Metode Pengumpulan Data
D. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan tiga jenis skala sikap, yaitu skala tentang kenakalan remaja, skala tentang self efficacy dan skala tentang regulasi emosi. Menurut Azwar (1999) skala yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi skala Likert, dimana masing-masing skala memiliki ciri-ciri empat alternatif jawaban yang dipisahkan menjadi pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable , dengan cara penilaian dengan menggunakan empat kategori jawaban yaitu sebagai berikut :
Tabel 1. Penilaian Pertanyaan Favorable dan Pertanyaan Unfavorable
Kategori Jawaban Favorable Unfavorable
SS (Sangat Sesuai)
4 1 S (Sesuai)
(SL) Selalu
3 2 TS (Tidak Sesuai)
(KD)Kadang-kadang
2 3 STS (Sangat Tidak Sesuai) (SL) Selalu
(SR) Sering
Penelitian ini menggunakan empat alternatif jawaban dengan menghilangkan alternatif jawaban “ragu-ragu”, hal tersebut dilakukan karena “ragu-ragu” mengindikasikan subjek tidak yakin dengan jawaban yang diberikan (Azwar, 1999). Penghilangan alternatif jawaban “ragu-ragu” dilakukan peneliti sebagai upaya agar subjek hanya memberikan jawaban yang diyakini oleh subjek.
Penilaian skor bergerak mulai dari satu sampai empat, hal ini dilakukan peneliti dengan alasan ada beberapa pendapat bahwa nilai nol dapat diartikan bahwa subjek tidak memiliki hal yang disebutkan dalam suatu pernyataan dalam skala.
1. Skala Kenakalan Remaja
Kenakalan Remaja dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala kenakalan remaja berdasarkan bentuk-bentuk kenakalan remaja menurut Jensen (dalam Sarwono 2000) yaitu kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, kenakalan yang menimbulkan korban materi, kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, dan kenakalan yang melawan Kenakalan Remaja dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala kenakalan remaja berdasarkan bentuk-bentuk kenakalan remaja menurut Jensen (dalam Sarwono 2000) yaitu kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, kenakalan yang menimbulkan korban materi, kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, dan kenakalan yang melawan
68 butir aitem, terdiri dari 37 butir aitem favorable dan 31 butir aitem unfavorable . Blue Print skala kenakalan remaja sebagai berikut:
Tabel 2.
Skala kenakalan Remaja sebelum diuji coba No.
Aspek
Indikator
No Item
9 delinkuen yang
menimbulkan korban
fisik pada orang lain.
2. Perilaku
5 delinkuen yang Perusakan
7 korban materi
7 delinkuen yang buku-buku tidak
4 korban di pihak hubungan seks oran lain.
bebas. Mabuk-
mabukan dan narkoba Perjudian
7 delinkuen yang status orang melanggar
2. Skala Self Efficacy
Self efficacy dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala self efficacy berdasarkan aspek-aspek self efficacy yang dikemukakan Bandura (1997) yaitu magnitude atau derajat kesulitan tugas, generality atau sejauh mana Self efficacy dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala self efficacy berdasarkan aspek-aspek self efficacy yang dikemukakan Bandura (1997) yaitu magnitude atau derajat kesulitan tugas, generality atau sejauh mana
Table 3. Skala self efficacy sebelum diuji coba
No. Aspek
Favorable
Unfavorable Jumlah
3. Skala Regulasi Emosi
Regulasi emosi dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala regulasi emosi berdasarkan aspek-aspek regulasi emosi yang dikemukakan oleh Thompson, 1994 (dalam Putnam, 2005) & Hurlock (1978) yaitu memonitor emosi, mengevaluasi emosi dan memodifikasi reaksi emosi secara intensif dan dapat diterima secara sosial untuk menyelesaikan suatu tujuan. Skala regulasi emosi ini terdiri dari 62 butir aitem, terdiri dari 32 butir aitem favorable dan 30 butir aitem unfavorable.
Tabel 4. Skala regulasi emosi sebelum diuji coba
No. Aspek
Indikator
No Item
48, 56 secara intensif
dan
memahami perasaan.
dan memahami pikiran.
memahami tindakan.
10 gan emosi. 60 50, 62
3. Modifikasi
8 emosi secara
intensif dan
emosi.
dapat diterima secara sosial.
Pemberian interpretasi skor skala dalam penelitian ini menggunakan kategori subjek secara normatif, kategorisasi yang digunakan adalah kategori jenjang yang berdasarkan pada model distribusi normal. Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur (Azwar,
1999). Kategorisasi subjek dalam penelitian ini menggunakan tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Norma kategorisasi yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Kategorisasi Jenjang
1. X<( μ-1,0σ)
rendah
2. ( μ-1,0σ) ≤ X < (μ+1,0σ) sedang
3. ( μ+1,0σ) ≤ X tinggi
Keterangan:
X : raw skor skala μ : Mean
σ : Standar deviasi
E. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas Ketiga skala dalam penelitian ini akan diuji dengan validitas isi yang meliputi validitas muka yang dilakukan oleh professional judgement. Uji validitas selanjutnya adalah prosedur seleksi item berdasarkan data empiris dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter item. Pada tahap ini akan dilakukan seleksi item berdasarkan daya beda aitem. Daya beda item adalah sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Indeks daya diskriminasi item merupakan pula indikator keselarasan atau konsistensi antara 1. Validitas Ketiga skala dalam penelitian ini akan diuji dengan validitas isi yang meliputi validitas muka yang dilakukan oleh professional judgement. Uji validitas selanjutnya adalah prosedur seleksi item berdasarkan data empiris dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter item. Pada tahap ini akan dilakukan seleksi item berdasarkan daya beda aitem. Daya beda item adalah sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Indeks daya diskriminasi item merupakan pula indikator keselarasan atau konsistensi antara
Pengujian daya diskriminasi item dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total (rix) yang dikenal pula dengan sebutan parameter daya beda aitem. Semakin tinggi koefisien korelasi positif antara skor aitem dengan skor skala berarti semakin tinggi konsistensi antara aitem tersebut dengan skala secara keseluruhan yang berarti makin tinggi daya bedanya (Azwar, 2008).
Untuk mempermudah perhitungan, maka digunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0. Daya beda aitem dianggap memuaskan apabila nilai r ≥ 0,25. Sehingga aitem-aitem yang mempunyai skor di bawah 0,25 akan disisihkan.
2. Reliabilitas Teknik untuk mengetahui reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan koefisien Reliabilitas Alpha. Pertimbangan memilih teknik ini karena data untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha diperoleh lewat penyajian satu bentuk skala yang dikenakan hanya sekali saja pada sekelompk responden (single-trial administration), sehingga problem yang mungkin timbul pada pendekatan reliabilitas terulang dapat dihindari (Azwar, 1999). Untuk mempermudah perhitungan penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS
16.00 for windows. Reliabilitas suatu skala dapat dikatakan baik jika koefisien reliabilitas lebih dari 0,80 (Sekaran dalam Priyatno, 2008).
F. Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan yaitu analisis regresi berganda digunakan untuk menguji hubungan self efficacy dan regulasi emosi dengan kenakalan remaja. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam analisis regresi ganda yaitu:
1. Uji Asumsi Dasar
a. Uji normalitas, bertujuan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian berdistribusi normal atau tidak.
b. Uji linearitas, dilakukan untuk mengetahui apakah data dari variabel bebas berkorelasi linear dengan data dari variabel tergantung .
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji autokorelasi, digunakan untuk mendeteksi bahwa variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri.
b. Uji heteroskesdastisitas, dilakukan untuk mengetahui terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain.
c. Uji multikolinearitas, dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam model regresi.
Apabila asumsi dasar telah terpenuhi dan terbebas dari asumsi klasik tersebut di atas, maka dalam penelitian ini dapat menggunakan analisis regresi ganda. Untuk mempermudah perhitungan penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS 16.00 for windows.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Persiapan Penelitian
1. Orientasi Tempat Penelitian
Pemahaman terhadap tempat penelitian dan persiapan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan jalannya penelitian merupakan tahap awal yang dilakukan penulis sebelum melaksanakan penelitian. Penentuan tempat penelitian ini disesuaikan dengan populasi yang sebelumnya telah ditetapkan oleh penulis sehingga penelitian mengenai “Hubungan Self Efficacy dan Regulasi Emosi dengan Kenakalan Remaja ” ini dilaksanakan di SMP N 7 Klaten.
SMP N 7 Klaten pada awalnya bernama Sekolah Teknik Negeri Kebonarum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan tertanggal 20 September 1965 No. 119/Dirpt/BI/65. Kemudian pada 17 Februari 1979 berubah nama menjadi sekolah Menengah Pertama / SMP Negeri Kebonarum Klaten. Kemudian yang terakhir berdasarkan Surat Edaran No: 189/103.10/PR/97 mengalami perubahan nama menjadi SLTP Negeri 7 Klaten. SMP Negeri 7 Klaten beralamat di Jl. Dr. Rt. Suradji Tirtonegoro telp: 0272321390 kode pos 57421 e-mail:smp7_klt@yahoo.co.id.
SMP N 7 Klaten mempunyai visi dan misi sebagai berikut: VISI SMP N 7 Klaten: Meningkatkan prestasi berdasar pada iman dan takwa. Indikator visi sebagai berikut:
a. Berprestasi dalam pencapaian UNAS
b. Berdasarkan iman dan taqwa dalam menjalankan agama
c. Berprestasi dalam lomba berkreativitas
d. Berprestasi dalam olah raga
e. berprestasi dalam bidang kesenian
f. Disiplin dan tertib di segala aspek kehidupan
g. Terwujud lingkungan sekolah yang kondusif dan sehat Misi SMP N 7 Klaten:
a. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap siswa berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki
b. Menumbuhkan penghayatan dan pengalaman terhadap ajaran agama yang dianut dan juga bidang bangsa, sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak
c. Menumbuhkan semangat kerja dan kreatifitas semua warga sekolah
d. Mendorong dan membantu setiap siswa agar mengenali potensi dirinya sehingga dapat dikembangkan secara optimal
e. Menerapkan manajemen partisipasi dengan melibatkan seluruh warga dan masyarakat sekitarnya
f. Memiliki sikap etos kerja yang profesional.
Adapun Kepala Sekolah yang pernah menjabat di SMP N 7 Klaten adalah sebagai berikut :
a. 1965 – 1980
: Bp. Yono
b. 1980 – 1986
: Bp. Panoekmo
c. 1986 – 1990
: Bp. Supijanto
d. 1990 – 1994
: Bp. Widodo
e. 1994 – 2000
: Bp. Markoto
f. 2000 – 2002 : Ibu Sadjaratul Lulu
g. Jan 2002 – Juli 2002
: Bp. Supriyanto
h. 2002 – 2008
: Ibu Sri Purwani
i.
1 Desember 2008 – 31 Maret 2009 : Bp. Sadiman Parto j. 2009 – sekarang
: Bp. Wariso
Jumlah siswa SMP N 7 Klaten tahun 2008-2009 sebagai berikut:
Tabel 6. Jumlah Siswa
Jumlah siswa
Kelas
A B C D E F Total Total L P L P L P L P L P L P
Rata-rata presentasi ketidakhadiran siswa tiap bulan (dalam empat tahun terakhir):
Tabel 7. Rata-rata Presentasi Ketidakhadiran Siswa tiap bulan
Kelas III (%) Keterangan 2004/2005
Tahun
Kelas I (%)
Kelas II (%)
1 1 1 - 2005/2006
1 1 1 - 2006/2007
Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SMP N 7 Klaten antara lain:
Tabel 8. Sarana dan Prasarana
Luas Teori/kelas
Ruang
Jumlah
18 1,466 m² R Ketrampilan
1 80 m² Laboratorium IPA
1 11 m² Lab. Komputer
- R Kepala Sekolah
1 24 m² R. Tamu
1 24 m² R. Guru
1 72 m² R. Tata Usaha
1 42 m² Koperasi Siswa
1 20 m² UKS
1 30 m² Perpustakaan
1 80 m² Bimbingan Konseling
1 35 m² Kantin
2 82 m² Gudang
1 18 m² Lapangan Olah Raga
- Lapangan Basket
- Tempat Sepeda
2 300 m² Halaman/tanaman
54 m² Kamar Mandi dan WC
3 27 m² R. agama
1 32 m² R. Mushola
1 81 m²
Untuk lebih lengkap mengenai SMP N 7 Klaten dapat dilihat pada lampiran.
2. Persiapan Administrasi
Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan yang diajukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian. Permohonan izin tersebut diantaranya peneliti meminta surat pengantar dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan yang diajukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian. Permohonan izin tersebut diantaranya peneliti meminta surat pengantar dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
3. Persiapan Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi, yang terdiri atas skala kenakalan remaja, skala self efficacy dan skala regulasi emosi.
a. Skala Kenakalan Remaja Kenakalan Remaja dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala kenakalan remaja berdasarkan bentuk-bentuk kenakalan remaja menurut Jensen (dalam Sarwono 2000) yaitu kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, kenakalan yang menimbulkan korban materi, kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, dan kenakalan yang melawan status. Skala kenakalan remaja ini terdiri dari 68 butir aitem, terdiri dari 37 butir aitem favorable dan 31 butir aitem unfavorable. Blue Print skala kenakalan remaja sebagai berikut:
Tabel 9.
Skala kenakalan Remaja sebelum diuji coba
No Item
No. Aspek
1. Perilaku delinkuen Perkelahian
menimbulkan korban fisik pada orang lain.
2. Perilaku delinkuen Pemerasan
7 korban materi
7 yang tidak
3. Perilaku delinkuen Membaca
korban di pihak
4 oran lain.
hubungan seks bebas. Mabuk-
mabukan dan narkoba Perjudian
4. Perilaku delinkuen Mengikari
7 yang melanggar
status orang
status.
tua. Membolos
b. Skala Self Efficacy Self efficacy dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala self efficacy berdasarkan aspek-aspek self efficacy yang dikemukakan Bandura (1997) yaitu magnitude atau derajat kesulitan tugas, generality atau sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, dan strength atau kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki. Skala self
Isnanto (2007). Skala self efficacy ini terdiri dari 40 butir aitem, terdiri dari 21 butir aitem favorable dan 19 butir aitem unfavorable. Blue Print skala self efficacy sebagai berikut:
Table 10. Skala self efficacy sebelum diuji coba
No. Aspek
Faforable
Unfavorable Jumlah
c. Skala Regulasi Emosi Regulasi emosi dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala regulasi emosi berdasarkan aspek-aspek regulasi emosi yang dikemukakan oleh Thompson, 1994 (dalam Putnam, 2005) & Hurlock (1978) yaitu memonitor emosi, mengevaluasi emosi dan memodifikasi reaksi emosi secara intensif dan dapat diterima secara sosial untuk menyelesaikan suatu tujuan. Skala regulasi emosi ini terdiri dari 62 butir aitem, terdiri dari 32 butir aitem favorable dan 30 butir aitem unfavorable. Blue print skala Regulasi emosi sebagai berikut:
Tabel 11.
Skala regulasi emosi sebelum diuji coba
No Item
No. Aspek
48, 56 secara intensif
dan
memahami perasaan.
dan memahami pikiran.
memahami tindakan.
10 gan emosi. 60 50, 62
3. Modifikasi
8 emosi secara
intensif dan
emosi.
dapat diterima secara sosial.
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Review Professional Judgement
Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian pada subjek penelitian, ketiga skala yang akan digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan review professional judgement. Setelah skala dinilai mampu untuk Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian pada subjek penelitian, ketiga skala yang akan digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan review professional judgement. Setelah skala dinilai mampu untuk
2. Pengumpulan Data Untuk Uji Coba
Pelaksanaan uji coba dilakukan pada dua kelas yaitu kelas VIII E & VIII
F sejumlah 74 siswa dilaksanakan pada tanggal 14 dan 15 Januari 2010. Pelaksanaan uji coba dilakukan dengan memberikan skala yang terdiri dari skala kenakalan remaja, skala self efficacy dan skala regulasi emosi. Rata-rata waktu yang diperlukan subjek untuk mengerjakan ketiga skala tersebut kurang lebih 45 menit. Dari 74 eksemplar skala yang diisi oleh responden, hanya 63 eksemplar skala yang dapat diolah, sedangkan sisanya 11 eksemplar skala tidak dapat diolah karena jawaban yang diberikan tidak lengkap.
3. Daya Beda Aitem dan Reliabilitas
Setelah skala yang memenuhi syarat terkumpul kemudian dilakukan penskoran, penskoran dilakukan berdasarkan penyusunan alternative jawaban model skala likert yang telah dimodifikasi dengan menghilangkan alternatif jawaban ragu-ragu (Azwar, 1999). Penskoran pada aitem favorable skala self efficacy dan regulasi emosi yaitu Sangat Sesuai (SS) = 4, Sesuai (S) = 3, Tidak Sesuai (TS) = 2 dan Sangat Tidak Sesuai (STS) = 1. Sedangkan penskoran aitem favorable skala kenakalan remaja adalah Tidak Pernah (TP) = 1, Kadang-kadang (KD) = 2, Sering (SR) = 3 dan Selalu (SL) = 4. Penskoran untuk aitem unfavorable skala self efficacy dan regulasi emosi yaitu Sangat Sesuai (SS) 1,
Sesuai (S) 2, Tidak Sesuai (TS) 3 dan Sangat Tidak Sesuai (STS) 4. Untuk penskoran aitem unfavorable skala kenakalan remaja adalah Tidak Pernah (TP) 4, Kadang-kadang (KD) 3, Sering (SR) 2 dan Selalu (SL) 1.
Setelah dilakukan penskoran untuk ketiga skala, maka diperoleh skor setiap subjek. Hasil dari penskoran tersebut kemudian dilakukan pengujian daya beda aitem dan reliabilitas skala, daya beda aitem dikatakan cukup bila nilai korelasi diatas 0,25 dan untuk reliabilitas dapat dikatakan baik jika nilai alpha diatas 0,80. Untuk mempermudah penghitungan peneliti menggunakan bantuan program spss for MS windows versi 16.0. a). Daya Beda Aitem
1). Skala Kenakalan Remaja Penghitungan daya beda aitem kenakalan remaja didapatkan hasil dari 68 aitem yang diuji cobakan terdapat 26 aitem dinyatakan gugur, yaitu nomor 5, 7,
65 dan 66. Aitem yang diujicobakan mempunyai daya beda aitem bergerak dari 0,147 sampai dengan 0,686. Sedangkan daya beda aitem untuk aitem yang valid bergerak dari 0,250 sampai dengan 0,686 dengan p < 0,05. Distribusi aitem skala kenakalan remaja yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12.
Distribusi Aitem Skala Kenakalan Remaja
yang Valid dan Gugur
Jumlah No.
No Item
Unfavorable seluruh
Valid Gugur
Valid
Gugur aitem
1. Perilaku delinkuen yang
menimbul- kan Perkelahian
korban fisik pada
orang lain.
korban materi
3. Membaca buku-buku
4 yang tidak
hubungan seks
menimbulkan Mabuk- korban di
58 6 pihak orang
mabukan dan
status orang
yang
tua.
melanggar
11 44, 55 status.
Membolos
Jumlah
2). Skala Self Efficacy Penghitungan daya beda aitem kenakalan remaja didapatkan hasil dari 40 aitem yang diuji cobakan terdapat 7 aitem dinyatakan gugur. Adapun aitem yang gugur adalah nomor 1, 3, 9, 12, 21, 23 dan 33. Aitem yang diujicobakan mempunyai daya beda aitem bergerak dari 0,182 sampai dengan 0,616. Sedangkan daya beda aitem untuk aitem yang valid bergerak dari 0,262 sampai dengan 0,636 dengan p < 0,05. Distribusi aitem skala self efficacy yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Distribusi Aitem Skala Self Efficacy yang Valid dan Gugur
Jumlah No. Aspek
No Item
Favorable
Unfavorable seluruh
Gugur aitem
3). Skala Regulasi Emosi Penghitungan daya beda aitem kenakalan remaja didapatkan hasil dari 62 aitem yang diuji cobakan terdapat 21 aitem dinyatakan gugur. Adapun aitem yang gugur adalah aitem nomor 2, 3, 4, 5, 8, 12, 17, 21, 25, 26, 34, 35, 42, 43, 44, 46,
49, 51, 57, 58 dan 61. Aitem yang diujicobakan mempunyai daya beda aitem bergerak dari dari 0,184 sampai dengan 0,508 dengan p < 0,05. Sedangkan daya 49, 51, 57, 58 dan 61. Aitem yang diujicobakan mempunyai daya beda aitem bergerak dari dari 0,184 sampai dengan 0,508 dengan p < 0,05. Sedangkan daya
Tabel 14.
Distribusi Aitem Skala Regulasi Emosi
yang Valid dan Gugur
Jumlah No.
No Item
Unfavorable seluruh
Valid
Gugur Valid
Gugur aitem
1. 1. Menyadari dan
secara intensif
2. Menyadari dan memahami
pikiran. 3.Menyadari dan
emosi secara
44 8 intensif dan
dapat diterima secara sosial.
b. Uji Reliabilitas Setelah uji validitas kemudian dilakukan uji reliabilitas pada aitem yang valid. Pengujian reliabilitas diperlukan untuk mengetahui konsistensi atau keterpercayaan skala psikologis, sehingga didapat skala psikologis yang konsisten b. Uji Reliabilitas Setelah uji validitas kemudian dilakukan uji reliabilitas pada aitem yang valid. Pengujian reliabilitas diperlukan untuk mengetahui konsistensi atau keterpercayaan skala psikologis, sehingga didapat skala psikologis yang konsisten
Hasil uji reliabilitas skala kenakalan remaja dari 42 aitem yang valid menunjukan hasil yang reliabel, dengan koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,845. Skala kenakalan remaja telah memenuhi persyaratan keandalan alat ukur, sehingga skala kenakalan remaja ini dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data. 2). Uji Reliabilitas Self Efficacy
Hasil uji reliabilitas skala self efficacy dari 33 aitem yang valid menunjukan hasil yang reliabel, dengan koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,867. Skala self efficacy telah memenuhi persyaratan keandalan alat ukur, sehingga skala self efficacy ini dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data. 3). Uji Reliabilitas Regulasi Emosi
Hasil uji reliabilitas skala regulasi emosi dari 41 aitem yang valid menunjukan hasil yang reliabel, dengan koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,857. Skala regulasi emosi telah memenuhi persyaratan keandalan alat ukur, sehingga skala regulasi emosi ini dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data.
4. Penyusunan Alat Ukur Untuk Penelitian Dengan Nomor Urut Baru
Tahap selanjutnya setelah pengujian validitas dan reliabilitas adalah mempersiapkan aitem-aitem yang valid, kemudian didistribusi ulang untuk mengambil data penelitian. Distribusi ulang skala yang digunakan untuk penelitian ini dapat dilihat pada tabel 15,16 dan 17.
Tabel 15.
Distribusi Aitem Skala Kenakalan Remaja
untuk Penelitian No Item
No. Aspek
1. Perilaku delinkuen yang
6 (5), 19 (13), menimbul- kan
1. Perkelahian
30 (19) korban fisik
pada orang lain.
2. Perilaku
5 delinkuen yang
67 (41) korban materi
delinkuen yang
korban di pihak
4 oran lain.
hubungan
seks bebas.
3. Mabuk- mabukan
dan narkoba
16 (11), 39 delinkuen yang
orang tua.
status.
2. Membolos
Jumlah
Tabel 16. Distribusi Aitem Skala Self Efficacy untuk Penelitian
No Item
No. Aspek Jumlah
16 17 33 Catatan: nomor yang diberi tanda ( ) adalah nomor urut baru.
Tabel 17.
Distribusi Aitem Skala Regulasi Emosi
untuk Penelitian No Item
No. Aspek
1. 1. Menyadari dan
2. Menyadari dan
3. Menyadari dan
16 (10), 24 emosi secara
intensif dan
secara sosial.
diri.
Jumlah
Catatan: nomor yang diberi tanda ( ) adalah nomor urut baru.
5. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 20 dan 23 januari 2010 dengan sampel sebanyak empat kelas yaitu VIII A, VIII B, VIII C dan VIII D, jumlah subjek yang dipergunakan dalam penelitian sebanyak 153 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan skala penelitian yang terdiri dari skala kenakalan remaja, skala self efficacy dan skala regulasi emosi kepada masing-masing subjek. Rata-rata waktu yang dipergunakan subjek untuk mengisi seluruh skala adalah 35 menit. Dari 153 eksemplar skala yang disebar terkumpul 153 eksemplar skala, selanjutnya dilakukan pemeriksaan kelengkapan data terhadap masing-masing 153 eksemplar skala tersebut. Dari pemeriksaan tersebut didapatkan skala yang memenuhi persyaratan sebanyak 143 eksemplar dan layak untuk dilakukan skoring, sedangkan sisanya 10 eksemplar tidak dapat diolah karena jawaban yang diberikan responden tidak lengkap. Kemudian dilakukan penskoran terhadap masing-masing 143 eksemplar skala tersebut skor tersebut akan dipergunakan dalam analisis data. Berdasarkan penelitian diperoleh skor total masing-masing skala yang diperoleh subjek (dapat dilihat pada lampiran).
C. Analisis Data
Perhitungan analisis data dilakukan setelah syarat uji asumsi terpenuhi, syarat tersebut meliputi uji asumsi dasar dan uji asumsi klasik. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan bantuan komputer program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0.
1. Uji Asumsi Dasar
a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berditribusi normal atau tidak (Priyatno, 2008). Data yang diuji adalah sebaran data pada skala kenakalan remaja, skala self efficacy dan skala regulasi emosi. Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan teknik Chi-Kuadrat dengan menggunakan bantuan komputasi Statistikal Product and Service Solution (SPSS) for Windows Release 16.0 (Priyatno, 2008).
Uji normalitas dengan tekinik chi-kuadrat dikatakan normal jika nilai chi-kuadrat hitung lebih kecil dari nilai tabel. Uji normalitas pada variabel kenakalan remaja diperoleh nilai chi-kuadrat sebesar 52,902, nilai tabel dengan derajat kebebasan (df) 41 sebesar 56,942, chi hitung < dari chi tabel dengan p<0,05, artinya nilai chi hitung tersebut dibawah batas penolakan, sehingga distribusi kenakalan remaja normal.
Uji normalitas pada variabel self efficacy diperoleh nilai chi-kuadrat sebesar 52,420, nilai tabel dengan derajat kebebasan (df) 44 sebesar 60,481, chi hitung < dari chi tabel dan dengan p<0,05, artinya nilai chi hitung tersebut dibawah batas penolakan, sehingga distribusi self efficacy normal. Uji normalitas pada variabel regulasi emosi diperoleh nilai chi-kuadrat sebesar 55,252, nilai tabel dengan derajat kebebasan (df) 53 sebesar 70,993, chi hitung < dari chi tabel dan nilai p<0,05, artinya nilai chi hitung tersebut dibawah batas penolakan, sehingga Uji normalitas pada variabel self efficacy diperoleh nilai chi-kuadrat sebesar 52,420, nilai tabel dengan derajat kebebasan (df) 44 sebesar 60,481, chi hitung < dari chi tabel dan dengan p<0,05, artinya nilai chi hitung tersebut dibawah batas penolakan, sehingga distribusi self efficacy normal. Uji normalitas pada variabel regulasi emosi diperoleh nilai chi-kuadrat sebesar 55,252, nilai tabel dengan derajat kebebasan (df) 53 sebesar 70,993, chi hitung < dari chi tabel dan nilai p<0,05, artinya nilai chi hitung tersebut dibawah batas penolakan, sehingga
Tabel 18. Uji Normalitas
Variebel
Chi-hitung Chi-tabel
Asym. Sig (2- Keterangan tailed)
Kenakalan Remaja
0,390 (p>0,05) Normal Self Efficacy
0,101 (p>0,05) Normal Regulasi Emosi
0,180 (p>0,05) Normal
Berdasarkan keterangan tabel di atas bisa diketahui bahwa variabel kenakalan remaja, self efficacy dan regulasi emosi memiliki sebaran yang normal dan sample penelitian dapat mewakili populasi. Hasil uji normalitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
b. Uji Linieritas Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Pengujian linieritas dalam penelitian ini menggunakan test for linierity dengan bantuan komputer program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0. dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linier bila signifikansi (pada kolom linierity) kurang dari 0,05 (Priyatno, 2008).
Uji linieritas hubungan antara kenakalan remaja dengan self efficacy diperoleh Sig. pada kolom Linierity sebesar 0,006 (0,006 < 0,05). Sedangkan uji linieritas hubungan antara kenakalan remaja dengan regulasi emosi diperoleh Sig. pada kolom Linierity sebesar 0,000 (0,000 < 0,05). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 19 di bawah ini.
Tabel 19. Uji Linieritas
variabel
Sig. pada
Keterangan
kolom Linierity
Kenakalan remaja dengan self
0,006 < 0,05 (linier) efficacy Kenakalan remaja dengan
0,000 < 0,05 (linier) regulasi emosi
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa hubungan antara masing- masing variabel bebas dengan variabel tergantung bersifat linier. Hasil uji linieritas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidak penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas, yaitu adanya hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolineritas. Metode pengujian yang digunakan adalah melihat nilai inflation factor (VIF) pada model regresi, jika VIF lebih besar dari lima, maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas lainnya (Priyatno, 2008).
Hasil uji Variance Inflation Factor (VIF) pada hasil output SPSS tabel coefficients, tiap-tiap variabel memiliki VIF sebesar 1,515 (diartikan bahwa 1,515 Hasil uji Variance Inflation Factor (VIF) pada hasil output SPSS tabel coefficients, tiap-tiap variabel memiliki VIF sebesar 1,515 (diartikan bahwa 1,515
b. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidak penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas, yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyaratan yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas (Priyatno,2008). Menurut Nugroho (2005) cara memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat pada pola gambar Scatterplott yang menyatakan bahwa model tersebut tidak terdapat gejala heteroskedastisitas, jika:
1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka nol.
2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.
3) Penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali.
4) Penyebaran titik-titik data tidak berpola Dari hasil analisis pola gambar Scatterplott pada lampiran dapat dilihat bahwa pola gambar tersebut tidak menunjukkan adanya gejala heteroskedastisitas sehingga model dalam penelitian ini terbebas dari heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidak penyimpangan asumsi klasik autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi.
Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi (Priyatno, 2008). Metode pengujian yang digunakan adalah Uji Durbin- Watson (uji DW), dengan ketentuan jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka tidak ada autokorelasi.
Hasil analisis menunjukkan nilai Durbin-Watson sebesar 1,789 dan hasil tersebut disimpulkan bahwa model ini tersebas dari autokorelasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini:
positif autocorelation
negatif
No autocorelation
1,789 (nilai hitung Durbin Watson)
Gambar 3. Pengujian autokorelasi
Penentuan nilai du dan dl seperti terlihat pada gambar di atas berdasarkan pada tabel uji durbin Watson dengan k=2 dan N=143 (k=jumlah variabel bebas dan N= jumlah sampel) maka diperoleh nilai dl=1,71 dan niali du=1,76. Perhitungan selanjutnya 4-du (4-1,76=2,24) dan 4-dl (4-1,71=2,29). Hasil analisis diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,789 sehingga terletak di daerah No autocorrelation sehingga model ini terbebas dari autokorelasi.
Setelah uji asumsi terpenuhi, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan teknik analisis regresi ganda. Analisis regresi ganda digunakan untuk mengetahui nilai F, dengan nilai F dapat diketahui apakah varaibel self efficacy dan regulasi emosi secara bersama-sama berkorelasi secara signifikan terhadap variable kenakalan remaja.
Berdasarkan uji anova menunjukkan p-value 0,001< 0,05 artinya signifikan, sedangkan F hitung 7,664 > F tabel 3,06 artinya signifikan. Maka hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan self efficacy dan regulasi emosi secara bersama- sama berkorelasi secara signifikan terhadap kenakalan remaja dapat diterima. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 20 di bawah ini dan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 20. Uji Anova
ANOVA b
Model
F Sig. 1 Regression
Sum of Squares
df Mean Square
a. Predictors: (Constant), regulasi emosi, self efficacy b. Dependent Variable: kenakalan remaja
Hubungan antara self efficacy dan regulasi emosi dengan kenakalan remaja pada siswa SMP N 7 Klaten dapat digambarkan dalam persamaan regresi. Sesuai dengan hasil analisis, dapat dilihat nilai konstanta dan variable bebas (self efficacy dan regulasi emosi) yang dapat memprediksi yang terjadi pada variable tergantung (kenakalan remaja) melalui persamaan regresi yang diperoleh dari table hasil Hubungan antara self efficacy dan regulasi emosi dengan kenakalan remaja pada siswa SMP N 7 Klaten dapat digambarkan dalam persamaan regresi. Sesuai dengan hasil analisis, dapat dilihat nilai konstanta dan variable bebas (self efficacy dan regulasi emosi) yang dapat memprediksi yang terjadi pada variable tergantung (kenakalan remaja) melalui persamaan regresi yang diperoleh dari table hasil
Tabel 21.
Hasil Analisis regresi Linear Berganda
Coefficients a
Unstandardized Standardized
Coefficients
Coefficients
Collinearity Statistics
Std.
Model
Tolerance VIF 1 (Constant)
B Error
Beta
Sig.
.000 self efficacy
a. Dependent Variable: kenakalan remaja
Persamaan regresi pada hubungan ketiga variabel tersebut adalah Y = a + bX 1 + cX 2
Y = 116,508 - 0,144 X 1 - 0,326 X 2
Persamaan garis tersebut mengandung arti bahwa konstanta adalah 116,508 mempunyai arti jika tidak ada self efficacy dan regulasi emosi, maka kenakalan remaja adalah sebesar 116,508. Rata-rata skor kenakalan remaja pada siswa (kriterium Y) akan mengalami perubahan sebesar -0,144 untuk setiap unit
perubahan yang terjadi pada variabel self efficacy (prediktor X 1 ) dan juga diperkirakan akan mengalami perubahan sebesar –0,326 untuk setiap unit perubahan yang terjadi pada variabel regulasi emosi (prediktor X 2 ). Persamaan garis tersebut dapat dilihat pada lampiran.
Berdasarkan hasil output SPSS diketahui pula hubungan antara masing- masing variabel bebas (self efficacy dan regulasi emosi) dengan variabel tergantung yaitu kenakalan remaja yang dapat dilihat dalam tabel 22 berikut:
Tabel 22. Korelasi Masing-masing Variabel Bebas dengan Variabel Tergantung
Correlations
kenakalan
self efficacy
regulasi emosi remaja
self efficacy ** Pearson Correlation 1 .583 -.249 Sig. (2-tailed)
regulasi emosi ** Pearson Correlation .583 1 -.301 Sig. (2-tailed)
143 143 kenakalan remaja
Pearson Correlation
-.301 ** 1 Sig. (2-tailed)
143 143 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Besar perhitungan korelasi antara variabel self efficacy dengan kenakalan remaja yang dihitung dengan koefisien korelasi rx 1 y adalah -0,249 dan p < 0,05.
Ini berarti terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self efficacy dengan kenakalan remaja.
Besar perhitungan korelasi antara variabel regulasi emosi dengan kenakalan remaja yang dihitung dengan koefisien korelasi rx 2 y adalah -0,301 dan p < 0,05.
Ini berarti terdapat hubungan negatif yang signifikan antara regulasi emosi dengan kenakalan remaja.
4. Mean Empirik (ME) dan Mean Hipotetik (MH)
Berikut ini akan disajikan deskripsi data penelitian, deskripsi data penelitian dijelaskan sebagai gambaran umum mengenai data penelitian yang lengkap dan dapat dilihat pada tabel 23 berikut ini:
Tabel 23. Deskripsi Data Penelitian
Data empirik Jumlah Skor
Data hipotetik
SD Skala
Skor
SD Skor Skor
M subjek Mini- Maksi-
( σ) Mini- Maksi- ( σ)
Keterangan: M
: Mean SD ( σ) : Standar Deviasi
a. Skala Kenakalan Remaja Skala kenakalan remaja akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal, sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 1999). Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 42 x 1 = 42 dan skor maksimal yang dapat diperoleh a. Skala Kenakalan Remaja Skala kenakalan remaja akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal, sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 1999). Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 42 x 1 = 42 dan skor maksimal yang dapat diperoleh
Tabel 24. Kriteria Kategori Skala Kenakalan Remaja dan Distribusi Skor Subjek
Subjek Rerata Standar Deviasi
Skor
Kategorisasi Frek Presentase empirik
(%) (MH+1,0 σ)≤ X
(N)
- (MH-1,0 σ)≤ X
84 ≤ X < 126 Sedang
X < (MH-1,0 σ)
Dari kategori skala kenakalan remaja seperti terlihat pada tabel, dapat diambil kesimpulan bahwa 88,8% siswa SMP 7 Klaten memiliki tingkat kenakalan remaja yang rendah dan 11,2% siswa tergolong memiliki tingkat kenakalan remaja yang sedang.
b. Skala Self Efficacy Skala self efficacy akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal, sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 1999). Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 33 x 1 = 33 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah
33 x 4 = 132, maka jarak sebarannya adalah 132 – 33 = 99 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 99 : 6,0 = 16,5, sedangkan rerata hipotetiknya 33 x 2,5
=82,5. Apabila subjek digolongkan dalam 3 kategorisasi, maka akan diperoleh kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada tabel 25.
Tabel 25. Kriteria Kategori Skala Self Efficacy dan Distribusi Skor Subjek
Subjek Rerata
Standar Deviasi
Skor
Kategorisasi Frek Presentase empirik
(%) (MH+1,0 σ)≤ X
(N)
41 28,7 (MH-1,0 σ)≤ X
99 ≤X
Tinggi
71,3 92,42 <(MH+1,0 σ) X < (MH-1,0 σ)
66 ≤ X < 99 Sedang
Dari kategori skala self efficacy seperti terlihat pada tabel. Dapat diambil kesimpulan bahwa 71,3% siswa SMP 7 Klaten memiliki tingkat self efficacy yang sedang dan 28,7% siswa tergolong memiliki self efficacy yang tinggi.
c. Skala Regulasi Emosi Skala regulasi emosi akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal, sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 1999). Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 41 x 1 = 41 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 41 x 4 = 164, maka jarak sebarannya adalah 164 – 41 =123 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 123 : 6,0 = 20,5, sedangkan rerata hipotetiknya 41 x 2,5 = 102,5. Apabila subjek digolongkan dalam 3 kategori, maka akan diperoleh kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada tabel 26.
Tabel 26.
Kriteria Kategori Skala Regulasi Emosi
dan Distribusi Skor Subjek
Subjek Rerata Standar Deviasi
Skor
Kategorisasi Frek Presentase empirik
(%) (MH+1,0 σ)≤ X
(N)
74 51,7 (MH-1,0 σ)≤ X <
X < (MH-0,6 σ)
Dari kategori skala regulasi emosi seperti terlihat pada tabel, dapat diambil kesimpulan bahwa 51,7% siswa SMP 7 Klaten memiliki regulasi emosi yang tinggi dan 48,3% siswa memiliki regulasi emosi yang sedang.
5. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif
Sumbangan Relatif (SR) dan sumbangan efektif (SE) akan memberikan informasi tentang prediktor mana yang paling besar sumbangannya terhadap terbentuknya variasi dalam satuan-satuan kriterium regesi. Perbedaan antara SR dengan SE adalah SR menunjukkan ukuran besarnya sumbangan suatu prediktor terhadap jumlah kuadrat regresi, sedangkan SE merupakan ukuran sumbangan suatu prediktor terhadap keseluruhan efektifitas garis regresi yang digunakan sebagai dasar prediksi. Hasil analisis menunjukkan:
a. Sumbangan relatif (SR) self efficacy terhadap kenakalan remaja sebesar 28,22 % dan sumbangan relatif (SR) regulasi emosi terhadap kenakalan a. Sumbangan relatif (SR) self efficacy terhadap kenakalan remaja sebesar 28,22 % dan sumbangan relatif (SR) regulasi emosi terhadap kenakalan
b. Sumbangan efektif (SE) self efficacy terhadap kenakalan remaja sebesar 2,78 % dan sumbangan efektif (SE) regulasi emosi terhadap kenakalan remaja sebesar 7, 08 %. Total sumbangan efektif self efficacy dan regulasi emosi terhadap kenakalan remaja sebesar 9,96 % yang ditunjukkan oleh nilai
koefisien determinasi (R 2 ) yaitu dengan nilai 0,099.
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukan hipotesis yang menyatakan adanya hubungan
self efficacy dan regulasi emosi secara bersama-sama memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kenakalan remaja, diterima. Hasil analisis dengan menggunakan teknik analisis regresi ganda diperoleh p- value 0,001 yang < dari 0,05 dan F hitung sebesar 7,664 nilai F tersebut > dari F tabel sebesar 3,06. Hasil tersebut berarti self efficacy dan regulasi emosi dapat digunakan sebagai prediktor untuk memprediksi kenakalan remaja pada siswa SMP 7 Kleten, semakin tinggi self efficacy dan regulasi emosi yang dimiliki siswa, maka semakin rendah kenakalan remaja. Sebaliknya semakin rendah self efficacy dan regulasi emosi siswa maka semakin tinggi kenakalan remaja.
Berdasarkan uji hipotesis diketahui bahwa hipotesis yang berbunyi ada hubungan negatif antara self efficacy dengan kenakalan remaja, diterima. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rx 1 y sebesar –0,249 dengan p-value 0,003 dimana p-valuae < 0,05. Nilai tersebut menunjukan adanya hubungan negatif yang Berdasarkan uji hipotesis diketahui bahwa hipotesis yang berbunyi ada hubungan negatif antara self efficacy dengan kenakalan remaja, diterima. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rx 1 y sebesar –0,249 dengan p-value 0,003 dimana p-valuae < 0,05. Nilai tersebut menunjukan adanya hubungan negatif yang
Hubungan antara self efficacy dengan kenakalan remaja hasil penelitian di atas sejalan dengan pernyataan Bandura (1997) yang menyatakan self efficacy tinggi dapat menghindarkan remaja dari perilaku yang beresiko seperti minum- minuman beralkohol, merokok, dan perilaku seks bebas. Pada masa remaja terjadi perubahan fisik serta perubahan psikologis yang sangat pesat, hal ini mengarahkan remaja akan tuntutan dalam diri maupun dari lingkungan secara berbeda, sehingga menempatkan remaja dalam kondisi yang sulit (Hurlock,1980). Pada situasi ini remaja memerlukan self efficacy yang memungkinkan remaja mampu untuk menghadapi kondisi yang sulit ini sehingga remaja mampu berperilaku lebih adaptif dan tidak terjerumus dalam kenakalan remaja.
Menurut Pajares (2002) dengan self efficacy yang tinggi akan mempengaruhi seberapa besar usaha yang dilakukan remaja dalam menghadapi kondisi yang sulit ini. Remaja dengan self efficacy tinggi akan lebih besar usahanya untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam dirinya dan lebih tangguh dalam menghadapi konflik yang sedang mereka hadapi, sehingga remaja dapat terhindar dari kenakalan remaja. Menurut Kartono (1992) kenakalan remaja dapat disebabkan oleh motivasi remaja yang rendah dalam mengontrol perilaku yang sesuai dengan lingkungan sosialnya. Remaja yang mempunyai self efficacy tinggi mampu untuk berusaha memotivasi diri menghadapi perubahan yang terjadi baik dalam diri maupun tuntutan dari lingkungan, sehingga remaja Menurut Pajares (2002) dengan self efficacy yang tinggi akan mempengaruhi seberapa besar usaha yang dilakukan remaja dalam menghadapi kondisi yang sulit ini. Remaja dengan self efficacy tinggi akan lebih besar usahanya untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam dirinya dan lebih tangguh dalam menghadapi konflik yang sedang mereka hadapi, sehingga remaja dapat terhindar dari kenakalan remaja. Menurut Kartono (1992) kenakalan remaja dapat disebabkan oleh motivasi remaja yang rendah dalam mengontrol perilaku yang sesuai dengan lingkungan sosialnya. Remaja yang mempunyai self efficacy tinggi mampu untuk berusaha memotivasi diri menghadapi perubahan yang terjadi baik dalam diri maupun tuntutan dari lingkungan, sehingga remaja
Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa skor self efficacy remaja berada pada kategori sedang dengan prosentase 71,3 % , 66 ≤ X ≤ 99 dengan rerata empirik 92,42 dan rerata hipotetik 82,5. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa self efficacy siswa pada SMP N 7 Klaten termasuk dalam kategori sedang. Self efficacy mampu membuat individu tersebut menguasai situasi sehingga mampu menghasilkan sesuatu yang positif (Santrock, 2003). Self efficacy yang tinggi pada remaja membuat mereka mampu mengatasi keadaan sulit yang sedang dihadapi sehingga menghasilkan sesatu yang positif dan dapat diterima oleh lingkungan sekitar, dengan hal tersebut remaja mampu terhindar dari kenakalan. Upaya peningkatan self efficacy dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal yang mempengaruhinya, menurut Bandura (dalam Yufita, 1997) hal-hal yang mempengaruhi self efficacy antara lain dengan memberikan reward kepada remaja karena penguasaan tugas, memberikan informasi diri yang positif tentang kemampuan yang mereka miliki dan peran remaja dalam kelompoknya.
Hipotesis terakhir yang menyatakan terdapat hubungan negatif antara regulasi emosi dengan kenakalan remaja diterima, hal tersebut dapat dilihat dari
nilai rx 2 y sebesar -0,301 dengan p-value 0,000 dimana p-value < dari 0,05. Nilai tersebut mempunyai arti semakin tinggi regulasi emosi maka semakin rendah kenakalan remaja, begitu juga sebaliknya semakin rendah regulasi emosi maka kenakalan remaja semakin tinggi.
Seperti yang dijelaskan oleh Hurlock (1980) bahwa secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode ”badai dan tekanan”, suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Keadaan yang demikian, ditambah dengan tekanan sosial, perubahan minat, peran dan kondisi baru membuat ketegangan emosi pada remaja semakin bertambah tinggi (Hurlock, 1980). Ketegangan emosi tinggi yang dialami oleh remaja menyebabkan dorongan emosi sangat kuat dan tidak terkendali yang membuat remaja sering mudah meledak emosinya dan bertindak tidak rasional (Ekowarni dalam Sari, 2005). Keadaan tersebut membuat remaja mudah untuk terjerumus dalam kenakalan remaja.
Keadaan emosi yang tegang tersebut memerlukan kemampuan remaja untuk memahami dan mengerti emosi yang sedang dirasakan, mengevaluasi emosi tersebut dan memilih reaksi emosi yang adaptif sehingga dapat diterima oleh lingkungannya. Keberhasilan remaja untuk mengatur, mengelola emosi sehingga dapat memunculkan reaksi yang adaptif merupakan fungsi kerja regulasi emosi yang memadai. Regulasi emosi yang berfungsi baik akan menghasilkan emosi yang adaptif dan perilaku yang terorganisir (Thompson, 1994 dalam Putnam, 2005).
Menurut Strongman (2003) individu yang memiliki regulasi emosi yang rendah pada umumnya berhubungan dengan perilaku yang tidak terkontrol, perilaku yang tidak konstruktif, agresi yang tinggi dan perilaku prososial yang rendah, begitu juga sebaliknya individu yang memiliki regulasi emosi yang tinggi berhubungan dengan perilaku yang terkontrol, perilaku yang konstruktif dan Menurut Strongman (2003) individu yang memiliki regulasi emosi yang rendah pada umumnya berhubungan dengan perilaku yang tidak terkontrol, perilaku yang tidak konstruktif, agresi yang tinggi dan perilaku prososial yang rendah, begitu juga sebaliknya individu yang memiliki regulasi emosi yang tinggi berhubungan dengan perilaku yang terkontrol, perilaku yang konstruktif dan
Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa skor regulasi emosi remaja berada pada kategori tinggi 51,7% dengan X ≥ 123 dengan rerata empirik 122,38 dan rerata hipotetik 102,5. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi siswa SMP 7 Klaten termasuk dalam kategori tinggi. Menurut Fox & Calkin (2003, dalam Daud, & Asniar, 2005) egulasi emosi seseorang dapat dipengaruhi antara lain oleh caregivers (khususnya ibu) individu akan belajar mengekspresikan emosi melalui identifikasi terhadap orang terdekat dan lingkungan termasuk didalamnya teman sebaya yang berperan dalam mensosialisasikan cara mengekspresikan emosi.
Skor kenakalan remaja pada sisiwa SMP 7 Klaten adalah rendah berada pada kategori rendah (88,8%) dengan X < 84 dengan mean empirik 63,35 dan mean hipotetik 105. Menurut Kartono (1992) kenakalan remaja disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kepribadian remaja yang ambivalen, motivasi diri yang rendah, pengembangan sikap yang salah, kurang mampu menerima kenyataan, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial, kegagalan remaja mencapai integritas mengenai identitas mereka dan kegagalan dalam melakukan kontrol diri. Faktor eksternal meliputi keluarga yang kurang kondusif bagi perkembangan remaja, lingkungan sekolah yang buruk dan lingkungan masyarakat kurang kondusif.
Sumbangan relatif regulasi emosi terhadap kenakalan remaja dalam penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan self efficacy, hal tersebut bisa disebabkan karena pada masa remaja mengalami ketegangan emosi. Keadaan tersebut ditambah dengan perubahan-perubahan yang dialami remaja serta tuntutan dari dalam diri dan lingkungan, menyebabkan ketegangan emosi semakin meninggi. Akibat dari kondisi tersebut remaja mudah meledakkan emosi, bertindak secara tidak rasional dan terjerumus dalam kenakalan remaja (Hurlock, 1980). Mengatasi kondisi tersebut remaja memerlukan regulasi emosi agar mampu mengelola dan mengekspresikan emosi agar diterima oleh masyarakat. Apabila kondisi ketegangan emosi mampu diatasi maka remaja akan merasa nyaman dengan kondisinya sehingga mampu untuk bertindak rasional dan terhindar dari kenakalan remaja.
Berdasarkan dari nilai koefisien determinasi (R 2 ) diketahui besarnya sumbangan efektif kedua variabel bebas (self efficacy dan regulasi emosi)
terhadap variabel tergantung (kenakalan remaja) sebesar 9,9%, artinya sebesar 9,9% kenakalan remaja dapat dijelaskan oleh variabel self efficacy dan regulasi emosi sedangkan sisanya sebesar 80,1% dipengaruhi oleh beberapa variabel lainnya, antara lain pengaruh teman sebaya, pengaruh media masa, konsep diri, kualitas komunikasi orang tua dengan anak, keharmonisan keluarga dan penyesuaian diri. Sumbangan effektif self efficacy dan regulasi emosi terhadap kenakalan remaja yang terlalu kecil bisa disebabkan karena beberapa kelemahan dalam penelitian ini, diantaranya teknik pengambilan data karena variabel kenakalan merupakan hal yang sensitif maka diperlukan strategi khusus agar data terhadap variabel tergantung (kenakalan remaja) sebesar 9,9%, artinya sebesar 9,9% kenakalan remaja dapat dijelaskan oleh variabel self efficacy dan regulasi emosi sedangkan sisanya sebesar 80,1% dipengaruhi oleh beberapa variabel lainnya, antara lain pengaruh teman sebaya, pengaruh media masa, konsep diri, kualitas komunikasi orang tua dengan anak, keharmonisan keluarga dan penyesuaian diri. Sumbangan effektif self efficacy dan regulasi emosi terhadap kenakalan remaja yang terlalu kecil bisa disebabkan karena beberapa kelemahan dalam penelitian ini, diantaranya teknik pengambilan data karena variabel kenakalan merupakan hal yang sensitif maka diperlukan strategi khusus agar data
Mengingat penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan, maka bagi peneliti selanjutnya diharapkan mampu mengatasi kelemahan tersebut dan memperhatikan variabel-variabel lain yang terkait dengan kenakalan remaja seperti pengaruh teman sebaya, locus of control, konsep diri, kualitas komunikasi orang tua dengan anak, keharmonisan keluarga dan penyesuaian diri. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menemukan hasil yang lebih baik dengan perubahan dan penyempurnaan dalam penyusunan alat ukur, prosedur pengambilan data, serta menambahkan ruang lingkup penelitian menjadi lebih luas.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self efficacy dan regulasi emosi dengan kenakalan remaja.
2. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self efficacy dengan kenakalan remaja. Semakin tinggi self efficacy remaja maka semakin rendah kenakalan yang dilakukan remaja.
3. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara regulasi emosi dengan kenakalan remaja. Semakin tinggi regulasi emosi yang dimiliki remaja maka semakin rendah kenakalan pada remaja.
4. Besarnya sumbangan efektif kedua variabel bebas secara bersama-sama sebesar 9,9 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran self efficacy dan regulasi emosi terhadap kenakalan remaja sebesar 9,9% dan selebihnya yaitu 80,1% ditentukan oleh faktor yang lain seperti pengaruh teman sebaya, pengaruh media masa, konsep diri, kualitas komunikasi orang tua dengan anak, keharmonisan keluarga dan penyesuaian diri.
5. Kenakalan remaja pada siswa SMP N 7 Klaten tergolong rendah, self efficacy siswa tergolong sedang dan regulasi emosi siswa tergolong tinggi.
B. Saran
1. Kepada remaja terkait peranan self efficacy dan regulasi emosi dalam kenakalan remaja, remaja diharapkan lebih meningkatkan ketrampilan self efficacy dan regulasi emosi sehingga remaja dapat menghindari perilaku kenakalan dan mampu untuk berperilaku adapatif. Remaja diharapkan yakin terhadap dirinya terkait dengan perubahan-perubahan baik yang terjadi dalam dirinya maupun dari lingkungan, sehingga remaja mampu menyelaraskan perubahan-perubahan tersebut dan mampu untuk berperilaku yang dapat diterima oleh lingkungan. Terkait dengan regulasi emosi diharapkan remaja mampu untuk mengelola emosi mereka akibat dari perubahan baik dari dalam diri remaja tersebut ataupun dari tuntutan lingkungan sekitar, sehingga remaja dapat berperilaku yang terorganisir dan dapat diterima oleh lingkungan.
2. Kepada pihak-pihak terkait seperti orang tua, pendidik, psikolog dan masyarakat diharapkan menjadikan self efficacy dan regulasi emosi sebagai bahan pertimbangan dalam pencegahan dan penanganan kasus kenakalan remaja. Bagi remaja yang tidak terlibat kenakalan remaja diharapkan tidak mencoba untuk berperilaku yang termasuk dalam kenakalan remaja dan remaja yang sudah terlibat dalam kenakalan remaja mampu untuk berperilaku lebih adaptif. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun keterampilan self efficacy terkait dengan kondisi sulit akibat dari perubahan-perubahan yang mereka 2. Kepada pihak-pihak terkait seperti orang tua, pendidik, psikolog dan masyarakat diharapkan menjadikan self efficacy dan regulasi emosi sebagai bahan pertimbangan dalam pencegahan dan penanganan kasus kenakalan remaja. Bagi remaja yang tidak terlibat kenakalan remaja diharapkan tidak mencoba untuk berperilaku yang termasuk dalam kenakalan remaja dan remaja yang sudah terlibat dalam kenakalan remaja mampu untuk berperilaku lebih adaptif. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun keterampilan self efficacy terkait dengan kondisi sulit akibat dari perubahan-perubahan yang mereka
3. Bagi peneliti lain yang melakukan penelitian serupa di masa yang akan datang, diharapkan lebih memperluas tinjauan teoritis yang belum terdapat dalam penelitian ini. Diharapkan peneliti lain lebih menyempurnakan alat ukur, memperluas populasi sehingga generalisasi menjadi lebih luas, memperhatikan bahwa kenakalan remaja merupakan hal sensitif untuk diungkap sehingga diperlukan suatu strategi khusus dalam pengambilan data serta memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kenakalan remaja selain dari self efficacy dan regulasi emosi seperti pengaruh teman sebaya, pengaruh media masa, konsep diri, kualitas komunikasi orang tua dengan anak, keharmonisan keluarga dan penyesuaian diri.