Latar Belakang United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 Dalam Kaitannya Dengan Pembentukan Hukum Nasional di Bidang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia berasal dan terbentuk dari masyarakat adat yang bersifat multi etnik. Keragaman etnik dan dengan sendirinya keragaman budaya merupakan mutiara terpendam yang memerlukan penanganan yang sangat hati- hati, terutama dalam memilih indikator untuk menetapkan jati diri bangsa Indonesia. Kelangkaan pakar dan pengamat serta tenaga ahli bangsa Indonesia yang memusatkan perhatian mereka pada budaya Indonesia yang bersifat multi etnik ini, sesungguhnya turut bertanggung jawab terhadap kenyataan yang ada sekarang ini, yakni kurang atau tidak dipahaminya secara benar dan tepat mengenai karakteristik budaya Indonesia tersebut oleh generasi penerus. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai Universitas Sumatera Utara 2 kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa sehingga tuntutan akan ketersediaan perangkat hukum yang sangat luar biasa dan canggih serta kelembagaan yang benar-benar mampu menangani setiap kasus tindak pidana korupsi tidak dapat dielakkan lagi 1 . Seluruh rakyat Indonesia sepakat bahwa tindak pidana korupsi harus dicegah dan dibasmi dari tanah air, karena korupsi sudah terbukti sangat menyengsarakan rakyat bahkan sudah sampai tahap sebagai pelanggaran hak ekonomi dan hak sosial rakyat Indonesia. Persoalan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia bukan hanya merupakan persoalan dan penegakan hukum semata-mata, tetapi juga merupakan persoalan sosial dan psikologi sosial yang sama-sama sangat parahnya dengan persoalan hukum, sehingga harus segera dibenahi secara simultan. Alasan mengapa tindak pidana korupsi harus dianggap sebagai sebuah persoalan sosial adalah karena korupsi telah mengakibatkan tidak adanya pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tindak pidana korupsi pun harus dianggap sebagai persoalan psikologi sosial, karena tindak pidana korupsi merupakan penyakit sosial yang sulit untuk disembuhkan. 2 Pemberantasan korupsi secara global kini sudah merupakan komitmen pemerintah di seluruh negara. Hal ini terbukti dengan telah disahkannya konvensi internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengatur tentang menentang 1 Diakses dari http:www.jurnal.usu.ac.id, diakses tanggal 5 Maret 2015 2 Romli Atmasasmita, Romli Atmasasmita, Korupsi, Good Governance dan Komisi Anti Korupsi di Indonesia, Cetakan Pertama, Perum Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 9 Universitas Sumatera Utara 3 korupsi yang berjudul United Nations Convention Against Corruption UNCAC pada tahun 2003. Akibat tindak pidana korupsi dan dampak yang di timbulkan, tercermin pula dalam pembukaan preambule konvensi UNCAC 2003. Konvensi yang telah di ratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, dalam pembukaannya menyatakan bahwa: “ Concerned about the seriousness of problems and threats posed by corruption to the sta bility a nd security of societies, undermining the institutions a nd va lues of democra cy, ethica l va lues a nd justice a nd jeopa rdizing susta ina ble development a nd the rule of la w ;” Khawatir tentang keseriusan masalah dan ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat yang merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan serta membahayakan pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum; Pernyataan undang-undang tersebut di atas tentunya bukan tanpa alasan, apalagi sejumlah fakta menunjukkan masih tingginya tingkat korupsi di Indonesia. Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Menentang Korupsi United Nations Convention Against Corruption UNCAC 2003 yang diikuti oleh Indonesia pada tanggal 9 Desember 2003 di Merida, Meksiko bersama 137 negara lainnya menjadi bukti awal komitmen Indonesia untuk memperbaiki diri melalui pemberantasan korupsi. Dengan ikut sertanya Indonesia meratifikasi konvensi ini pada tanggal 21 maret 2006 yang kemudian diikuti dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2006, menunjukkan kesungguhan Indonesia untuk benar-benar mengimplementasikan konvensi ini. Universitas Sumatera Utara 4 Adanya dukungan internasional yang kuat melalui konvensi ini diharapkan oleh pemerintah Indonesia dapat mempercepat pemberantasan korupsi di Indonesia. Selama ini pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia telah diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan khusus yang berlaku sejak tahun 1957 dan telah berubah sebanyak 5 kali, akan tetapi peraturan perundang-undangan tersebut dianggap tidak memadai karena belum secara khusus membahas tentang kerjasama internasional dalam hal pengembalian aset 3 . Disahkannya UNCAC 2003 juga tidak begitu saja sanggup mengatasi masalah korupsi yang menggerogoti bangsa ini. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan banyak usaha dan kesungguhan tidak hanya dari institusi penegak hukum namun juga dari seluruh elemen masyarakat, karena pelaksanaan UNCAC 2003 tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah namun juga menuntut peran aktif dari sektor swasta dan masyarakat madani civil society. Pemberantasan korupsi sebenarnya telah menjadi perhatian Indonesia terutama setelah berakhirnya era orde baru yang jatuh karena rasa ketidakpercayaan masyarakat atas pemerintah yang korup. Telah banyak terobosan yang dilakukan terutama dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang pembentukan KPK Korupsi Pemberantasan Korupsi sebagai “state auxiliary body” yang khusus menangani korupsi. Dibentuknya KPK sebagai jalan keluar untuk mempercepat pemberantasan korupsi yang dianggap masih berjalan tersendat selama ini. 3 Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Conventions Aga inst Corruption Universitas Sumatera Utara 5 Sebagai institusi yang mempunyai peran penting dalam upaya pemberantasan korupsi ini, maka KPK mempunyai kewajiban untuk memastikan terimplementasinya UNCAC 2003 tersebut. Langkah awal untuk implementasi UNCAC 2003 adalah menyelaraskan undang-undang tindak pidana korupsi dan peraturan perundang-undangan yang lain dengan sejumlah ketentuan yang tercantum dalam UNCAC 2003. Tentunya implementasi UNCAC 2003 tidak harus menunggu hingga seluruh peraturan perundangan terharmonisasi dengan UNCAC 2003, karena sebenarnya telah banyak peraturan perundang-undangan yang mengarah pada pemberantasan dan pencegahan korupsi secara masif seperti halnya yang diperintahkan oleh konvensi. Program atau kegiatan yang berhubungan dengan ranah pemberantasan korupsi tidak hanya berpusat pada kegiatan yang dilakukan sehubungan dengan penindakan penyidikan dan penuntutan namun termasuk kegiatan yang berhubungan dengan ranah pencegahan korupsi. Luasnya pemberantasan korupsi yang diharapkan oleh UNCAC 2003 ini mengandung arti pentingnya peran serta semua pihak, terutama pemerintah untuk mensukseskan pemberantasan korupsi. Komitmen pemerintah menjadi penting mengingat pemerintah adalah subyek dan obyek dalam UNCAC 2003 ini. Terkait dengan UNCAC 2003, komitmen pemerintah seharusnya dititikberatkan pada usaha pengembalian aset dan bantuan timbal balik. Karena konvensi ini mengikat banyak negara untuk secara aktif membuka peluang dalam pengembalian hasil kejahatan korupsi yang tentunya akan banyak menguntungkan bagi Indonesia. Universitas Sumatera Utara 6

B. Perumusan Masalah