleh akan memberikan kesimpulan gambaran sesuai dengan karakteristik populasi. Menurut Sugiyono (2011: 62), pengertian sampel yaitu:

“Bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa sampel merupakan bagian dari populasi dan dapat mewakili populasi secara keseluruhan. Rumus yang digunakan


(55)

untuk menentukan sampel yaitu menggunakan rumus Slovin yang dikutip oleh Husein Umar (2008:78), yaitu sebagai berikut :

n = N (N.e2) + 1

Dimana :

n = Jumlah sample N = Jumlah Populasi

e2 = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sample dalam penelitian, presisi yang digunakan dalam penelitian ilmu social adalah1%, 5%, 10%. Presisi yang digunakan dalam penelitian ini diambil nilai e = 5% sehingga ukuran sample dapat dihitung sebagai berikut :

n = N (N.e2) + 1

n = 175 (175 x 0,052)+1 n = 175

1,437 n = 121

Berdasarkan rumus penarikan jumlah sample diatas, maka sample yang diambil penulis dalam penelitian ini adalah sebanyak 121 pegawai pajak pada 7 Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung.


(56)

Tabel 3.3

Proporsional Sampel Penelitian Kantor Pelayanan

Pajak (KPP)

Jumlah Populasi Ukuran Sampel

1. KPP Cibeunying 25/175 x 121 17

2. KPP Bojonegara 26/175 x 121 18

3. KPP Karees 25/175 x 121 17

4. KPP Sumedang 25/175 x 121 17

5. KPP Cicadas 25/175 x 121 17

6. KPP Tegalega 25/175 x 121 17

7. KPP Majalaya 26/175 x 121 18

Jumlah 175 121

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh hasil penelitian yang diharapkan maka dibutuhkan data dan informasi yang akan mendukung penelitian ini. Oleh karena itu digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Penelitian Lapangan (Field research) Penelitian lapangan ini terdiri dari:

 Observasi, yaitu pengamatan lapangan terhadap objek yang diteliti, termasuk pengumpulan data dari dokumen dan catatan perusahaan. Dalam penulisan laporan ini, penulis mengadakan pengamatan langsung di Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung.


(57)

 Wawancara, yaitu pertanyaan lisan yang disampaikan kepada karyawan dan pejabat yang berkaitan dengan penelitian dan kemudian hasilnya dicatat. Wawancara langsung dengan para pegawai yang ada di seksi penagihan dan seksi Account Representative.

Kuesioner, teknik kuesioner yang penulis gunakan adalah kuesioner tertutup, suatu cara pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden dan yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah Pegawai pajak divisi Penagihan dan Account Resprsentative, dengan harapan mereka dapat memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut.

 Dokumentasi

Studi yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung.

2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan atau studi literatur dengan cara mempelajari, meneliti, mengkaji serta menelah literatur berupa buku-buku (text book), peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, artikel, situs web dan penelitian-penelitian sebelumnya yang memiliki hubungan dengan masalah yang diteliti. Studi kepustakaan ini bertujuan untuk memperoleh sebanyak mungkin teori yang diharapkan akan dapat menunjang data yang dikumpulkan dan pengolahannya lebih lanjut dalam penelitian ini.


(1)

118 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan implikasinya pada Penerimaan Pajak maka pada bagian akhir dari penelitian ini penulis menarik kesimpulan, sekaligus memberikan saran sebagai berikut.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisa atas pemeriksaan pajak dan penagihan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Bandung, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penagihan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang ada di wilayah Bandung sudah termasuk baik, ini tercermin dari persentase total skor tanggapan responden yang termasuk dalam kriteria baik. Terlihat dari tanggapan responden mengenai kegiatan pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan oleh petugas penagihan pajak diawali dengan pemberian surat teguran, surat paksa, surat perintah melakukan melakukan penyitaan, pengumuman lelang dan pelelangan akan mencapai tujuan utama dari penagihan pajak yaitu mengukur tingkat kepatuhan Wajib Pajak baik Wajib Pajak.

2. Kepatuhan wajib pajak pada kantor pelayanan pajak pratama yang ada di wilayah Bandung dapat dikatakan baik tercermin dari persentase total skor tanggapan responden yang termasuk dalam kriteria baik. Artinya kepatuhan


(2)

Bab V Kesimpulan Dan Saran

119

wajib pajak yang meliputi tepat waktu dalam menyampaikan SPT, tidak mempunyai tunggakan, kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetor kembali surat pemberitahuan dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan yang secara keseluruhan tingkat kepatuhan wajib pajaknya cukup tinggi.

3. Penerimaan pajak pada kantor pelayanan pajak yang ada di wilayah Bandung baik. Karena dari target yang sudah di tetapkan, pemerintah dapat merealisasikan penerimaan pajak dengan baik karena sudah melebihi 50% atau setengah dari yang sudah di targetkan. Penerimaan pajak dan kepatuhan wajib pajak pada kantor pelayanan pajak yang ada di wilayah Bandung baik secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap Penagihan pajak dengan arah hubungan positif. Artinya semakin baik Penagihan pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak akan meningkatkan Penerimaan pajak. Sebaliknya, semakin buruk Penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak akan menurunkan penerimaan pajak.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan bahwa penagihan pajak telah terbukti membawa pengaruh yang positif terhadap kepatuhan wajib pajak dan Penerimaan Pajak maka peneliti memberikan saran yang dapat dijadikan masukkan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Bandung sebagai berikut:

1. Jika dilihat dari salah satu kegiatan penagihan pajak alangkah lebih baik jika pihak KPP lebih mempertegas pelaksanaan penagihan pajak, sehingga wajib


(3)

Bab V Kesimpulan Dan Saran

120

pajak bisa menyetorkan pajaknya dan tidak mempunyai tunggakan pajak lagi dan melakukan sosialisasi kepada wajib pajak karena sangat berperan penting dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

2. Agar kepatuhan wajib pajak tiap tahunnya lebih bertambah maka yang pertama kali yaitu harus ada kesadaran dari diri wajib pajaknya sendiri, Direktorat Jendral Pajak untuk melaksanakan sosialisasi harus direncanakan supaya sosialisasi tersebut tepat sasarannya dan meningkatkan transparansi pelayanan karena dengan pelayanan yang baik maka wajib pajak pun mau membayar pajaknya.


(4)

121

Daftar Pustaka

A. Buku dan Jurnal

Devano, Sony dan Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan. Konsep, Teori, dan Isu Jakarta: Kencana.

Fakultas Ekonomi Unikom. 2010. Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A dan B Terpadu.

Faisal, Gatot SM. 2009. How To Be A Smarter Taxpayer . Jakarta: Grasindo

Hasan, Dahliana. 2008."Pelaksanaan Tax Compliance dalam upaya Optimalisasi Penerimaan Pajak Di Kota Yogyakarta". Mimbar Hukum. Vol. 20, No. 2 Jonathan Sarwono. 2006. SPSS Teori dan Latihan SPSS Teori dan Latihan,

Bandung : Andi Yogyakarta.

Kurniawan, Panca dan Bagus Pamungkas. 2006. Penagihan Pajak di Indonesia. Malang : Bayumedia Publishing

Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Jakarta: Andi Yogyakarta.

Purnaman, Amin. 2004. “Pelaksanaan tindakan Penagihan Pajak kaitannya

dengan Kepatuhan Wajib Pajak dan Aspek Keadilannya”. Jurnal Hukum,

Vol.14, No. 4

Rahayu, Siti kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Rahayu, Siti kurnia dan Ely Suhayati, 2009. Perpajakan: Teori dan Teknis Perhitungan, Yogyakarta: Graha Ilmu

Resmi, Siti. 2007. Perpajakan Teori dan Kasus.Jakarta: Salemba Empat

Rusjdi, M. 2007. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Jakarta: Gramedia

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta


(5)

122

Winarno, Wing Wahyu dan Arya Pradipta.2007."Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak", Akuntabillitas. Vol.6, No. 2

Zuraida. Ida dan Hari sih Advianto. 2011. Penagihan Pajak, Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Bogor: Ghalia Indonesia.

_____________. Pasal 1 point 9 Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

Artikel Internet :

Djoni Prasetyo.(2011). Bandel, 104 Rekening Wajib Pajak Diblokir Paksa. http://www.republika.co.id

Fuad Rahmany (2011). Kepatuhan Orang Indonesia Bayar Pajak Rendah. http://www.liputan-berita.com

Liberti Pandiangan.(2011). 5,89 Juta Wajib Pajak Tak Patuh. http://female.kompas.com

Mochamad Tjiptardjo.(2009).BUMN Menunggak Pajak Rp 19 Triliun . http://www.ortax.org

Mochamad Tjiptardjo.(2010). Februari, Tunggakkan Pajak Capai Rp44 Triliun. http://www.inilah.com

Otto Endy Panjaitan.(2010). Ditjen Pajak Raup Rp 1,2 Triliun. http://www1.kompas.com


(6)

153

RIWAYAT HIDUP Data Pribadi:

Nama : Vidya Ayuningtyas

NIM : 21107062

Program Studi : Akuntansi

Fakultas : Ekonomi

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 4 Agustus 1989

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Kpad, Jl. Pak Gatot 3 No. 18.G Email : vidya.ayuningtyas89@gmail.com Data Pendidikan

Pendidikan Formal :

1. Tahun 1995-2001 : SDN Poris Gaga 04 Tangerang 2. Tahun 2001-2004 : SLTPN 18 Tangerang

3. Tahun 2004-2007 : SMA Yuppentek 1 Tangerang

4. Tahun 2007 – Sekarang : Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung

Pendidikan Informal :


Dokumen yang terkait

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Melalui E-Filing di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

2 104 66

Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Menghitung Dan Melunasi Pajak Penghasilan Pasal 25 / 29 Sesuai Sistem Self Assessment Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

1 107 57

Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak Sebelum dan Sesudah Uji Coba Penataan Tugas dan Fungsi Account Representative di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

2 35 88

Dampak Penggunaan Drop Box Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Peranannya Dalam Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

1 37 70

Pelaksanaan Penyuluhan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

1 36 55

Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Material Wajib Pajak Dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Bandung

3 21 152

Pengaruh Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Implikasinya terhadap Penerimaan Pajak (Survey pada KPP Wilayah DJP Jawa Barat I)

5 19 50

Analisis Pemeriksaan Pajak Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Di Wilayah Kota Bandung

0 3 1

Analisis Penagihan Pajak Dalam Mengatasi Tunggakan Pajak Pengaruhnya Terhadap Kepatuhan Material Wajib Pajak Pada KPP Pratama Di Wilayah Kota Bandung

1 5 100

Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dan Implikasinya Pada Penerimaan Pajak Di KPP Pratama Wilayah Kota Bandung Dan Cimahi

2 21 153