Analisis Pemasaran

4.4.2 Strategi Penjualan

Beberapa strategi penjualan yang digunakan oleh pihak developer antara lain :

1. Uang muka plus KPR Uang muka antara 20 – 30 % dibayarkan secara bertahap selama 3 bulan. Kekurangan pembayaran merupakan plafon kredit yang diajukan ke bank dengan fasilitas KPR yang diajukan sebelum rumah jadi.

2. Pembayaran cash bertahap Pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai dengan progress bangunan atau sesuai dengan kesepakatan antara pihak developer dengan konsumen.

Pihak developer baru akan mulai membangun unit perumahan setelah konsumen membayar uang muka.

Penggunaan strategi penjualan tersebut sudah tepat karena imbas risiko terhadap cashflow perusahaan lebih sedikit apabila dibandingkan dengan sistem pembayaran kredit melalui developer.

Risiko penggunaan sistem uang muka plus KPR yang berimbas pada keuangan perusahaan adalah :

1. Keterlambatan progress bangunan sehingga tidak mencapai progress minimum yang diajukan oleh pihak bank sebagai syarat pencairan KPR. Syarat pencairan KPR ini berbeda-beda antar bank.

2. Konsumen tidak lolos BI Checking, sehingga mengakibatkan pengajuan KPR ditolak oleh pihak bank. Pada saat pengajuan KPR, pihak bank selaku pemberi kredit akan melakukan pemeriksaan mengenai track record keuangan calon debitur, apakah sebelumnya pernah bermasalah dalam pembayaran angsuran pinjaman atau tidak. Selain itu, pihak bank juga akan menganalisa pola keuangan dengan melihat rekening tabungan calon debitur. Dalam kasus seperti ini, biasanya pihak developer akan melakukan upaya mediasi dengan pihak bank yang berwujud perjanjian buy back. Perjanjian ini menyatakan kesanggupan pihak developer untuk membeli kembali obyek properti yang diagunkan apabila konsumen gagal membayar angsuran. Alternatif solusi lain yaitu pengajuan KPR langsung dialihkan kepada pihak istri/suami atau keluarga kreditur.

3. Konsumen telah berusia lanjut atau menderita penyakit sehingga pihak asuransi tidak berani menjamin kredit yang diajukan. Pengajuan KPR akan di asuransikan oleh pihak bank untuk mengantisipasi resiko yang timbul selama jangka waktu pinjaman. Asuransi meliputi kerugian (rumah) dan jiwa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, calon debitur membuat surat pernyataan yang berisi pengalihan tanggungan pelunasan pinjaman apabila debitur meninggal dunia sebelum jangka waktu pinjaman selesai. Pelunasan pinjaman akan dialihkan kepada istri/suami atau pihak keluarga debitur.

Pengajuan KPR ke bank

BI checking & appraisal jaminan (dilakukan oleh bank)

Penandatanganan akad kredit, A JB, SKMHT

Pencairan dana KPR Proses pecah & balik nama sertifikat

Pemasangan H T

Gambar 4.3 Bagan alir penjualan dengan sistem uang muka plus KPR

Apabila pihak bank menyetujui pengajuan KPR, maka akan dilanjutkan dengan penandatanganan akad kredit. Biaya akad kredit meliputi biaya administrasi, asuransi dan satu kali blokir angsuran. Tujuan blokir angsuran adalah apabila debitur terlambat membayar angsuran, maka dana blokiran yang akan digunakan. Debitur juga diwajibkan untuk membuka rekening tabungan pada bank pemberi KPR.

Penandatanganan akad kredit merupakan sinyal bagi pihak developer bahwa dana KPR dipastikan cair. Oleh karena itu, developer berkewajiban untuk segera memproses sertifikat yang akan dijadikan jaminan. Penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) dilakukan antara pihak developer dengan konsumen dihadapan notaris, untuk kemudian diproses pecah dan balik nama sertifikat.

Proses selanjutnya adalah penandatanganan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Dalam SKMHT ini, pemilik sertifikat (pemegang hak) memberi kuasa kepada pihak kreditur (bank) untuk membebankan hak tanggungan di atas hak kepemilikan tanahnya (menjaminkan tanahnya). Dengan demikian ketika proses pecah dan balik nama sertifikat telah selesai maka pemilik

(APHT) karena telah memberikan kuasa pada kreditur untuk bertindak sebagaimana dinyatakan dalam SKMHT.

Lain lagi jika sertifikat yang diagunkan tidak sedang diproses pecah maupun balik nama atau dengan kata lain sertifikat tersebut akan langsung menjadi agunan, maka setelah penandatanganan akad/perjanjian kredit proses selanjutnya adalah penandatanganan APHT antara pihak pemilik jaminan dengan pihak kreditur. Jika pihak yang berhutang (debitur) menjaminkan tanah miliknya sendiri maka pihak pertama adalah debitur itu sendiri sebagai pemilik jaminan. Namun jika jaminan bukan atas nama (bukan milik) debitur maka yang menandatangani adalah si pemilik jaminan. Inti dari APHT adalah bahwa pemegang hak (pemilik sertifikat tanah) membebankan hak tanggungan (menjaminkan) tanahnya untuk menjamin pelunasan sejumlah hutang debitur kepada kreditur.

Setelah perjanjian dan akta-akta tersebut ditandatangani, notaris akan mengeluarkan covernote yang menjadi dasar/pegangan bank untuk mencairkan kredit. Isi dari covernote adalah notaris menerangkan bahwa antara debitur dan bank telah melakukan penandatangan akta tersebut dan proses sertifikasi sedang berjalan yang akan selesai dalam waktu tertentu, kemudian akan secepatnya diserahkan kepada pihak bank selaku kreditur. Dengan demikian pencairan kredit tidak perlu menunggu semua proses pembuatan akta dan prosesnya selesai tetapi cukup dengan jaminan covernote yang dibuat oleh notaris.

Setelah sertifikat selesai proses pecah dan balik nama, kemudian diserahkan kepada notaris yang ditunjuk oleh pihak bank untuk pemasangan hak tanggungan. Apabila proses tersebut telah selesai, maka hak kepemilikan sertifikat resmi menjadi milik bank. Setelah masa pinjaman selesai, debitur bisa memulihkan hak kepemilikannya atas sertifikat tersebut dengan proses Roya, bisa melalui notaris atau langsung ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.

Pada sistem pembayaran cash bertahap, setelah konsumen melakukan sejumlah pembayaran maka akan dilanjutkan dengan penandatanganan AJB dihadapan notaris untuk kemudian diproses pecah sertifikat dan balik nama.

4.5.1 Regulasi Perizinan

Secara garis besar, peraturan mengenai perizinan pendirian perumahan di kecamatan Kartasura, kabupaten Sukoharjo mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 2 Tahun 2005 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kecamatan Kartasura. RUTRK ini berlaku selama 10 tahun.

RUTRK Kecamatan Kartasura bertujuan untuk :

1. Mewujudkan pemanfaatan ruang yang serasi dan seimbang dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung pertumbuhan dan perkembangan kota.

2. Mewujudkan pemanfaatan ruang kota yang sejalan dengan tujuan dan kebijakan pembangunan nasional dan daerah.

Fungsi RUTRK Kecamatan Kartasura adalah :

1. Sebagai dasar bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun program pembangunan dan kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang kota Kecamatan Kartasura.

2. Sebagai dasar dalam pemberian rekomendasi pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang sesuai dengan RUTRK Kecamatan Kartasura.

RUTRK Kecamatan Kartasura memuat materi-materi sebagai berikut:

1. Kebijakan pengembangan penduduk berisikan arahan distribusi penduduk menurut sub kawasan atau unit lingkungan atau skala ruang tertentu apabila secara teknis tidak memungkinkan.

2. Rencana pemanfaatan ruang kawasan berisikan arahan pemanfaatan ruang berupa tata guna tanah.

3. Rencana sistem jaringan pergerakan berisikan arahan pola jaringan pergerakan untuk seluruh sistem jalan kolektor primer dan lokal primer yang ada di wilayah perencanaan.

4. Rencana struktur pelayanan kegiatan kawasan berisikan arahan hubungan tata jenjang antara fungsi-fungsi pelayanan dalam wilayah perencanaan.

jaringan air bersih, drainase, air limbah, pengelolaan sampah, listrik, telekomunikasi dan irigasi.

6. Rencana kepadatan bangunan berisikan arahan perbandingan luas lahan yang tertutup bangunan dan atau bangunan-bangunan yang terletak dalam setiap petak peruntukan dengan luas lahan petak peruntukannya dalam tiap unit lingkungan.

7. Rencana ketinggian bangunan berisikan arahan ketinggian maksimum bangunan untuk setiap unit lingkungan.

8. Rencana garis sempadan berisikan penetapan tentang garis sempadan untuk unit lingkungan.

9. Rencana penanganan bangunan berisikan arahan penataan bangunan dan utilitas dalam wilayah perencanaan.

10. Rencana tahapan pelaksanaan pembangunan berisikan arahan prioritas tahapan pelaksanaan pembangunan dalam wilayah perencanaan selama 10 tahun yang dibagi dalam tahapan 5 tahunan.

Berdasarkan RUTRK Kecamatan Kartasura Pasal 24 mengenai Rencana Pengembangan Kota, desa Gonilan termasuk dalam Bagian Wilayah Kota (BWK)

III yang diperuntukkan sebagai pusat pelayanan kota tingkat regional, khususnya pelayanan pendidikan, kesehatan, perdagangan, industri dan pariwisata. Lebih lanjut lagi dijelaskan pada pasal 26 mengenai Rencana Permukiman, bahwa pengembangan permukiman diarahkan pada pusat-pusat kegiatan Kota Kecamatan Kartasura sehingga tercapai sistem kota yang efisien.

Ijin Lokasi Perumahan

Pecah Sertifikat

Basah

Pengeringan

Status Tanah Kering

Gambar 4.4 Bagan alir proses perijinan perumahan

Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sukoharjo mensyaratkan dalam sekali proses, maksimal jumlah pecah kaveling dalam satu sertifikat induk adalah lima bidang. Pecah sertifikat bisa lebih dari 5 bidang apabila menggunakan fasilitas tapak kaveling. Pihak yang mengajukan proses pecah sertifikat bisa atas nama pribadi atau badan usaha, dengan hasil sebagai berikut :

1. Pengajuan pecah sertifikat atas nama perseorangan, status sertifikat akan berupa hak milik.

2. Pengajuan proses pecah sertifikat atas nama badan usaha, status sertifikat berupa hak guna bangunan (HGB).

Biaya pengajuan pecah sertifikat atas nama pribadi berbeda dengan pengajuan atas nama badan usaha. Ditinjau dari sisi konsumen, sertifikat berstatus hak milik lebih diminati daripada hak guna bangunan. Masa berlaku HGB sampai dengan 25 tahun, setelah masa berlaku habis bisa dilakukan perpanjangan status atau peningkatan status menjadi hak milik.

Ijin lokasi perumahan dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum atas rekomendasi dari pemerintah desa dan kecamatan. Apabila status tanah masih basah (sawah), maka harus melalui proses pengeringan lebih dahulu di BPN. Setelah itu,

Biaya pengajuan ijin lokasi berbeda-beda antara wilayah satu dengan yang lain.

4.5.2 Strategi Perizinan Developer

4.5.2.1 Ijin Lokasi

Berdasarkan hasil penelitian, CV. Arfa Mandiri dalam mengembangkan perumahan tidak melalui proses ijin lokasi dan tapak kaveling, hal ini dilakukan pihak developer untuk menekan biaya pengeluaran. Apabila dilaksanakan, biaya tapak kaveling atas perumahan tersebut yaitu sebesar Rp. 450.000,00/bidang.

Biaya ijin lokasi yaitu sebesar Rp. 15.000,00/m 2 dengan rincian sebagai berikut :

1. Biaya rekomendasi pada tingkat kelurahan sebesar Rp. 3.000,00/m 2 .

2. Biaya rekomendasi pada tingkat kecamatan sebesar Rp. 5.000,00/m 2 .

3. Biaya pengajuan di Dinas Pekerjaan Umum sebesar Rp. 10.000,00/m 2 .

Pada ijin lokasi juga terdapat aturan mengenai jumlah kaveling yang boleh dibangun dan fasilitas umum yang harus disediakan dalam kawasan perumahan. Pihak developer beranggapan bahwa hal-hal tersebut akan mengurangi profit yang akan diperoleh.

Sebagai konsekuensi proses pecah sertifikat tidak memakai tapak kaveling, maka dalam sekali proses, jumlah pecah kaveling maksimal adalah sebanyak lima bidang. Hal ini mengakibatkan proses pecah kaveling dan balik nama secara keseluruhan membutuhkan waktu yang sangat lama.

Gambar 4.5 Proses pecah kaveling perumahan

Efek negatif dari sistem pecah kaveling bertahap ini adalah :

1. Proses pecah dan balik nama yang membutuhkan waktu yang lama dapat menimbulkan komplain atau gugatan hukum dari konsumen maupun bank pemberi KPR.

2. Bank penyedia fasilitas KPR mempunyai aturan yang berbeda-beda, beberapa bank mengharuskan sertifikat sudah harus pecah sesuai luas kaveling yang dibeli konsumen sebagai syarat pencairan kredit. Hal ini mengakibatkan pihak developer hanya dapat menjalin kerjasama dengan bank tertentu saja yang menerapkan persyaratan lebih lunak. Konsumen tidak mendapatkan kesempatan untuk menikmati bunga pinjaman yang lebih kompetitif.

3. Proses pengajuan IMB akan ikut menjadi lama karena harus menunggu proses pecah dan balik nama selesai lebih dulu.

Keuntungan sistem pecah kaveling bertahap ini, pihak developer bisa lebih fleksibel dalam melakukan penjualan produk perumahannya. Apabila ada Keuntungan sistem pecah kaveling bertahap ini, pihak developer bisa lebih fleksibel dalam melakukan penjualan produk perumahannya. Apabila ada

Pada saat melakukan pembelian tanah induk, pihak penjual menandatangani Akta Jual Beli dan Surat Kuasa Menjual yang dibuat oleh notaris. Surat ini menyatakan bahwa pihak pemilik sertifikat menguasakan penjualan kepada pihak developer (di wakilkan atas nama perseorangan, bukan perusahaan). Penggunaan surat kuasa jual ini dimaksudkan untuk menekan biaya dan mempercepat proses pecah, karena pihak developer tidak perlu melakukan proses balik nama terlebih dahulu. Tanpa melalui proses tapak kaveling, dalam sekali proses pecah dan balik nama maksimal sebanyak lima bidang. Sehingga apabila setelah pembayaran tanah akan diproses pecah dan balik nama, maka pihak penjual harus menandatangani lima buah Akta Jual Beli (AJB). Hal ini tidak efisien ditinjau dari segi waktu dan biaya, mengingat hak kepemilikan sebuah sertifikat bisa lebih dari satu orang. Selain itu, pihak developer membutuhkan waktu untuk mempersiapkan dokumen terkait karena harus menunggu rumah terjual. Jangka waktu antara pembelian tanah dengan penjualan membutuhkan waktu yang lama karena harus melewati proses pengeringan, pengurukan dan perencanaan.

Dengan surat kuasa jual ini, pihak developer bisa melakukan proses pecah dan balik nama kepada konsumen perumahan secara fleksibel tanpa terikat oleh pihak penjual lagi.

4.5.2.2 Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)

IMB dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota Pemerintah Kabupaten Sukoharjo. Pengajuan IMB membutuhkan copy sertifikat dan gambar situasi. Kerugian sistem pecah kaveling bertahap ini, pengajuan IMB harus menunggu proses pecah sertifikat selesai sehingga membutuhkan waktu yang lama. Pihak developer juga harus berhati-hati karena kemungkinan pengecekan ijin lokasi. Lokasi kaveling perumahan bisa dideteksi dari gambar situasi dan site plan pada sertifikat. Untuk menyiasati hal tersebut, pihak developer mengajukan IMB dalam satu kompleks perumahan yang dipilih secara acak dengan jumlah sedikit.

4.6.1 Proyeksi Pendapatan

Pada saat penelitian ini dilakukan, tingkat occupancy perumahan Citra Alam Mandiri sudah mencapai 50 % atau sudah terjual 8 unit dari total 16 unit rumah yang dipasarkan. Sehingga, diproyeksikan pada akhir tahun 2011 akan terjual sebanyak 10 unit rumah, sedangkan sisanya akan habis terjual pada tahun berikutnya. Dana KPR dari bank diproyeksikan cair 8 unit pada tahun 2011 dan sisanya akan cair pada tahun 2012.

Tahun

1 Pendapatan Penjualan

Jumlah Harga / U

Total

Rumah type 50/80

2 Jumlah Pendapatan Penjualan

3 Penerimaan Kas dari Uang muka Pembeli

Rumah type 50/80

unit

10 6 pendapatan 750,000 450,000

4 Penerimaan dari Bank

Rumah type 50/80

unit

8 8 pendapatan 1,400,000 1,400,000

5 Penerimaan Kas Total 2,150,000 1,850,000

No

URAIAN

Tabel 4.7 Perhitungan pendapatan atas penjualan unit rumah (x Rp. 1.000,00)

4.6.2 Proyeksi NPV, IRR dan BCR

Besar bunga yang dipakai pada perhitungan NPV adalah sebesar 15 % per tahun, diasumsikan dari persentase biaya modal. Biaya modal adalah imbalan yang diharapkan oleh investor atas investasi yang ditanamkan. Suku bunga efektif untuk pinjaman ke bank besarnya bervariasi antara 12 – 14 % per tahun. Penjualan perumahan memakai sistem pesan-bangun, sehingga pengeluaran untuk biaya pembangunan mengikuti proyeksi penjualan unit rumah.

2011

2012 2013 A. Penerimaan Pendapatan Tunai

1 Uang Muka Pembeli - Rumah Type 50/80

750,000

450,000 2 Pembayaran dari Bank

- Rumah Type 50/80 1,400,000 1,400,000

Total Pendapatan Tunai

2,150,000 1,850,000

B. Pengeluaran Tunai

1 Biaya Pembangunan

1,421,401

852,841

Total Pengeluaran Tunai

1,421,401

852,841

Net Cash Inflow

728,599

997,159 C. Perhitungan NPV

Net Present Value ( NPV )

1,595,694

D. Perhitungan IRR

1 Present Value Manfaat

3,758,696

2 Present Value Biaya

Tabel 4.8 Perhitungan NPV, IRR dan BCR (x Rp. 1.000,00)

Langkah perhitungan NPV dan IRR adalah sebagai berikut :

1. Net Present Value (NPV) Nilai NPV diperoleh dari net cash inflow pada tahun 2011 ditambah dengan nilai present value net cash inflow pada tahun 2012.

Arus Kas

Gambar 4.6 Perhitungan NPV dengan menggunakan fungsi finansial

Dari hasil perhitungan menggunakan fungsi finansial pada program Microsoft Excell didapatkan nilai NPV sebesar Rp. 1.595.694.000,00.

2. Internal Rate of Return (IRR) Perhitungan IRR harus berdasarkan nilai keluar masuknya uang atau arus kas.

Tabel 4.9 Arus kas (x Rp. 1.000,00)

Nilai negatif menunjukkan uang keluar, sedangkan nilai positif menunjukkan uang masuk. Langkah selanjutnya adalah memasukkan data arus kas tersebut ke dalam fungsi finansial.

Gambar 4.7 Perhitungan IRR dengan menggunakan fungsi finansial

Dari hasil perhitungan menggunakan fungsi finansial pada program Microsoft Excell didapatkan nilai IRR sebesar 63,32 %.

3. Benefit Cost Ratio (BCR) Nilai BCR diperoleh dengan cara membandingkan total present value pendapatan dengan total present value pengeluaran.

Gambar 4.8 Perhitungan total present value pendapatan

Gambar 4.9 Perhitungan total present value pengeluaran

Dari hasil fungsi finansial tersebut, kemudian dicari nilai perbandingan antara present value pendapatan dengan present value pengeluaran dan diperoleh nilai BCR sebesar 1,74.

Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa :

1. Break Even Point terjadi pada tahun pertama, sehingga payback period-nya adalah kurang dari satu tahun.

2. Hasil NPV adalah positif, sehingga investasi layak untuk diterima.

3. Nilai IRR lebih besar dari angka rate, sehingga investasi layak diterima.

4. Nilai BCR > 1, sehingga investasi layak diterima.

4.6.3 Analisis Sensitivitas

Tujuan analisis sensitivitas adalah menganalisa berbagai kemungkinan resiko yang mungkin akan terjadi dan dampaknya terhadap keuangan perusahaan. Kemungkinan resiko yang disimulasikan adalah pengeluaran naik sebesar 10 %, pengeluaran naik 20 %, pendapatan turun sebesar 10 %, pendapatan turun 20 %, pengeluaran naik sebesar 10 % sekaligus diikuti dengan turunnya pendapatan sebesar 10 %.

No TAHUN

Pendapatan

Pengeluaran Net Cash Inflow

Case 4 Case 5

Tunai

Tunai

Base Case

Cost +10%

Cost +20% Revenue -10% Revenue -20% Cost + 10% Revenue -10%

RECAPITULATION OF :

IRR

NPV

1. Base Cost

1,595,694 2. Case I : Cost Increase 10%

1,379,393 3. Case II : Cost Increase 20%

1,163,093 4. Case III : Revenue Decrease 10%

1,219,824 5. Case IV : Revenue Decrease 20%

843,954 6. Case V : Cost Increase 10%, Revenue Decrease 10%

ANALYSIS RECOMENDED :

FEASIBLE

Sensitivity Analysis of Net Cash Inflow

Tabel 4.10 Analisis Sensitivitas (x Rp. 1.000,00) Tabel 4.10 Analisis Sensitivitas (x Rp. 1.000,00)