Tanah ulayat dalam hukum pertanahan

20 • STUDI KEBIJAKAN

1962 tentang Ketentuan Mengenai Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia atas Tanah sebagai pedoman.

Menyadari kenyataan bahwa (bekas) hak-hak Indonesia pada umumnya tidak memiliki surat tanda bukti hak, maka tanda bukti hak didasarkan pada bukti surat pajak hasil bumi/landrente, V erponding Indonesia atau bukti surat pemberian hak oleh instansi yang berwenang. Menurut Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.SK.26/DDA/1970, tanda bukti hak tersebut adalah:

a. Surat pajak hasil bumi/Landrente atau Verponding Indonesia yang dikeluarkan sebelum 24 September 1960 dan/atau sebelum berlakunya PP No.

10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.

b. Surat jual beli, hibah, atau tukar menukar yang dibuat di hadapan dan disaksikan oleh Kepala Desa/Adat yang bersangkutan, sebelum 24 September 1960 dan/atau sebelum berlakunya PP No. 10 Tahun 1961, diperluas menjadi sebelum berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 (pengganti PP No. 10 Tahun 1961).

c. Surat keputusan pemberian hak oleh instansi yang berwenang.

d. Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja.

Dengan berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Permenag/KBPN No. 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997, maka PMPA No. 2 Tahun 1962 dinyatakan tidak berlaku lagi. Sejalan dengan itu, ketentuan konversi hak-hak lama (terdiri dari hak-hak barat dan Indonesia) disempurnakan berdasarkan penguasaan fisik bidang tanah selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut (Pasal 24 ayat [2] PP No.

24 Tahun 1997). Seseorang dapat memperoleh hak atas tanah dengan memenuhi aspek fisik, aspek yuridis,

dan aspek administrasi. A spek fisik bidang tanah meliputi letak, luas, batas-batas, dan penggunaan/pemanfaatan tanah. Hal ini lebih menekankan aspek teknis operasional.

A spek yuridis meliputi status kepemilikan, subjek hak atas tanah, dan kepentingan pihak ketiga. Aspek ini lebih menekankan legalitas dan hak perdata pihak lain atas tanah yang bersangkutan. Sedangkan aspek adm inistrasi meliputi permohonan hak dan data pendukung lain, seperti bukti pemilikan/penguasaan, riwayat penguasaan tanah, proses penerbitan surat keputusan hak atas tanah, sampai dengan penerbitan sertifikat.

3.1.4. Pengakuan tanah kom unal di Indonesia Tanah merupakan benda yang mempunyai nilai ekonomis dan dipandang sebagai “m agis

religio kosm is ” (mengandung nilai-nilai spiritual dan religius kehidupan sehari-hari) dibagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, tanah akan dapat memberikan goncangan dalam kedamaian dan tidak jarang pula di dalam masyarakat, bahkan sering pula dilihat sebagai

penghambat pelaksanaan pembangunan. Tanah dan masyarakat yang hidup berdasarkan 25 hukum adat di Indonesia mempunyai hubungan yang sangat erat. Hubungan tersebut

melahirkan suatu hak untuk menggunakan, menguasai, memelihara, dan sekaligus mempertahankan hak atas tanah bagi kelompok masyarakat hukum adat. Hak masyarakat

25 John Salindeho, 1987, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 14.

STUDI KEBIJAKAN • 21

atas tanah merupakan hak asli dan utama dalam hukum tanah adat, yang lebih dikenal sebagai hak ulayat. Hak ulayat itu adalah sumber hukum bagi hak atas tanah yang lain, seperti hak memungut hasil dan yang lain, berlaku bagi seluruh anggota masyarakat hukum

adat yang bersangkutan. 26 Di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia banyak ditemukan istilah

“pengakuan” atas tanah ulayat, namun sampai sekarang belum ada pengertian yuridis terhadap istilah pengakuan ini. Penjelasan UUPA menggunakan istilah recognitie sebagai padanan recognition (Inggris), yang berarti pengakuan. Menurut hukum adat, istilah ini dipakai apabila ada orang “dari luar anggota persekutuan adat” hendak menggunakan tanah ulayat, orang tersebut diperbolehkan menggunakan tanah ulayat tersebut apabila ia telah “memberikan sesuatu”. Makna “pengakuan” adalah pernyataan penerimaan dan pemberian status keabsahan oleh negara dan pemerintah, putusan pengadilan, maupun kesepakatan-kesepakatan individu atau masyarakat yang mengikat dengan menggunakan kontrak atau perjanjian. 27

Rumusan yang diatur pada Pasal 18 UUD, diatur lebih lanjut di dalam UUPA. Pengakuan atas keberadaan tanah ulayat dirumuskan dengan jelas di dalam Pasal 3 dan 5 UUPA. Pengaturan lebih lanjut mengenai tanah ulayat ini yang dikeluarkan paling terakhir oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN adalah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Dengan orientasi yang berbeda, bentuk pengakuan dan pengaturan terkait tanah komunal (ulayat) dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia juga dijumpai pada UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Uraian pengaturan tanah ulayat secara yuridis formal, pengaturan kriteria, dan pengakuan keberadaan tanah ulayat secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:

1) Pasal 18 B Ayat (2) UUD 1945 dalam konteks pembentukan pemerintahan daerah, dan Pasal 28 I Ayat (3) UUD 1945 dalam ranah perlindungan hak asasi manusia (HAM). Namun, ketentuan ini menetapkan syarat-syarat untuk keberadaan masyarakat hukum adat dan hak ulayatnya yaitu: (1) sepanjang masih ada; (2) sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, (3) diatur dalam undang-undang; dan (4) selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

2) UUPA menyatakan,”Hukum Tanah Nasional disusun berdasarkan Hukum Adat”. Penjelasan Umum Angka III (1) UUPA menyatakan, ”..., maka Hukum Agraria baru tersebut akan didasarkan pula pada ketentuan-ketentuan hukum adat itu sebagai hukum asli yang disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara modern dan dalam hubungannya dengan dunia internasional serta disesuaikan dengan sosialisme Indonesia....” Pasal 5 UUPA menyatakan, ”Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan

26 Hermayulis, Pelaksanaan Konsolidasi Tanah dan pengaruhnya terhadap penguasaan tanah di Sum atera Barat, Laporan Penelitian, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, 1995, hlm. 22.

27 A.Latief Fariqun, 2007, “Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat atas sumberdaya alam dalam politik Hukum Nasional”, Desertasi S3, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, hlm. 81.

22 • STUDI KEBIJAKAN

kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam UUPA dan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.” Pasal 56 UUPA juga menyatakan, ”selama UU mengenai Hak Milik belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan hukum adat setempat... sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA.”

3) Pasal 67 Ayat (1) Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan Penjelasan juga memberi kedudukan terhadap hutan dan masyarakat hukum adat. Namun, ketentuan ini menyatakan masyarakat hukum adat diakui keberadaannya jika masyarakat hukum adat itu pada realitasnya memenuhi unsur-unsur antara lain:

a. Masyarakat tersebut masih dalam bentuk paguyuban (rechts gem eenschap).

b. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adat.

c. Ada wilayah hukum adat yang jelas.

d. Ada pranata dan perangkat hukum (khususnya peradilan adat) yang masih ditaati.

e. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Pasal 67 Ayat (2) UU No.41 Tahun 1999 menegaskan lagi bahwa pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

4) Pasal 2 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999 mengemukakan bahwa hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila:

a. Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adat sebagai warga suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

b. Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tanah ulayat itu menjadi tempat mengambil keperluan hidup sehari-hari.

c. Terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan, dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut.

STUDI KEBIJAKAN • 23

Gambar 1. Sengketa pertanahan klaim adat di Desa Senyerang, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi mendorong masyarakat setempat berdemo dan melawan pemerintah

Pada Pasal 5 dari Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pemerintah Nasional No 5 Tahun 1999 disebutkan bahwa pembuktian keberadaan ketiga unsur tersebut dilakukan dengan penelitian oleh tim peneliti. Pembentukan tim penelitian dan penentuan keberadaan tanah ulayat dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan pelaksanaannya ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah terkait. Di Sumatra Barat, penelitian ini dilakukan pada tahun 2000 oleh tim yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur No. 593-114- 2000 mengenai Tim Pembahasan, Perumusan, dan Sosialisasi Ranpeda Tanah Ulayat. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tanah ulayat Minangkabau di Sumatra Barat memang masih ada.