Perumusan Hipotesis

G. Perumusan Hipotesis

1. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manipulasi aktivitas riil

Jensen dan Meckling (1976) menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer (pihak agen) dan pemegang saham (pihak prinsipal). Semakin besar kepentingan Jensen dan Meckling (1976) menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer (pihak agen) dan pemegang saham (pihak prinsipal). Semakin besar kepentingan

Hasil penelitian Wedari (2004) dan Boediono (2005) menunjukkan pola hubungan kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba adalah positif. Artinya semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh pihak manajemen, semakin tinggi besaran manajemen laba pada perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan mekanisme kepemilikan manajerial kurang memberikan kontribusi dalam mengendalikan tindakan manajemen laba.

Penelitian Midiastuty dan Machfoedz (2003), Ujiyantho dan Pramuka (2007) menemukan adanya hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dengan manajemen laba (yang diproksikan dengan discretionary accrual ). Hasil ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial mampu menjadi mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi masalah ketidakselarasan kepentingan antara manajemen dengan pemilik atau pemegang saham.

Oleh karena dalam penelitian ini manajemen laba diproksikan dengan manipulasi aktivitas riil, maka berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H 1a : Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap management of sales.

H 1b : Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap overproduction.

H 1c : Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap reduction of discretionary.

2. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap manipulasi aktivitas riil

Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Boediono, 2005).

Menurut Porter (1992) dalam Midiastuty dan Machfoedz (2003), investor institusional adalah pemilik sementara (transient owners) yang biasanya akan fokus pada earnings saat ini, akibatnya manajer terpaksa melakukan tindakan yang dapat meningkatkan laba dalam jangka waktu pendek, misalnya dengan manipulasi laba.

Penelitian Siregar dan Utama (2006) menemukan hubungan positif tetapi tidak signifikan antara kepemilikan institusional dengan manajemen laba. Ujiyantho dan Pramuka (2007) menemukan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Cornett et al. (2006) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional akan membuat manajer merasa terikat untuk memenuhi target laba para investor, sehingga mereka akan tetap cenderung terlibat dalam tindakan manipulasi laba. Penelitian Midiastuty dan Machfoedz (2003) menemukan bahwa kepemilikan institusional Penelitian Siregar dan Utama (2006) menemukan hubungan positif tetapi tidak signifikan antara kepemilikan institusional dengan manajemen laba. Ujiyantho dan Pramuka (2007) menemukan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Cornett et al. (2006) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional akan membuat manajer merasa terikat untuk memenuhi target laba para investor, sehingga mereka akan tetap cenderung terlibat dalam tindakan manipulasi laba. Penelitian Midiastuty dan Machfoedz (2003) menemukan bahwa kepemilikan institusional

Institusi biasanya dapat menguasai mayoritas saham karena mereka memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Oleh karena menguasai saham mayoritas, maka pihak institusional dapat melakukan pengawasan terhadap kebijakan manajemen secara lebih kuat dibandingkan dengan pemegang saham yang lain. Biasanya kepemilikan institusional adalah kepemilikan yang mengontrol (controlling ownership) dan adanya kontrol keluarga yang kuat, investor institusional tidak akan mudah melikuidasi sahamnya hanya karena adanya penurunan laba sekarang (Midiastuty dan Machfoedz, 2003). Biasanya investor institusional lebih mementingkan kinerja perusahaan jangka panjang. Oleh karena itu, manajer tidak akan mempunyai insentif untuk mengatur laba sekarang, misalnya melalui income increasing atau income smoothing. Sehingga kepemilikan saham oleh investor institusional dapat menjadi kendala bagi perilaku oportunistik manajemen yang memanfaatkan management discretion untuk kepentingan pribadinya.

Oleh karena dalam penelitian ini manajemen laba diproksikan dengan manipulasi aktivitas riil, maka berdasar pada uraian di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H 2a : Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap management of sales.

H 2b : Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap overproduction.

H 2c : Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap reduction of discretionary.

3. Pengaruh komposisi komisaris independen terhadap manipulasi aktivitas riil

Boediono (2005) serta Ujiyantho dan Pramuka (2007) menemukan hubungan yang positif antara komposisi dewan komisaris dengan manajemen laba,, sedangkan Nasution dan Pramuka (2007) menemukan hubungan yang negatif antara komposisi komisaris independen dengan manajemen laba, yang berarti makin banyak komisaris independen dalam perusahaan berhasil mengurangi manajemen laba yang terjadi.

Oleh karena dalam penelitian ini manajemen laba diproksikan dengan manipulasi aktivitas riil, maka berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H 3a : Komposisi komisaris independen berpengaruh terhadap management of sales.

H 3b : Komposisi

berpengaruh terhadap overproduction.

komisaris

independen

H 3c : Komposisi komisaris independen berpengaruh terhadap reduction of discretionary.

4. Pengaruh kesesuaian komite audit terhadap manipulasi aktivitas riil

Dalam rangka penyelenggaran pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), Bursa Efek Indonesia mewajibkan perusahaan yang tercatat memiliki komite audit, melalui Surat Edaran

Bursa Efek Indonesia No: SE-008/BEI/12/2001, keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Anggota komite ini berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite audit.

Nasution dan Setiawan (2007) menemukan hubungan yang negatif signifikan antara keberadaan komite audit dengan manajemen laba yang diproksikan dengan discretionary accruals. Hasil tersebut bertentangan dengan penelitian Siregar dan Utama (2006) yang melaporkan bahwa keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan.

Siallagan dan Machfoedz (2006) memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan yang membentuk komite audit independen melaporkan laba dengan kandungan discretionary accrual yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membentuk komite audit independen.

Oleh karena dalam penelitian ini manajemen laba diproksikan dengan manipulasi aktivitas riil, maka berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H 4a : Kesesuaian komite audit berpengaruh terhadap management of sales.

H 4b : Kesesuaian komite audit berpengaruh terhadap overproduction.

H 4c : Kesesuaian komite audit berpengaruh terhadap reduction of discretionary.