Analisis Perbandingan Karakteristik Pengaturan Tegangan Generator Sinkron Tanpa Sikat Dengan Metode Impedansi Sinkron Dan Ampere Lilit

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN KARAKTERISTIK

PENGATURAN TEGANGAN GENERATOR SINKRON TANPA

SIKAT DENGAN METODE IMPEDANSI SINKRON DAN

AMPERE LILIT

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Oleh :

SANITA SARI F. NADEAK

060402046

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Karena tegangan terminal generator ac akan berubah dengan berubahnya beban, maka diperlukan suatu usaha untuk menjaga agar tegangannya konstan. Cara yang biasa dilakukan untuk menjaga agar tegangannya konstan meskipun bebannya berubah – ubah adalah dengan menggunakan alat bantu yang disebut pengatur tegangan (voltage regulator). Pengatur tegangan menjaga agar tegangan tetap konstan dengan mengendalikan besarnya eksitasi medan dc yang dicatukan pada generator. Bila tegangan generator turun karena penambahan beban, pengatur tegangan secara otomatis menaikkan pembangkitan medan sehingga tegangan kembali normal. Demikian juga jika tegangan terminal naik karena pengurangan beban, pengatur tegangan mengembalikan tegangan ke nilai normal dengan mengurangi eksitasi medan. Pengaturan tegangan generator didefinisikan sebagai perubahan tegangan dari beban nol ke beban penuh dengan menjaga eksitasi tetap dan putaran tetap. Pengaturan tegangan dilakukan oleh AVR (Automatic Voltage Regulator) dengan membandingkan harga tegangan yang dihasilkan oleh generator dengan tegangan dari sistem. AVR bertugas untuk menjaga tegangan yang dihasilkan oleh generator tetap konstan. Ada beberapa metode yang sering digunakan untuk menentukan pengaturan tegangan tersebut, antara lain : metoda impedansi sinkron (EMF), metode ampere lilit (MMF), metode faktor daya nol (Potier) dan metode New ASA. Tugas Akhir ini akan membahas perbandingan karakteristik pengaturan tegangan dengan menggunakan metode impedansi sinkron dan ampere lilit pada generator sinkron brushless.


(3)

KATA PENGANTAR

Atas berkat dan rahmat Bapa di Surga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Dimana, Tugas Akhir ini diselesaikan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan perkuliahan di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, penulis mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Kedua orang tua penulis, Drs. Aloster Nadeak dan S.N Herawaty Br. Simanjuntak (Alm), adik-adik penulis (Agus Nadeak dan Ruth Natalia Br. Nadeak) dan keluarga besar penulis yang senantiasa mendukung penulis baik dalam perbuatan maupun doa mereka.

2. Bapak Ir. Mustafrin Lubis, selaku dosen Pembimbing Tugas Akhir, atas waktu yang telah diluangkan Beliau untuk memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Ir. M. Natsir Amin, MM, selaku dosen Wali penulis, atas waktu dan bimbingan Beliau dalam menyelesaikan perkuliahan penulis.

4. Bapak Prof. DR. Ir. Usman Baafai, selaku Pelaksana Harian Ketua Departemen Teknik Elektro FT-USU dan Bapak Rahmad Fauzy, ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro FT-USU.

5. Bapak Sinulingga, selaku Kepala Laboratorium beserta seluruh staf pengajar di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) yang telah banyak membantu penulis dalam proses pengambilan data.


(4)

6. Seluruh Staf Pengajar dan Karyawan di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan.

7. Seluruh teman penulis angkatan ’06, Sukesih, Pingkan, Muti, Liza, Ina, Martua, Nasir, Jaytun, Angga, Taufik, Randy, Iqbal, Folda, Freshman, Frans, Supenson, Bang Faisal, Eka, Baim, Royden, Bonar, Bale, John, Boja dan teman – teman lainnya.

8. Seluruh senior, junior dan Bang Roy yang mau berbagi pengalaman dan motivasi dengan penulis.

9. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini. Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2010


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat penulisan... 2

1.3 Batasan Masalah... 2

1.4 Metode Penulisan... 3

1.5 Sistematika Penulisan... 4

BAB II GENERATOR SINKRON 2.1 Pendahuluan... 6

2.2 Konstruksi Generator Sinkron... 7

2.2.1 Stator... 7

2.2.2 Rotor... 11

2.3 Prinsip Kerja Generator Sinkron... 12

2.3.1 Generator Sinkron Tanpa Beban... 13

2.3.2 Generator Sinkron Berbeban... 14

2.4 Karakteristik dan Penentuan Parameter – parameter Generator Sinkron... 22

2.4.1 Karakteristik dan Penentuan Parameter Generator Sinkron Tanpa Beban... 22


(6)

2.4.2 Karakteristik dan Penentuan Parameter Generator

Sinkron Hubung Singkat... 24

2.4.3 Karakteristik dan Penentuan Parameter Generator Sinkron Berbeban... 27

2.4.4 Penentuan Tahanan Rotor Generator Sinkron... 28

2.4.5 Karakteristik Luar Generator Sinkron... 29

2.4.6 Karakteristik Pengaturan Generator Sinkron... 31

2.4.7 Karakteristik Faktor Daya Nol dan Segitiga Potier... 33

BAB III SISTEM EKSITASI DAN METODE PENGATURAN TEGANGAN GENERATOR SINKRON 3.1 Sistem Eksitasi pada Generator Sinkron... 36

3.2 Metode – metode Eksitasi pada Generator Sinkron... 39

3.2.1 Sistem Eksitasi dengan Sikat (Brush Excitation) ... 40

3.2.2 Sistem Eksitasi Tanpa Sikat (Brushless Excitation) ... 41

3.2.3 Sistem Eksitasi Self Excited dengan PMG (Permanent Magnet Generator) ... 43

3.2.4 Sistem Eksitasi Generator Konvensional... 47

3.2.5 Sistem Eksitasi Generator dengan Penguat Statis... 48

3.3 Pengaturan Tegangan Generator Sinkron... 48

3.4 Metode Pengaturan Tegangan Generator Sinkron... 50

3.4.1 Pengaturan Tegangan dengan Metode Impedansi Sinkron (EMF) ... 52

3.4.2 Pengaturan Tegangan dengan Metode Ampere Lilit (MMF) ... 55


(7)

3.4.3 Pengaturan Tegangan dengan Metode Portier

(Zero Power Factor) ... 60

3.4.4 Pengaturan Tegangan dengan Metode New ASA (American Standard Association) ... 63

BAB IV PENGATURAN TEGANGAN GENERATOR SINKRON 4.1 Percobaan Pengukuran Resistansi Jangkar (Rdc) ... 66

4.1.1 Peralatan yang Digunakan... 66

4.1.2 Rangkaian dan Prosedur Percobaan... 66

4.1.3 Data Hasil Percobaan... 67

4.2 Percobaan Karakteristik Beban Nol (open-circuit) ... 67

4.2.1 Peralatan yang Digunakan... 67

4.2.2 Rangkaian dan Prosedur Percobaan... 68

4.2.3 Data Hasil Percobaan Beban Nol... 69

4.2.4 Grafik Karakteristik Beban Nol... 70

4.3 Percobaan Karakteristik Hubung Singkat (short-circuit)... 71

4.3.1 Peralatan yang Digunakan... 71

4.3.2 Rangkaian dan Prosedur Percobaan... 71

4.3.3 Data Hasil Percobaan Hubung Singkat... 73

4.3.4 Grafik Karakteristik Hubung Singkat... 74

4.4 Percobaan Berbeban... 74

4.4.1 Peralatan yang Digunakan... 74

4.4.2 Rangkaian dan Prosedur Percobaan... 75

4.4.3 Data Hasil Percobaan Berbeban... 76


(8)

4.5 Pengaturan Tegangan Generator Sinkron... 78 4.5.1 Metode Impedansi Sinkron (EMF) ... 78 4.5.2 Metode Ampere Lilit (MMF) ... 81 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan... 84 5.2 Saran... 85 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1a Diagram Generator AC Satu Fasa Dua Kutub... 7

Gambar 2.1b Diagram Generator AC Tiga Fasa Dua Kutub... 7

Gambar 2.2 Inti Stator dan Alur pada Stator... 8

Gambar 2.3 Belitan Satu Lapis Generator Sinkron Tiga Fasa... 9

Gambar 2.4 Belitan Berlapis Ganda Generator Sinkron Tiga Fasa... 10

Gambar 2.5 Bentuk Rotor... 11

Gambar 2.6a Kurva Karakteristik Generator Sinkron Tanpa Beban... 14

Gambar 2.6b Rangkaian Ekivalen Generator Sinkron Tanpa Beban... 14

Gambar 2.7 Rangkaian Generator Sinkron Berbeban... 15

Gambar 2.8 Diagram Phasor Pengaruh XL terhadap VΦ (Beban Induktif) ... 16

Gambar 2.9 Model Reaksi Jangkar Generator Sinkron... 17

Gambar 2.10 Diagram Phasor Generator Sinkron saat Lagging, Leading dan Unity... 19

Gambar 2.11 Rangkaian Test Tanpa Beban... 22

Gambar 2.12 Karakteristik Hubung Terbuka (OCC) ... 23

Gambar 2.13 Rangkaian Test Hubung Singkat... 24

Gambar 2.14 Karakteristik Hubung Singkat (SCC) ... 26

Gambar 2.15 Diagram Phasor dan Medan Magnet saat Hubung Singkat... 26

Gambar 2.16 Rangkaian Generator Sinkron Berbeban... 27


(10)

Gambar 2.18 Rangkaian Pengukuran Tahanan DC... 29

Gambar 2.19 Karakteristik Luar Generator Beban Induktif... 31

Gambar 2.20 Karakteristik Pengaturan Generator... 33

Gambar 2.21a Diagram Phasor Alternator Rotor Silinder pada ZPF overexcited... 34

Gambar 2.21b OCC, ZPFC dan Segitiga Potier... 34

Gambar 3.1 Sistem Eksitasi dengan Sikat (Brush Excitation) ... 40

Gambar 3.2 Sistem Eksitasi Tanpa Sikat (Brushless Excitation) ... 42

Gambar 3.3 Diagram Generator Tanpa Sikat dengan PMG... 46

Gambar 3.4 Pengaruh Perubahan Beban terhadap Tegangan Terminal... 49

Gambar 3.5 Diagram Lengkap Metode Impedansi Sinkron... 53

Gambar 3.6 Vektor Diagram dengan Faktor Daya Tertinggal... 54

Gambar 3.7 Vektor Arus Medan... 57

Gambar 3.8 Diagram Lengkap Metode Ampere Lilit (Lagging) ... 58

Gambar 3.9 Langkah – langkah Menggambar Karakteristik Faktor Daya Nol (ZPFC)... 61

Gambar 3.10 Diagram Vektor Potier... 62

Gambar 3.11 Menentukan Regulasi Tegangan Generator dengan Metode New ASA... 64

Gambar 3.12 Menentukan Eksistensi Medan... 64

Gambar 4.1 Rangkaian Percobaan Pengukuran Resistansi Jangkar... 67

Gambar 4.2 Rangkaian Percobaan Beban Nol... 68

Gambar 4.3 Grafik Percobaan Beban Nol (If vs VΦ)... 70

Gambar 4.4 Rangkaian Percobaan Hubung Singkat... 72


(11)

Gambar 4.6 Rangkaian Percobaan Berbeban... 75

Gambar 4.7 Grafik Karakteristik Berbeban... 77

Gambar 4.8 Grafik OCC dan SCC... 79


(12)

DAFTAR TABEL

Gambar 4.1 Data Hasil Percobaan Beban Nol………... 70 Gambar 4.2 Data Hasil Percobaan Hubung Singkat……... 74 Gambar 4.3 Data Hasil Percobaan Berbeban... 77 Gambar 4.4 Perbandingan Data Beban Nol dan Hubung Singkat……… 81


(13)

ABSTRAK

Karena tegangan terminal generator ac akan berubah dengan berubahnya beban, maka diperlukan suatu usaha untuk menjaga agar tegangannya konstan. Cara yang biasa dilakukan untuk menjaga agar tegangannya konstan meskipun bebannya berubah – ubah adalah dengan menggunakan alat bantu yang disebut pengatur tegangan (voltage regulator). Pengatur tegangan menjaga agar tegangan tetap konstan dengan mengendalikan besarnya eksitasi medan dc yang dicatukan pada generator. Bila tegangan generator turun karena penambahan beban, pengatur tegangan secara otomatis menaikkan pembangkitan medan sehingga tegangan kembali normal. Demikian juga jika tegangan terminal naik karena pengurangan beban, pengatur tegangan mengembalikan tegangan ke nilai normal dengan mengurangi eksitasi medan. Pengaturan tegangan generator didefinisikan sebagai perubahan tegangan dari beban nol ke beban penuh dengan menjaga eksitasi tetap dan putaran tetap. Pengaturan tegangan dilakukan oleh AVR (Automatic Voltage Regulator) dengan membandingkan harga tegangan yang dihasilkan oleh generator dengan tegangan dari sistem. AVR bertugas untuk menjaga tegangan yang dihasilkan oleh generator tetap konstan. Ada beberapa metode yang sering digunakan untuk menentukan pengaturan tegangan tersebut, antara lain : metoda impedansi sinkron (EMF), metode ampere lilit (MMF), metode faktor daya nol (Potier) dan metode New ASA. Tugas Akhir ini akan membahas perbandingan karakteristik pengaturan tegangan dengan menggunakan metode impedansi sinkron dan ampere lilit pada generator sinkron brushless.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada sistem pembangkitan energi listrik, kestabilan tenaga sangatlah dibutuhkan. Oleh karena itu, tegangan haruslah dijaga agar tetap konstan keluarannya. Sehingga suplai tegangan kepada beban (konsumen) tetap dapat dipenuhi. Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, tegangan terminal generator akan berubah sesuai dengan perubahan beban. Jika beban bertambah, maka tegangan terminal generator akan berkurang. Sebaliknya, jika tegangan berkurang, maka tegangan terminal generator akan bertambah. Untuk menjaga agar tegangan terminal generator tetap konstan diperlukan suatu usaha pengaturan tegangan, yaitu dengan menggunakan alat pengatur tegangan (voltage regulator) yang menjaga kestabilan tegangan generator dengan mengendalikan besar penguatan (excitation) medan generator secara tak langsung dengan mengoperasikan rangkaian pengeksitasi medan. Oleh karena itu, dalam sistem pembangkitan energi listrik sangatlah diperlukan sistem pengaturan tegangan untuk menjaga agar tegangan terminal generator tetap stabil meskipun terjadi perubahan beban.

Sistem eksitasi generator ada dua yaitu, sistem eksitasi generator dengan sikat dan tanpa sikat. Dimana, pengaturan tegangan generator sinkron terdiri dari beberapa metode antara lain, metode impedansi sinkron (EMF), metode ampere lilit (MMF), metode faktor daya nol (Potier) dan metode New ASA. Akan tetapi, dalam Tugas Akhir ini hanya akan dibahas dua metode yaitu, metode impedansi sinkron dan ampere lilit yang kemudian akan dianalisa perbedaan yang


(15)

ditimbulkan oleh kedua metode ini terhadap karakteristik dan performansi generator sinkron. Dalam hal ini, kedua metode tersebut akan diujikan pada generator sinkron tanpa sikat.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan utama penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh perubahan beban terhadap pengaturan tegangan generator sinkron tanpa sikat.

2. Untuk mengetahui sistem pengaturan tegangan generator sinkron tanpa sikat.

3. Untuk mengetahui langkah – langkah dan karakteristik – karakteristik dari kedua metode regulasi tegangan tersebut.

4. Agar dapat membandingkan sistem pengaturan tegangan generator sinkron tanpa sikat dengan menggunakan metode impedansi sinkron dan ampere lilit.

Manfaat yang diharapkan oleh Penulis dari penulisan Tugas Akhir ini adalah dengan mengetahui perbandingan dari kedua metode pengaturan tegangan tersebut, maka kita dapat mengetahui perbedaan dari kedua metode pengaturan tegangan tersebut dan menerapkannya dalam industri listrik kita.

1.3 Batasan Masalah

Ruang lingkup mengenai generator sinkron sangat luas. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil pembahasan yang maksimal, maka Penulis perlu membatasi masalah yang akan dibahas. Pembahasan masalah yang akan dibahas dalam Tugas Akhir hanya dibatasi pada :


(16)

1. Pembahasan metode pengaturan tegangan generator sinkron dengan menggunakan metode impedansi sinkron dan ampere lilit karena memerlukan data – data percobaan yang lebih sederhana dibandingkan dengan metode potier dan New ASA.

Dimana, metode potier memerlukan data percobaan beban nol dan data faktor daya nol (ZPFC). Metode New ASA memerlukan data beban nol, faktor daya nol dan MMF.

2. Tidak membahas konstruksi generator sinkron secara detail

3. Pembahasan pengaruh perubahan beban terhadap pengaturan tegangan generator sinkron

4. Tidak membahas konstruksi dan kerja AVR terhadap pengaturan tegangan generator sinkron secara detail

5. Analisis data berdasarkan peralatan yang tersedia di laboratorium

1.4 Metode Penulisan

Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, Penulis menggunakan beberapa metode, antara lain :

1. Studi Kepustakaan dengan mempelajari berbagai sumber terkait dari berbagai media seperti buku manual, artikel dari internet dan e-book. 2. Melakukan pengujian di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan

Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) Jl. Setia Budi No.75, Helvetia, Medan.

3. Menganalisa hasil pengujian kedua metode pengaturan tegangan.

4. Mengambil kesimpulan mengenai perbandingan kedua metode pengaturan tegangan yang sedang dibahas.


(17)

1.5 Sistematika Penulisan

Tugas Akhir ini terdiri dari lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bagian ini berisikan latar belakang, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II GENERATOR SINKRON

Bagian ini berisi penjelasan secara umum tentang konstruksi generator sinkron dan prinsip kerja generator sinkron, baik dalam keadaan beban nol maupun beban penuh. Selain itu, dalam bab ini juga dibahas mengenai karakteristik dan penentuan parameter – parameter generator sinkron.

BAB III SISTEM EKSITASI DAN METODE PENGATURAN TEGANGAN GENERATOR SINKRON

Bagian ini menguraikan tentang teori dasar sistem eksitasi, metode – metode eksitasi, pengaturan tegangan dan metode – metode pengaturan tegangan pada generator sinkron.

BAB IV PENGATURAN TEGANGAN GENERATOR SINKRON Bab ini berisikan data – data hasil percobaan dan analisa data percobaan pengaturan tegangan generator sinkron dengan menggunakan metode impedansi sinkron dan ampere lilit.


(18)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bagian ini berisikan beberapa kesimpulan dan saran dari penulisan tugas akhir ini.

Pada bagian akhir Tugas Akhir akan disampaikan beberapa daftar pustaka dan lampiran berupa gambar dan tabel.


(19)

BAB II

GENERATOR SINKRON

2.1 Pendahuluan

Generator arus bolak – balik berfungsi mengubah tenaga mekanis menjadi tenaga listrik arus bolak – balik. Generator arus bolak – balik sering disebut juga sebagai alternator, generator AC (alternating current), atau generator sinkron. Dikatakan generator sinkron karena jumlah putaran rotornya sama dengan jumlah putaran medan magnet pada stator. Kecepatan sinkron ini dihasilkan dari kecepatan putar rotor dengan kutub – kutub magnet yang berputar dengan kecepatan yang sama dengan medan putar pada stator. Mesin ini tidak dapat dijalankan sendiri karena kutub – kutub rotor tidak dapat tiba – tiba mengikuti kecepatan medan putar pada waktu sakelar terhubung dengan jala – jala. Generator arus bolak – balik dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Generator arus bolak – balik 1 phasa b. Generator arus bolak – balik 3 phasa

Gambar diagram kedua bentuk generator arus bolak – balik tersebut dapat dilihat dari gambar 2.1 berikut.


(20)

(a) (b)

Gambar 2.1(a) Diagram Generator AC Satu Fasa Dua Kutub (b) Diagram Generator AC Tiga Fasa Dua Kutub

Perbedaan prinsip antara generator DC dengan generator AC adalah letak kumparan jangkar dan kumparan statornya. Pada generator DC, kumparan jangkar terletak pada bagian rotor dan kumparan medan terletak pada bagian stator. Sedangkan pada generator AC, kumparan jangkar terletak pada bagian stator dan kumparan medan terletak pada bagian rotor.

2.2 Konstruksi Generator Sinkron

Pada bagian ini akan dibahas mengenai konstruksi generator sinkron secara garis besar. Bagian – bagian generator yang dibahas pada bagian ini antara lain :

(a) Stator (b) Rotor

2.2.1 Stator

Stator atau armatur adalah bagian generator yang berfungsi sebagai tempat untuk menerima induksi magnet dari rotor. Arus AC yang menuju ke beban disalurkan melalui armatur, komponen ini berbentuk sebuah rangka silinder dengan lilitan kawat konduktor yang sangat banyak. Armatur selalu diam (tidak bergerak). Oleh karena itu, komponen ini juga disebut dengan stator. Lilitan armatur generator dalam wye dan titik netral dihubungkan ke tanah. Lilitan dalam wye dipilih karena:


(21)

1. Meningkatkan daya output.

2. Menghindari tegangan harmonik, sehingga tegangan line tetap sinusoidal dalam kondisi beban apapun. Dalam lilitan wye tegangan harmonik ketiga masing-masing fasa saling meniadakan, sedangkan dalam lilitan delta tegangan harmonik ditambahkan. Karena hubungan delta tertutup, sehingga membuat sirkulasi arus harmonik ketiga yang meningkatkan rugi-rugi (I2R).

Stator dari mesin sinkron terbuat dari bahan ferromagnetik yang berbentuk laminasi untuk mengurangi rugi-rugi arus pusar. Dengan inti ferromagnetik yang bagus berarti permeabilitas dan resistivitas dari bahan tinggi. Gambar 2.2 berikut memperlihatkan alur stator tempat kumparan jangkar.

Gambar 2.2 Inti Stator dan Alur pada Stator

Belitan jangkar (stator) yang umum digunakan oleh mesin sinkron tiga phasa, ada dua tipe yaitu:

a. Belitan satu lapis (Single Layer Winding).

Gambar 2.3 memperlihatkan belitan satu lapis karena hanya ada satu sisi lilitan di dalam masing - masing alur. Bila kumparan tiga phasa dimulai pada Sa,


(22)

Sb, dan Sc dan berakhir di Fa, Fb, dan Fc bisa disatukan dalam dua cara, yaitu hubungan bintang dan segitiga. Antar kumparan phasa dipisahkan sebesar 120 derajat listrik atau 60 derajat mekanik, satu siklus ggl penuh akan dihasilkan bila rotor dengan 4 kutub berputar 180 derajat mekanis. Satu siklus ggl penuh menunjukkan 360 derajat listrik, adapun hubungan antara sudut rotor mekanis

αmek dan sudut listrik αlis, adalah:

α

lis =

α

mek …………. (2.1)

Gambar 2.3 Belitan Satu Lapis Generator Sinkron Tiga Fasa

b. Belitan berlapis ganda (Double Layer Winding).

Kumparan jangkar yang diperlihatkan pada hanya mempunyai satu lilitan per kutub per phasa, akibatnya masing – masing kumparan hanya dua lilitan secara seri. Bila alur-alur tidak terlalu lebar, masing-masing penghantar yang berada dalam alur akan membangkitkan tegangan yang sama. Masing – masing tegangan phasa akan sama untuk menghasilkan tegangan per penghantar dan jumlah total dari penghantar per phasa.

Dalam kenyataannya cara seperti ini tidak menghasilkan cara yang efektif dalam penggunaan inti stator, karena variasi kerapatan fluks dalam inti dan juga


(23)

melokalisir pengaruh panas dalam daerah alur dan menimbulkan harmonik. Untuk mengatasi masalah ini, generator praktisnya mempunyai kumparan terdistribusi dalam beberapa alur per kutub per phasa.

Gambar 2.4 Belitan Berlapis Ganda Generator Sinkron Tiga Fasa

Gambar 2.4 memperlihatkan bagian dari sebuah kumparan jangkar yang secara umum banyak digunakan. Pada masing masing alur ada dua sisi lilitan dan masing – masing lilitan memiliki lebih dari satu putaran. Bagian dari lilitan yang tidak terletak ke dalam alur biasanya disebut winding overhang, sehingga tidak ada tegangan dalam winding overhang.

2.2.2 Rotor (Magnetic Field)

Rotor berfungsi untuk membangkitkan medan magnet yang kemudian tegangan dihasilkan dan akan diinduksikan ke stator. Generator sinkron memiliki dua tipe rotor, yaitu :

1.) Rotor berbentuk kutub sepatu (salient pole)


(24)

Perbedaan utama antara keduanya adalah salient pole rotor digerakkan oleh turbin hidrolik kecepatan rendah sedangkan cylindrical rotor digerakkan oleh turbin uap berkecepatan tinggi. Sebagian besar turbin hidraulic harus berputar pada kecepatan rendah (50 – 300 rpm). Salient pole rotor dihubungkan langsung ke roda kincir dan frekuensi yang diinginkan 60 Hz. Jumlah kutub yang dibutuhkan di rotor jenis ini sangat banyak. Sehingga dibutuhkan diameter yang besar untuk memuat kutub yang sangat banyak tersebut. Cylindrical rotor lebih kecil dan efisien daripada turbin kecepatan rendah. Untuk 2 kutub, frekuensi 60 Hz, putarannya 3600 rpm. Untuk 4 kutub, putarannya 1800 rpm. Bentuk rotor yang terdapat pada generator sinkron dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut.

(a) Rotor kutub menonjol (b) Rotor Silinder Gambar 2.5 Bentuk Rotor

2.3 Prinsip Kerja Generator Sinkron

Jika kumparan rotor yang berfungsi sebagai pembangkit kumparan medan magnit yang terletak di antara kutub magnit utara dan selatan diputar oleh prime mover, maka pada kumparan rotor akan timbul medan magnit atau fluks yang bersifat bolak – balik atau fluks putar. Fluks putar ini akan memotong – motong kumparan stator sehingga pada ujung – ujung kumparan stator timbul gaya gerak


(25)

listrik karena pengaruh induksi dari fluks putar tersebut. Gaya gerak listrik (ggl) yang timbul pada kumparan stator juga bersifat bolak – balik, atau berputar dengan kecepatan sinkron terhadap kecepatan putar rotor.

Frekuensi elektris yang dihasilkan generator sinkron adalah sinkron dengan kecepatan putar generator. Rotor generator sinkron terdiri atas rangkaian elektromagnet dengan suplai arus DC. Medan magnet rotor bergerak pada arah putaran rotor. Hubungan antara kecepatan putar medan magnet pada mesin dengan frekuensi elektrik pada stator adalah:

Dimana:

f = frekuensi listrik (Hz) n = kecepatan putar rotor (rpm) p = jumlah kutub magnet

P = = jumlah pasang kutub

Oleh karena rotor berputar pada kecepatan yang sama dengan medan magnet, persamaan diatas juga menunjukkan hubungan antara kecepatan putar rotor dengan frekuensi listrik yang dihasilkan. Agar daya listrik dibangkitkan tetap pada frekuensi 50Hz atau 60 Hz, maka generator harus berputar pada kecepatan tetap dengan jumlah kutub mesin yang telah ditentukan. Sebagai contoh untuk membangkitkan 60 Hz pada mesin dua kutub, rotor arus berputar


(26)

dengan kecepatan 3600 rpm. Untuk membangkitkan daya 50 Hz pada mesin empat kutub, rotor harus berputar pada 1500 rpm.

2.3.1 Generator Sinkron Tanpa Beban

Dengan memutar generator sinkron diputar pada kecepatan sinkron dan rotor diberi arus medan (If), maka tegangan (E0) akan terinduksi pada kumparan jangkar stator. Bentuk hubungannya diperlihatkan pada persamaan berikut.

E

0

= c.n.

Φ

………. (2.3)

Dimana :

c = konstanta mesin n = putaran sinkron

Φ = fluks yang dihasilkan oleh If

Dalam keadaan tanpa beban arus jangkar tidak mengalir pada stator, karenanya tidak terdapat pengaruh reaksi jangkar. Fluks hanya dihasilkan oleh arus medan (If). Apabila arus medan (If) diubah-ubah harganya, akan diperoleh harga E0 seperti yang terlihat pada kurva sebagai berikut.

Bila besarnya arus medan dinaikkan, maka tegangan output juga akan naik sampai titik saturasi (jenuh) seperti diperlihatkan pada gambar 2.6 berikut.


(27)

(a) (b) Gambar 2.6 (a) Kurva Karakteristik Generator Sinkron Tanpa Beban

(b) Rangkaian Ekivalen Generator Sinkron Tanpa Beban

Persamaan umum generator adalah :

E0 = VΦ + Ia (Ra + jXs) …..……… (2.4)

2.3.2 Generator Sinkron Berbeban

Bila generator diberi beban yang berubah – ubah maka besarnya tegangan terminal Vt akan berubah – ubah pula. Hal ini disebabkan adanya :

• Jatuh tegangan karena resistansi jangkar (Ra) • Jatuh tegangan karena reaktansi bocor jangkar (XL) • Jatuh tegangan karena reaksi Jangkar

Gambar rangkaian dan karakteristik generator sinkron berbeban diperlihatkan pada gambar 2.7 berikut ini.


(28)

Gambar 2.7 Rangkaian Generator Sinkron Berbeban

Persamaan tegangan pada generator berbeban adalah:

Ea = VΦ + IaRa + j IaXs …..………(2.5) Xs = XL + Xa ..………(2.6)

Dimana:

Ea = tegangan induksi pada jangkar per phasa (Volt) VΦ = tegangan terminal output per phasa (Volt) Ra = resistansi jangkar per phasa (ohm)

Xs = reaktansi sinkron per phasa (ohm) XL = reaktansi bocor per phasa (ohm)

Xa = reaktansi reaksi jangkar per phasa (ohm)


(29)

Resistansi jangkar per phasa Ra yang dialiri oleh arus jangkar Ia menyebabkan terjadinya tegangan jatuh per phasa IaRa yang sefasa dengan arus jangkar Ia. Akan tetapi, pada praktiknya jatuh tegangan ini diabaikan karena sangat kecil.

b. Reaktansi Bocor Jangkar

Saat arus mengalir melalui penghantar jangkar, sebagian fluks yang terjadi tidak memotong air-gap, melainkan mengambil jalur yang lain dan menghubungkan sisi – sisi kumparan. Fluks – fluks tersebut dinamakan fluks bocor (leakage fluxes). Fluks bocor tersebut bergerak dengan arus jangkar dan memberikan induktansi diri (self-inductance) belitan yang disebut dengan reaktansi bocor jangkar (XL). Oleh karena itu, fluks bocor ini akan menimbulkan jatuh tegangan akibat reaktansi bocor (XL) yang sama dengan IaXL. Dimana, jatuh tegangan ini juga dapat mengurangi tegangan terminal (VΦ). Jadi, akan diperoleh persamaan :

E = VΦ + Ia (Ra + jXL) …..…….. (2.7) VΦ = E – Ia (Ra + jXL) …..…….. (2.8)

Gambar 2.8 berikut akan memperlihatkan diagram phasor dari pengaruh reaktansi bocor jangkar (XL) terhadap tegangan terminal (VΦ).

Gambar 2.8 Diagram Phasor Pengaruh XL terhadap VΦ (beban induktif)


(30)

Seperti pada generator dc, reaksi jangkar adalah pengaruh dari fluksi jangkar pada fluksi medan utama. Dalam kasus alternator, faktor daya dari beban memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap reaksi jangkar. Gambar 2.9 berikut akan memperlihatkan model reaksi jangkar pada generator sinkron.

Gambar 2.9 Model Reaksi Jangkar Generator Sinkron


(31)

Gambar (a) menunjukkan suatu medan magnet yang berputar menghasilkan tegangan induksi EA tidak timbul arus jangkar karena tidak ada beban yang terhubung dan EA = VΦ

Gambar (b) memperlihatkan ketika beban induktif (lagging) dihubungkan pada terminal jangkar, arus jangkar (IA) mengalir.

Gambar (c) Arus jangkar menghasilkan medan magnet Bs yang kemudian menghasilkan tegangan Estat pada belitan stator.

Gambar (d) Medan magnet stator Bs menambah BR menjadi Bnet. Tegangan Estat menambah EA menghasilkan VΦ pada terminal outputnya.

Ketika generator dihubungkan dengan beban lagging, arus puncak akan terjadi pada sudut di bawah tegangan puncak. Pengaruh ini ditunjukkan pada gambar (b). Arus yang mengalir dalam belitan stator menghasilkan medan magnet Bs dan arahnya ditentukan dengan menggunakan aturan tangan kanan seperit ditunjukkan pada gambar (c). Medan magnet stator Bs menghasilkan tegangan di stator Estat. Dengan hadirnya dua jenis tegangan tersebut, total tegangan dalam satu phasa adalah penjumlahan dari tegangan induksi EA dan tegangan reaksi jangkar Estat. Dalam persamaan :

VΦ = EA + Estat ……..………. (2.9)

Total medan magnet Bnet adalah jumlah dari medan magnet rotor dan medan magnet stator, yaitu :

Bnet = BR + Bs ………. (2.10)

Karena sudut – sudut EA dan BR adalah sama dan sudut Estat dan Bs juga sama, penjumlahan medan medan magnet Bnet akan sefasa dengan VΦ (gambar (d)). Tegangan reaksi jangkar dapat diperoleh dengan persamaan :


(32)

Estat = - jXIA ….……….. (2.11) Sehingga tegangan terminal :

VΦ = EA - jXIA ……….. (2.12)

Terdapat 3 kasus umum dalam reaksi jangkar antara lain :

(i) Ketika faktor daya beban unity. Dimana, reaksi jangkar ini mengakibatkan distorsi.

(ii) Ketika faktor daya beban zero lagging yang mengakibatkan pelemahan (demagnetising) karena fluksi utama berkurang sehingga tegangan induksi berkurang.

(iii) Ketika faktor daya beban zero leading. Pada kasus ini, fluksi utama mengalami penambahan (magnetizing) sehingga tegangan induksi juga meningkat.

Berikut ini akan diperlihatkan gambar diagram phasor pada generator sinkron saat faktor daya tertinggal (lagging), mendahului (leading) dan satu (unity).


(33)

(a) Faktor Daya Lagging (tertinggal)

(c) Faktor Daya Mendahului (Leading)

(d) Faktor Daya Unity

Gambar 2.10 Diagram Phasor Generator Sinkron saat lagging, leading dan unity

Dimana :

E0 = Tegangan tanpa beban (no-load) yang merupakan nilai tegangan terinduksi maksimum pada jangkar ketika tidak ada tahanan jangkar (Ra), reaktansi bocor (XL) dan reaksi jangkar.


(34)

E = Tegangan beban terinduksi yang merupakan tegangan terinduksi setelah terdapat reaksi jangkar. Secara vektor, E lebih kecil daripada E0 sebesar IaXa.

VΦ = Tegangan terminal yang secara vektor lebih kecil daripada E0 sebesar IaZs atau lebih kecil daripada E sebesar IaZ. Dimana,

Z = ……....……….. (2.13) Zs = ....………. (2.14) Ia = Arus jangkar per phasa

Ө = sudut faktor daya beban

Maka, dari gambar dapat diperoleh : (i) Untuk faktor daya lagging :

E0 =

= ……. (2.15)

(ii) Untuk faktor daya leading : E0 =

= ……. (2.16)

(ii) Untuk faktor daya unity : E0 =


(35)

= ……. (2.17)

2.4 Karakteristik dan Penentuan Parameter – parameter Generator Sinkron

2.4.1 Karakteristik dan Penentuan Parameter Tanpa Beban : E0 = E0 (If) Karakteristik tanpa beban (beban nol) pada generator sinkron dapat ditentukan dengan melakukan test beban nol (open circuit) yang memiliki langkah – langkah sebagai berikut :

a.) Generator diputar pada kecepatan nominal (n) b.) Tidak ada beban yang terhubung pada terminal

c.) Arus medan (If) dinaikkan dari nol hingga maksimum secara bertahap

d.) Catat harga tegangan terminal (Vt) pada setiap harga arus medan (If)

Gambar 2.11 Rangkaian Test Tanpa Beban

Dari gambar dapat diperoleh persamaan umum generator : E0 = VΦ + Ia (Ra + jXs)


(36)

E0 = VΦ= cnΦ …………. (2.18)

Karena tidak ada beban yang terpasang, maka Φ yang dihasilkan hanya Φf.

Sehingga :

E0 =

cnΦ

f …………. (2.19)

E0 = cnIf .…………. (2.20)

Nilai cn adalah konstan sehingga persamaan menjadi :

E0 = k1.If .…………. (2.21)

Berikut diperlihatkan gambar grafik hubungan VΦ vs If yang disebut juga

dengan karakteristik hubung terbuka dari generator atau OCC (Open - Circuit

Characteristic).

Gambar 2.12 Karakteristik Hubung Terbuka (OCC)

Dari gambar 2.12 di atas terlihat bahwa pada awalnya kurva berbentuk hampir benar – benar linear. Hingga pada harga – harga arus medan yang tinggi, bentuk kurva mulai terlihat saturasi. Inti besi yang tidak jenuh dalam bingkai mesin sinkron memiliki reluktansi beberapa ratus kali lebih rendah daripada reluktansi


(37)

peningkatan fluksi yang terjadi linear. Ketika inti besi mengalami saturasi, reluktansi besi meningkat secara drastis dan fluksi meningkat lebih lambat dengan peningkatan nilai MMF. Bentuk linear dari grafik OCC disebut karakteristik air

gap line.

2.4.2 Karakteristik dan Penentuan Parameter Generator Sinkron Hubung Singkat : Isc = Isc (If)

Untuk menentukan karakteristik dan parameter generator sinkron yang dihubung singkat terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan antara lain : a.) Generator diputar pada kecepatan nominal

b.) Atur arus medan (If) pada nol

c.) Hubung singkat terminal

d.) Ukur arus armatur (Ia) pada setiap peningkatan arus medan (If)

Dimana, rangkaian test hubung singkat pada generator sinkron akan diperlihatkan pada gambar 2.13 berikut.

Gambar 2.13 Rangkaian Test Hubung Singkat

Dari gambar, persamaan umum generator sinkron dihubung singkat adalah : E = VΦ + Ia (Ra + jXs)


(38)

Pada saat generator sinkron dihubung singkat, VΦ = 0 dan Ia = Isc . Maka,

E = Isc (Ra + jXs) …………. (2.22)

cnΦ

= Isc (Ra + jXs) …………. (2.23)

Karena cn dan (Ra + jXs) bernilai konstan, maka :

cn = k1 …………. (2.24)

(Ra + jXs) = k2 …………. (2.25)

Sehingga persamaan menjadi :

k1

.If = Isc. k2 …………. (2.26)

Isc =

…………. (2.27)

Pada karakteristik generator hubung singkat bentuk kurva adalah linear. Hal ini disebabkan oleh medan magnet yang terjadi sangat kecil sehingga inti besi tidak mengalami saturasi. Gambar 2.14 berikut ini akan memperlihatkan karakteristik hubung singkat pada generator sinkron.

Gambar 2.14 Karakteristik Hubung Singkat (SCC)

Ketika generator dihubung singkat, arus armatur :


(39)

Harga mutlaknya adalah :

…………. (2.29)

Gambar 2.15 berikut menunjukkan diagram phasor dan medan magnet yang dihasilkan pada generator yang dihubung singkat.

(i) Diagram Phasor (ii) Medan Magnet

Gambar 2.15 Diagram Phasor dan Medan Magnet saat Hubung Singkat

Karena Bstat hampir meniadakan BR, medan magnet Bnet sangat kecil. Oleh karena

itu, mesin tidak saturasi dan SCC berbentuk linear.

Dari kedua test tersebut di atas diperoleh : - Ea dari test beban nol (Open Circuit)

- Ia dari test hubung singkat (Short Circuit)

Diperoleh impedansi sinkron : Zs = = …………. (2.30)

Karena Ra << XS, maka impedansi sinkron menjadi : ZS≈ XS≈

2.4.3 Karakteristik dan Penentuan Parameter Generator Sinkron Berbeban :


(40)

Beberapa langkah untuk menentukan parameter generator sinkron berbeban antara lain sebagai berikut :

a.) Generator diputar pada kecepatan nominal (n)

b.) Beban (ZL) terpasang pada terminal generator sinkron

c.) Arus medan (If) dinaikkan dari nol hingga maksimum secara bertahap

d.) Catat tegangan terminal (Vt) pada setiap peningkatan arus medan (If)

Gambar 2.16 Rangkaian Generator Sinkron Berbeban

Dari gambar 2.16 diperoleh persamaan umum generator sinkron berbeban : Ea = VΦ + Ia (Ra + jXs)

VΦ = Ea - Ia (Ra + jXs) …………. (2.31)


(41)

Gambar 2.17 Karakteristik Generator Sinkron Berbeban

2.4.4 Penentuan Tahanan Stator Generator Sinkron

Tahanan stator generator sinkron dapat ditentukan dengan melakukan pengukuran secara langsung. Akan tetapi, harga Ra naik pada keadaan kerja karena pengaruh “skin effect”. Jadi, biasanya Ra yang diukur dikalikan faktor 1,6. Rangkaian pengukuran tahanan stator generator sinkron dapat dilihat dari gambar 2.18 berikut.


(42)

2.4.5 Karakteristik Luar Generator Sinkron : VΦ = f (IL)

Karakteristik ini akan memperlihatkan pengaruh dari perubahan arus beban (IL) terhadap tegangan terminal generator sinkron (VΦ). Dalam penentuan

karakteristik luar generator sinkron, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

a.) Kecepatan putar generator sinkron (n) tetap b.) Arus medan (If ) konstan

c.) Faktor daya (cosφ) tetap

Dari gambar rangkaian generator sinkron berbeban yang telah diperlihatkan pada gambar 2.16 sebelumnya, diperoleh persamaan :

Ea = VΦ + Ia (Ra + jXs)

Sehingga persamaan tegangan terminal VΦ generator sinkron dalam keadaan berbeban :

VΦ = Ea - Ia (Ra + jXs) …………. (2.32)

Dalam hal ini, arus yang mengalir pada stator sama dengan arus yang mengalir pada beban atau:

Ia = IL

Maka :

VΦ = Ea – IL (Ra + jXs) …………. (2.33)

VΦ= cnΦ – ILZs …………. (2.34)

VΦ = cnIf – ILZs …………. (2.35)

Karena c, n dan If konstan :


(43)

Nilai Zs tetap, sehingga :

VΦ = k1 – IL

k2 …………. (2.37)

Jika arus beban (IL) = 0 (beban nol), maka :

VΦ = k1

Jika tegangan terminal (VΦ) = 0 (hubung singkat), maka :

If =

…………. (2.38)

Berikut ini merupakan gambar karakteristik luar generator sinkron dengan beban

induktif pada berbagai harga cosφ.

Gambar 2.19 Karakteristik Luar Generator Beban Induktif

2.4.6 Karakteristik Pengaturan Generator Sinkron : If = f (IL)

Karakteristik ini menunjukkan hubungan antara perubahan arus beban (IL)

dengan terhadap arus medan (If) generator sinkron. Dimana, dalam karakteristik

ini perlu diperhatikan hal – hal berikut : a.) Tegangan terminal VΦ dijaga konstan b.) putaran tetap


(44)

Persamaan untuk generator berbeban (gambar 2.16) : Ea = VΦ + Ia (Ra + jXs)

Pada generator berbeban : IL = Ia

Sehingga :

Ea = VΦ + IL(Ra + jXs) …………. (2.39)

cnΦ

= VΦ + ILZs

cnI

f = VΦ + ILZs

If =

…………. (2.40)

Karena nilai c, n, VΦ, dan Zs konstan, maka :

cn = k1

VΦ = k2 Zs = k3

Sehingga diperoleh :

If =

…………. (2.41)


(45)

Maka,

If =

…………. (2.42)

Gambar 2.20 berikut menunjukkan karakteristik pengaturan generator

sinkron untuk faktor daya cosφ induktif (lagging), kapasitif (leading) dan unity.

Gambar 2.20 Karakteristik Pengaturan Generator

2.4.7 Karakteristik Faktor Daya Nol dan Segitiga Potier

Karakteristik ZPFC dari sebuah alternator adalah penggambaran hubungan antara tegangan terminal jangkar dan arus medannya untuk nilai – nilai arus jangkar dan kecepatan yang konstan. ZPFC dalam hubungannya dengan OCC adalah sangat penting untuk menentukan reaktansi bocor jangkar XL dan arus reaksi jangkar Fa. Untuk sebuah alternator, ZPFC ditentukan sebagai berikut : a.) Mesin sinkron diputar pada kecepatan nominal oleh prime mover

b.) Beban induktif murni dihubungkan pada terminal jangkar dan arus medan dinaikkan sampai arus jangkar beban penuh mengalir.


(46)

c.) Beban divariasikan secara bertahap dan arus medan dalam setiap tahapnya diatur untuk menjaga arus jangkar beban penuh. Gambar dari tegangan terminal jangkar dan arus medan yang dicatat pada setiap tahapan memberikan karakteristik faktor daya nol (ZPFC) pada arus jangkar beban penuh.

Gambar 2.21 (a) Diagram Phasor alternator rotor silinder pada ZPF over-excited

(b) OCC, ZPFC dan segitiga potier

Dari gambar dapat dilihat bahwa tegangan terminal Vt dan tegangan celah udara (air-gap) Er hampir sefasa dan dapat diperlihatkan lewat persamaan aljabar :

Vt = Er – IaXL …………. (2.43)

Total arus rotor (Fr) dan arus medan (Ff) juga hampir sefasa dan dihubungkan melalui persamaan sederhana :


(47)

Ff = Fr + Fa …………. (2.44)

Anggap bahwa OCC memberikan hubungan yang tepat antara tegangan air-gap Er dan total mmf Fr dalam keadaan berbeban. Juga anggap bahwa reaktansi bocor jangkar adalah konstan.

Kurva OCC dan ZPFC diperlihatkan dalam gambar 2.22(b). Untuk eksitasi medan Ff atau arus medan If adalah OP dan tegangan hubungan terbuka adalah PK.

Dengan eksitasi medan dan kecepatan yang dijaga konstan, terminal jangkar terhubung dengan beban induktif murni yang dialiri oleh arus jangkar beban penuh. Suatu pengujian dari gambar (a) dan (b) menunjukkan bahwa dalam keadaan berbeban faktor daya nol, total eksitasi Fr adalah OF yang bernilai lebih kecil daripada OP (Ff) sebesar Fa. Sesuai dengan resultan OF, tegangan air-gap Er adalah FC dan jika CB = IaXL diambil dari Er = FC, tegangan terminal FB = PA = Vt dapat ditentukan. Karena ZPFC adalah gambar hubungan antara tegangan terminal dan arus medan If atau Ff yang tidak berubah dari nilai tanpa bebannya OP, titik A terdapat pada ZPFC. Segitiga ABC disebut segitiga potier. Dimana, CB = IaXL dan BA = Fa. Dari segitiga potier, reaktansi bocor jangkar XL dan arus jangkar dapat ditentukan.

Jika tahanan jangkar dianggap nol dan arus jangkar dijaga konstan, maka ukuran segitiga potier konstan dan dapat diletakkan paralel terhadap dirinya sendiri dnegan sudut C tetap pada OCC dan sudut A pada ZPFC. Oleh karena itu, ZPFC memiliki bentuk yang sama dengan OCC dan diletakkan secara vertikal


(48)

sebesar IaXL dan secara horizontal ke kanan sebesar reaksi jangkar Fa atau arus medan If.


(49)

BAB III

SISTEM EKSITASI GENERATOR SINKRON

3.1 Sistem Eksitasi pada Generator Sinkron

Sistem eksitasi konvensional sebelum sekitar tahun 1960 terdiri dari suatu sumber DC yang terhubung ke medan generator AC melalui dua buah slip ring dan sikat – sikat (brushes). Sumber DC merupakan sebuah motor yang digerakkan oleh generator dc atau sebuah generator DC yang digerakkan oleh penggerak mula (prime mover) yang sama yang menyuplai generator AC.

Mengikuti pengenalan dari komponen – komponen solid-state, beberapa sistem eksitasi yang berbeda yang menggunakan komponen – komponen ini dikembangkan dan digunakan. Salah satu dari sistem eksitasi ini adalah sistem eksitasi statis yang tidak memiliki bagian yang berputar. Daya diambil dari terminal – terminal generator AC, kemudian disearahkan menjadi daya DC oleh suatu solid-state rectifier statis, lalu disuplai ke medan generator AC oleh slip ring konvensional dan sikat.

Sistem eksitasi lain yang masih digunakan dengan rotor generator sinkron tipe salient pole dan cylindrical pole adalah sistem eksitasi tanpa sikat (brushless). Dimana, sebuah generator AC kecil digunakan sebagai penguat (exciter) diletakkan pada poros yang sama dengan generator utama. Penguat (exciter) AC memiliki jangkar yang berputar dan keluarannya disearahkan oleh penyearah – penyearah diode (diode rectifiers) yang juga diletakkan pada poros utama. Hasil penyearahan dari ac exciter diumpankan secara langsung medan generator sinkron yang berputar dengan jalur hubungan terisolasi sepanjang poros. Medan dari penguat AC bersifat statis dan disuplai dari suatu sumber DC


(50)

yang terpisah. Keluaran dari penguat AC tersebut dan tegangan terminal generator sinkron dapat dikendalikan dengan mengatur besar medan dari penguat AC. Sistem eksitasi tanpa sikat (brushless excitation) tidak memiliki komutator, slip ring, atau sikat yang meningkatkan keandalan dan menyederhanakan pemeliharaan mesin.

Sistem eksitasi pada suatu generator berdasarkan sumber eksitasinya dapat dibagi menjadi 3 sistem, antara lain :

a.) Sistem eksitasi statis

Dalam jenis eksitasi ini terdapat peralatan – peralatan yang statis. Dengan kata lain, tidak ada mesin lain yang berputar selain generator itu sendiri. Medan eksitasi yang dibutuhkan oleh generator itu diperoleh dari terminal generator itu sendiri yang kemudian dilewatkan ke dalam trafo penyearah. Arus eksitasi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kumparan pada generator melalui slip ring jika diperlukan.

b.) Sistem eksitasi DC

DC eksitasi menggunakan DC Exciter dengan atau tanpa menggunakan AC atau DC Pilot Exciter.

c.) Sistem eksitasi AC

AC eksitasi dengan menggunakan AC Exciter dengan atau tanpa Pilot Exciter.


(51)

Berdasarkan sistem yang digunakan di dalam sistem eksitasi, maka sistem eksitasi dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

a.) Eksitasi sendiri secara langsung (Direct Self Excitation)

Sistem eksitasi ini dapat mengusahakan koreksi tegangan yang relatif cepat bila terjadi perubahan harga tegangan sebagai akibat dari perubahan beban. Hal ini dapat terjadi karena sistem ini memberikan suatu control secara langsung terhadap medan dari generator tanpa melalui penguat medan. Bukan saja dapat mengurangi waktu tunda yang diperlukan untuk kembali ke tegangan normal, tetapi sistem ini dapat membuat arus medan ditekan dengan menggunakan thyristor yang terdapat di dalam AVR untuk mengimbangi harga tegangan kerja. Sistem ini lebih cocok jika digunakan untuk :

1. Generator yang membutuhkan respon terhadap perubahan beban yang sering dan perubahannya cukup drastis.

2. Kebutuhan untuk mempertahankan stabilitas dari generator di dalam keadaan hubung singkat.

Kerugian dari sistem ini adalah kebutuhan slip ring dan sikat arang untuk dapat menyediakan arus eksitasi yang relatif sangat besar ke kumparan medan pada rotor utama.

AVR juga diperlukan untuk dapat menimbulkan tegangan pada terminal saat generator pertama kali diputar. Sumber eksitasi bisa hilang secara tiba – tiba bila terjadi hubung singkat pada output dari mesin.


(52)

b.) Eksitasi sendiri tak langsung (Indirect Self Excitation)

AVR (Automatic Voltage Regulator) sangat dibutuhkan dalam penyediaan arus yang dibutuhkan oleh penguat medan dan arus ini tidak secara langsung diberikan pada kumparan medan utama pada generator. Output dari AVR dapat lebih kecil dibandingkan Direct Self Excitation. Akan tetapi, masih mencukupi di dalam penyediaan arus eksitasi termasuk untuk mengatasi pengaruh yang besar sebagai akibat dari kenaikan beban secara tiba – tiba seperti starting dari suatu motor dengan menggunakan sistem Direct on Line (DOL).

c.) Eksitasi terpisah (Separate Excitation)

Sistem ini menyediakan daya eksitasi dari suatu sumber yang bebas dan tidak dipengaruhi oleh output dari generator. Sistem ini menggunakan suatu generator kecil dengan magnet tetap yang biasanya disebut Permanent Magnet Generator (PMG) yang dikopel dengan generator dengan poros yang sama dengan rotor utama dan rotor exciter.

3.2 Metode - metode Eksitasi pada Generator Sinkron

Sistem eksitasi adalah sistem pasokan listrik DC sebagai penguatan pada generator listrik atau sebagai pembangkit medan magnet, sehingga suatu generator dapat menghasilkan energi listrik dengan besar tegangan keluaran generator bergantung pada besar arus eksitasinya. Sistem ini merupakan sistem yang vital pada proses pembangkitan listrik dan pada perkembangannya, sistem eksitasi pada generator listrik ini dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Sistem Eksitasi dengan menggunakan sikat (brush excitation) 2. Sistem Eksitasi tanpa sikat (brushless excitation).


(53)

3.2.1 Sistem Eksitasi dengan Sikat (Brush Excitation)

Pada Sistem Eksitasi menggunakan sikat, sumber tenaga listriknya berasal dari generator arus searah (DC) atau generator arus bolak balik (AC) yang disearahkan terlebih dahulu dengan menggunakan rectifier.

Jika menggunakan sumber listrik listrik yang berasal dari generator AC atau menggunakan Permanent Magnet Generator (PMG) medan magnetnya adalah magnet permanen. Dalam lemari penyearah, tegangan listrik arus bolak balik diubah atau disearahkan menjadi tegangan arus searah untuk mengontrol kumparan medan eksiter utama (main exciter). Untuk mengalirkan arus eksitasi dari main exciter ke rotor generator digunakan cicin geser (slip ring) dan sikat arang (carbon brush), demikian juga penyaluran arus yang berasal dari pilot exciter ke main exciter. Gambar 3.1 menunjukkan sistem eksitasi dengan sikat.

Gambar 3.1 Sistem Eksitasi dengan sikat (Brush Excitation)

Generator penguat yang pertama, adalah generator arus searah hubungan shunt yang menghasilkan arus penguat bagi generator penguat kedua. Generator penguat (exciter) untuk generator sinkron merupakan generator utama yang diambil dayanya. Pengaturan tegangan pada generator utama dilakukan dengan mengatur besarnya arus eksitasi (arus penguatan) dengan cara mengatur potensiometer atau tahanan asut. Potensiometer ini mengatur arus eksitasi


(54)

generator pertama dan generator penguat kedua menghasilkan arus eksitasi generator utama.

Dengan cara ini arus eksitasi yang diatur tidak terlalu besar nilainya (dibandingkan dengan arus generator penguat kedua) sehingga kerugian daya pada potensiometer tidak terlalu besar. PMT arus eksitasi generator utama dilengkapi tahanan yang menampung energi medan magnet generator utama karena jika dilakukan pemutusan arus eksitasi generator utama harus dibuang ke dalam tahanan. Sekarang banyak generator arus bolak – balik yang dilengkapi penyearah untuk menghasilkan arus searah yang dapat digunakan bagi penguatan generator utama sehingga penyaluran arus searah bagi penguatan generator utama, oleh generator penguat kedua tidak memerlukan slip ring karena penyearah ikut berputar bersama poros generator. Slip ring digunakan untuk menyalurkan arus dari generator penguat pertama ke medan penguat generator penguat kedua. Nilai arus eksitasi kecil sehingga penggunaan slip ring tidak menimbulkan masalah. Pengaturan besarnya arus eksitasi generator utama dilakukan dengan pengatur tegangan otomatis supaya nilai tegangan klem generator konstan. Pengaturan tegangan otomatis ini pada awalnya berdasarkan prinsip mekanis, tetapi sekarang sudah menjadi elektronik menggunakan Automatic Voltage Regulator (AVR).

3.2.2 Sistem Eksitasi Tanpa Sikat (Brushless Excitation)

Perkembangan sistem eksitasi pada generator sinkron dengan sistem eksitasi tanpa sikat, karena sikat dapat menimbulkan loncatan api pada putaran tinggi. Untuk menghilangkan sikat digunakan dioda berputar yang dipasang pada jangkar. Gambar 3.2 menunjukkan sistem eksitasi tanpa sikat. Penggunaan sikat atau slip ring untuk menyalurkan arus eksitasi ke rotor generator mempunyai


(55)

kelemahan karena besarnya arus yang mampu dialirkan pada sikat arang relatif kecil. Untuk mengatasi keterbatasan sikat arang, digunakan sistem eksitasi tanpa menggunakan sikat (brushless excitation).

Gambar 3.2 Sistem Eksitasi tanpa sikat (Brushless Excitation)

Generator penguat pertama disebut pilot exciter dan generator penguat kedua disebut main exciter (penguat utama). Penguat utama (main exciter) adalah generator arus bolak-balik dengan kutub pada statornya. Rotor menghasilkan arus bolak - balik disearahkan dengan dioda yang berputar pada poros main exciter (satu poros dengan generator utama). Arus searah yang dihasilkan oleh dioda berputar menjadi arus eksitasi generator utama. Pilot exciter pada generator arus bolak - balik dengan rotor berupa kutub magnet permanen yang berputar menginduksi pada lilitan stator. Tegangan bolak – balik disearahkan oleh penyearah dioda dan menghasilkan arus searah yang dialirkan ke kutub – kutub magnet yang ada pada stator main exciter. Besar arus searah yang mengalir ke kutub main exciter diatur oleh pengatur tegangan otomatis (Automatic Voltage Regulator atau AVR).

Besarnya arus eksitasi berpengaruh pada besarnya arus yang dihasilkan main exciter, maka besarnya arus main exciter juga mempengaruhi besarnya tegangan yang dihasilkan oleh generator utama. Pada sistem eksitasi tanpa sikat, permasalahan timbul jika terjadi hubung singkat atau gangguan hubung tanah di


(56)

rotor dan jika ada sekering lebur dari diode berputar yang putus, hal ini harus dapat dideteksi. Gangguan pada rotor yang berputar dapat menimbulkan distorsi medan magnet pada generator utama dan dapat menimbulkan vibrasi (getaran) berlebihan pada unit pembangkit.

3.2.3 Sistem Eksitasi Sendiri (Self Excited) dengan PMG (Permanent Magnet Generator)

Apabila rotor (main field) dari generator utama diputar pada kecepatan tertentu, maka akan timbul suatu medan magnet sisa yang biasa disebut dengan nama residual magnetic field. Akibat adanya magnet sisa tersebut dan adanya putaran, maka akan timbul fluks yang akan menimbulkan arus pada stator. Sehingga pada stator juga dibangkitkan sejumlah kecil tegangan yang disebut tegangan sisa (residual voltage). Tegangan ini kemudian dibandingkan dengan tegangan tegangan referensi (set reference voltage level) yang telah diset sebelumnya di AVR.

Bahan magnetik yang digunakan oleh AC exciter adalah sama dengan bahan yang digunakan pada komponen mesin utama (main stator dan main rotor). Hal ini mengakibatkan pada exciter field (stator) juga terdapat sejumlah kecil medan magnet sisa (residual magnetism). Output dari main stator yang dikoreksi oleh AVR kemudian diakumulasikan dengan medan magnet sisa yang dibangkitkan pada exciter field. Sehingga akan menghasilkan medan magnet yang lebih besar daripada exciter field (stator).

Seiring dengan bertambahnya harga dari medan magnet pada exciter field maka tegangan output dari exciter rotor juga akan meningkat. Tegangan ini akan dikoreksi oleh dioda berputar (rotating diode) untuk menambah DC eksitasi ke


(57)

main field (rotor). Penambahan DC eksitasi ini akan meningkatkan jumlah medan

magnet pada main field sehingga akan menghasilkan tegangan output yang lebih pada main stator. Pengatur tegangan otomatis (AVR) mendeteksi peningkatan tegangan output ini dan membandingkan dengan tegangan referensinya. Bila belum sama, maka hal yang disebutkan di atas dilakukan sampai tegangan output dari main stator sama dengan tegangan referensinya. Penambahan output dari

main stator juga digunakan oleh AVR untuk meningkatkan medan magnet pada exciter field sesuai dengan kebutuhan.

Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa suplai daya dari AVR sangat bergantung dari tegangan AC yang keluar dari output main stator. Jika terjadi gangguan yang menyebabkan output dari main stator menjadi tidak linier, maka akan sangat mempengaruhi kerja dari AVR. Sehingga input pada AVR menjadi tidak stabil. Akibatnya, besar arus yang disuplai ke exciter juga akan terpengaruhi. Hal ini juga akan mengakibatkan penurunan harga arus eksitasi. AVR berfungsi menjaga output tegangan dari generator agar sesuai dengan tegangan referensinya. Hal ini dilakukan dengan memerintahkan sistem eksitasi (self excited) untuk memberikan sejumlah arus eksitasi (DC) kepada exciter field (stator) melalui AVR.

Sistem eksitasi sendiri (self excited) mulai ditinggalkan karena alasan – alasan sebagai berikut.

- Jika suplai daya (tegangan AC) ke AVR tidak stabil, maka arus eksitasi yang akan diberikan ke exciter field juga tidak stabil. Akibatnya, DC eksitasi yang diberikan ke main field juga tidak stabil. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan pada peralatan – perlatan listrik dan juga generator.


(58)

- Terdapat ketergantungan generator terhadap medan magnet sisa. Dimana, medan magnet sisa dapat hilang jika :

a.) terjadi hubung singkat antarterminal

b.) generator berputar terbalik dari putaran sebenarnya

c.) generator tidak dipakai dalam jangka waktu yang relatif lama

Dimana, tidak adanya medan magnet sisa dapat mengakibatkan tidak berhasilnya pembangkitan listrik.

Oleh karena itu, digunakan sistem PMG excited dengan beberapa keuntungan sebagai berikut :

1. Sistem PMG merupakan suatu sistem modern dan paling baik pada pencatuan beban non linier karena sistem eksitasi dan AVR terlindung 100% dari arus nonlinier. Hal ini dapat terjadi karena AVR mendapatkan catu daya dari PMG yang terpisah dari terminal utama yang sering terjadi perubahan arus akibat beban yang tidak linier.

2. Sistem ini memberikan support optimal ke AVR saat terjadi hubung singkat sehingga AVR tidak bekerja secara berlebihan (overloaded) saat hubung singkat terjadi.

3. Keandalan dan unjuk kerja dari sistem eksitasi dan AVR lebih sempurna, khususnya pada pembebanan nonlinier karena AVR dan sistem eksitasi dicatu oleh generator yang tersendiri (PMG) dan terpisah dari arus nonlinier.

4. Tidak diperlukan magnet sisa untuk pembangkitan awal tegangan mula – mula.

Selain itu, terdapat juga beberapa kerugian dari penggunaan sistem PMG


(59)

1. Pengoperasian PMG menggunakan daya engine sekitar 200 – 500 Watt sehingga untuk generator dengan kapasitas kecil dapat menurunkan efisiensi generator.

2. Pengoperasian PMG akan menambah pemakaian komponen generator sehingga harga generator semakin mahal.

Pada gambar 3.3 berikut ini diperlihatkan gambar diagram rangkaian generator tanpa sikat dengan menggunakan sistem PMG excited.

Gambar 3.3 Diagram Generator Tanpa Sikat dengan PMG

Generator tanpa sikat (brushless) menggunakan generator AC kecil sebagai

exciter. Dimana, generator AC ini mempunyai kutub luar, artinya arus searah

diperlukan untuk menimbulkan medan magnit diberikan pada bagian stator, sedangkan rotor terdiri dari kumparan bolak – balik.

Pada poros generator ini dilekatkan juga penyearah (rectifier) yang ikut berputar jika mesin diputar. Sama seperti static exciter generator, pada mulanya dibangkitkan tegangan karena magnit sisa sehingga tegangan AC yang timbul kecil. Tegangan ini diserahkan dan dimasukkan pada kutub generator AC kecil


(60)

(pada stator) maka timbul arus bolak – balik pada bagian rotor generator AC kecil (exciter). Tegangan AC ini dimasukkan pada penyearah yang terdapat pada poros yang ikut berputar dan langsung dimasukkan pada rotor utama. Akibatnya, timbul tegangan AC yang lebih besar pada stator utama yang akan dipakai untuk menguatkan exciter. Maka, timbul tegangan yang lebih besar dan demikian seterusnya.

Suplai yang keluar dari generator harus tetap konstan. Jika suplai tegangan berubah – ubah, dapat menyebabkan kerusakan peralatan. Sementara perubahan beban dapat menyebabkan perubahan keluaran tegangan generator. Oleh karena itu, generator harus dilengkapi dengan AVR (automatic voltage regulator) yang akan selalu mendeteksi perubahan tegangan yang terjadi dan membantu menjaga agar tegangan generator tetap konstan.

3.2.4 Sistem Eksitasi Generator Konvensional

Untuk generator konvensional, arus searah diperoleh dari sebuah generator DC kecil yang disebut exciter. Tegangan yang dihasilkan oleh generator DC inidiberikan pada rotor atau kumparan medan dan menimbulkan medan magnet yang diperlukan untuk menghasilkan tegangan AC, misalnya diesel, maka dibangkitkan tegangan bolak – balik pada kumparan utama yang terletak di stator.

Pada generator konvensional ini terdapat beberapa kerugian, antara lain : a.) Generator DC kecil (exciter) merupakan beban tambahan untuk penggerak

generator AC ini

b.) Terdapat sikat arang yang menekan slip ring yang menyebabkan timbulnya gesekan pada generator utama. Selain itu, pada generator DC juga terdapat sikat arang yang menekan komutator


(61)

c.) Generator DC keandalanya rendah dan perlu pemeliharaan yang teratur

3.2.5 Sistem Eksitasi Generator dengan Penguat Statis

Pada generator AC dengan penguat statis, tegangan searah yang diperlukan untuk membangkitkan medan magnit pada rotor diperoleh pada rectifier. Penyearah ini memerlukan tegangan input AC yang diambil dari output generator utamanya sendiri. Karena exciter ini tidak berputar seperti pada generator dengan sistem konvensional, maka eksitasinya dikatakan statis.

Pada mulanya, pada rotor ada sedikit magnet sisa (permanent magnet) yang akan menimbulkan tegangan pada stator. Kemudian tegangan ini akan masuk dalam penyearah dan dimasukkan kembali pada rotor yang kemudian mengakibatkan medan magnet yang dihasilkan makin besar dan tegangan AC akan naik dan begitu seterusnya hingga dicapai tegangan nominal dari generator AC tersebut. Penyearah tersebut juga mempunyai pengatur (controller) sehingga tegangan generator dapat diatur konstan. Bersama dengan penyearah, blok tersebut sering disebut AVR (Automatic Voltage Regulator) atau pengatur tegangan otomatis.

3.3 Pengaturan Tegangan Generator Sinkron

Pengaturan tegangan (voltage regulation) dari suatu generator sinkron dapat didefinisikan sebagai perubahan tegangan terminal dari beban nol (no-load) ke beban penuh (full-load) dengan menjaga eksitasi medan dan putaran tetap dibagi dengan tegangan beban penuh (full-load). Dimana, tegangan pada terminal dari generator sinkron tergantung dari beban yang terpasang dan juga faktor daya (power factor) beban tersebut. Pengaturan tegangan ini dinyatakan dalam persen


(62)

(%) dari tegangan nominal dan perbedaan tegangan bukan secara vektor, tetapi besaran. Yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut.

Regulasi Tegangan (%) = ………. (3.1)

Perlu dicatat bahwa E0 - VFL adalah selisih aritmatik bukan selisih phasor. Faktor – faktor yang mempengaruhi regulasi tegangan sebuah generator sinkron antara lain :

a.) Jatuh tegangan akibat IaRa pada belitan jangkar b.) Jatuh tegangan akibat IaXL

c.) Perubahan tegangan akibat reaksi jangkar

Gambar 3.3 menunjukkan pengaruh perubahan beban terhadap perubahan tegangan terminal dengan faktor daya (power factor) yang berbeda.


(63)

Dari gambar dapat dilihat bahwa perubahan tegangan terminal karena reaksi jangkar bergantung pada arus beban (IL) dan faktor daya (PF) dari beban. Untuk beban dengan faktor daya mendahului (leading), tegangan terminal tanpa beban lebih kecil daripada tegangan terminal beban penuh. Oleh karena itu, regulasi tegangan bernilai negatif. Untuk beban dengan faktor daya tertinggal (lagging), tegangan terminal tanpa beban lebih besar daripada tegangan terminal beban penuh. Maka, regulasi tegangan bernilai positif. Sedangkan untuk beban dengan faktor daya 1 (unity), nilai tegangan terminal tanpa beban hampir sama dengan nilai tegangan terminal beban penuh. Oleh karena itu, regulasi tegangan bernilai mendekati 0 persen.

3.4 Metode Pengaturan Tegangan Generator Sinkron

Cara menentukan pengaturan tegangan untuk mesin – mesin kecil dapat diperoleh dengan cara langsung, yaitu generator sinkron diputar pada kecepatan nominal, eksitasi diatur sehingga menghasilkan tegangan nominal (V) pada beban penuh, kemudian beban dilepas dengan menjaga agar putaran tetap konstan. Selain itu, arus eksitasi juga harus dijaga konstan. Maka, akan diperoleh harga tegangan pada beban nol (E0) dan regulasi tegangan dapat dihitung dengan persamaan di atas.

Untuk mesin – mesin besar, metode yang digunakan untuk menentukan regulasi tegangan dengan cara langsung seringkali tidak dapat dilakukan. Hal ini disebabkan oleh rating kVA yang sangat tinggi. Terdapat beberapa metode tidak langsung yang hanya memerlukan sejumlah kecil daya jika dibandingkan dengan


(64)

daya yang diperlukan pada metode langsung. Beberapa metode tersebut antara lain :

a.) Metode impedansi sinkron (EMF) b.) Metode ampere lilit (MMF)

c.) Metode Portier (zero power factor)

d.) Metode New ASA (American Standard Association)

Untuk setiap metode tersebut diperlukan data – data sebagai berikut : 1.) Tahanan jangkar (armatur) Ra

Tahanan jangkar Ra per phasa ditentukan dengan menggunakan metode pengukuran langsung dan bernilai searah (DC). Harga tahanan jangkar efektif (AC) lebih besar daripada nilai DC ini karena adanya skin effect. Untuk memperoleh nilai efektifnya, nilai hasil pengukuran (nilai DC) biasanya dikalikan faktor kali (1) :

Ra = Rdc …………. (3.2)

2.) Karakteristik beban nol atau open circuit characteristic (OCC).

Sama seperti kurva magnetisasi pada suatu mesin DC, karakteristik beban nol dari suatu generator sinkron adalah kurva antara tegangan terminal jangkar (tegangan phasa – phasa) pada keadaan hubungan terbuka dan arus medan ketika generator sinkron (alternator) bekerja pada kecepatan nominal. Gambar rangkaian pengujian, langkah – langkah pengujian dan karakteristik hubungan terbuka (OCC) telah diperlihatkan pada bab sebelumnya.


(65)

3.) Karakteristik hubung singkat atau short circuit characteristic (SCC).

Gambar rangkaian, langkah – langkah dan karakteristik hubung singkat (SCC) telah diperlihatkan pada bab sebelumnya. Dimana, terminal – terminal armatur dihubung singkat melalui amperemeter dan arus medan (If) dinaikkan secara bertahap dari nol hingga diperoleh arus hubung singkat (ISC) bernilai hampir dua kali arus nominal. Selama test ini kecepatan yang mungkin bukan kecepatan sinkron harus dijaga konstan. Untuk metode Portier faktor daya adalah nol.

Tidak diperlukan pembacaan lebih dari sekali karena SCC merupakan suatu garis lurus yang melewati titik awal. Hal ini disebabkan karena tahanan jangkar Ra lebih kecil daripada reaktansi sinkron (Xs), arus hubung singkat (ISC) tertinggal hampir sebesar 90º terhadap tegangan terinduksi Vf. Akibatnya, fluks armatur (Φa) dan fluks medan (Φf ) berlawanan arah

sehingga fluks resultan (ΦR) bernilai kecil. Karena (ΦR) bernilai kecil,

pengaruh saturasi akan diabaikan dan arus hubung singkat (ISC) berbanding lurus dengan arus medan melebihi batas (range) dari nol sampai melampaui arus nominal.

3.4.1 Pengaturan Tegangan dengan Metode Impedansi Sinkron (EMF) Dalam metode ini, kita akan memperoleh nilai impedansi sinkron Zs (kemudian reaktansi sinkron Xs) sebuah generator sinkron (alternator) dari

karakteristik beban nol (OCC) dan hubung singkat (SCC). Oleh karena itu disebut metode impedansi sinkron. Metode ini memiliki langkah – langkah sebagai berikut.


(66)

- Gambarkan karakteristik beban nol (OCC) dari data yang diberikan oleh test beban nol (gambar 3.5)

- Gambarkan karakteristik hubung singkat (SCC) dari data yang diberikan oleh test hubung singkat (gambar 3.5). Kedua kurva tersebut digambarkan pada dasar nilai arus medan yang sama.

Arus medan dilambangkan dengan (If). Tegangan beban nol (hubungan

terbuka) yang berpotongan dengan arus medan If dilambangkan dengan (E1).

Ketika terminal – terminal jangkar dihubung singkat, tegangan terminal (VΦ) bernilai nol. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa seluruh tegangan E1

digunakan untuk menggerakkan (sirkulasi) arus hubung singkat yang disimbolkan dengan I1 melawan impedansi sinkron (Zs).

Maka, E1 = I1 Zs

Zs =

-- …………. (3.3)

Sebagai catatan, E1 dan I1 merupakan nilai phasa–phasa.


(67)

- Karena Ra dapat diukur dari cara yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,

maka :

Xs =

- Dengan mengetahui nilai Ra dan Xs, diagram phasor dapat digambarkan untuk

setiap beban dan setiap faktor daya (PF). Gambar 3.6 menunjukkan diagram phasor untuk beban induktif (lagging).

Dalam menggambar diagram phasor, arus Ia diambil sebagai phasor referensi.

Jatuh tegangan IaRa sefasa dengan Ia. Sedangkan jatuh tegangan IaXs

mendahului Ia sebesar 90º. Jumlah dari phasor VΦ, Ia, IaRa dan IaXs

menghasilkan tegangan tanpa beban (E0).

Gambar 3.6 Vektor Diagram dengan Faktor Daya Tertinggal

Dimana :

E0 = OC = tegangan tanpa beban

VΦ = OA = tegangan terminal

Ia.Ra = AD = tegangan jatuh akibat resistansi jangkar


(68)

Dari diagram phasor diperoleh :

E0 =

Dimana :

OB = VΦ cosӨ + IaRa

BC = VΦ sinӨ + IaXs

Maka,

E0 = …………. (3.4)

Sehingga regulasi tegangan :

%VR =

3.4.2 Pengaturan Tegangan dengan Metode Ampere Lilit (MMF)

Metode ini juga menggunakan data – data beban nol (OC) dan hubung singkat (SC), tetapi memiliki perbedaan dengan metode EMF karena menggunakan reaktansi bocor jangkar (armatur) sebagai reaksi jangkar tambahan. Metode ini mengabaikan tahanan jangkar karena bernilai kecil dan menganggap bahwa perubahan daya keluaran pada terminal secara keseluruhan diakibatkan oleh reaksi jangkar (armatur) dan jatuh tegangan akibat tahanan jangkar. Dua pengujian yang sama, yaitu test beban nol dan hubung singkat juga diperlukan pada metode ini. Dalam keadaan hubung singkat, arus tertinggal 90º (Ra dianggap nol) dan faktor daya nol. Oleh karena itu, reaksi jangkar mengakibatkan demagnetisasi. Karena daya pada terminal adalah nol, seluruh fluks medan dinetralkan oleh fluks jangkar yang dihasilkan oleh arus jangkar pada keadaan hubung singkat (ISC).


(69)

Sekarang arus medan yang diperlukan untuk memperoleh suatu tegangan pada V pada keadaan beban penuh adalah penjumlahan vektor dari :

a.) Arus medan yang diperlukan untuk menghasilkan V (atau jika Ra diambil dalam penghitungan, maka V + IRa cosӨ) pada kondisi beban nol (no-load). Arus medan ini dapat ditemukan pada karakteristik hubungan terbuka (OCC). b.) Arus medan yang diperlukan untuk mengatasi pengaruh demagnetisasi dari

reaksi jangkar pada beban penuh (full-load). Arus medan ini ditemukan pada karakteristik hubung singkat (SCC). Arus medan yang diperlukan untuk menghasilkan arus beban penuh pada kondisi hubung singkat menyeimbangkan reaksi armatur dan drop impedansi.

Jatuh impedansi (impedance drop) dapat diabaikan karena Ra biasanya bernilai sangat kecil dan Xs juga bernilai kecil dalam kondisi hubung singkat (short circuit). Oleh karena itu, faktor daya (PF) pada kondisi hubung singkat hampir benilai nol tertinggal (zero lagging) dan arus medan digunakan secara keseluruhan untuk mengatasi reaksi jangkar yang sangat berpengaruh demagnetisasi. Dengan perkataan lain, arus armatur (jangkar) demagnetisasi pada keadaan beban penuh adalah sama dan berlawanan dengan arus medan yang diperlukan untuk menghasilkan arus beban penuh pada keadaan hubung singkat.


(70)

(b) Faktor Daya Leading (mendahului)

(c) Faktor Daya Unity

Gambar 3.7 Vektor Arus Medan

Untuk kasus – kasus umum (general case), yaitu ketika faktor daya memiliki nilai antara nol (lagging atau leading) dan satu (unity).

a.) Nilai arus medan dilambangkan dengan vektor OA yang berhubungan dengan V (atau V + IRa cosӨ) terbentang secara horizontal. Maka, AB mewakili arus medan hubung singkat pada beban penuh yang digambarkan pada sudut (90° + Ө) untuk faktor daya lagging. Total arus medan dilambangkan oleh vektor OB1 (gambar 3.7a).

b.) Untuk faktor daya leading, arus hubung singkat = AB2 digambarkan pada

sudut (90° - Ө) (gambar 3.7b).

c.) Untuk faktor daya unity, arus hubung singkat = AB3 digambarkan dengan


(71)

Gambar 3.8 berikut akan memperlihatkan diagram lengkap metode ampere lilit (ampere-turn method).

Gambar 3.8 Diagram Lengkap Metode Ampere Lilit (lagging)

Dimana :

OA = Arus medan yang diperlukan untuk mendapatkan tegangan nominal.

OC = Arus medan yang diperlukan untuk mendapatkan arus beban penuh pada hubung singkat.

AB = OC = dengan sudut (90º + Ө) terhadap OA (jika faktor daya lagging).

OB = Total arus medan yang dibutuhkan untuk mendapatkan tegangan E0 dari karakteristik beban nol.


(72)

Secara ringkas, prosedur metode ampere lilit (dalam hal ini generator sinkron (alternator) sedang menyuplai arus beban penuh Ia pada tegangan kerja (nominal) dan faktor daya lagging) sebagai berikut :

1.) Dari karakteristik beban nol (OCC) ditentukan arus medan OA yang dibutuhkan untuk menghasilkan tegangan beban kerja V (atau V + IaRa cosӨ) (gambar 3.8).

2.) Dari karakteristik hubung singkat (SCC) ditentukan arus medan OC yang diperlukan untuk menghasilkan arus beban penuh Ia pada keadaan hubung singkat. Phasor AB = OC digambarkan pada sudut (gambar 3.7) :

- (90° + Ө) untuk faktor daya lagging - (90° - Ө) untuk faktor daya leading - 90° untuk faktor daya unity

3.) Jumlah phasor OA dan AB merupakan total arus medan OB. Tegangan beban nol E0 yang berhubungan dengan arus medan OB pada karakteristik beban nol

(OCC).

Maka, regulasi tegangan:

%VR =

Metode ini disebut juga optimistic method karena memberikan regulasi yang lebih rendah daripada performansi mesin yang sebenarnya.


(73)

3.4.3 Pengaturan Tegangan dengan Metode Portier (Zero Power Factor)

Metoda ini berdasarkan pada pemisahan jatuh tegangan akibat reaktansi bocor jangkar (XL) dan pengaruh reaksi jangkar. Oleh karena itu, metode ini

memberikan hasil yang lebih akurat. Data – data yang diperlukan adalah: a.) Karakteristik tanpa beban (OCC).

b.) Karakteristik beban penuh dengan faktor daya nol yang disebut juga dengan karakteristik beban daya kurang (wattless). Ini merupakan kurva dari tegangan terminal melawan eksitasi ketika armatur mengalirkan arus beban penuh pada faktor daya nol.

Perlu dicatat bahwa, jika kita menambah tegangan V dengan jatuh tegangan akibat resistansi dan reaktansi bocor secara vektoris, maka E diperoleh. Jika E ditambah lagi dengan jatuh tegangan akibat reaksi jangkar (mis, beban faktor daya lagging), maka diperoleh E0.

Langkah - langkah untuk menggambar Diagram Potier sebagai berikut :

1. Pada kecepatan sinkron dengan beban reaktor murni, atur arus medan sampai tegangan nominal dan beban reaktor sampai arus nominal.

2. Titik A diperoleh dari perpotongan garis horizontal yang ditarik melalui kurva beban nol dengan kurva faktor daya nol saat beban penuh. Dimana, titik A (wattmeter menunjukkan angka nol) menunjukkan nilai arus medan pada percobaan faktor daya nol pada saat tegangan nominal.

3. Tentukan titik B berdasarkan percobaan hubung singkat dengan arus jangkar penuh. Maka, OB menunjukkan nilai arus medan saat percobaan tersebut.


(74)

4. Tarik garis dari titik A hingga diperoleh titik D (seperti ditunjukkan pada gambar 3.9) yang sama besar dan sejajar dengan garis OB.

5. Dari titik D tarik garis sejajar kurva celah udara (air-gap) sampai memotong kurva beban nol di titik J (seperti ditunjukkan pada gambar 3.9). Segitiga ADJ disebut segitiga Potier. Dimana, segitiga Potier ini konstan untuk nilai arus jangkar yang diberikan (Ia).

6. Gambarkan garis JF yang tegak lurus terhadap garis AD. Garis JF menunjukkan jatuh tegangan akibat reaktansi bocor (IXL).

7. Garis AF menunjukkan besarnya arus medan yang dibutuhkan untuk mengatasi efek pelemahan (demagnetizing) akibat reaksi jangkar saat beban penuh.

8. Garis DF menunjukkan besar arus medan yang diperlukan untuk menyeimbangkan jatuh tegangan akibat reaktansi bocor jangkar (JF).

Gambar 3.9 Langkah – langkah Menggambar Karakteristik Faktor Daya Nol (ZPFC)


(75)

Dari gambar diagram potier di atas, bisa dilihat bahwa: i) V merupakan nilai tegangan terminal saat beban penuh.

ii) jika V ditambah JF atau jatuh tegangan akibat reaktansi bocor jangkar saja (IXL), maka akan diperoleh tegangan E (garis JF).

iii) Garis BH = garis AF merupakan arus medan yang dibutuhkan untuk mengatasi reaksi jangkar.

iv) Bila vektor BH ditambahkan ke OG, maka besarnya arus medan yang dibutuhkan untuk tegangan tanpa beban E0 bisa diketahui (garis KL).

v) Garis BH = garis GI digambarkan pada sudut (90º + φ) pada faktor daya

lagging dan pada sudut (90º - φ) pada faktor daya leading.

Maka, regulasi tegangan dapat diperoleh :

%VR =

Diagram vektor potier juga dapat digambarkan terpisah seperti gambar 3.10 berikut.


(76)

Dari gambar 3.10 di atas dapat diketahui bahwa :

a.) Untuk faktor daya lagging dengan sudut φ, vektor I digambarkan tertinggal

dari V sebesar φ.

b.) Vektor IRa digambarkan sejajar dengan vektor I dan IXL digambarkan tegak

lurus terhadap IRa.

c.) Garis OJ menunjukkan besar tegangan E dengan besar eksitasinya (garis OG) yang digambarkan dengan sudut 90º terhadap E (garis OJ).

d.) Garis GI (garis BH = garis AF pada gambar 3.9) menunjukkan arus medan yang sebanding dengan reaksi jangkar beban penuh dan digambarkan sejajar dengan vektor arus I.

e.) Garis OI menunjukkan eksitasi medan untuk tegangan E0. Dimana, vektor E0

tertinggal sebesar 90º terhadap garis OI.

f.) Garis JK menunjukkan jatuh tegangan akibat reaktansi jangkar (IXL).

3.4.4 Pengaturan Tegangan dengan Metode New ASA (American Standard Association)

Metode ini merupakan modifikasi dari metode MMF dan dapat memberikan hasil yang lebih memuaskan untuk kedua jenis mesin sinkron tipe rotor salien maupun rotor silinder. Metode ini memerlukan karakteristik hubungan terbuka (OCC) dan faktor daya nol (ZPFC). Terdapat dua titik yaitu, titik A dan F’ yang perlu diketahui dari kurva karakteristik faktor daya nol (ZPFC). Titik A ditentukan dengan pembebanan alternator over-excited oleh sebuah motor sinkron under-excited sampai arus jangkar beban penuh mengalir. Titik F’ ditentukan dengan pencatatan eksitasi medan (Fa + FL) yang diperlukan


(77)

Dan reaktansi bocor jangkar XL ditentukan dari garis BC pada segitiga portier

yang menunjukkan jatuh tegangan IaXL.

Gambar 3.11 Menentukan Regulasi Tegangan Generator dengan Metode New ASA

Diagram phasor mmf dapat digambarkan sebagai berikut :


(78)

Dimana :

i) Fr’ = O’G diambil dari garis celah udara (gambar 3.11) pada tegangan normal (OO’).

ii) OF’ (gambar 3.11) = GH (gambar 3.12) merupakan mmf (Fa + Fr’) yang

membentuk sudut (90º + Ө) terhadap Fr’.

iii) O’H merupakan nilai resultan dari Fr’ dan (Fa + FL).

O’H =

iv) Sekarang tentukan :

Er = Vt + Ia (Ra + jXL)

Besar E ini digunakan untuk menentukan efek saturasi.

v) OK merupakan garis horizontal yang digambarkan melalui titik K (gbr. 3.11) dan menyatakan harga Er. Dimana, garis horisontal ini akan memotong garis

celah udara di titik H dan garis OCC di titik F. Sehingga jarak HF merupakan nilai eksitasi tambahan yang harus diberikan pada eksitasi O’H untuk membatasi total eksitasi (O’F).

vi) Dengan demikian, nilai tegangan eksitasi dapat ditentukan dengan menarik garis horisontal yang melalui titik F (pada kurva OCC).


(1)

Gambar 4.10 Diagram Lengkap Metode Ampere Lilit (induktif)

Pada saat arus penguat If = 0,32 diperoleh :

VΦ = 258 volt → dari karakteristik beban nol (OCC) Ia = 1,6 A → dari karakteristik hubung singkat (SCC)

Dari gambar 4.10 di atas dapat diperoleh nilai arus medan total (OB): OB =

OB =

OB = 1,81 A

Untuk metode ampere lilit, reaktansi bocor (XL) tidak diperhitungkan. Dimana, saat keadaan berbeban :

VΦ = 248 V = = 143,18 V (Line-Neutral) Ia = 1,6 = = 0,92 A (Line-Neutral)


(2)

Jadi, XL = = = 154,79 Ω Maka, Xm = Xs - XL = 161,10 – 154,79 = 6,31 Ω

Sehingga diperoleh : E0 =

E0 =

E0 = 164,36 Volt

Dengan Rumus :


(3)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Dari percobaan beban nol diperoleh tegangan keluaran generator yang semakin besar ketika arus medan dinaikkan secara bertahap. Sehingga diperoleh kurva karakteristik beban nol (OCC) yang hampir linier dan kemudian akan mengalami saturasi.

2. Pada percobaan hubung singkat, diperoleh arus jangkar yang semakin besar seiring dengan pertambahan arus medan. Kurva karakteristik hubung singkat yang terbentuk berupa garis linier yang tidak dimulai dari titik nol karena saat arus medan If bernilai nol, sudah terdapat arus jangkar yang sangat kecil. Hal ini disebabkan karena adanya magnet sisa (remanensi magnet).

3. Pada percobaan berbeban, tegangan keluaran VΦ, daya masukan PΦ dan daya keluar Pout mengalami peningkatan ketika arus medan If dinaikkan. Sehingga terlihat kurva karakteristik berbeban yang juga semakin meningkat sesuai kenaikkan arus medan If.

4. Regulasi tegangan yang diperoleh dengan menggunakan metode impedansi sinkron (EMF) bernilai lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode ampere lilit (MMF). Oleh karena itu, metode impedansi sinkron bisa disebut juga dengan pessimistic method dan metode ampere lilit disebut optimistic method.

5. Pada metode impedansi sinkron, nilai reaktansi bocor XL diikutsertakan dalam perhitungan. Sedangkan pada metode ampere lilit, nilai reaktansi


(4)

bocor XL diabaikan. Sehingga nilai regulasi tegangan generator sinkron dengan menggunakan metode impedansi sinkron jauh lebih besar dibandingkan nilai regulasi tegangan dengan menggunakan metode ampere lilit.

5.2 Saran

1. Dalam penelitian berikutnya, pembacaan hasil pengukuran sebaiknya dilakukan dengan lebih teliti agar diperoleh grafik yang mendekati teori.

2. Penyempurnaan penelitian ini dapat dilakukan dengan menganalisis perbandingan karakteristik pengaturan tegangan generator sinkron tanpa sikat dengan menggunakan metode yang berbeda.

3. Penelitian berikutnya disarankan untuk menganalisis metode pengaturan tegangan generator sinkron tanpa sikat dengan pembebanan induktif dan kapasitif.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Angus, Robert B. Jr., Electrical Engineering Fundamentals, Second Edition, Addison – Wesley Publishing Company, 1968.

2. Bimbhra, Dr. P. S., Electrical Machinery, Fourth Edition, Khanna Publishers, New Delhi, 1990.

3. Chapman, Stephen J, Electrical Machinery Fundamentals, Third Edition, McGraw – Hill Book Companies, New York, 1999.

4. Lister, Eugene C & Golding, Michael R., Electric Circuit and Machines, First Canadian Edition, Canada, McGraw – Hill Ryerson Limited, 1987. 5. Fitzgerald, A. E., Charles Kingsley, Jr., Electric Machinery, McGraw – Hill

Book Company, Inc, New York, 1971.

6. Langsdorf, Alexander S., Theory of Alternating Current Machine, TMH Edition, Tata McGraw – Hill Book Company, Inc, New Delhi, 1974.

7. Matsch, Leander W & Morgan, J. Derald, Electromagnetic and Electromechanical Machines, Third Edition, Harper & Row, Inc, New York, 1986.

8. Mehta, V. K & Mehta, Rohit, Principle of Electrical Machines, S. Chand & Company Ltd, New Delhi, 2002.

9. Theraja, B. L, A Text-Book of Electrical Technology, Nurja Construction & Development, New Delhi, 1989.

10. Rijono, Yon, Dasar Teknik Tenaga Listrik, Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2004.


(6)

11. Richardson, Donald V., Rotating Electric Machinery & Transformer Technology, Second Edition, Reston Publishing Company, Inc, Virginia, 1982.