Tahap Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
Tabel 3 Tahap Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
Sensori Motor
0-2 tahun Tahap ini ditandai oleh
Pra Paud
seorang individu berinteraksi dengan lingkungannya melalui alat indra dan gerakan. Perkembangan kognitif
41 Ibid., h. 564. 42 Asrul, dkk, Evaluasi Pembelajaran (Medan: Perdana Mulya Sarana, 2014), h. 99. 43 Benny A. Pribadi, Desain dan Pengembangan Program Pelatihan Berbasis
Kompetensi: Implementasi Model Addie ( Jakarta: Kencana, 2014) h. 94. 44 Sutirna, Perkembangan dan Pertumbuhan Peserta Didik (Yokyakarta: Andi Offset,
2013), h. 28-29.
pada tahap ini didasarkan pada pengalaman langsung dengan panca indra. Owens Ir juga mengatakan anak mulai mampu mempresentasikan realita melalui simbol dan menemukan cara-cara memenuhi keinginannya secara berangsur-angsur. Misalnya mengambil sesuatu dengan menarik kursi, menirukan gerakan tertentu, dan mengenal teman-temannya.
Praoperasional
2-7 tahun Tahap ini juga disebut
Kober, TK, Play
dengan tahap intuitif
Group sederajat
dimana terjadinya perkembangan fungsi simbol, bahasa, pemecahan masalah yang bersifat fisik serta kemampuan mengategorisasikan. Proses berpikir pada masa ini ditandai dengan keterpusatan, tak dapat diubah dan egosentris.
Operasi
7-11 tahun Proses berpikir anak
SD / MI sederajat
Konkret
harus konkret, belum bisa berpikir abstrak. Dengan demikian, pada masa ini dalam menyelesaikan masalah anak menggunakan logika- logika yang konkret atau bersifat fisik. Kemudian pada tahap ini pula anak sudah mulai dapat menyusun kategori berdasarkan hierarki.
Operasi Formal
11 tahun Proses berpikir pada masa
SMP s/d PT
ke atas
ini sudah mulai abstrak, penalaran yang kompleks sudah mulai digunakan,d dan sudah dapat menguji satu hipotesis dalam mentalnya.
Senada dengan penjelasan di atas, Syamsu Yusuf L.N dan Nani menyatakan bahwa pada usia masa prasekolah (usia Taman Kanak-Kanak atau Raudathul Athfal), daya fikir anak masih bersifat imajinatif, berangan-angan atau berkhayal. Sedangkan seusia sekolah dasar (SD) / MI, anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti membaca, menulis dan menghitung atau disingkat dengan CALISTUNG), dan daya pikirnya sudah berkembang kearah berpikir konkret dan rasional. Untuk mengembangkan daya nalarnya, daya cipta atau kreativitas anak, maka kepada anak perlu diberi peluang untuk bertanya, berpendapat, memberikan nilai (kritik) tentang berbagai hal yang Senada dengan penjelasan di atas, Syamsu Yusuf L.N dan Nani menyatakan bahwa pada usia masa prasekolah (usia Taman Kanak-Kanak atau Raudathul Athfal), daya fikir anak masih bersifat imajinatif, berangan-angan atau berkhayal. Sedangkan seusia sekolah dasar (SD) / MI, anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti membaca, menulis dan menghitung atau disingkat dengan CALISTUNG), dan daya pikirnya sudah berkembang kearah berpikir konkret dan rasional. Untuk mengembangkan daya nalarnya, daya cipta atau kreativitas anak, maka kepada anak perlu diberi peluang untuk bertanya, berpendapat, memberikan nilai (kritik) tentang berbagai hal yang
perlombaan mengarang, menggambar, menyanyi, kabaret/drama, berpidato dan cerdas-cermat (terkait
kegiatan-kegiatan
seperti
dengan pelajaran matematika, IPA,IPS, bahasa dan agama). 45 Dalam proses pendidikan, hasil belajar merupakan tujuan akhir aspek
terpenting yang harus dimiliki oleh peserta didik. Hal ini terkait dengan aspek kognitif, bagaimana prestasi yang dimiliki oleh peserta didik. Maka, guru berupaya semaksimal mungkin untuk mengajar, mendidik dan membimbing peserta didik supaya tujuan pendidikan yang diharapkan tercapai, dan sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan pendidikan yang diharapkan dapat dicapai sebagai suatu perubahan melalui pembelajaran. Artinya peserta didik akan merasakan berbagai tindakan sebagai hasil belajar. Perubahan dapat terjadi kepada peserta didik sebagai akibat dari pengalaman belajar. Namun, tidak ini saja faktor peserta didik berubah, akan tetapi ada beberapa faktor lain seperti sumber-sumber daya sekolah terbatas
sehingga tidak terwujud secara sempurna. 46 Guru menjadi faktor utama keberhasilan atau hasil belajar peserta didik. Oleh karena itu, guru harus memiliki
kompetensi atau profesionalisme untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kompetensi yang empat harus ada pada guru, salah satunya kompetensi pedagogik. Bagaimana kemampuan guru dalam mencakup proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, seorang guru harus memiliki tujuan bahan ajar, kurikulum, metode, bagaimana penyampaian materi, dan sebagainya. Melihat perkembangan peserta didik, jika belum berhasil berarti berupaya untuk pencapaian tujuan yang diharapkan tercapai.
Ketercapaian siswa dalam belajar dapat dilihat dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh sekolah. Contohnya nilai KKM Akidah Akhlak. Jika siswa telah
45 Syamsu Yusuf L.N dan Nani M.Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.61-62.
46 Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Kognitif: Perkembangan Ranah Berfikir (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 20.
mencapai nilai KKM mata pelajaran akidah akhlak, maka siswa tersebut tuntas. Jika nilainya masih di bawah KKM berarti nilai akidah akhlak belum tercapai berarti nilai siswa tersebut belum tuntas dan diadakan remedial dan berbagai macam cara bimbingan belajar dari guru.
Bloom dkk yang dikutip oleh Benny Ada enam kemampuan yang bersifat hirearkis yang terdapat dalam aspek kognitif, yaitu akan dijelaskan pada tabel
berikut ini: 47