Konsep Good Corporate Governance GCG

Page 11 BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1. Landasan Teori

Bagian ini menyampaikan landasan teori yang merupakan penelitian terdahulu, baik berupa kajian empiris maupun proposisi yang berhubungan dengan penelitian yaitu tentang Analisis Strategi Kebijakan Anti Fraud Bank Indonesia Dalam Mengatasi Kecurangan di Dunia Perbankan Indonesia Khususnya di Bank bjb.

2.1.1. Konsep Good Corporate Governance GCG

Dalam uraian bab ini, peneliti akan menjelaskan beberapa tinjauan teoritis mengenai tindakan Fraud dari sudut pandang GCG. Corporate governance adalah rangkaian proses terstruktur yang digunakan untuk mengelola serta mengarahkan atau memimpin bisnis atau usaha usaha korporasi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai- nilai perusahaan serta komunitas usaha. Terdapat beberapa pemahaman tentang pengertian corporate governance. Menurut Suprayitno., et al. 2009 IICG The Indonesian Institute for Corporate Governance, pengertian Good Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organisasi perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan Page 12 tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Menurut OECD The Organization for Economic Cooperation and Development 2003, sebagaimana dikutip oleh Wahyudin Zarkasyi 2008:35, Tata kelola perusahaan yang baik good corporate governance merupakan struktur yang oleh stakeholders, pemegang saham, komisaris dan manajer menyusun tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja. Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 84PBI2006 tanggal 30 Januari 2006 yang disempurnakan dengan PBI No. 814PBI2006 serta Surat Edaran Bank Indonesia No. 912DPNP tanggal 30 Mei 2007 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, maka pelaksanaan Good Corporate Governance pada Bank harus senantiasa berlandaskan pada lima prinsip dasar. Pertama, transparansi transparency, yaitu keterbukaan dalam mengemukakan pengambilan keputusan. Kedua, akuntabilitas accountability yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ Bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif. Ketiga, pertanggungjawaban responsibility yaitu kesesuaian pengelolaan Bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan Bank yang sehat. Keempat, independensi independency yaitu Page 13 pengelolaan Bank secara profesional tanpa pengaruhtekanan dari pihak manapun. Kelima, kewajaran fairness yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka menerapkan kelima prinsip dasar tersebut di atas, Bank telah berpedoman pada ketentuan dan peraturan perundang- undangan yang berlaku yang terkait dengan pelaksanaan Good Corporate Governance. Dengan demikian hubungan antara fraud dengan GCG sangat berkaitan, dimana prinsip – prinsip GCG itu sendiri merupakan bagian dari unsur – unsur fraud. Dimana Fraud atau kecurangan merupakan penipuan yang sengaja dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang sehingga menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Hal ini senada dengan pendapat Soekardi Hoesodo, dari LPFA Lembaga Pengembangan Fraud Auditing bahwa Fraud merupakan tindakan kecurangan dengan ada yang mendapatkan keuntungan keuangan dan ada pihak yang dirugikan dengan cara melakukan tindakan yang tidak benar. Keuntungan yang diperoleh oleh seseorang dengan cara menghadirkan sesuatu yang palsu. Dalam makna Fraud terkandung unsur-unsur : tak terduga surprise, tipu daya Page 14 trickery, licik cunning dan curang unfair dengan unsur-unsur tersebut akan ada yang dirugikan cheated. Selanjutnya Soekardi Hoesodo. menyatakan ketidaksetujuan bila Fraud diterjemahkan sebagai kecurangan saja, mengingat bahwa di dalam Fraud selain ada kecurangan juga harus ada keuntungan yang diperoleh pelaku Fraud, ada pihak yang dirugikan dan pelaku melakukan dengan cara yang tidak benar. Menurut Soekardi Hoesodo, Fraud belum ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Fraud bisa saja diterjemahkan sebagai kecurangan, namun kecurangan saja tidak tepat untuk menggantikan istilah Fraud. Dengan menyitir pengertian Fraud dari Badan Pemeriksa Keuangan BPK bahwa Fraud atau kecurangan adalah tindakan penyimpangan yang sengaja dilakukan atau tindakan pembiaran yang dirancang untuk mengelabui menipu memanipulasi pihak lain sehingga pihak lain menderita kerugian danatau pelaku kecurangan memperoleh keuntungan keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung Draft Sistem Kendali Kecurangan BPK-RI – 2011. Soekardi Hoesodo juga menjelaskan Fraud di bidang Perbankan dapatdiartikan sebagai tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak lain, yg terjadi di lingkunganBank danatau menggunakan sarana Bank sehingga Page 15 mengakibatkan Bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian danatau pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal kasus Malinda Dee, Soekardi Hoesodo menyatakan bahwa perbuatan ini dipicu karena pelaku mendapat pressure tekanan dari gaya hidup yang serba mewah, mempunyai kesempatan sebagai Manajer Priority Banking City Bank dan memiliki rasionalisasi yang membenarkan tindakan itu. Dalam menjelaskan cara mencegah terjadinya Fraud ini, yang bersangkutan mengibaratkan dengan pencegahan terjadinya kebakaran, yang digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Fire Triangle Sumber: Soekardi Hoesodo, LPFA, Mei 2012 Dalam menjelaskan gambar di atas, Soekardi Hoesodo mengatakan bahwa untuk mencegah terjadinya kebakaran, harus diupayakan agar ketiga unsur yang dapat mengakibatkan kebakaran harus dicegah untuk dapat bertemu. Demikian juga dengan mencegah Fraud, ketiga unsur dalam Fraud triangle harus ditiadakan atau kalau Page 16 tidak mungkin harus dicegah pertemuan dari ketiga unsur pemicu Fraud tersebut. Menurutnya Fraud triangle digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.2 Fraud Triangle Sumber: Soekardi Hoesodo, LPFA, Mei 2012 Gambar Fraud Triangle di atas menjelaskan bahwa kecurangan umumnya terjadi karena tiga hal utama, yaitu adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan, adanya kesempatan yang bisa dimanfaatkan serta adanya pembenaran terhadap tindakan tersebut. Pada prinsipnya Fraud memiliki tiga unsur, yaitu adanya perbuatan yang melawan hukum illegal acts;. Tekanan atau pressure umumnya disebabkan karena perilaku individual karyawan yang menyebabkannya melakukan Fraud, Kebiasaan buruk yang sudah mendarah daging dan tak bisa dihilangkan begitu saja, juga membuat seseorang bisa terdorong melakukan tindakan Fraud, terlebih bila kebiasaan-kebiasaan tersebut memerlukan dana yang cukup banyak, Page 17 seperti: berjudi, minuman keras, dan prostitusi. Semua kebiasaan tersebut memerlukan dana yang cukup besar untuk memenuhinya. Itu sebabnya, mengapa seseorang yang sudah kecanduan dengan kebiasaan buruk tersebut bisa melakukan Fraud. Tekanan lainnya bisa juga disebabkan ketidakpuasan dalam pekerjaan work related pressure. Hubungan yang tidak baik dengan salah satu pihak di dalam suatu institusiperusahaan bisa membuat seseorang melakukan Fraud. Demikian pula dengan tekanan yang datang dari pasangan hidup, atau persaingan dengan sesama teman yang kehidupannya lebih makmur dan sukses. Namun tekanan dalam melakukan Fraud tidak saja datang dari perilaku individual semata. Manajemen perusahaan kadang-kadang juga menekan karyawannya untuk melakukan Fraud. Tekanan dari manajemen tersebut biasanya untuk mendongkrak atau menaikkan citra perusahaan institusi, misalnya dengan memanipulasi laporan keuangan sedemikian rupa sehingga seolah-olah kinerja perusahaaninstitusi terlihat baik dan prima di mata klien atau publik. Penyebab Fraud lainnya adalah adanya kesempatan atau opportunity. Page 18

2.1.2. Konsep Manajemen Risiko a. Pengertian Manajemen Risiko