Teori – Teori Pembelajaran Pendidikan Islam

B. Teori – Teori Pembelajaran Pendidikan Islam

1. Proses Pembelajaran Pendidikan Pembentukan Kepribadian Muslim di masa Rasulullah Saw.

Di masa Rasulullah, hanya terfokus pada Rasulullah itu sendiri, dimana pendidikan langsung yang disampaikan kepada sahabat – sahabatnya ketika itu, atara lain mentransfer ilmu penetahuan agama yang paling pokok adalah terfokus pada masalah tauhid (meng Esakan Allah), pendidikan akhlak, ibadah dan mu’amalah. Rumah dan masjid merupakan institusi pertama dalam pelaksanaan pendidikan Islam ketika itu.

Tela’ah dan pemahaman bagaimana membentuk kepribadian muslim, belum mendapat porsi yang memadai. Padahal aspek ini, merupakan bahasan penting untuk memahami kunci keberhasilan Rasulullah Saw, dalam

membentuk, membina, dan mengembangkan kepribadian yang Islami. 58 Dalam prspektif pendidikan Islam, sebagaiman dipraktekkan Rasulullah,

tujuan utama pendidikan Islam adalah pengenalan dan pengakuan terhadap syahadah primordial yang telah diikrarkan manusia dihadapan Tuhan, ketika manusia masih berada didalam kandungan ibunya, telah bersyahadah bahwa Tuhan mereka adalah Allah Swt, seperti yang tercantum dalam Alquran surah:

7/Al – A’raf: 172. 59

Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",

58 Al – Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islami, (Bandung: Ciptapustaka Media Perintis, 2008), h. 86

59 Q. S. Al – A’raf/7: 172

Namun setelah mnusia lahir dan berada di dunia (alam materi), manusia mengabaikan syahadah-nya, bahkan sebagian melupakannya, serta mengkhianatinya, karena godaan godaan alam materi yang merupakan faktor penyebab pengabaian dan pengkhianatan terhadap syahadah prmordialnya yang telah diikrarkan tersebut. Karena itu pendidikan Islam pada dasarnya adalah instrumen untuk mengembalikan dan meneguhkan kembali syahadah yang telah diikrarkan kepada Allah Swt.

Pendidikan Islam seperti inilah yang telah menghasilkan generasi muslim yang memiliki kepribadian yang kokoh. Dalam upaya membentuk pribadi – pribadi yang teguh, Rasulullah Saw, tidak langsung men-ta’lim, men – tarbiyah, atau men-ta’dib umatnya. Proses pendidikan yang dilalui beliau menjadi cermin baginya dalam mendidik umat Islam.

Dalam ghara’ib Alquran dinukilkan bahwa pada suatu hari Jibril datang kepada Muhammad, lalu membedah dada beliau, kemudian mengeluarkan hati beliau, mencuci dan nmembersihkannya dari kemaksiyatan, baru kemudian

mengisi dengan ilmu dan keimanan. 60 Dalam literatur - literatur sejarah Islam, selalu diriwayatkan bahwa Rasul

sebelum menerima wahyu, sering kali ber-uzlah ke Gua Hira’ mensucikan diri dan menghindari pengaruh-pengaruh negatif – destruktif masyarakat yang penuh dengan kemaksiyatan. Peristiwa yang dialami Rasulullah tersebut merupakan proses tazkiyah al-nafs, yang mengantarkan beliau pada kondisi siap di – ta’lim, di tarbiyah, atau di – ta’dib oleh Allah Swt, yaitu mampu membaca ayat Allah, kemudian men-tazkiyah manusia, kemudian baru men – ta’lim atau mendidik

mereka dengan al-kitab dan al – hikmah. 61

2. Proses Pembelajaran Pendidikan Pembentukan Kepribadian Muslim di Lingkunngan Keluarga

Pembinaan kepribadian anak di lingkungan keluarga, maka orang tua (ayah dan ibu) yang menjadi kunci keberhasilan sebuah keluarga dalam

60 Al – Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islami, h. 87 61 Ibid. h. 87 60 Al – Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islami, h. 87 61 Ibid. h. 87

Seharusnya, ayah sebagai kepala keluarga, sekalipun tidak mendalami ilmu agama dengan baik, tetapi hendaknya harus menunjukkan sikap peduli kepada agama yang dianut (Islam). Contoh ketika ada pengajian di – masjid (pengajian untuk orang dewasa), hendaknya diusahakan untuk tidak pernah absen sekalipun, kecuali sakit atau ada halangan yang tidak bisa dielakkan, baru bisa dia menyuruh anak – anaknya untuk mengikuti pengajian remaja. Seorang kepala keluarga, harus mampu memerintahkan isterinya (ibu dari anak – anaknya) untuk shalat, kemudian sang ibu harus patuh dan menghargai suami, sesuai dengan perintah agama, baru anak-anak dapat mencontoh apa yang ayah/ibu kerjakan dalam menjalankan perintah agama, terutama shalat. Ketika puasa ramadhan, ajaklah anak – anak yang belum mencapai usia berpuasa, untuk makan sahur bersama, dan jangan memberikan sarapan pagi sebelum melewati pukul 10.00 pagi dalam rangka pendidikan untuk membiasakan diri melatih berpuasa. “Kepribadian kedua orang tua (ayah dan ibu), serta keteladanan dalam segala hal, sikap dan cara hidup mereka, merupakan unsur – unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke – dalam diri pribadi

anak yang sedang tumbuh. 62 Kedua orang tua adalah pendidik utama dan pertama, dalam hal

penanaman keimanan bagi anak-anaknya. Disebut pendidik utama, karena besar

62 Jalaluddin dan Usma Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Grafindo Persada, 1999), h. 94 62 Jalaluddin dan Usma Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Grafindo Persada, 1999), h. 94

Selanjutnya, untuk menjaga fithrah anak, maka kedua orang tua sebagai orang pertama yang bertanggung jawab, sebagai pendidik tersebut, diperlukan upaya- upaya untuk mengembangkan dan menggali segala sesuatu yang terdapat

dalam diri anak, sesuai dengan yang dikehendaki Sang Pencipta. 64 Dari beberapa pandangan yang telah dikemukakan oleh para ahli tentang

pendidikan dilingkungan keluarga, maka peneliti menyimpulkan: “Bahwa pendidikan terhadap anak dilingkungan keluarga, merupakan

landasan dasar bagi seorang anak untuk menempuh pendidikan ke jenjang selanjutnya, baik itu pendidikan yang bersifat umum, dan terlebih lagi pendidikan agama, merupakan cikal bakal yang akan terpatri dalam ingatannya, karena anak – anak yang terlahir dalam keadaan fithrah (suci), tentunya, apa yang ditanam pertama kali, itulah yang membekas dalam hati dan jiwanya”.

3. Proses Pembelajaran Pendidikan Pembentukan Kepribadian Muslim di Sekolah

Tanpa melihat aspek historis berdirinya sekolah sebagai lembaga pendidikan, bahwa penanaman dan pembinaan dalm rangka pembentukan kepribadian anak, yang telah lebih dahulu dilakukan oleh kedua orang tua anak sebagai pendidik utama dalam keluarga, menjadi dasar pengetahuan bagi anak, ditambah lagi dengan pengetahuan dari teman – temannya yang diperoleh dari keluarga masing – masing, dalm hal ini anak saling sharing antara sesama teman – temannya tentang keadaan di keluarga masing – masing, tentunya hal ini sangat bermanfa’at bagi anak, sehingga guru di sekolah semakin mudah mengarahkan mereka dalam membentuk kepribadian muslim seperti yang kita harapkan.

Perlu diingat kembali bahwa orientasi pendidikan Islam yakni, yang disimpulkan dalam ungkapan sederhana, “Membentuk Manusia Yang Berkepribadian Muslim”, artinya proses pendidikan Islam dalam upaya

63 Ahmad D. Marimba, Pengaruh Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al – Ma’arif, 1989), h. 58

64 Ibid. h.59 64 Ibid. h.59

jasmani anak, serta akal dan jiwa. 65 Jadi bukan hanya faktor akal saja, atau jasmani saja, tetapi menyeluruh

termasuk didalamnya, bagaimana menanamkan kepada anak rasa percaya kepada Tuhan. Kenyataan ini, direalisasikan dalam lembaga pendidikan sekolah, yaitu melalui kurikulum atau “manhaj” sebagai suatu yang harus dilalui oleh pendidik dan anak didik, untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap mereka. Telah kita ketahui bahwa dalam kurikulum sekolah, tidak kurang dari empat aspek yang terdiri dari:

a. Tujuan pendidikan

b. Materi/bahan ajar, yang harus digabungkan dengan pengalaman guru mengajar.

c. Metode pendidikan tentang pengajaran dan bimbingan untuk mendorong anak didik belajar, yang diarahkan kearah tujuan pendidikan.

d. Penilaian (evaluasi), terhadap proses belajar mengajar. 66 Untuk itu, hal yang perlu diperhatikan sebagai pertimbangan selanjutnya,

sebagaimana yang dikatakann oleh Ahmad D. Marimba yakni, usia anak Sekolah Dasar, 6–7 tahun sampai 12–13 tahun, biasanya juga disebut masa intelek. Anak–anak sekolah yang sudah cukup matang untuk belajar dasar – dasar berhitung, ilmu pengetahuan alam dan ilmu kemasyarakatan sebagai penambahan, karena di rumah tangga (keluarga), tidak selamanya berkesempatan memberikan pendidikan dan pengajaran tersebut, yang paling penting apa yang telah ditanam dalam keluarga, hendaknya jangan ada yang

65 Abdurrahman An – Nahlawi, Pendidikan Islam Di – Rumah Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995) h. 177

66 Ibid. h. 179 66 Ibid. h. 179

awal atau akhir bulan. 67 Dari semua yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas, maka peneliti

mengambil sebuah kesimpulan: “Bahwa pendidikan di sekolah, merupakan lanjutan dari pendidikan dalam

keluarga, dan harus bersinergi antara guru dan orang tua murid, baru bisa mengarahkan peserta didik untuk menjadi anak yang berkepribadian muslim, disamping juga harus diawasi, baik oleh guru ketika di sekolah, dan oleh kedua orang tua ketika di rumah, agar supaya anak didik tidak terpengaruh dengan lingkungan yang tidak sesuai, dengan pola pendidikan Islami, dan juga dengan tontonam televisi yang belum pantas oleh peserta didik”.

4. Proses Pembelajaran Pendidikan Pembentukan Kepribadian Muslim di Masyarakat

Dalam suatu masyarakat, akan terkumpul (terakomodasi) berbagai macam tujuan yang lebih besar dan menyeluruh, yakni terbinanya hubungan yang harmonis, persaudaraan sejati, mempertahankan kebenaran, menetapkan dasar keadilan dalam hak dan tanggung jawab antara sesama manusia, tidak mengutamakan sesiapa, kecuali atas dasar taqwa dan shaleh, nilai – nilai akhlak luhur dan utama, yang menjadi asas pembinaan sosial yang baik menurut Islam,

untuk manusia secara menyeluruh. 68 Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan adalah kelanjutan dari

pendidikan dilingkungan keluarga dan juga sekolah, karena apa-apa yang diperoleh melalui keluarga dan sekolah, selanjutnya akan dipraktekkan di – masyarkat sosial secara luas. Sama halnya ketika di rumah, dan di sekolah, di masyarakat pun hendaknya fithrah anak tetap terjaga dari kesuciannya. Untuk itu idealnya dalam suatu masyarakat, ada beberapa tokoh, seperti tokoh adat,

67 Ahmad D. Marimba, Pengaruh Filsafat Pendidikan Islaam. h. 60 68 Ibid. h. 61 67 Ahmad D. Marimba, Pengaruh Filsafat Pendidikan Islaam. h. 60 68 Ibid. h. 61

Yang harus dilakukan oleh suatu masyarakat menyangkut pendidikan anak dan remaja, adalah melakukan pengajian – pengajian rutin untuk anak dan remaja, bila perlu bentuk remaja masjid yang berkesinambungan, artinya harus ada periodesasi kepengurusan, supaya terciptanya regenerasi kelanjutannya. Bentuk juga kelompok/organisasi olah raga, work shop keterampilan masyarakat yang bermanfaat untuk remaja yang menuju dewasa, sehingga terbuka lapangan

kerja bagi mereka kelak setelah berumah tangga. 69 Berdasarkan paparan diatas, peneliti mencoba menyimpulkan:

“Pendidikan di masyarakat adalah kelanjutan dari pendidikan dalam keluarga dan sekolah, karena out put sekolah, yang akan berkiprah di – masyarakat dalam menempuh kelanjutan hidup alumni – alumni sekolah, dalam hal ini tak terkecuali alumni perguruan tinggi, dan kepada mereka alumni perguruan tinggi yang berada dalam suatu masyarakat tertentu, pada umumnya masyarakat berharap banyak, sehubungan dengan ilmu yang mereka miliki, idealnya alumni perguruan tinggi-lah yang bisa menjadikan masyarakat tersebut, menjadi masyarakat madani, seperti yang telah dibina Rasulullah Saw, di Madinah sampai akhir hayatnya”.

Menurut peneliti: “Alumni Perguruan Tinggi, harus bisa mewarnai kehidupan masyarakat lainnya dalam bermasyarakat, sehingga masyarakat awam dapat mengambil contoh dan suri teladan dari mereka – mereka lulusan Perguruan Tinggi, baik dalam hubungan sesama masyarakat, dalam beribadah, maupun dalam organisasi masyarakat, seperti STM dan lain sebagainya.”

69 Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kpribadian Muslim, (Bandung: Sinar Baru Algan Sendo, 2001), h. 5

5. Pembelajaran Pendidikan Islam dalam Perspektif Ibnu Khaldun

Dalam kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun, menurut beliau bahwa berbicara tentang pendidikan Islam, setidak – tidaknya membicarakan enam hal yaitu:

a. Hakekat Manusia

b. Tujuan Pendidikan Islam

c. Kurikulum Pendidikan Islam

d. Metode Pendidikan Islam

e. Pendidik dan Peserta didik

f. Lingkungan Pendidikan. 70

a. Hakekat Manusia Berbicara tentang pendidkan, tentunya tidak terlepas dari hakekat manusia, sebab mausia merupakan subjek sekaligus sebagai objek dalam pendidikan. Dalam pandangan psikologi, pandagan manusia terhadap dirinya, sangat mempengaruhi pendidikannya. Demikian halnya dalam kajian flsafat pendidikan, manusia merupakan kajian ontologi yang mesti

jelas, sehingga konsep pedidikan yang aka dikembangkan akan jelas pula. 71 Menurut Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimah-nya, hakekat

manusia dapat dilihat dari beberapa segi yaitu:

1) Manusia sebagai makhluk berpikir

2) Manusia sebagai makhluk bekepribadian utuh

3) Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi

4) Manusia sebagai makhluk individu dan sosial

b) Tujuan Pendidikan Islam Ibnu Khaldun memandang tujuan pendidikan Islam, tidak telepas dari

hakekat manusia itu sendiri, dimana tujuan pendidikan Islam yang ditawarkan Ibnu Khaldun bersifat universal dan beraneka ragam yaitu:

70 Abdul Wafi Ali, Ibnu Khaldun Riwayat dan Karyanya, (Jakarta: PT. Grfiti Perss, 1995), h. 25

71 Abdurrahmn An – Nahlawi, Pendidikan Islam di – Rumah Sekolah, h. 179

1) Tujuan peningkatan pemikiran Ibnu Khaldun memandang bahwa salah satu tujuan pembelajaran pendidikn Islam adalah memberikan kesempatan kepada akal untuk lebih giat melakukan aktifitas. Hal ini dapat diwujudkan melalui proses menuntut ilmu dan ketrampilan. Dengan demikian, seseorang dapat meningkatkan kegiatan potensi akalnya, sedangkan akal akan mendorong manusia untuk mempeoleh dan melestarikan pengetahuan.

2) Tujuan peningkatan kemasyarakatan Ibnu Khaldun bependapat bahwa ilmu dan pegajaran, sangat diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat manusia kearah yang lebih baik. Semakin dinamis budaya suatu masyarakat, maka akan semakin

bermutu dan dinamis pula ketrampilan di – masyarakat tersebut. 72

3) Tujuan dari segi rohaniah Menurut Ibnu Khaldun, tujuan pendidikan Islam dari segi rohaniah ialah untuk meningkatkan kerohaniahan manusia dengan menjalankan praktik ibadah, zikir, khalwat (menyendiri), mengasingkan diri khalayak ramai, seperti halnya orang – orang sufi. Hal ini juga penting dalam kajian Ibnu Khaldun, menurutnya pendidikan Islam berperan dalam meningkatkan dimensi rohani manusia. Dengan adanya tujuan pendidikan rohaniah, maka manusia akan mampu menjalankan ugas dan perannya sebagai hamba Allah (Abdullah). Tugas dan peran tersebut akan terlaksana dengan baik, bila setiap aktifitas manusia di dasari dengan iman, ilmu

dan amal shaleh secara integral. 73

c) Kurikulum Pendidikan Islam Terdapat empat komponen dalam kurikulum pendidikan Islam, yaitu

tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Dalam kitab Muqaddimah – nya Ibnu Khaldun, tidak membicarakan tentang definisi, komponen, atau karakteristik

72 Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam; Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di – Dunia dan Indonesia, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 21

73 Ibid. h. 21 73 Ibid. h. 21

dalam arti sempit dan hanya terbatas pada materinya saja. 74

d) Metode Pembelajaran Pendidikan Islam Dalam kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun, juga mengemukakan beberapa

hal yang berkenaan dengan metode pendidikan, yang beliau istlahkan sebagai metode-metode mengajar, yaitu:

1) Metode – metode dalam mengajar

a) Metode hafalan

b) Metode dialog

c) Metode Widiya Wisata

d) Metode Keteladanan

e) Metode pengulangan (al – tirar) dan bertahap (al – tadrij)

f) Metode Belajar Alquran

1) Prinsip – prinsip dasar metode pengajaran Kata prinsip berasal dari bahasa Inggris, yaitu principle, yang artinya asas, dasar, dan prinsip. Dapat diartikan bahwa prinsip merupakan sesuatu yang bersifat asasi dan mendasar, yang harus ada pada bangunan mengenai

sesuatu, termasuk bangunan metodologi pengajaran. 75 Prinsip yang harus ditegakkan dalam metodologi pengajaran sangat

banyak, diantaranya yang terpenting adalah:

a) Prinsip kesesuaian psikologi perkembangan jiwa anak

b) Prinsip kesesuaian dengan bakat dan kecerdasan anak

74 Ibid. h. 22 75 Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di –

Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003), h.275 Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003), h.275

d) Prinsip kesesuaian dengan lingkungan dimana ilmu tersebut akan disampaikan

e) Prinsip kesesuaian dengan tujuan dan cita-cita pembelajaran pendidikan yang akan dilaksanakan

f) Prinsip kesesuaian dengan sarana dan prasarana pengajaran yang tersedia

g) Prinsip kesesuaian dengan tingkat kecerdasan peserta didik

h) Prinsip kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat terhadap ilmu yang akan diajarkan. 76

Jika prinsip-prinsip tersebut diperhatikan, maka peserta didik akan mengikuti pembeajaran dengan sungguh-sungguh, tanpa merasa bosan sehingga tujuan pembelajaran, dapat tercapai seara efektif dan efisien. Untuk itu seorang guru atau pendidik, haru smemperhatikan prinsip-prinsip tersebut

dalam melaksanakan pembelajaran. 77

e) Pendidik dan Peserta didik

1) Pendidik (guru), menempati posisi penting dalam sistem pendidikan Islam. Peran pendidik, sangat menentukan dalam berhasil tidaknya proses pendidikan Islam.

2) Sementra peserta didik, selain sebagai objek juga bertindak sebagai subjek dalam pendidikan. Karena itu diantara keduanya, tidak pernah terlepas dari kajian pendidikan Islam. Untuk itu mari kita lihat fungsi mereka masing – masing:

3) Pendidik Bagi Ibnu Khaldun, sebaiknya pendidik memiliki posisi kunci dalam pendidikan. Disebabkan hal itu beliau mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pendidik/guru, sehingga proses pendidikan tersebut dapat berjalan dengan baik, dan tujuan pendidikan yang diharapkan dapat

76 Ibid. h. 276 77 Ibid. h. 276 76 Ibid. h. 276 77 Ibid. h. 276

Berdasarkan pemikiran Ibnu Khaldun, prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu:

1. Guru/pendidik, harus mampu mengajarkan materi dari yang inderawi ke rasional

2. Guru/pendidik harus menggunakan sarana tertentu, dalam memberi pengajaran

3. Guru/pendidik, hrus menggunakan prinsip sepesifikasi dan integrasi

4. Juga menggunakan prinsip-prinsip kontinuitas dalam penyajian materi.

5. Tidak mencampur adukkan antara dua ilmu pengetahuan dalam satu waktu

6. Jangan menggunakan kekerasan terhadap pesrta didik

7. Jangan mengajarkan ilmu dari hasil ringkasannya

8. Mempelajari ilmu alat, sebaiknya tidak menjadi tujuan utama.

9. Seorang guru/pendidik, harus menjadi teladan bagi peserta didik

10. Seorang guru/pendidik, harus menguasai metode pendidikan yang sesuai dengan karakter peserta didik yang menjadi asuhannya.

11. Seorang guru/pendidik, harus memiliki kompetensi dibidang yang ditekuninya

12. Seorang guru/pendidik, harus memiliki rasa kasih sayang kepada anak didiknya

13. Seorang guru/pendidik, harus memperhatikan faktor psikologi peserta didik

14. Seorang guru/pendidik, harus mampu memberikan motivasi kepada peserta didik. 78

78 Ibid. h. 277

4) Peserta didik Pandangan Ibnu Khaldun tentang peserta didik, tidak terlepas dari

konspsinya tentang hakekat manusia. Beliau menyatakan bahwa adanya perbedaan diantara peserta didik (individual different), dilatar belakangi oleh tingkat kemampuan berpikirnya, lingkungan geografis-nya, dan kondisi mentalnya. Kemudian beliau memberi nasehat kepada peserta didik yang beliau ayomi langsung sebagai berkut:

1. Peserta didik hendaknya memahami bahwa semua kemampuan yang ada pada diri mereka, adalah anugrah Allah, terutama kemampuan berpikir, terimalah dengan ikhlas, sambil berdo’a dan bersyukur.

2. Hendaklah peserta didik, jangan mengagungkan logika berpikir mereka, karena itu hanya alat untuk mencari ilmu pengetahuan dan juga pemberian Allah

3. Setiap peserta didik, berusaha/berupaya untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan kepada mereka.

4. Jangan ragu-ragu dalam mencari kebenaran, serta dalam menuntut ilmu. 79

f) Lingkungan Pendidikan Islam Lingkungan merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan Islam. Secara garis besar, lingkungan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu kedua orang tua (lingkungan keluarga), sekolah (lingkungan sekolah), dan masyarakat (lingkungan masyarakat).

Ibnu Khaldun, dalam masalah lingkungan peserta didik, sedikit menyorot peran kedua orang tua peserta didik, tetapi lebih banyak berbicara tentang lingkungan masyarakat.

1) Peran orang tua peserta didik Ibnu Khaldun, tentang peran orang tua peserta didik, beliau mengutip

pesan Harun al – Rasyid kepada guru puteranya Muhammad al – Amin, dimana pesan tersebut dalam bahasa Indonesia, kira – kirasebagai berkut:

79 Muhammad Kosim, Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Khaldun, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2012), h. 108

“Wahai Ahmar, Amirul mukminin telah mempercayakan puteranya kepada anda, yang merupakan kehidupan jiwanya, buah hatinya. Maka ulurkanlah tangan anda padanya, dan jadikan dia ta’at kepada anda, ambillah tempat disisinya yang telah Amirul Mukminin berikan kepada anda. Ajari dia membaca Alquran, perkenalkan dia sejarah. Ajak dia meriwayatkan syair – syair, dan ajari dia sunnah – sunnah Nabi. Beri dia wawasan bagaimana berbicara dan memulai suatu pembicaraan secara baik dan tepat. Larang dia tertawa, kecuali pada waktunya. Biasakan dia menghormati orang – orang tua Bani Hasyim yang bertemu dengannya, dan agar dia menghargai para pemuka militer yang datang ke – maejlisnya. Jangan biarkan waktu berlalu kecuali jika anda gunakan untuk mengajarinya sesuatu yang berguna, tapi bukan dengan cara yang menjengkelkannya, yang dapat mematikan pikirannya. Jangan pula terlalu lemah lembut, bila dia membiasakan hidup santai.Sebisa mungkin, perbaiki dia dengan kasih sayang dan lemah lembut. Jika dia tidak mau dengan hal itu, anda harus mempergunakan

kekerasan dan kekasaran. 80

Menurut peneliti, konsep tentang pendidikan Islam menurut perspektif Ibnu Khaldun, terutama untuk peserta didik, dapat disimpulkan sebagai berikut:

“Jalinan komunikasi yang baik antara guru/pendidik dengan kedua orang tua anak/peserta didik, benar – benar harmonis, dan saling memberi informasi tentang perkembangan anak/peserta didik, baik yang menyangkut perkembangan kognitif, perkembangan afektif, maupun perkembangan psikomotor, sehingga arah perkembangan anak/peserta didik sesuai dengan kecenderungan /bakat, dapat dipantau terus dan sekaligus dapat diberi penguatan, serta motivasi supaya si anak/peserta didik dapat mengembangkan dirinya sampai kejenjang yang dapat dicapai sesuai dengan kemampuan mereka masing – masing”.

2) Peran masyarakat dan kaitannya dengan pendidikan Islam

Menurut Ibnu Khaldun, betapa pentingnya manusia untuk bermasyarakat, sehingga beliau membandingkan kekuatan manusia secra fisik dengan binatang dengan kesimpulan bahwa secara umum, binatang lebih kuat dari manusia secara fisik terutama binatang buas. Namun Allah memberikan kemampuan akal untuk berpikir, serta tangan manusia lebih efektif untuk bekerja dibandingkan dengan binatang, sehingga

80 Abdurrahman Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, (Beirut: Dar al – Kitab al – Ilmiyah, 1993), h.464 80 Abdurrahman Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, (Beirut: Dar al – Kitab al – Ilmiyah, 1993), h.464

Dalam kondisi yang lain, manusia harus bekerja sama dengan manusia yang lain dalam upaya untuk dapat melakukan pekerjaan – pekerjan yang besar dan berat. Hal ini memang sudah merupakan fithrah manusia sebagai makhluk sosial, jangankan manusia, sebagian binatang pun kita perhatikan, juga melakukan kerja sama menurut jenis mereka masing-masing, bedanya kalau binatang saling bekerja sama hanya untuk mempertahankan diri dari gangguan binatang yang lain atau dalam rangka memperoleh makanan, sedangkan manusia bekerja sama untuk saling menguntungkan satu sama lain selama masih hidup di bumi Allah ini, makanya manusia perlu bermasyarakat.

Karena bermasyarakat sudah menjadi keharusan, saling bergotong royong dan saling membantu antara sesama manusia, dan sudah merupakan kodrat bagi setiap manusia, maka menurut Ibnu Khaldun, untuk itu manusia dalam bermasyarakat sangat dituntut memiliki ilmu pengetahuan, sehingga antara masyarakat dan pendidikan, khususnya pendidikan Islam mempunyai kaitan yang sangat erat, dalam rangka pengembangan pendidikan Islam bagi anak/peserta didik, sangat dituntut

peran masyarakat. 81

81 Ibid. h. 465

Dokumen yang terkait

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15