Tingkat Pengetahuan TINJAUAN PUSTAKA

2.3.3 Tingkat Pengetahuan

Pegetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu: Sudigdo, 2006 1. Tahu Know Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari, antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2. Memahami Comprehension Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi Application Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah diperlajari pada situasi atau kondisi riil sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis Analysis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara 5. Sintesis Synthesis Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, dapat merecanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi Evaluation Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket dengan menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas. 2.4.Kepatuhan 2.4.1.Pengertian Kepatuhan Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya Kaplan dkk, 1997. Menurut Sacket dan Niven 2000 kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan pengobatan, di samping faktor-faktor lain, yaitu ketepatan diagnosis, ketepatan pemilihan obat, ketepatan aturan dosis dan cara pemberian dan faktor sugestifkepercayaan penderita terhadap dokter maupun terhadap obat yang diberikan. Namun ironis sekali kenyataan, bahwa di satu pihak ketelitian pemeriksaan dan diagnosis semakin modern, namun di lain pihak ketaatan untuk menjalani pengobatan dari Universitas Sumatera Utara pihak pasien masih rendah sekali. Ketidak-taatan jelas akan menyebabkan menurunnya keberhasilan terapi, di samping dampak ekonomiknya. 2.4.2.Variabel yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Suddart dan Brunner 2002 adalah: 1. Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosio ekonomi dan pendidikan. 2. Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi. 3. Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek samping yang tidak menyenangkan. 4. Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan biaya financial dan lainnya yang termasuk dalam mengikuti regimen hal tersebut diatas juga ditemukan oleh Bart Smet dalam psikologi kesehatan. 2.4.3.Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian menurut Niven 2002 antara lain: 1. Pemahaman tentang intruksi Tidak seorang pun dapat mematuhi intruksi jika ia salah paham tentang intruksi yang diberikan kepadanya. 2. Kualitas Interaksi Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. 3. Isolasi sosial dan keluarga Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Universitas Sumatera Utara 4. Keyakinan, sikap dan kepribadian Becker et al 1979 dan Niven 2002 telah membuat suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan. Selain dari pada yang tersebut diatas Obat yang diberikan juga mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien dari segi harga, efek samping, dan jumlah obat yang diberikan: • Harga Menurut dr. Fachmi Idris, secara internasional obat hanya dibagi menjadi dua, yaitu: obat paten dan obat generik. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Obat generik terbagi lagi menjadi obat generik berlogo dan obat generik bermerek Batubara, 2008 Harga obat generik dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses masyarakat sedangkan obat paten tidak. Harga obat generik dapat ditekan karena umumnya obat generik dikemas sederhana dan dijual dalam kemasan dengan jumlah besar, dan tidak dipromosikan secara berlebihan sehingga menghemat biaya kemasan dan biaya iklan dalam pemasarannya. Proporsi dari biaya iklan obat dapat mencapai 20-30 Dinkes Gorontalo, 2008. Sehingga obat generik menjadi lebih murah dari obat paten. Menurut Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02MENKES0682010 tentang Ketetapan Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah pasal 7 disebutkan bahwa Apoteker dapat mengganti obat merek dagangobat paten dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter danatau pasien. Maka oleh karena penyataan diatas dalam peresepan obat, dokter harus memperhatikan ekonomi pasien, jika tidak pasien dapat meminta Universitas Sumatera Utara penggantian obat terhadap apoteker sehingga mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien dan lebih lanjut berpengaruh pada hasil terapi. • Efek samping obat Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization WHO 1970 efek samping suatu obat adalah segala sesuatu khasiat yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang dimaksudkan pada dosis yang dianjurkan Efek samping yang dapat muncul dari penggunaan obat seperti contohnya Rifampicin yang dapat menyebabkan warna urin berubah menjadi warna merah dapat membuat pasien takut dan enggan mengkonsumsi obat sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh dokter sehingga perlu adanya komunikasi antar dokter dengan pasien yang baik supaya pasien patuh dalam mengkonsumsi obat. • Jumlah obat yang diberikan Menurut Retno Gitawati,dkk dalam peresepan obat dengan tujuan terapeutik, dokter juga harus menimbang terkait jumlah obat yang diberikan, karena obat yang terlalu banyak akan menyebabkan pasien merasa bosan dan tidak disiplin dalam mengkonsumsi obat seperti contohnya adalah pada pasien TB yang dalam pelaksanaan terapinya membutuhkan Pendamping Menelan Obat PMO sebagai strategi baru dalam menghadapi TB. 2.4.4.Cara mendeteksi kepatuhan pasien Beberapa cara untuk mendeteksi tingkat kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat yang diberikan antara lain misalnya: 1. Tanya pasien, apakah ada kesulitan untuk memakai obat, atau kesulitan untuk mengikuti petunjuk-petunjuk pemakaian. Pendekatan secara simpatik akan banyak bermanfaat. 2. Pengamatan terhadap obat sisa. Cara ini sangat mudah dilakukan terutama untuk obat-obat yang gampang dihitung, misalnya tablet, sirup, dsb, Universitas Sumatera Utara sedangkan untuk jenis aerosol mungkin sulit. Lakukan penghitungan sisa obat ini secara tidak menyolok. 3. Penilaian terhadap efek farmakologik. Beberapa obat mudah dicek karena mempunyai hubungan yang kuat antara dosis dengan timbulnya respons farmakologik. Bila dokter melihat pengobatan yang diberikan tidak atau kurang bermanfaat, telusuri lebih dulu apakah pasien taat terhadap petunjuk pemakaian atau tidak. Jangan tergesa-gesa mengganti obat atau menduga diagnosis salah. 4. Pengukuran kadar obat. Cara ini lebih pasti, namun memerlukan biaya karena pengukuran kadar secara kuatitatif harus dilakukan di laboratorium. Untuk obat-obat yang keberhasilannya sangat tergantung pada ketaatan berobat, misalnya pada penderita tuberkulosis paru, telah dilakukan upaya untuk mengembangkan metode deteksi secara kuantitatif sederhana atau kualitatif untuk kebutuhan rutin. Bahan yang diperiksa tidak selalu harus darah, tetapi pada beberapa metode yang telah dikembangkan dapat digunakan urin atau saliva yang diambil pada waktu tertentu di mana seharusnya pasien telah minum obat. Menurut Gennaro 2000 parameter kepatuhan penggunaan obat terdiri dari keberhasilan menebus resep, ketepatan dosis frekuensi dan jumlah, ketepatan dalam penggunaan, dan ketepatan waktu dan lama penggunaan. 2.4.5.Upaya peningkatan kepatuhan pasien Menurut Smet 1994, Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat adalah: 1. Dukungan profesional kesehatan Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan baik Dokter perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien. Universitas Sumatera Utara 2. Dukungan sosial Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi. 3. Perilaku sehat Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien dengan hipertensi diantaranya adalah tentang bagaimana cara untuk menghindari dari komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita hipertensi. Modifikasi gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum obat anti hipertensi sangat perlu bagi pasien hipertensi. 4. Pemberian informasi Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya. 2.5.Tinjauan hukum Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. • Pasal 14 UU kesehatan tahun 1992 tersebut mengungkapkan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan kesehatan optimal. • Pasal 53 UU kesehatan tahun 1992 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak atas informasi, rahasia kedokteran, dan hak opini kedua. • Pasal 55 UU kesehatan tahun 1992 dan pasal 58 ayat 1 UU kesehatan tahun 2009 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti rugi karena kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan. Universitas Sumatera Utara Dokter - komunikasi dokter – pasien

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL