PERILAKU BETON SEGAR BETON MEMADAT MANDIRI MENGGUNAKAN AGREGAT DAUR ULANG

PERILAKU BETON SEGAR BETON MEMADAT MANDIRI MENGGUNAKAN AGREGAT DAUR ULANG Fresh State Behavior of Self Compacting Concrete Using Recycled Aggregate

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh:

NOVI ANDI SETIANA NIM. I 0107116

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

commit to user

ABSTRAK

Novi Andi Setiana, 2011. Perilaku Beton Segar Beton Memadat Mandiri

Menggunakan Agregat Daur Ulang. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Beton memadat mandiri (Self Compacting Concrete, SCC) merupakan inovasi beton untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada pengerjaan beton konvensional. Pemanfaatan agregat daur ulang merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keberlanjutan penggunaan material beton. Penambahan agregat daur ulang pada beton SCC adalah salah satu upaya inovasi beton ramah lingkungan yang memiliki kinerja beton segar yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan agregat daur ulang terhadap pengerjaan, pengaliran, dan kemampuan mengisi ruang antar tulangan.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan total 11 campuran. Enam campuran beton SCC menggunakan agregat alami batu pecah dikombinasikan dengan beberapa porsi agregat daur ulang dan lima campuran beton SCC menggunakan agregat alami batu bulat dikombinasikan dengan beberapa porsi agregat daur ulang. Kadar agregat daur ulang yang digunakan sebesar 0%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% sebagai pengganti agregat kasar, baik agregat alami batu pecah maupun batu bulat. Kinerja workability, flowability, dan passingability diukur dengan lima metode yaitu: Slump flow test, J-ring test, L-box test, Box type test, dan V-funnel test.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin besar prosentase kadar agregat daur ulang yang ditambahkan ke dalam beton, maka penurunan kinerja workability, flowability , dan passingability semakin besar pula. Penurunan kinerja beton segar SCC dikarenakan agregat daur ulang memiliki kandungan mortar dengan penyerapan air yang besar dan retak mikro yang diakibatkan pada proses pembuatannya. Sifat ini akan mempengaruhi kinerja beton segar karena kebutuhan air pada campuran beton menjadi berkurang akibat terserap oleh agregat daur ulang. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa kinerja beton segar SCC dengan agregat batu pecah cenderung lebih baik dari pada beton segar SCC dengan agregat batu bulat. Hal ini dikarenakan batu bulat memiliki pori yang besar dan daya serap air yang tinggi dari pada agregat batu pecah.

Kata kunci: beton memadat mandiri, agregat, kinerja beton segar.

commit to user

ABSTRACT

Novi Andi Setiana, 2011. Fresh State Behavior of Self Compacting Concrete

Using Recycled Aggregate. Department of Civil Engineering, University of Sebelas Maret, Surakarta.

Self compacting concrete (SCC) is an innovative concrete to overcome the problem in conventional concreting. Utilization of recycled aggregate is one effort to improve the sustainability of use concrete materials. The addition of recycled aggregate in SCC concrete is one of the innovative ways in the frame of green concrete with an excellent performance in fresh concrete. This research aimed to determine the effect of the use of recycled aggregate on concrete workability, flow ability, and passing ability.

This research was experimental method and used a total of 11 concrete mixtures. Six SCC mixtures using natural crushed stone which was combined with some part of recycled aggregates and five SCC mixtures using natural circle stone which was combined with some part of recycled aggregates. The portion used recycled aggregate was at 0%, 20%, 40%, 60%, 80% and 100%, for both natural crushed stone and natural circle stone. Fresh concrete performance such as workability, flow ability, and passing ability were measured by five methods: the slump flow test, J-ring test, L-box test, Box type test, and V-Funnel test.

Test results show that higher percentage of recycled aggregate content added into the concrete, then decreases performance workability, flow ability, and greater passing ability. This fresh concrete performance degradation was caused by recycled aggregate whose high mortar for composition that absorbs much water. The performance of fresh concrete was affected since the recycle aggregate needs much water. It is also found that the performance of SCC fresh aggregate contain crushed stone aggregate tend to be better than the SCC containing natural circle stone aggregate. This because natural circle stone contains large pores and absorb much water than natural crushed stone aggregate.

Keywords: self compacting concrete, aggregate, performance of fresh concrete

commit to user

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Beton memadat mandiri yang biasa disebut self compacting concrete (SCC) merupakan inovasi beton yang pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 1980an di Jepang sebagai upaya untuk mengatasi masalah pengecoran gedung yang memiliki artistik dan geometri yang rumit jika memakai beton konvensional. Masalah yang ada dalam beton normal tidak hanya dalam proses pengecoran, tetapi dari proses penuangan, pemompaan hingga proses finishing dan juga masalah penulangan perlu perhatian yang cukup agar hasilnya maksimal.

SCC merupakan beton yang memiliki kemampuan untuk mengalir sendiri secara merata sehingga dapat mengisi daerah yang tidak terjangkau oleh beton konvensional dengan sedikit ataupun tanpa bantuan alat penggetar. Kemampuan ini juga bermanfaat untuk bangunan yang memiliki tulangan yang sangat rapat sehingga dapat mempercepat proses pelaksanan konstruksi. Beton SCC dapat mengatasi masalah bangunan yang memiliki geometri yang rumit dan hanya memerlukan lebih sedikit tenaga kerja dalam proses pengecoran, yang biasanya dalam proses pengecoran beton normal memerlukan pekerja yang lebih banyak. Pengurangan tenaga kerja akan menghemat pengeluaran dan pengurangan penggunaan vibrator juga menciptakan kondisi lingkungan yang aman dan tidak bising.

Pemanfaatan SCC juga dapat digunakan dalam industri beton pracetak, karena sifat SCC yang dapat mengalir, mengisi ruang, melewati tulangan dan ketahanan segregasi. Beton SCC dapat mempermudah dan mempercepat proses pembuatan beton pracetak dan mengurangi biaya produksinya.

commit to user

Material yang digunakan dalam beton SCC tidak jauh berbeda dengan beton konvensional, yaitu agregat halus, agregat kasar, air, semen dan ditambah zat aditif . Perbedaan beton SCC terletak komposisi agregat yang digunakan, karena sangat berpengaruh dalam proses pengaliran beton segar.

Perencanakan kekuatan beton SCC agak berbeda dengan beton konvensional, yang memerlukan trial mix terlebih dahulu. Banyak penelitian yang menyarankan pemakaian komposisi agregat pada perencanaan pembuatan beton SCC. Okamura dan Ozawa (1995) menyarankan agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume solid, agar mortar dapat melewati sela-sela dari agregat kasar yang kurang rapat tersebut, volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari volume total mortar, yang bertujuan mengisi pori dari agregat kasar. Pembatasan pemakaian agregat kasar juga bertujuan agar kemampuan aliran beton lebih maksimal, jika semakin banyak agregat kasar maka akan terjadi gesekan antara agregat kasar mengakibatkan aliran menjadi lambat dan terjadi blocking saat melewati tulangan. Semakin banyak mortar/pasta dan semakin sedikit agregat kasar, pengaliran beton SCC akan semakin cepat.

Pemakaian superpasticizer akan membantu proses pengaliran tanpa menambah jumlah air yang beresiko terjadi segregasi dan pemakaian silica fume atau fly ash akan meningkatkan kohesifitas sehingga beton tetap homogen dan mudah mengalir dan menurunkan resiko segregasi. Perbandingan komposisi material SCC dengan beton konvensional dapat dilihat pada Gambar 1.1.

commit to user

Gambar 1.1 Perbandingan komposisi material SCC dan beton konvensional

Material beton yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sehingga dalam pemanfaaatannya harus dibatasi dan diperlukan inovasi untuk bahan pengganti material beton. Beberapa negara seperti Jepang, Australia, Brasil, Hungaria, Jerman, dan Austria telah memanfaatkan material daur ulang sebagai bahan pengganti agregat dalam konstruksi. Agregat daur ulang dapat berfungsi sebagai pengganti agregat dalam pembuatan beton, penstabil tanah, material pengisi tanah, perbaikan bangunan bawah dan lain-lain. Agregat daur ulang yang memiliki sifat porous yang tinggi sehingga dapat meresap air dalam proses pengadukan. Agregat daur ulang memiliki kandungan mortar yang mengakibatkan berat jenis lebih kecil, lebih berpori, sehingga kekerasannya berkurang. Sehingga pemakaian agregat daur ulang akan mempengaruhi kinerja beton segar SCC.

Skripsi ini membahas tentang pengaruh penggunaan agregat daur ulang terhadap beton segar SCC. Penggujian yang dilakukan adalah slump flow, J-ring test, L-box, box-type test, V-funnel test. Penggunaan agregat daur ulang sebagai pengganti agregat kasar sebesar 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% dari jumlah agregat kasar yang dibutuhkan. Agregat kasar alami yang digunakan berupa agregat berupa batu pecah dan agregat batu bulat.

( SCC )

Beton Konvesional

commit to user

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahannya adalah bagaimana pengaruh pemakaian agregat daur ulang dari segi pengerjaan (workability), pengaliran (flowability), dan kemampuan dalam mengisi ruang antar tulangan (passing ability) pada beton SCC.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang digunakan adalah:

a. Agregat daur ulang yang dipakai berasal dari beton sisa di laboratorium bahan bangunan FT UNS. b. Agregat daur ulang yang digunakan berukuran maksimal 20 mm. c. Penggantian variasi campuran agregat daur ulang adalah 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% dari kebutuhan agregat kasar. d. Agregat alam yang digunakan sebagai acuan adalah agregat bulat dan batu pecah. e. Semen yang digunakan adalah semen OPC. f. Bahan admixture superplasticizer yang digunakan adalah viscocrete 10. g. Pemakaian fly ash sebesar 20% dari berat powder dan sebagai bahan pengganti semen. h. Pemakaian silikafume sebesar 1,5% dari berat semen dan sebagai bahan tambah.

i. Pengujian yang dilakukan dengan slump flow, J-ring test, L-box, box-type test,V-funnel test.

commit to user

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh penggunaan agregat daur ulang terhadap pengerjaan, pengaliran, dan kemampuan mengisi ruang antar tulangan beton segar SCC.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan pemanfaatan limbah konstruksi lebih ditingkatkan untuk menjaga sumber daya alam dan agar dapat memberi alternatif pemakaian agregat daur ulang dalam pembuatan beton SCC.

1.5.2 Manfaat Teoritis

a. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan inovasi pembuatan beton. b. Menambah pengetahuan mengenai SCC. c. Menambah pengetahuan mengenai kinerja beton segar, khususnya SCC.

commit to user

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Pemakaian agregat daur ulang sudah sering diterapkan di beberapa negara maju seperti Jerman, Jepang, Australia, Austria, Amerika. Indonesia sendiri sudah banyak penelitian mengenai limbah konstruksi tetapi pemakaiannya belum terlalu optimal. Beton Daur Ulang (BDU) merupakan campuran yang diperoleh dari proses ulang material yang sebelumnya. Beberapa perbedaan kualitas, sifat-sifat fisik dan kimia agregat daur ulang, menyebabkan perbedaan sifat-sifat (properties) material beton yang dihasilkan, seperti menurunnya kuat tekan, kuat tarik, dan modulus elastisitasnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan agregat beton bekas adalah kecenderungan memerlukan air bebas pada adukan yang lebih tinggi karena sifat penyerapan air yang lebih besar, waktu pemadatan yang lebih lama karena plastisitasnya lebih rendah dan sifat permukaan agregat lebih kasar. Lasino, (1999) Agregat daur ulang yang bersifat menyerap air dapat mengurangi proses pengaliran pada beton memadat mandiri (Self Compacting Concrete atau biasa disingkat SCC).

Beton SCC adalah beton segar yang sangat plastis dan mudah mengalir karena berat sendirinya mengisi keseluruh cetakan yang dikarenakan beton tersebut

memiliki sifat-sifat untuk memadatkan sendiri, tanpa adanya bantuan alat penggetar untuk pemadatan. Beton SCC yang baik umumnya memiliki ciri homogen , kohesif, tidak segregasi, tidak terjadi blocking, dan tidak bleeding.

Beton SCC pertama kali dikembangkan di Jepang pada tahun 1980-an. Riset

tentang SCC masih terus dilakukan hingga sekarang dengan banyak aspek kajian,

misalnya ketahanan (durability), permeabilitas dan kuat tekan (compressive strength ) (Juvas ,2004).

commit to user

Pemakaian beton SCC sebagai material repair dapat meningkatkan kualitas beton repair oleh karena dapat menghindari sebagian dari potensi kesalahan manusia akibat pemadatan manual. Pemadatan yang kurang sempurna pada saat proses pengecoran dapat mengakibatkan berkurangnya durabilitas beton. Sebaliknya dengan beton SCC, struktur beton repair menjadi lebih padat terutama pada daerah pembesian yang sangat rapat, dan waktu pelaksanaan pengecoran juga lebih cepat.

Kemampuan untuk mengadakan konsolidasi sendiri pada SCC disebabkan oleh kemampuan pengaliran dan ketahanan terhadap segregasi pada SCC yang dimungkinkan dengan penggunaan lebih sedikit kerikil, superplaticizer dan mengurangi perbandingan pengunaan air dan powder .

Kemampuan pengaliran SCC adalah kemampuan adukan beton untuk mampu mengisi sempurna cetakan dan mengalir melewati rongga-rongga kecil atau celah antara kerangka tulangan beton. Pengurangan penggunaan jumlah kerikil terbukti mengurangi jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk mengalirkan partikel-partikel beton tersebut. Sebagai contohnya, penggunaan kerikil halus (<4 mm) yang dapat meningkatkan jarak antar partikel sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya gesekan antar partikel sehingga akan mempermudahkan pengaliran adukan.

Air dibutuhkan untuk meningkatkan daya pengaliran pada adukan beton, namun kekuatan beton dan ketahanan beton terhadap segregasi menjadi terganggu. Superplasticizer digunakan untuk mengatasi kebutuhan air yang lebih banyak. Peningkatan jumlah penggunaan powder dan filler terbukti juga dapat meningkatkan kohesifitas beton. (Kusuma, 2001)

Superplasticizer dapat meningkatkan konsistensi pasta semen dan membuat pasta semen menyelimuti dan mengikat agregat dengan kuat sehingga beton mampu mengalir tanpa segregasi material. Selain itu, untuk dapat mengalir dengan baik diperlukan volume agregat kasar sama dengan volume agregat halus di dalam

commit to user

desain campuran SCC. Diperlukan juga filler seperti abu terbang dan silica fume. (Tjaronge, 2006)

Workability beton segar merupakan ukuran dari tingkat kemudahan adukan beton untuk diaduk, diangkut, dituang dan dipadatkan. Sifat kemudahan dikerjakan pada beton segar dipengaruhi oleh : (1) Jumlah air yang dipakai dalam campuran adukan beton, semakin banyak air yang dipakai, semakin mudah beton segar dikerjakan tetapi jumlah air yang banyak dapat menurunkan kuat tekan beton; (2) Penambahan semen ke dalam adukan, semakin banyak jumlah semen, maka beton segar makin sulit dikerjakan; (3) Gradasi agregat halus dan kasar, apabila agregat yang digunakan memepunyai gradasi sesuai dengan persyaratan, maka adukan beton akan semakin mudah dikerjakan; (4) Bentuk butiran agregat, bentuk agregat bulat akan lebih mempermudahkan pengerjaan beton; (5) Penggunan admixture dan bahan tambah. (Amalia, 2009)

Beton segar harus menghindari terjadinya segregasi dan campuran yang tidak kohesif. Segregasi terjadi disebabkan karena beton kekurangan butiran halus, butir semen kasar dan adukan sangat encer. Campuran yang tidak kohesif disebabkan oleh: kekurangan semen, kekurangan pasir, kekurangan air dan susunan besar butir agregat tidak baik. Segregasi dan campuran yang tidak kohesif dapat diperbaiki dengan cara memperbaiki susunan campuran beton yaitu : memperbaiki kadar air, kadar pasir, ukuran maksimum butir agregat dan penambahan jumlah butiran halus/filler. (Amalia, 2009)

Munurut Newman, sifat workabilitas beton dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Compactibility, mewakili sifat kemudahan pemampatan beton dengan cara menghilangkan rongga udara yang ada.

b. Stability, yaitu ketahanan beton terhadap segregasi materialnya selama masa pengangkutan atau saat pemadatan.

c. Mobility, yaitu kemudahan beton segar untuk mengisi seluruh sudut cetakan dan rongga antar tulangan.

commit to user

d. Finishability, yaitu sifat menolong untuk memperoleh penyelesaian permukaan beton yang licin dan baik.

Sifat workabiltas beton dipengaruhi oleh faktor rasio air-semen, gradasi agregat, ukuran maksimum agregat, bentuk dan tekstur permukaan agregat, komposisi pasir-agregat, kepadatan agregat, absorpsi agregat danproporsi campuran beton. (Duma, 2008)

Kemudahan dalam hal pencetakan tidak memerlukan penggetar menjadikan beton memadat mandiri banyak dimanfaatkan dalam industri komponen pracetak, (Rise dan Skarendahl (1999)). Beberapa artikel tentang penggunaan beton memadat mandiri untuk bahan beton pracetak panel dinding dan lantai bangunan ditulis oleh Tegar, Rudolf (2001), perancangan dan pembangunan gedung The Phaeno Science Center di Wolfsburg , Meyer dan Bahrie (2004),pengalaman produsen beton pracetak Consolis di Eropa menggunakan bahan beton memadat mandiri. (Juvas, 2004)

Menurut Rise dan Skarendahl. (1999), penggunaan beton SCC pada pekerjaan pembetonan struktur beton pracetak sangat berkontribusi pada penggunaan item pekerjaan dan peningkatan kecepatan kerja. Penggunaan beton SCC akan memperpendek siklus waktu pencetakan. Hal ini berarti bahwa dengan waktu kerja tertentu, tingkat produktifitas dalam bentuk jumlah hasil produk akan lebih tinggi dibandingkan capaian pada sistem pembetonan normal. Keuntungan lain adalah penghematan energi yang digunakan untuk penggetar dan penghilangan suara bising yang memungkinkan perbaikan suasana lingkungan pekerjaan proyek. (Syarif, 2010)

Perbedaan utama beton SCC dengan beton konvensional adalah penggunaan porsi bahan pengisi yang cukup besar, sekitar 40 % dari volume total campuran beton, pada komposisi campuran beton. Bahan pengisi ini adalah pasir butiran halus dengan ukuran butiran maksimum (d max ) ≤ 0,125 mm. Porsi besar bahan pengisi ini menyebabkan campuran beton cenderung berperilaku sebagai pasta. Penggunaan superplasticizer yang memadai, memungkinkan penggunaan air pada

commit to user

campuran dapat dikurangi, namun pengurangan pengerjaan (workability) dan kemampuan pengaliran (flowability) campuran beton masih dapat dijaga. Bahan pengisi tambahan lain yang digunakan dalam penbuatan beton memadat mandiri adalah abu terbang (fly ash), silika fume, terak (blastfurnace slag), metakaolin dan lain-lain (Hela dan Hubertova, 2006).

SCC sangat dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran agregat dalam proses pengalirannya. Bentuk agregat yang bulat dan berupa batu pecah akan mempengaruhi kecepatan aliran beton.

SCC berpotensi mengalami blocking pada daerah tulangan. Blocking terjadi karena sifat viskositas yang tinggi dari aliran beton segar sehingga agregat-agregat kasar saling bersinggungan dan terjadi shear stress. Aliran beton yang sangat lambat mengakibatkan beton akan terkumpul di satu tempat sehingga mengurangi workability dari beton. Pembatasan jumlah agregat kasar dilakukan agar kemampuan aliran beton melewati tulangan lebih maksimal.

Salah satu penelitian beton normal daur ulang yang pernah dilakukan oleh Kumutha & Vijay (2010) dengan variasi kelipatan 20% agregat daur ulang terhadap agregat alami. Hasil yang diperoleh Kumutha & Vijay (2010) adalah semakin banyak persentase agregat daur ulang yang digunakan, kuat tekan beton mengalami penurunan secara bertahap, dan untuk penggantian 100% daur ulang, penurunannya adalah 28% dibandingkan beton tanpa agregat daur ulang.

Pemakaian fly ash mengacu pada penelitian Handoko Sugiharto,dkk. (2010) yang menyebutkan bahwa penggunaan fly ash maksimal sampai perbandingan binder 5:5. Penggunaan fly ash yang lebih banyak dari semen menyebabkan jumlah air yang dibutuhkan semakin berkurang. Penelitian Peng dkk, menunjukkan bahwa penggunaan fly ash 30% akan menurunkan kuat tekan beton pada umur 28 hari tetapi akan menambah nilai slump, sehingga penelitian ini menggunakan fly ash sebesar 20% dari berat powder agar nilai kuat tekan tidak terlalu turun dan dapat meningkatkan nilai slump. 1,5% silica fume yang digunakan pada penelitian Ardi

commit to user

,dkk (2011) menunjukan bahwa pemakaian silica fume tersebut meningkat kuat tekan beton, yaitu 40 MPa pada umur 7 hari.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Beton Memadat Mandiri ( SCC )

Beton SCC adalah beton yang memiliki kemampuan untuk mengalir mengisi bekisting tanpa ataupun dengan sedikit bantuan alat. Beton SCC pertama kali diperkenalkan oleh Okamura dan Ozawa di Jepang tahun 1980an. Beton SCC membutuhkan perilaku khusus, dalam campurannya. Ukuran agregat, komposisi antar agregat dan pemakaian zat aditif harus dipertimbangkan agar dapat mencapai kekentalan tanpa menggunakan faktor air semen yang besar dan pemakaian power agar tidak terjadi segregasi. Pemanfaatan beton ini dapat mempermudah dan mempercepat proses pembuatan beton pracetak dan harga yag ditawarkan lebih murah karena dalam proses pembuatannya tidak memerlukan banyak tenaga kerja. Pengaturan ukuran agregat beton ini juga memungkinkan SCC dapat melewati tulangan yang sangat rapat tanpa memerlukan alat penggetar untuk memadat sehingga dapat membuat desain bangunan yang geometrinya sulit dibentuk. Pemakaian superplasticizer juga perlu dikendalikan agar viskositas beton segar tetap terjaga.

Beberapa sumber memberikan batasan parameter beton memadat mandiri yang berbeda. Nilai batasan tersebut umumnya mengacu kepada kebiasaan lembaga atau standar yang digunakan pada negara tempat melakukan pengujian. Tabel 2.1 memperlihatkan rangkuman beberapa batasan yang diambil dari berbagai sumber.

commit to user

Tabel 2.1. Parameter untuk pengujian beton memadat mandiri

No Jenis pengujian

SCC

Data yang dicari

Parameter Pengujian

1 Papan pengaliran tanpa penghalang ( flow table)

t 500 , sec

2–5 (Siddque, 2001)

Dimeter sebaran SCC, mm

Min 700 (EN- 12350) 2 Uji papan pengaliran dengan penghalang (J-ring flow table)

t 500 , sec

2–5 (Siddque, 2001)

Dimeter sebaran SCC, mm

Min 600 (EN- 12350) 3 Uji L-box

t 200 , sec

3-4 (As’ad, 2008)

t 400 , sec

6 (As’ad, 2008)

h 1 , mm

h 2 , mm

– h 2 /h 1 ≥ 0,8 dan maks =1 (Kumar, 2001) 4 Box type test

h (ketinggian SCC setelah partition gate dibuka), mm

300 (Kumar, 2006) 5 V-funnel test

t (waktu SCC keluar melewati lubang kecil pada V-funnel bagian bawah hingga habis), sec

6 – 12 (Siddque, 2001) Sumber: Syarif 2010

2.2.2 Beton Daur Ulang

Beton daur ulang adalah campuran beton yang memakai bahan daur ulang baik sebagai pengganti agregat halus maupun kasar dengan kadar pemakaian tertentu. Beberapa perbedaan kualitas, sifat-sifat fisik dan kimia agregat daur ulang, menyebabkan perbedaan sifat-sifat (properties) material beton yang dihasilkan, seperti menurunnya kuat tekan, kuat tarik, dan modulus elastisitas beton. Pemanfaatan beton daur ulang harus disesuaikan dengan fungsi beton itu sendiri dalam konstruksi. Menurut beberapa sumber beton daur ulang dapat digunakan sebagai beton struktur dengan prosesntasi pemakaian agregat daur ulang tidak

commit to user

lebih dari 20% dan untuk beton non struktur pemakaiannya bisa mencapai 100%. (Pradhity, 2009)

Pemakaian agregat daur ulang memiliki beberapa persoalan, antara lain : modulus elastis beton turun 15 hingga 50 % dibandingkan dengan menggunakan agregat alami, kuat tekan turun sekitar 5 – 20 %, kandungan pori yang lebih tinggi, perilaku susut dan swelling yang lebih tinggi, terutama beton yang dibuat dari pasir hasil daur ulang , rangkak (creep) beton yang lebih besar.

Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dari hasil penelitian didapatkan bahwa beton daur ulang dengan agregat bekas pakai dapat digunakan sebagai beton struktural dengan kekuatan relatif sama dengan beton normal dimana kuat tekan yang

dimiliki dapat mencapai 380 kg/cm 2 atau sekitar 98% dibanding beton normal, pada faktor air semen 0,4 dan dapat mencapai 350 kg/cm 2 atau sekitar 92% dibanding beton normal pada faktor air semen 0,5. (Pradhity, 2009)

Beberapa sumber lain menuliskan tentang masalah penggunaan agregat daur ulang dalam beton. Penggunaan agregat daur ulang juga mempengaruhi sifat beton segar. Penelitian Mohammed, (2011) menunjukkan bahwa penggunaan agregat daur ulang yang berupa batu dan batu bata selain menurunkan nilai slump juga menurunkan kuat tekan 10%-20% dari kekuatan beton normal.

Beton yang mempunyai workability tinggi memiliki nilai slump lebih dari 200 mm dan slump flow lebih dari 500 mm. Penurunan workability sangat signifikan terlihat pada pengujian slump flow yaitu menurunkan slump flow sekitar 20% dengan pemakaian 100% agregat daur ulang. Penurunan workability pada beton segar ini dikarenakan sifat fisik dari agregat, yaitu: bentuk, gradasi, absorbsi, dan lainnya. (Saifudin, 2011)

Penggunaan agregat kasar daur ulang 100% akan menurunkan nilai slump sebesar 13% dan menurunkan kuat tekan sekitar 21% untuk faktor air semen 0,43 serta 28% dan 5% untuk faktor air semen 0,36%. Hasil ini dibandingkan dengan beton

commit to user

agregat batu pecah dengan fas 0,45. Pemanfaatan fly ash juga akan menaikkan nilai slump tanpa menambah faktor air semen. Penggunaan agregat daur ulang 100% menurukan slump 11% dan kuat tekan 54% untuk fas 0,45. Sifat absorsi agregat daur ulang yang tinggi menyebabkan nilai slump menurun. (Nelson, 2004)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan agregat daur ulang akan menurunkan kuat tekan sebesar 15%. Penggantian 75% agregat daur ulang dapat meningkatkan absorbsi dalam beton sekitar 24% dari pada penggunaan agregat alami. (Boltryk, 2006)

Nilai pertambahan susut beton agregat daur ulang dengan komposisi 25% agregat kasar daur ulang adalah 5,26%, (Duma, 2008). Sehingga penggunaan agregat daur ulang akan menurunkan durability beton.

2.2.3 Beton Daur Ulang Memadat Mandiri

Beton daur ulang memadat mandiri adalah beton yang memiliki kemampuan mengalir mngisi cetakan beton dan memadat sendiri tanpa ataupun sedikit bantuan alat penggetar yang memanfaatkan agregat daur ulang sebagai pengganti agrgat alam. Agregat daur ulang mengadung mortal mencapai 50% dan memiliki retakan mikro sehingga kekuatan agregat daur ulang lebih kecil dari pada agregat alam dan juga agregat daur ulang memiliki sifat menyerap air. Sehingga dalam pemakaiannya dalam beton memadat mandiri akan berpengaruh dalam kinerja beton, proses pengaliran beton.

2.2.4 Materi Penyusun Beton Daur Ulang Memadat Mandiri

Materi penyusun beton daur ulang memadat mandiri adalah semen, agregat alam, silica fume , fly ash, agregat daur ulang, superplasticizer, dan air.

commit to user

2.2.4.1 Semen Portland

Semen berfungsi sebagai perekat butiran agregat agar terjadi suatu massa yang padat dan mengisi rongga-rongga diantara butiran agregat. Semen yang dimaksud di dalam konstruksi beton adalah bahan yang akan mengeras jika bereaksi dengan air dan lazim dikenal dengan nama semen hidraulik. Salah satu jenis semen hidraulik yang biasa dipakai dalam pembuatan beton adalah semen portland

(portland cement). Bahan baku semen yaitu kapur (CaO), silika (SiO 2 ), dan alumina (Al 2 O 3 ). Jenis-jenis semen portland yang sering digunakan dalam konstruksi serta penggunaannya dicantumkan dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Jenis semen portland di Indonesia sesuai SNI 0013-81

Jenis Semen

Karakteristik Umum

Jenis I Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti disyaratkan pada jenis-jenis lain

Jenis II Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang

Jenis III Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi

Jenis IV Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan panas hidrasi yang rendah

Jenis V Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat

Sumber : Tjokrodimuljo (1996 )

Semen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan semen portland. Semen portland tidak memiliki bahan tambah seperti pozzoland, fly ash, slag ataupun zat additive semen lainnya. Sehingga dapat mengetahui pengaruh penggunaan fly ash yang digunakan dalam penelitian ini. Penambahan bahan tambah terhadap semen portland disesuaikan dengan kebutuhan semen yang diinginkan dan juga untuk menciptakan semen yang ramah lingkungan, karena proses pembuatan semen menyebabkan kerusakan lingkungan dan meningkatkan

emisi gas CO 2 . Semen portland pozzoland dan semen portland komposit

commit to user

merupakan contoh semen yang memiliki bahan tambah seperti fly ash yang beredar di pasaran.

2.2.4.2 Agregat Alam

Agregat alam adalah butiran material pengisi campuran mortar atau beton yang bersumber dari alam. Agregat ini menempati sebanyak 60%-70% dari volume mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton (Mulyono, 2004). Berdasarkan ukuran butiran agregat dibedakan menjadi agregat halus dan kasar.

Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat halus adalah agregat yang berbutir kecil (antara 0,15 mm dan 5 mm). Pemilihan agregat halus harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Komposisi agregat halus sangat menentukan dalam hal kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Pasir sebagai bahan pembentuk mortar bersama semen dan air, berfungsi mengikat agregat kasar menjadi satu kesatuan yang kuat dan padat.

Tabel 2.3. Persyaratan gradasi agregat halus ASTM C 33-74a

Ukuran saringan (mm) Persentase lolos (%)

80-100 55-85

25-60 10-30

2-10

Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat kasar adalah agregat yang mempunyai ukuran butir-butir besar (antara 5 mm dan 40 mm). Sifat dari agregat kasar mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya tahannya terhadap disintegrasi beton, cuaca dan efek perusak lainnya. Agregat kasar mineral ini

commit to user

harus bersih dari bahan-bahan organik dan harus mempunyai ikatan yang baik dengan semen. Batasan butiran agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Persyaratan gradasi agregat kasar

Ukuran saringan (mm)

Persentase lolos saringan 40 mm

30-70 10-35

0-5

100 95-100 22-55 0-10 Sumber : Tjokrodimuljo (1996 )

Agregat kasar yang digunakan dalam pembuatan SCC dibatasi kurang lebih hanya

50 % dari total volume beton. Pembatasan jumlah agregat kasar dilakukan agar kemampuan aliran beton melewati tulangan lebih maksimal. Berkurangnya agregat kasar akan menurunkan resiko blocking di ruang antar tulangan. Proses pengaliran beton SCC menyebabkan agregat kasar saling bergesekan sehingga aliran beton segar menjadi lambat sehingga menurunkan workability beton segar.

2.2.4.3 Agregat Daur Ulang

Agregat daur ulang berasal dari material bongkahan bangunan ataupun sisa pekerjaan yang tidak dipakai. Proses pengolahan limbah konstruksi melalui beberapa tahap, antara lain:

a. Pemilahan awal, pemilahan dari beberapa bongkahan kayu, batuan, maupun logam.

b. Penyaringan, penyaringan material batuan dari pemilahan awal.

c. Pemilihan dengan angin, pemilihan material dengan tiupan angin sehingga material ringan seperti kertas, plastik, kayu ringan dapat terbang tertiup.

d. Pemilahan dengan magnetik, material logam diambil dengan magnet sehingga logam dapat menempel pada magnet.

e. Setelah bongkahan batuan diperkirakan bersih dari material logam maupun non logam selain batuan, bongkahan dihancurkan dengan stonecrusher.

commit to user

Berdasarkan hasil studi eksperimental, agregat daur ulang mengandung mortar sebesar 25% hingga 45 % untuk agregat kasar, dan 70% hingga 100% untuk agregat halus. Di samping itu, pada agregat daur ulang juga terdapat retak mikro, dimana retak tersebut dapat ditimbulkan oleh tumbukan mesin pemecah batu (stone crusher) pada saat proses produksi agregat daur ulang yang tidak dapat membelah daerah lempengan atau patahan pada agregat alam. Sehingga agregat daur ulang memiliki absorbsi yang lebih besar dari pada agregat alami. Penggunaan agregat daur ulang akan menurunkan workability beton segar dan akan menurunkan nilai kuat tekan beton. Selain itu, hasil dari pengujian eksperimental dengan sinar X (X-ray) terdapat perbedaan kandungan unsur-unsur kimia di dalam agregat daur ulang, yaitu unsur silika (Si) dan kalsium (Ca). Hal ini dikarenakan agregat daur ulang sebelumnya merupakan beton yang telah mengalami reaksi hidrasi, dimana unsur Si dan Ca yang terdapat pada agregat daur ulang diperoleh dari senyawa kalsium silika hidrat (C-S-H), ettringite (C-A-

S-H), dan Ca(OH) 2 pada pasta semen yang masih menempel pada agregat alam.

Oleh karena itu, unsur Ca pada agregat daur ulang lebih banyak dari pada unsur Si.

Gambar 2.1. Sketsa agregat daur ulang

Pemanfaatan agregat daur ulang bisa berfungsi sebagai perbaikan bangunan bawah dan penstabil tanah, tanah pengganti, bangunan geoteknik, material pengisi dan pengisi galian, agregat untuk beton, sebagai lapis friksi permukaan dan lapis anti salju pada bangunan jalan (penggunaan umum material daur ulang beton sisa/lama), dan sebagainya. Aplikasi agregat daur ulang sudah diterapkan di beberapa negara, misalnya Australia telah menggunakan agregat daur ulang untuk konstruksi jalan raya.

Agregat kasar

mortar

commit to user

Gambar 2.2. Pemanfaatan agregat daur ulang pada konstruksi jalan raya Brooklyn Center

Penggunaan agregat daur ulang akan mengurangi kinerja beton segar. Menurut penelitian, penggunaan agregat daur ulang akan menurunkan workability beton segar sehingga beton lebih sulit dikerjakan. Sifat fisik agregat daur ulang yang terdapat retak mikro menyebabkan kuat tekan akan menurun. Sehingga penggunaan agregat daur ulang harus diperhatikan karena belum ada standar yang pasti dalam penggunaannya. Selain itu, variasi mutu agregat daur ulang tidak dapat terjaga. Mutu agregat daur ulang tergantung pada sumber dari agregat daur ulang.

Keuntungan yang didapat dalam pemanfaatan agregat daur ulang tidak dapat dirasakan secara langsung. Penggunaan agregat daur ulang akan mengurangi konsumsi agregat alam, menurut Mohammed (2011) penggunaan beton sekitar 12 juta ton dan untuk membuat beton sebanyak itu membutuhkan 9,3 juta ton agregat. Jika dapat memanfaatkan agregat daur ulang maka akan mengurangi penambangan agregat dan dapat mengurangi polusi akibat material konstruksi yang tidak terpakai.

2.2.4.4 Silika Fume

Silika fume merupakan material yang terdiri dari partikel halus dengan diameter rata-rata 1 mikrometer. Silicafume merupakan salah satu bahan tambah (additive) yang merupakan hasil sampingan sebagai abu pembakaran dari proses pembuatan

commit to user

silicon metal atau silicon alloy dalam tungku pembakaran listrik. Berat jenis relatif silica fume umumnya berkisar antara 2,2-2,5. Mikrosilika ini bersifat

pozzolan , dengan kadar kandungan senyawa silica-dioksida (SiO 2 ) yang sangat

tinggi (> 90 %), dan ukuran butiran partikel yang sangat halus, yaitu sekitar 1/100 ukuran rata- rata partikel semen. Kegunaan silika fume secara geometrical adalah kemampuannya mengisi rongga-rongga diantara bahan pasta (grain of cement) dan mengakibatkan membaiknya distribusi ukuran pori dan berkurangnya total volume pori. Penggunaan silica fume dapat menghasilkan beton yang kedap, awet dan berkekuatan tinggi. Selain untuk meningkatkan kekuatan, karena bentuknya yang bulat, silicafume juga dapat meningkatkan workability pada beton segar.

Gambar 2.3. Mineral silica fume

2.2.4.5 Fly Ash

Fly ash merupakan bahan sisa buangan yang berasal dari pembakaran batu bara yang digunakan pada pembangkit tenaga listrik. Pada akhir proses pembakaran, partikel buangan yang melayang (fly ash) ditangkap kembali dengan filter elektrostatis. Mutu fly ash tergantung dari kesempurnaan pembakaran. Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan bersifat pozzolan. Komposisi dari

fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO 2 ), alumunium (Al 2 O 3 ), besi (Fe 2 O 3 ), dan kalsium (CaO), serta magnesium, potassium, sodium, titanium, dan sulfat dalam jumlah yang lebih sedikit. Menurut ASTM C618-86 terdapat dua jenis abu terbang, kelas F dan C. Kelas F dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis antrasit dan bituminous, sedangkan kelas C dari lignite dan subituminous.

commit to user

Fly ash kelas C mempunyai kadar kapur yang tinggi. Namun, menurut ACI, fly ash dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu:

a. Kelas C Fly ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari pembakaran

lignite atau subbitumen batu bara (batu bara muda). Kadar (SiO 2 + Al 2 O 3 + Fe 2 O 3 )

> 50%. Kadar CaO mencapai 10%. Campuran beton menggunakan sebanyak 15% - 35% dari total berat binder.

b. Kelas F Fly ash yang mengandung CaO lebih kecil 10% yang dihasilkan dari pembakaran

anthracite atau bitumen batu bara. Kadar(SiO 2 + Al 2 O 3 + Fe 2 O 3 )>70%. Kadar

CaO mencapai 50%. Campuran beton menggunakan sebanyak 15% - 25% dari total berat binder.

c. Kelas N Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain tanah diatomic, opaline chertz dan shales, tuff dan abu vulkanik, dimana biasa diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran. Selain itu juga mempunyai sifat pozzolan yang baik.

Fly ash dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen dalam pembuatan beton, fly ash bersifat sebagai pozzolan dan sebagai bahan pengisi (filler). Semen dengan

fly ash akan terjadi reaksi pengikatan yaitu fly ash bereaksi dengan Ca(OH) 2 hasil

proses hidrasi semen yang kemudian membentuk kalsium silikat hidrat. Pemakaian sebagai filler pada beton karena fly ash sangat halus (kurang dari 1 µm) sehingga dapat mengisi celah-celah pada beton.

commit to user

Gambar 2.4. Fly ash hasil pengamatan Scanner Mikroscop Elektronik (SEM)

Beton self compacting dengan campuran fly ash menunjukkan flowing ability yang bagus dan self compactability yang tinggi. Penambahan fly ash juga akan mengurangi kebutuhan air yang dibutuhkan untuk slump yang sama dengan beton yang memakai semen portland biasa saja. Hal ini karena bentuk permukaan fly ash yang menyerupai bola, (Gambar 2.4) yang memudahkan pergerakannya dalam campuran beton. Berkurangnya kebutuhan air akan mengurangi terjadinya bleeding dan segregasi. Fly ash juga memberikan kontribusi berupa peningkatan kuat tekan beton, meningkatkan durabilitas beton, meningkatkan kepadatan (density), serta mengurangi terjadinya penyusutan.

Selain mempunyai banyak keuntungan, perlu diperhatikan juga faktor-faktor yang kurang menguntungkan dari fly ash. Diantaranya adalah beton yang dihasilkan memiliki tekstur permukaan yang berbubuk dan peningkatan kekuatannya berjalan lambat. Selain itu waktu curing lebih lama dan kelembaban pada beton harus dijaga sampai beton telah mengeras.

Gambar 2.5. Perbandingan bentuk semen, silica fume dan fly ash menurut SEM

commit to user

2.2.4.6 Superplasticizer

Superplasticizer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Sika Viscocrete 10. Sika Viscocrete 10 merupakan superplasticizer untuk beton dan mortar yang digunakan untuk menghasilkan beton dengan tingkat flowability yang tinggi. Sika Viscocrete 10 biasanya digunakan pada beton mutu tinggi (High Performance Concrete ), beton memadat mandiri (Self Compacting Concrete), beton massa (Mass Concrete), dan beton yang menuntut tetap dalam kondisi segar lebih lama, misalnya untuk perjalanan jauh.

Prinsip mekanisme kerja dari superplaticizer yaitu dengan menghasilkan gaya tolak menolak (dispersion) yang cukup antar partikel semen. Sehingga tidak terjadi penggumpalan partikel semen (flocculate) yang dapat menyebabkan adanya rongga-rongga udara di dalam beton yang akan mengurangi kekuatan atau mutu beton tersebut.

Butiran partikel semen mempunyai kecenderungan untuk menjadi satu dan membentuk kumpulan ketika bercampur dengan air. Hal ini menyebabkan air terjebak dalam kumpulan partikel semen tersebut. Dampak dari air yang terjebak dalam partikel semen ini antara lain mengurangi flowability dan kelecakan dari campuran dan juga menghasilkan rongga-rongga yang dapat mengurangi kekuatannya. Partikel semen perlu didispresikan dengan superplasticizer agar partikel semen tidak berkumpul.

Superplacticizer secara tidak langsung dapat meningkatkan kuat tekan beton karena dengan peranannya yang membantu dalam menghindari terjebaknya air di semen. Penggunaan faktor air semen menjadi rendah dan kuat tekan beton yang tinggi akan dapat dicapai.

commit to user

2.2.4.7 Air

Air merupakan bahan yang penting dalam pembuatan beton, karena air diperlukan untuk bereaksi dengan semen. Menurut Tjokrodimuljo (1996), dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.

b. Tidak mengandung garam yang merusak beton (asam, zat organik, dll) lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

Air yang dibutuhkan agar terjadi proses hidrasi kira-kira 25% dari berat semen (Tjokrodimuljo, 1996). Penggunaan air yang terlalu banyak dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan beton, disamping digunakan sebagai bahan campuran beton, air digunakan pula untuk merawat beton dengan cara pembasahan setelah dicor dan untuk membasahi atau membersihkan acuan.

2.2.5 Beton Segar

Beton segar memadat mandiri memiliki sifat workability yang baik. Berdasarkan spesifikasi SCC dari EFNARC, workabilitas atau kelecakan campuran beton segar dapat dikatakan sebagai beton SCC apabila memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu:

a. Filling ability

Filling ability adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir dan mengisi keseluruh bagian cetakan melalui berat sendirinya.

b. Passing ability

Passing ability adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir melalui celah-celah antar besi tulangan atau bagian celah yang sempit dari cetakan tanpa terjadi adanya segregasi atau blocking.

commit to user

c. Segregation resistance

Segregation resistance adalah kemampuan beton SCC untuk tidak mengalami segregasi, terpisah nya agregat kasar terhadap mortar dikarenakan beton yang kekentalannya tidak terjaga atau terlalu encer. Agregat kasar akan turun ke bawah sedangkan mortar akan di bagian atas agregat kasar, karena berat jenis agregat kasar lebih berat dari pada mortal. Keadaan komposisi yang homogen harus terjaga selama waktu transportasi sampai pada saat pengecoran.

2.2.6 Parameter Beton Segar Beton Memadat Mandiri ( SCC )

Kinerja beton memadat mandiri sebagai beton segar adalah kemampuan pengerjaan (workability), kemampuan pengaliran (flowability), kemampuan mengalir melewati celah antar tulangan (passingability) dan stabilitas perataan permukaan mandiri (self leveling). Semua parameter tersebut pada penelitian ini diukur dengan 5 (lima) metode:

a. Slump flow

Slump-flow test dapat dipakai untuk menentukan filling ability baik di laboratorium maupun di lapangan; dan dengan memakai alat berupa papan licin dengan ukuran 80 x 80 cm dan kerucut berdiameter bawah 20 cm dan atas 10 cm. Kondisi workabilitas beton berdasarkan kemampuan penyebaran beton segar yang dinyatakan dengan besaran diameter yaitu antara 60 cm – 75 cm. Pencatatan waktu yang dibutuhkan beton segar menyebar dengan diameter 50 cm (t 500 ) dan diameter beton segar memadat.

commit to user

Gambar 2.6. Slump Flow test

b. J-ring test

Pengujian J-ring test sama dengan pengujian slump flow, hanya saja dilengkapi dengan besi penghalang terpasang tegak masing-masing berjarak seragam dengan formasi lingkaran diameter 30 cm di bagian tengah papan aliran. Kualitas workability dan flowability beton segar dinyatakan dalam ukuran diameter sebaran beton segar di permukaan papan pengaliran dan waktu aliran t 500 . Nilai t 500 adalah waktu dari saat beton segar dituangkan ke permukaan meja pengaliran hingga sisi luar pengaliran menyentuh marka lingkaran diameter 500 mm

Gambar 2.7. J-Ring test

J-Ring flow table 800 mm x 800 mm

22 besi tegak

300mm

200mm

100mm

300mm

commit to user

c. L-box

L- box test dipakai untuk mengetahui kriteria passing ability dari beton SCC. L- shape box dapat menunjukkan kemungkinan adanya blocking beton segar saat mengalir, dan juga dapat dilihat viskositas beton segar yang bersangkutan. Hasil yang didapat dari uji L-shape box test yaitu nilai blocking ratio yaitu nilai yang

didapat dari perbandingan antara H 2 /H 1 dan waktu pengaliran sepanjang 200 mm

(t 200 ) dan 400 mm (t 400 ) dari bukaan. Aliran beton segar yang baik dinjukkan dengan nilai blocking ratio yang semakin besar dengan viskositas tertentu. Kriteria yang umum dipakai baik untuk tipe konstruksi vertikal maupun untuk konstruksi horisontal disarankan mencapai nilai blocking ratio antara 0.8 sampai

1.0

Gambar 2.8. L-Box type

d. Box-type test

Box-type test menguji derajat compactibility dan passing ability SCC dengan cara mengalirkan SCC melewati halangan di dasar saluran U. Beton dianggap tergolong SCC bila beton mampu melewati halangan dan mencapai ketinggian

lebih dari 300 mm di saluran berikutnya. Jika nilai h 1 dan h 2 hampir sama atau rasio h 2 /h 1 mendekati 1, maka stabilitas perataan permukaan mandiri semakin baik.

commit to user

Gambar 2.9. Box-type test

e. V-funnel test

V- Funnel test dipakai untuk mengukur kecepatan penuangan beton SCC. Alat uji ini berbentuk huruf V dan terdapat katup pembuka pada bagian bawahnya. Waktu pengaliran dicatat sebagai waktu pengaliran hingga beton tertuang habis (t). Semakin cepat waktu beton segar tertuang, maka akan semakin baik flowability dari beton memadat mandiri tersebut

Gambar 2.10. V-funnel test

commit to user

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Tinjauan Umum

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekperimental . dengan mengadakan percobaan di laboratorium secara langsung untuk mendapatkan data yang menghubungkan antara variabel-variabel yang diteliti. Variabel yang ada dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas, yaitu penambahan agregat daur ulang. Variabel terikatnya adalah workability, flowability , dan passingability. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.

3.2 Sampel Uji