Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan
2.2.4 Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan
Mowday et al (1982) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan relatif dari identifikasi individu dan keterlibatan dalam organisasi khusus, meliputi kepercayaan, dukungan terhadap tujuan dan nilai – nilai organisasi, dan keinginan yang kuat untuk memelihara keanggotaan yang kuat untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi.
Komitmen organisasi menunjuk pada pengidentifikasian tujuan karyawan dengan tujuan organisasi, kemauan mengerahkan segala daya untuk kepentingan organisasi dan keterikatan untuk tetap menjadi bagian dari organisasi serta mempertahankan nilai – nilai serta munculnya kesamaan nilai dari organisasi tersebut (Mowday, Steers, Porter, 1979 dalam Desianty, 2005).
Meyer dan Allen (1991) mengajukan tiga komponen model komitmen organisasi dan direfleksikan dalam tiga pokok utama: affective commitment, continuance commitment, normative commitment. Continuance commitment adalah keinginan untuk tetap bekerja pada perusahaan karena tidak ingin kehilangan sesuatu yang terkait dengan pekerjaannya. Normative commitment adalah keinginan untuk tetap bekerja pada perusahaan adanya tekanan dari pihak lain. Meninggalkan perusahaan dianggap bertentangan dengan pendapat umum yang berlaku. Affective commitment adalah keinginan untuk bekerja pada perusahaan karena sepakat terhadap tujuan organisasi dan ada keinginan untuk menjalankannya.
Menurut Mobley (1977 dalam Judge dan Bono, 2000) keinginan untuk mengakhiri tugas atau meninggalkan organisasi berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Individu yang merasa terpuaskan dengan pekerjaan yang cenderung untuk bertahan dalam organisasi. Sedangkan individu yang merasa kurang terpuaskan dengan pekerjaannya akan memilih untuk keluar dari organisasi.
Setiap individu mencari organisasi yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya dan memungkinkan penggunaan atau pemanfaatan secara maksimal keterampilan dan kemampuannya. Komitmen terhadap organisasi terbangun bila Setiap individu mencari organisasi yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya dan memungkinkan penggunaan atau pemanfaatan secara maksimal keterampilan dan kemampuannya. Komitmen terhadap organisasi terbangun bila
a. Pemahaman atau penghayatan dari tujuan perusahaan (identification).
b. Perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan (involvement), pekerjaan adalah menyenangkan.
c. Perasaan loyal (loyality), perusahaan adalah tempat kerja dan tempat tinggal.
Semenjak tahun 1970, komitmen organisasi dapat dipahami melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan perilaku dan pendekatan sikap. Dalam pendekatan perilaku, perhatian para peneliti adalah terhadap manifestasi dari komitmen yang tegas. Seorang karyawan menjadi terikat kepada organisasi karena “Sunk cost” (gaji dan fasilitas yang merupakan fungsi dari usia masa kerja). Mereka akan sangat merasa rugi jika mereka pindah kerja. Pendekatan ini digunakan oleh Becker (1960) dan Salnick (1977) dalam Panggabean (2001).
Sedangkan dalam pendekatan sikap, komitmen organisasional didefinisikan sebagai suatu pernyataan dimana seorang karyawan diidentifikasikan dengan sebuah organisasi tertentu dan tujuan–tujuannya. Karyawan tersebut ingin tetap menjadi anggota organisasi dalam rangka memfasilitasi organisasi yang bersangkutan untuk mencapai tujuannya.
Lebih lanjut, Penley dan Gould (1988) dalam Panggabean (2001) mengembangkan pendekatan multidimensional untuk memahami komitmen organisasi. Menurut mereka komitmen organisasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga faktor yaitu morale commitment, calculative commitment, dan alimentative commitment. Namun ketiganya dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk komitmen yaitu instrumental dan affective, dimana calculative commitment dapat Lebih lanjut, Penley dan Gould (1988) dalam Panggabean (2001) mengembangkan pendekatan multidimensional untuk memahami komitmen organisasi. Menurut mereka komitmen organisasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga faktor yaitu morale commitment, calculative commitment, dan alimentative commitment. Namun ketiganya dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk komitmen yaitu instrumental dan affective, dimana calculative commitment dapat
Meyer dan Allen (1997) juga menemukan hubungan signifikan positif antara komitmen afektif dan kinerja. Hubungan signifikan positif ini juga ditemukan pada komitmen normatif seperti yang diteliti oleh Brown (2003), hal ini didukung oleh penelitian Johnston dan Snizek (1991), Meyer et al (1989), Preston dan Brown (2004).
Secara umum, komitmen organisasi dianggap sebagai ukuran yang penting dari keefektifan organisasi Steers (1975, dalam Suhana, 2006). McNeese-Smith (1996) dan Sulaiman (2002) dalam penelitiannya menyatakan komitmen organisasi berhubungan positif dengan kinerja karyawan.
Meyer dan Allen (1997) juga menemukan hubungan signifikan positif antara komitmen afektif dan kinerja. Hubungan signifikan positif ini juga ditemukan pada komitmen normatif seperti yang diteliti oleh Brown (2003), hal ini didukung oleh penelitian Johnston dan Snizek (1991), Meyer et al (1989), Preston dan Brown (2004).
Komitmen organisasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Aranya et al (1982) dalam Trisnaningsih (2004) yang mengadakan penelitian pada sektor akuntan publik, demikian juga hasil penelitian dari Abdulkadir (2005) yang menunjukkan bahwa komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa komitmen Komitmen organisasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Aranya et al (1982) dalam Trisnaningsih (2004) yang mengadakan penelitian pada sektor akuntan publik, demikian juga hasil penelitian dari Abdulkadir (2005) yang menunjukkan bahwa komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa komitmen
H 4 : Komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.