Pemerolehan Semantik Bahasa Indonesia Pada Anak Usia 4 Sampai 5 Tahun Di Daerah Pesisir Sibolga.

(1)

PEMEROLEHAN SEMANTIK BAHASA INDONESIA PADA

ANAK USIA 4 SAMPAI 5 TAHUN DI DAERAH PESISIR

SIBOLGA

SKRIPSI Oleh

Sopia Rahmi Hutabarat NIM 050701034

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASATRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

PEMEROLEHAN SEMANTIK BAHASA INDONESIA PADA

ANAK USIA 4 SAMPAI 5 TAHUN DI DAERAH PESISIR

SIBOLGA

Oleh

Sopia Rahmi Hutabarat 050701034

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dan telah disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Gustianingsih, M.Hum. Drs. Pribadi Bangun

NIP. 19640828 198903 2 001 NIP. 19581019 198601 1 002

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum. NIP. 19620419 198703 2 001


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis yang diacukan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar sarjana yang saya peroleh.

Medan, September 2010 Penulis


(4)

PEMEROLEHAN SEMANTIK BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA 4 SAMPAI 5 TAHUN DI DAERAH PESISIR SIBOLGA

Oleh

Sopia Rahmi Hutabarat ABSTRAK

Penelitian Pemerolehan Semantik Bahasa Indonesia pada anak usia 4 sampai 5 tahun di daerah pesisir Sibolga merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode simak dan teknik catat dalam pengumpulan data serta metode padan dan teknik pilah unsur penentu yang dilanjutkan dengan teknik hubung membandingkan dalan analisis data. Selain itu, penelitian ini juga dibantu dengan teknik gambar. Proses pemerolehan semantik yang terjadi pada anak usia 4 sampai 5 tahun secara universal ada dua yaitu, overextension dan underextension. Dari hasil penelitian ini keuniversalan tersebut berlaku terhadap anak-anak di pesisir Sibolga. Dalam hal penentuan makna anak hanya mengambil satu atau dua fitur saja dan fitur ini dianggap sama dengan fitur yang dikuasai orang dewasa. Fitur-fitur semantik itu tersebut diambil anak-anak dari ciri-ciri benda, hewan, dan tumbuhan yang mudah diamati. Pemerolehan bahasa merupakan kajian bidang ilmu psikolinguistik.

Kata Kunci: Pemerolehan semantik, bahasa Indonesia, anak usia 4 sampai 5 tahun, pesisir Sibolga, psikolinguistik


(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dalam bentuk skripsi sebagai syarat memperoleh gelar sarjana. Skripsi ini penulis persembahkan kepada orang tua tercinta, ayah alm. Tarmizi Hutabarat dan ibu Sangkot Nadimah Nasution, serta alm. Khairul Hutabarat dan Maimunah Harahap atas dukungan moral, materi, kasih sayang dan doa yang selalu dilimpahkan kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis M.A., sebagai Dekan Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum., sebagai ketua Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah mengesahkan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Mascahaya, M.Hum., sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

4. Ibu Dr. Gustianingsih, M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, semangat, dan dukungan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Drs. Pribadi Bangun, sebagai Dosen Pembimbing II yamg telah banyak membantu

penulis dalam memeriksa, mengomentari bahkan memotivasi penulis untuk menyempurnakan penelitian ini.

6. Ibu Dra. Sugihana Sembiring M.Hum., sebagai Dosen Wali penulis yang telah banyak memberikan nasehat akademik.

7. Bapak dan Ibu staff pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.


(6)

8. Kak Dedek yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan masalah administrasi.

9. Ibu Saragih sebagai kepala TK Sinar Melati dan Ibu R. Simanjuntak sebagai guru kelas TK Sinar Melati atas bantuan dan dukungannya kepada penulis selama melakukan penelitian di TK Sinar Melati, serta anak-anak TK Sinar Melati yang menjadi subjek penelitian penulis.

10. Adik-adik penulis Azmal Tansar Hutabarat, Rasyida Hannum Hutabarat, Azrul Bahri Hutabarat, dan Ade Syahputra Hutabarat yang telah memberikan doa dan semangat. 11. Teman-teman mahasiswa di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas

Sumatera Utara stambuk 2005, khususnya Elvina, Putri Sari Murni, S.S, Purnama Sari Siregar, Risna Aritonang , Very Irawati, Eva Mizkat Nst S.S, Ikhlaiyah Rofiqi, Rusliana Pasaribu, dan Kristina Tambunan S.S.

12. Teman-teman kos di gang senina 23 Indra Fitri Hutabarat, Fitri Wulandari Hutabarat, May Sri Utami, dan Asri Wahyuni.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapakan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun dan menyempurnakan skripsi ini.

Hormat saya,


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

PRAKATA ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 6

1.3.2.1 Manfaat Teoretis... 6

1.3.2.2 Manfaat Praktis ... 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Konsep ... 7

2.1.1 Pemerolehan Bahasa ... 7

2.1.2 Semantik ... 7

2.1.3 Psikolinguistik Umum ... 8

2.2 Landasan Teori ... 8

2.2.1 Cara Anak Menentukan Makna ... 8

2.2.2 Teori Hipotesis Fitur Semantik ... 9

2.3 Tinjauan Pustaka ... 10

BAB III METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

3.1.1 Lokasi Penelitian ... 14

3.1.2 Waktu Penelitian ... 14

3.2 Subjek Penelitian ... 14

3.3 Metodologi Penelitian ... 15

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 16


(8)

BAB IV PEMBAHASAN ... 20 4.1 Deskripsi Makna Kata Bahasa Indonesia ... 20

Anak Usia 4 Sampai 5 Tahun di Pesisir Sibolga

4.1.1 Overextension ... 21 4.1.2 Underextension ... 28 4.2 Fitur Makna Kata Bahasa Indonesia ... 36

Anak Usia 4 Sampai 5 Tahun di Pesisir Sibolga

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45 5.1 Kesimpulan ... 45 5.2 Saran ... 46 DAFTAR PUSTAKA


(9)

PEMEROLEHAN SEMANTIK BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA 4 SAMPAI 5 TAHUN DI DAERAH PESISIR SIBOLGA

Oleh

Sopia Rahmi Hutabarat ABSTRAK

Penelitian Pemerolehan Semantik Bahasa Indonesia pada anak usia 4 sampai 5 tahun di daerah pesisir Sibolga merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode simak dan teknik catat dalam pengumpulan data serta metode padan dan teknik pilah unsur penentu yang dilanjutkan dengan teknik hubung membandingkan dalan analisis data. Selain itu, penelitian ini juga dibantu dengan teknik gambar. Proses pemerolehan semantik yang terjadi pada anak usia 4 sampai 5 tahun secara universal ada dua yaitu, overextension dan underextension. Dari hasil penelitian ini keuniversalan tersebut berlaku terhadap anak-anak di pesisir Sibolga. Dalam hal penentuan makna anak hanya mengambil satu atau dua fitur saja dan fitur ini dianggap sama dengan fitur yang dikuasai orang dewasa. Fitur-fitur semantik itu tersebut diambil anak-anak dari ciri-ciri benda, hewan, dan tumbuhan yang mudah diamati. Pemerolehan bahasa merupakan kajian bidang ilmu psikolinguistik.

Kata Kunci: Pemerolehan semantik, bahasa Indonesia, anak usia 4 sampai 5 tahun, pesisir Sibolga, psikolinguistik


(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antarsesama, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama (Darwowidjojo, 2003: 16). Semua anak yang normal atau mengalami pertumbuhan yang wajar akan memperoleh suatu bahasa dalam proses perkembangannya yaitu bahasa pertama atau bahasa ibu, dalam tahun-tahun pertama kehidupannya. Pemerolehan bahasa pertama terjadi apabila seorang anak yang semula tanpa bahasa kini memperoleh satu bahasa.

Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Pemerolehan bahasa adalah proses dari anak yang belajar menguasai bahasa ibunya, sedangkan pembelajaran bahasa adalah proses formal yang dilalui seseorang dalam memahami bahasa seperti belajar bahasa di kelas (Darwowidjojo, 2003: 225). Pada umumnya anak-anak di Indonesia mendapat pendidikan formal setelah berumur enam tahun dan pada saat itu pula proses pembelajaran bahasa dimulai. Rentang waktu antara umur 0 sampai 5 tahun anak-anak lebih banyak berhubungan dengan keluarga dan lingkungannya serta proses pemerolehan bahasa terjadi pada rentang waktu itu. Pada proses pembelajaran bahasa si anak telah mengenal bahasa kedua setelah mengenal bahasa pertamanya.

Pengkajian tentang pemerolehan makna kata pada anak-anak usia 4 sampai 5 tahun tentu tidak terlepas dari defenisi semantik atau makna itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan pengertian atau penjelasan tentang makna. Menutur KUBI (2006: 737) makna: arti atau maksud;


(11)

mengetahui lafal dan maknanya. Para ahli bahasa memberikan pengertian semantik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Larson (dalam Chaer, 2003: 195) mengemukakan bahwa sebuah kata merupakan gabungan dari fitur-fitur semantik. Dengan kata lain, makna dapat dijelaskan berdasarkan apa yang disebut dengan fitur-fitur atau penanda-penanda semantik.

Penelitian tentang pemerolehan makna kata pada anak-anak khususnya di usia 4 sampai 5 tahun adalah kajian yang sangat menarik bagi penulis. Hal ini disebakan oleh ketertarikan penulis terhadap ilmu psikolinguistik dan perkembangan bahasa anak-anak sejak lahir hingga dewasa. Walaupun seorang anak tidak pernah diajarkan secara formal untuk memaknai suatu kata tetapi dalam proses perkembangannya pengetahuan itu didapatkan secara empiris. Proses-proses yang terjadi dalam pemerolehan makna secara empiris tersebut merupakan hal yang ingin penulis deskripsiskan dalam penelitian ini.

Ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak sedang memperoleh bahasa pertamanya yaitu, proses kompetensi dan proses performansi. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara alami dan proses performansi adalah proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses menghasilkan kalimat-kalimat (Chaer, 2003: 167). Proses ini adalah proses alami yang telah terjadi ketika anak-anak mulai mengoceh, mengucapkan dua kata atau satu kata, hingga akhirnya dapat mengucapkan satu kalimat yang sempurna walaupun anak-anak dalam proses pemerolehan bahasanya tidak pernah diajarkan secara formal bagaimana membuat suatu kalimat yang sempurna.

Chomsky (dalam Chaer, 2003: 168) menyatakan bahwa kompetensi mencakup tiga buah komponen tata bahasa yaitu, komponen sintaksis, kompenen semantik, dan komponen fonologi. Komponen di atas lazim disebut dengan pemerolehan sintaksis, pemerolehan semantik, dan


(12)

pemerolehan fonologi. Ketiga pemerolehan ini tidak dapat secara sendiri-sendiri melainkan saling berhubungan satu sama lain. Pemerolehan semantik pada anak-anak usia 4 sampai 5 tahun merupakan kajian dalam penelitian ini. Anak-anak mempunyai cara tersendiri dalam memahami makna kata. Pada tahun pertama dalam kehidupan seorang bayi menghabiskan waktunya untuk mengamati dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi yang ada di sekitar kehidupannya. Pengamatan ini dilakukan melalui seluruh panca inderanya. Apa yang diamati dan dikumpulkan itu menjadi “pengetahuan dunianya”. Berdasarkan pengetahuan dunianya inilah si bayi memperoleh semantik bahasa dunianya dengan cara meletakkan “makna” yang tetap kepada urutan bunyi bahasa tertentu (Chaer, 2003: 194). Selain itu, manusia mempunyai semacam kapling-kapling intelektual di dalam otaknya yang dibawa sejak lahir. Salah satu dari kapling itu adalah untuk bahasa yang disebut LAD (Language Acquisition Device) atau Piranti Pemerolehan Bahasa (Darwowidjojo, 2003: 232).

Pemerolehan bahasa itu sendiri berada di bawah ilmu psikolinguistik. Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari proses-proses mental yang dilalui oleh manusia dalam mereka berbahasa (Darwowidjojo, 2003: 7). Menurut Samsunuwiyati (2005: 1) psikolinguistik adalah studi mengenai bagaimana pengamatan bahasa dan pemerolehan bahasa oleh manusia. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik adalah bidang ilmu yang mengkaji tentang proses-proses yang mempengaruhi pemerolehan bahasa manusia dari kecil sampai dewasa. Bahasa yang dimaksud adalah bahasa yang pertama kali diperoleh atau sering disebut dengan bahasa ibu.

Dariyo (2007: 38) menyatakan secara kronologis usia anak-anak yang berada pada usia 4 sampai 5 tahun tergolong ke dalam anak-anak dalam awal pemerolehan bahasa (early childhood). Masa ini ditandai dengan kemandirian, kemampuan kontrol diri walaupun masih


(13)

terikat dan memfokuskan diri pada hubungan dengan orang tua dan keluarga. Masa anak-anak awal, masih ditandai dengan kegiatan bermain, baik bermain sendiri maupun bermain dengan kelompok teman sebaya lainnya. Bahkan tidak dipungkiri, kegiatan bermain tetap dibawa sampai remaja maupun dewasa. Hal yang penting permainan pada masa anak-anak awal ialah selain berguna bagi perkembangan kepribadian, bermain juga berguna untuk pengembangan psikomotorik halus dan kasar.

Anak-anak yang tinggal di daerah Pesisir Sibolga memperoleh bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Bahasa Indonesia digunakan dalam percakapan antara anak dan orang tua dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tinggal di daerah pesisir yang mempunyai bahasa daerah sendiri, sebagian besar atau pada umumnya orang tua telah lebih dahulu mengenalkan bahasa Indonesia kepada anak-anaknya.

1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok masalah yang akan dibicarakan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimankah deskripsi makna kata bahasa Indonesia anak usia 4 sampai 5 tahun di daerah Pesisir Sibolga?

2. Bagaimanakah fitur semantik atau fitur makna kata bahasa Indonesia anak usia 4 sampai 5 tahun di daerah Pesisir Sibolga?


(14)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan makna kata bahasa Indonesia anak usia 4 sampai 5 tahun. 2. Mendeskripsikan fitur semantik atau fitur makna kata bahasa Indonesia anak usia

4 sampai 5 tahun. 1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat Teoretis

Penelitian ini memiliki manfaat baik untuk diri peneliti sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan masukan tentang pemerolehan makna kata anak yang berusia 4 sampai 5 tahun.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang bagaimana pemerolehan makna kata pada anak usia 4 sampai 5 tahun.

3. Memberikan sumbangan untuk perkembangan teori-teori psikolinguistik.

4. Membantu penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pemerolehan makna kata pada anak usia 4 sampai 5 tahun.


(15)

1.3.3.2 Manfaat Praktis

Selain manfaat teoretis, penelitian ini juga memiliki manfaat praktis yaitu:

1. Sebagai bahan masukan yang bersifat teoretis bagi masyarakat Pesisir Sibolga pada umumnya untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Memperkaya khasanah penemuan tentang perkembangan pemerolehan semantik bahasa Indonesia di daerah Pesisir Sibolga.


(16)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

Menurut KBBI (2003: 588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Oleh karena itu, konsep penelitian ini adalah:

2.1.1 Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa mempunyai satu permulaan yang tiba-tiba, mendadak. Kemerdekaan bahasa mulai sekitar usia satu tahun di saat anak-anak mulai menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi linguistik untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka (Tarigan, 1988: 4 ). Darwowidjojo (2003: 225) menyatakan pemerolehan (acquisition), yakni, proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya. Dapat dikatakan pula bahwa pemerolehan bahasa adalah awal mula ketika seseorang mendapatkan pengetahuan tentang bahasa dan menggunakannya untuk berkomunikasi.

2.1.2 Semantik

Semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna. Menurut Tarigan (1995: 3) semantik menelaah hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut. Lehrer (dalam Mansoer, 2001: 6) mengungkapkan bahwa semantik merupakan kajian yang sangat luas karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan antropologi.


(17)

2.1.3 Psikolinguistik Umum

Psikolinguistik umum adalah studi bagaimana pengamatan atau persepsi orang dewasa tentang bahasa dan bagaimana ia memproduksi bahasa. Selain itu, juga mempelajari mengenai proses kognitif yang mendasarinya pada waktu seseorang menggunakan bahasa (Mar’at, 2005: 1). Menurut Darwowidjojo (2003: 7) psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari proses-proses mental yang dilalui oleh manusia dalan mereka berbahasa. Sejalan dengan Soenjono di atas, Noor Aida Dani (2007: 3) menyatakan bahwa perkara yang dipelajari dalam psikolinguistik ialah proses yang mendasari kebolehan manusia bertutur dan memahami bahasa. Dan menurut KBBI (2005: 901) psikolinguistik adalah ilmu tentang hubungan antara bahasa dan prilaku dan akal budi; ilmu interdisipliner lingustik dan psikologi. Jadi, psikolinguistik adalah ilmu interdisipliner yang mempelajari proses-proses berbahasa pada manusia.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Cara Anak Menentukan Makna (Darwowidjojo, 2003: 260-262)

Dalam hal penentuan suatu makna, anak mengikuti prinsip-prinsip universal, salah satu di antaranya adalah yang dinamakan overextension yang telah diterjemahkan sebagai pengelembungan makna. Diperkenalkan dengan satu konsep baru, anak cenderung untuk mengambil salah satu fitur dari konsep itu lalu menerapkannya pada konsep lain yang memiliki konsep tersebut. Contohnya adalah konsep bulan, pada waktu anak diperkenalkan pada kata bulan, dia mengambil fitur bentuk fisiknya, yakni, bulan itu bundar. Fitur itu kemudian diterapkan pada segala macam benda yang bundar. Di samping bentuk ukuran juga bisa menjadi fitur yang diambil anak.


(18)

Anak juga memakai underextension yang telah diterjemahkan menjadi penciutan makna, seperti terlihat dari istilahnya, penciutan makna membatasi makna hanya pada referen yang telah dirujuk sebelumnya. Kalau konsep mengenai konsep bebek diperkenalkan pada waktu anak melihat bebek di kolam, maka gambar bebek yang ada di buku beberapa hari kemudian bukanlah bebek. Bebek yang dipahami anak adalah bebek yang berada di kolam atau air, sedangkan yang berada di lokasi yang berbeda seperti rumput bukanlah bebek tetapi burung.

2.2.2 Teori Hipotesis Fitur Semantik (Clark, dalam Chaer: 195-197)

Anak-anak memperoleh makna kata dengan cara menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu demi satu sampai semua fitur semantik itu dikuasai, seperti yang dikuasai oleh orang dewasa. Asumsi yang menjadi dasar hipotesis fitur-fitur semantik adalah:

1. Fitur-fitur makna yang digunakan anak-anak dianggap sama dengan beberapa fitur makna yang digunakan oleh orang dewasa.

2. Karena pengalaman anak-anak mengenai dunia ini dan mengenai bahasa masih sangat terbatas bila dibandingkan dengan pengalaman orang dewasa, maka anak-anak hanya akan menggunakan dua atau tiga fitur makna saja untuk sebuah kata sebagai masukan leksikon. 3. Karena pemilihan fitur-fitur yang berkaitan didasarkan pada pengalaman anak-anak

sebelumnya, maka fitur-fitur ini pada umumnya didasarkan pada informasi atau persepsi atau pengamatan

Jadi, apabila orang dewasa mengucapkan kata-kata baru dalam konteks dan situasi yang dikenal oleh anak-anak, maka pengenalan ini akan menolong anak-anak memperoleh makna kata-kata itu berdasarkan bentuk, ukuran, bunyi, rasa, gerak, dan lain-lain dari kata-kata baru itu. Selain memperoleh makna kata-kata yang terpisah sebagai butir leksikal, anak-anak juga memperoleh


(19)

makna kata-kata yang berada dalam satu medan makna atau medan semantik, yakni kata-kata yang maknanya saling berkaitan.

2.2 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari (KBBI, 2003: 1198). Pustaka adalah kitab-kitab, buku; buku primbon (KBBI, 2003: 912). Tinjauan pustaka adalah hal-hal atau pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai referensi yang mendukung penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa buku sebagai referensi, anatara lain buku yang berjudul Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia karya Soenjono Darwowidjojo. Beliau menyatakan bahwa dalam hal pemerolehan kata, anak tidak akan memperoleh kata yang hierarkinya terlalu tinggi atau terlalu rendah. Anak akan mengambil apa yang disebut basic level category, yakni, suatu kategori dasar yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Selain itu, peneliti juga menggunakan buku karangan Abdul Chaer yang berjudul Psikolinguistik Kajian Teoritik. Dalam bukunya tersebut dinyatakan bahwa kanak-kanak memperoleh makna suatu kata dengan cara menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu demi satu sampai semua fitur semantik itu dikuasai, seperti yang dikuasai orang dewasa.

Penelitian pemerolehan bahasa sudah banyak dilakukan, beberapa contoh penelitian tersebut akan saya uraikan satu per satu. Penelitian yang pertama adalah skripsi yang dikerjakan oleh Ahmad Fauzie berjudul Pemerolehan Bahasa Anak-Anak Usia 0 Sampai 5 Tahun: Analisis Psikolnguistik. Dalam skripsi ini dinyatakan bahwa pemerolehan bahasa menggambarkan suatu interaksi antara perkembangan kognitif dan perkembangan linguistik.


(20)

Penelitan yang kedua adalah yang kedua adalah skripsi yang dikerjakan oleh, Berlian R.Turnip tahun 2002 berjudul Tinjauan Psikolinguistik dalam Keterampilan Berbahasa. Dalam skripsi ini dinyatakan bahwa periode pra-operasional berusia 2 sampai 7 tahun, dalam periode ini dibagi lagi atas sub periode yaitu, berpikir pra-konseptual dan berpikir intuitif. Pada saat berpikir pra-konseptual sang anak belum sanggup mengenal satu klas kata atau penjenisan, ia menganggap semua benda dalam satu klas atau kelompok yang sama, namun dengan bantuan bahasa lambat laun hal ini akan semakin terurai bagi sang anak dan semakin mengertilah ia akan suatu benda. Berpikir intuitif, bagi anak dalam periode ini sudah dapat mengembangkan pengertian tentang suatu konsep, di mana dengan intelegensinya serta didukung oleh seperangkat alat komunikasi ia akan semakin mampu mengeri tentang suatu konsep.

Selanjutnya Yus Susanti, dalam skripsinya, tahun 2005 berjudul Pemerolehan Bahasa Jawa Anak Usia 1 Sampai 5 Tahun Kecamatan Gunung Malela Simalungun mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah perkembangan dan pertumbuhan bahasa anak-anak yang diperoleh dari ucapan-ucapan orang tua secara mendadak ataupun tiba-tiba keluar begitu saja dari mulut anak tersebut.

Hutry Marpaung, juga dalam skripsinya, tahun 2006 berjudul Pemerolehan Bahasa Batak Toba Anak Usia 4 Sampai 5 Tahun menyatakan bahwa dalam proses pemerolehan bahasa pertamanya, seorang anak akan belajar semua konsep atau nosi seperti waktu, ruang, modal, dan sebab-akibat. Selain itu, Gustianingsih (2002) dalam tesisinya yang berjudul Pemerolehan Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia Usia Taman Kanak-Kanak mengatakan bahwa kemampuan anak akan kalimat majemuk merupakan parameter untuk mengukur keberhasilan dan sekaligus pengajaran di sekolah dasar.


(21)

Pemerolehan semantik yang terjadi pada anak-anak pada umumya akan mengalami tahap-tahap tertentu. Semakin tinggi usia anak maka pemahamannya akan sebuah konsep akan semakin spesifik. Hal ini disebabkan oleh informasi yang diterima si anak dari lingkunganya semakin banyak dan beragam dan tentu saja hal ini berpengaruh terhadap perkembangan bahasanya. Pemerolehan semantik merupakan pemahaman leksikal sebuah benda, binatang, hewan ataupun orang. Pemahaman anak terhadap sebuah konsep pada awalnya didapat dari persepsi atau pengamatan dari lingkungan sekitarnya.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi

Lokasi adalah tempat atau letak (KBBI, 2003:680). Yang menjadi lokasi penelitian penulis adalah Taman Kanak-Kanak Sinar Melati yang terletak di jalan Sibolga-Barus Desa Mela I, Kecamatan Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sibolga.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama tiga minggu dari tanggal 19 Juli sampai 07 Agustus 2010. 3.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah anak-anak yang tinggal di daerah pesisir Sibolga dan memiliki bahasa ibu yaitu bahasa Pesisir Sibolga dan bahasa Indonesia yang didapat secara bersamaan baik dari keluarga maupun dari lingkungan sekitar. Subjek penelitian ini berjumlah 14 orang yaitu An-1, An-2, An-3,...dst, yang terdiri dari laki-laki 4 orang dan perempuan 10 orang berusia antara 4 sampai 5 tahun. Bahasa yang digunakan subjek penelitian di rumah maupun di taman kanak-kanak adalah bahasa Indonesia.


(23)

3.3 Metodologi Penelitian

Pendekatan yang digunakan peneliti dalam penelitian inilah adalah pendekatan yang bersifat kualitatif. Oleh karena itu peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2005: 6)

“Penelitian kualitatif adalah yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.”

Dalam penelitian ini peneliti berusaha mengamati fenomena pemerolehan makna kata pada anak-anak usia 4 sampai 5 tahun. Fenomena ini dapat dilihat dari persepsi anak-anak tersebut terhadap sebuah konsep benda, kemudian persepsi ini akan dijabarkan secara deskriptif.

Banyak penelitian kualitatif yang merupakan penelitian sampel kecil atau dengan kata lain penelitian kualitatif ternyata dapat didukung dengan studi kasus. Studi kasus merupakan penyelidikan mendalam (indepth study) mengenai suatu unit sosial sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisasikan dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial tersebut (Azwar, 2004: 8). Unit sosial dalam penelitian ini adalah anak-anak yang berusia 4 sampai 5 tahun, tetapi tidak semua anak-anak yang berusia 4 sampai 5 tahun digunakan sebagai subjek penelitian. Peneliti mengambil sebanyak 14 orang yang dianggap mampu mewakili unit sosial tersebut sebagai subjek penelitian.


(24)

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipergunakan penulis pada penelitian ini adalah metode simak. Menurut Sudaryanto (1993:133), disebut metode simak atau penyimakan karena memang berupa penyimakan, dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Dalam penelitian ini tentunya menyimak atau mengamati pemerian bahasa oleh sang anak secara lisan. Metode simak ini dibantu oleh teknik dasar yaitu teknik sadap. Kegiatan menyadap itu dilakukan pertama-tama dengan berpartisipasi dalam pembicaraan (Sudaryanto, 1993: 133). Jadi peneliti harus terlibat langsung dalam dialog dengan subjek penelitian. Oleh karena itu, teknik lanjutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak libat cakap atau teknik SLC. Kemudian peneliti menggunakan teknik catat untuk mencatat semua ujaran atau dialog antara peneliti dengan subjek penelitian. Hasil dari pencatatan inilah yang akan digunakan sebagai data penelitian.

Penelitian ini juga dibantu oleh teknik observasi yaitu pengamatan langsung terhadap objek yang dilakukan untuk mengamati pemahaman anak tentang konsep sebuah benda. Selain itu, digunakan juga teknik tebak gambar untuk meluaskan perhatian anak tentang berbagai macam benda dan bentuk-bentuknya

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan. Menurut Sudaryanto (1993: 13) metode padan, alat penentunya, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Penelitian ini alat penentunya adalah subjek penelitian sebagai mtra wicara yang jelas-jelas bukanlah bagian dari dari bahasa. Teknik dasar yang digunakan adalah Teknik Pilah Unsur Penentu atau teknik PUP dengan daya pilah sebagai pembeda refren.


(25)

(1) Peneliti : Ini Gambar apa?

(sambil menunjukkan gambar burung merak) Subjek penelitian : Burung.

Peneliti : Burung apa? Subjek penelitian : Burung

(setelah ditanya beberapa kali jawabannya tetap sama)

Dari percakapan di atas dapat disimpulkan bahwa proses semantik yang terjadi adalah overextension (penggelembungan makna). Dikatakan seperti itu karena si anak ternyata tidak mampu mengungkapkan nama burung itu secara tepat, dia hanya bisa menyebutkan ‘burung’ saja. Hal ini disebabkan karena si anak belum menguasai konsep yang terlalu rendah dari ‘burung merak’. Bagi si anak semua hewan yang mempunyai bulu dan sayap adalah burung

(2) Peneliti : Dek itu ada Tibel di tv...! (sambil menunjuk ke televisi) Subjek penelitian : Nggak itu meong, Kak...!

Peneliti : Iya, Tibel tu kan meong juga, Dek.

Subjek penelitian : Nggak! Tu Tibel, bobok.

(sambil menunjuk ke kucing yang sedang tidur).

Proses pemerolehan semantik yang terjadi pada percakapan di atas adalah underextension. Subjek penelitian mempunyai seekor kucing dan diberi nama Tibel, namun ketika peneliti mengatakan ada Tibel di tv subjek penelitian malah membantah dan mengatakan kalau yang di tv itu adalah meong bukan Tibel. Jadi bagi subjek penelitian Tibel itu hanyalah kucing yang ada di rumahnya selain dari itu bukan Tibel tetapi meong.


(26)

Teknik lanjutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik hubung banding membedakan atau teknik HBB (Sudaryanto, 1993: 27). Teknik ini digunakan untuk mengetahui fitur-fitur semantik pada ujaran anak dan membandingkannya dengan fitur-fitur semantik orang dewasa untuk mendapatkan perbedaan antara keduanya.

(3) Peneliti : Burung itu punya apa aja, Dek? Subjek peneliti : Punya sayap, ada bulunya. Peneliti : Terus apa lagi?

Subjek penelitian : Bisa terbang. Peneliti : Bagus!

Dari percakapan di atas peneliti mendapatkan data fitur semantik anak sebagai berikut: Burung: + sayap

+ bulu + terbang

Dan dibandingkan dengan fitur semantik orang dewasa sebagai berikut: Burung: + sayap

+ bulu + terbang + paruh - merayap

Kemudian dari data di atas dapat dijelaskan bahwa fitur-fitur semantik yang dikuasi anak hanya sebagian dari fitur-fitur semantik yang dikuasai orang dewasa dan fitur-fitur semantik tersebut dianggap sama dengan beberapa fitur-fitur semantik yang dikuasai oleh orang dewasa. Pemilihan fitur-fitur semantik itu didasarkan pada pengalaman anak dan informasi dari


(27)

orang-orang terdekatnya, yang mengatakan bahwa burung itu punya sayap, berbulu dan juga bisa terbang.


(28)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Makna Kata Bahasa Indonesia Anak Usia 4 Sampai 5 Tahun Di Pesisir Sibolga

Sesuai dengan perkembangannya semua anak normal mengalami suatu proses pemerolehan bahasa. Proses pemerolehan bahasa tersebut tergantung pada kematangan otak dan input atau informasi dari orang terdekat dan lingkungan sekitarnya. Pemerolehan bahasa mencakup tiga komponen, salah satunya adalah komponen semantik yang lazim disebut dengan pemerolehan semantik. Dalam proses pemerolehan semantik pada umumnya anak-anak mengikuti prinsip-prinsip unniversal yaitu overextension atau penggelembungan makna dan underextension atau penciutan makna. Prinsip-prinsip tersebut juga berlaku pada proses pemerolehan semantik pada anak-anak di pesisir Sibolga.

Anak-anak mengalami overextension terhadap dua konsep berbeda yang memiliki beberapa fitur yang sama, misalnya sapi dan gajah yang sama-sama memiliki fitur bertubuh besar dianggap sebagai hewan yang sama oleh anak-anak. Sedangkan underextension merupakan kebalikan dari overextension, dalam hal underextension anak-anak menyebut nama yang berbeda terhadap satu konsep, misalnya bebek yang berenang di kolam adalah bebek dan bebek yang tidak berenang di kolam bukan bebek tetapi burung.


(29)

4.1.1 Overextension (Penggelembungan Makna)

Overextension atau penggelembungan makna adalah salah satu prinsip-prinsip universal yang digunakan oleh anak dalam hal penentuan makna suatu kata. Diperkenalkan dengan suatu konsep baru, si anak cenderung mengambil satu fitur dari konsep tersebut, lalu menerapkan pada konsep lain yang memilki fitur tersebut (Darwowidjojo, 2003: 260).

(4) Peneliti: Gambar apa ini Justin?

(sambil menunjukkan gambar kerbau yang memilki tanduk) Justin : Ini kan banteng Bu!

Dari percakapan di atas sangat mungkin sekali Justin (An 6) sebelumnya telah mengenal konsep tentang banteng yang mempunyai tanduk, sehingga ketika dia melihat konsep lain yang juga memiliki tanduk maka dia menyebutnya dengan banteng juga. Proses yang terjadi adalah proses overextension atau penggelembungan makna yang terjadi antara konsep banteng dan kerbau yang mempunyai tanduk karena memiliki salah satu fitur yang sama.

Si anak memang sangat cenderung melihat bentuk fisik hewan ataupun tumbuhan untuk memahami sebuah konsep. Bentuk fisik itu lah yang dijadikannya bahan perbandingan untuk mengenali konsep lain.


(30)

(5) Peneliti: (menunjuk kepada gambar cicak)

Tinjak : Anak cicak Bu!

(6) Tinjak : Baru ini lah cicak, mamaknya. ( menunjuk pada gambar komodo)

Peneliti: Iya ya!

(7) Peneliti: Kalau yang ini apa? (menunjuk pada gambar buaya)

Tinjak : O… ini gambar buaya Bu!

Percakapan di atas juga menunjukkan proses overextension terhadap konsep cicak dan komodo. Tinjak (An 8) menyebut keduanya sebagai cicak, dia cuma mebedakannya sebagai induk cicak dan anak cicak, hal ini mungkin dikarenakan bentuk komodo lebih besar dari cicak. Tetapi untuk konsep buaya dia bisa membedakannya dengan komodo dan cicak, secara tepat dia bisa menyebutkan bahwa gambar tersebut adalah gambar buaya.


(31)

Hampir sama dengan contoh di atas, Lena (An 4) menyebutkan rusa sebagai anak kuda (ketika ditunjukkan gambar kuda), sapi sebagai mamak kuda (ketika ditunjukkan gambar sapi), dan menyebut kuda sebagai kuda (ketika ditunjukkan gambar kuda). Proses overextension terjadi pada konsep kuda, rusa, dan sapi. Ketiga hewan yang berkaki empat itu disebut (An 4) dengan kuda, ukuran badan yang berbeda hanya dijadikan (An 4) sebagai perbandingan antara anak dan induk.

Berbeda dengan konsep hewan di atas, untuk konsep bunga anak-anak belum dapat menyebutkan secara tepat nama bunga yang ada di dalam gambar. Hal tersebut dapat dilihat dari percakapan berikut:

(8) Peneliti: Sekarang ganti gambar.

(menunjukkan gambar bunga kepada subjek penelitian)

Yogi : Gambal bunga, bunga kuning, bunga melah, bunga putih.

(sambil menunjuk gambar bunga matahari, bunga mawar, bunga melati secara berurutan)

Nanda : Iya kan! Ini bunga warna kuning, ini warna merah, ini warna putih. (melakukan hal yang sama dengan Yogi)

Nanda (An 7) dan Yogi (An 10), belum dapat menyebutkan nama-nama bunga tersebut secara tepat. Anak-anak tersebut hanya dapat membedakannya dari apa yang mereka lihat, yaitu


(32)

Bentuk suatu benda, hewan, maupun tumbuhan merupakan hal yang pertama kali dengan mudah dilihat atau diamati. Bagi anak-anak hal itu merupakan suatu pengenalan awal terhadap suatu benda , hewan, maupun tumbuhan. Ketika dia dikenalkan pada sebuah konsep yang baru baik berupa benda, hewan, ataupun tumbuhan maka hal yang pertama kali diamati dan disimpan sebagai fitur adalah bentuk dari konsep tersebut. Oleh karena itu, ketika si anak melihat konsep lain yang memilki bentuk yang sama si anak akan menyebutkan nama yang sama terhadap dua konsep tersebut.

(9) Situasi : Guru menggambar segitiga di papan tulis Elis : Ih… gambal topi ulang tahun!

Justin : Mana, itu gambar topi pak tani!

Proses pemerolehan semantik yang terjadi pada percakapan di atas adalah proses overextension. Elis (An 12) menyebut gambar segitiga sebagai topi ulang tahun dan Justin (An 6) menyebut gambar segitiga sebagai topi pak tani. Terdapat perbedaan penyebutan nama antara kedua anak tersebut. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan informasi awal yang diterima kedua anak tersebut. Elis (An 12) lebih dahulu mengenal konsep topi ulang tahun yang berbuntuk kerucut (3 dimensi) atau segitiga (2 dimensi), sehinga dia menerapkannya pada gambar segitiga yang mempunyai bentuk yang sama. Begitu juga Justin lebih dahulu mengenal topi pak tani, jika dilihat dari samping mirip segitiga, sehingga menerapkannya pada gambar segitiga.


(33)

Selain bentuk, fungsi atau kegunaan suatu benda juga menjadi salah satu fitur yang dapat digunakan anak dalam memahami sesuatu dan hal ini juga menimbulkan proses overextension. Contoh: Wiwin (An 9) menyebut kursi dan bangku sebagai bangku, sedangkan Angel (An 2) menyebut sofa, kursi, dan bangku sebagai tempat duduk. Dari dua contoh di atas dapat disimpulkan bahwa proses pemerolehan semantik yang terjadi adalah proses overextension. Jadi setiap benda yang berfungsi sebagai tempat duduk dinamakan bangku oleh (An 9) dan dinamakan tempat duduk oleh (An 2).

(10) Peneliti: Coba dulu Juli. Gambar apa ini?

Juli : Gambar baju Bu! Peneliti: Baju apa?

Juli : Baju la, ini dipakai mamak (gambar baju kebaya), ini dipakai anak-anak (gambar baju kaos), ini dipakai anak perempuan (gambar gaun), ini la baru dipakai bapak-bapak (gambar baju kemeja).

Percakapan di atas juga menunjukkan proses overextension atau penggelembungan makna. (An 5) tidak menyebutkan secara tepat jenis-jenis baju seperti yang peneliti maksudkan, namun dia mengetahui siapa pemakai baju-baju itu dan menyebutkannya dengan tepat. Hal ini menunjukkan informasi yang diterima oleh (An 5) tentang konsep baju belum lengkap hanya


(34)

terbatas pada pengamatan semata. Seharusnya Juli paham arti dari gambar itu sebagai baju kebaya, baju kaos, baju gaun, dan baju kemeja

(11) Peneliti: (menunjukkan gambar)

Elis : Ini gambal pelempuan Bu. Oh, yang ini gambal bu gulu. (menunjuk gambar yang di tengah). Iya kan Bu!

Peneliti: Iya.

Dari percakapan di atas terlihat proses overextension terhadap gambar perempuan dewasa. Elis (An 12) menyebut dua gambar dari ketiga gambar tersebut adalah gambar perempuan, tetapi untuk gambar yang satu lagi Elis menyebutnya dengan tepat yaitu gambar ibu guru. Hal ini disebabkan karena Elis lebih mengenal gambar ibu guru daripada gambar ibu polwan dan ibu dokter. Konsep ibu guru lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari si anak, sehingga tentu saja si lebih kenal dengan konsep ibu guru.


(35)

4.1.2 Underextension (Penciutan Makna)

Underextension atau penciutan makna merupakan salah satu prinsip-prinsip universal yang diikuti oleh anak-anak dalam hal penentuan makna. Berbeda dengan overextension atau penggelembungan makna yang menetapkan nama sebuah benda sama dengan benda memiliki satu atau dua fitur yang sama. Dalam underextension yang terjadi adalah sebaliknya, anak-anak menetapkan dua nama yang berbeda terhadap konsep yang sama. Contoh: pada kasus Echa, boneka beruang yang sering dipakai sebagai teman bermain adalah Teddy Bear. Akan tetapi, gambar beruang yang di buku atau di televisi yang menakutkan bukanlah Teddy Bear, tetapi beruang (Darwowidjojo, 2003: 262). Hal yang sama juga peneliti temukan pada contoh di bawah ini.

(12) Peneliti : Ini gambar apa Gracia? Gracia : Gambar anjing Bu. Peneliti : Punya anjing di rumah? Garcia : Punya bu.

Peneliti : Siapa nama anjing kalian itu? Gracia : Si Jimbo.

Peneliti : Ini si Jimbo? (menunjuk kembali gambar anjing yang tadi) Gracia : Bukan. Si Jimbo di rumah kami Bu!


(36)

Gracia : Ini anjing.

Proses pemerolehan semantik yang terjadi pada percakapan di atas adalah underextension.( An 13) mempunyai seeokor anjing yang diberi nama Jimbo, namun ketika peneliti menunjukkan gambar anjing (An 13) tidak menyebutnya sebagai Jimbo, tetapi menyebut gambar itu anjing. Jadi bagi (An 13) Jimbo hanyalah anjing peliharaannya selain dari itu bukan Jimbo melainkan anjing.

(13) Situasi : Jam istirahat anak-anak bermain di lapangan.

Dika : Itu punya Ibu? (menunjuk handphone yang dipegang peneliti). Peneliti : Iya.

Dika : Bapakku punya empon nokia.

Peneliti : Oh iya, sama kayak punya Ibu ini kan!

Dika : Nggak Bu! Punya bapakku bisa foto-foto, ada nyanyi- nyanyinya. Punya Ibu bisa?

Peneliti : Nggak, Nak. Punya Ibu cuma bisa telepon saja.

Dika : Tu lah, punya Ibu bukan empon nokia. Tapi telepon untuk bicara. Dari data percakapan di atas dapat disimpulkan bahwa proses pemerolehan semantik yang terjadi adalah proses underextension. Dika menetapakan dua nama tehadap konsep yang sama yaitu telepon genggam bermerk nokia. Dika menyebut telepon genggam bermerk nokia yang mempunyai kamera dan mp-3 dengan empon nokia dan menyebut telepon genggam bermerk sama tetapi tidak punya kedua fitur tersebut dengan telepon saja. Sebenarnya pengertian telepon genggam adalah telepon yang dapat digenggam dan dapat dibawa kemana terlepas dari telepon genggam tersebut punya kamera dan mp-3 atau tidak, tetapi karena pada awalnya Dika


(37)

lebih dulu mengenal telepon genggam nokia yang mempunyai kamera dan mp-3 maka Dika beranggapan bahwa telepon genggam yang tidak memilki fitur-fitur tersebut bukan telepon genggam Nokia.

(14) Peneliti : Chyntia gambar apa ini, Nak?

Chyntia : Kalau gambar ini gambar bunga mawar (menunjuk gambar bunga mawar merah). Kalau gambar satu lagi gambar bunga. (menunjuk gambar bunga mawar putih).

Peneliti: Gambar bunga apa yang berwaran putih ini? Chyntia: Gambar bunga...bunga melati kan Bu!?

Peneliti: Bukan ini gambar bunga mawar juga tapi berwarna putih. Chyntia: O...

Percakapan di atas menunjukkan proses underextension , Chyntia juga menetapkan dua nama terhadap dua konsepa yang sama. Chyntia hanya mengenal bunga mawar berwarna merah jadi bunga mawar yang tidak berwarna merah bukan bunga mawar, tetapi bunga melati


(38)

(15) Peneliti : Ridwan gambar apa yang ini? (menunjuk gambar bebek di atas rumput).

Ridwan : Dambal bulung bu.

Peneliti : Kalau yang satu lagi? (menunjuk gambar bebek yang sedang berenang).

Ridwan : Dambal bebek.

Peneliti : Mengapa kamu sebut dia bebek?

Ridwan : Bebek pande belenang, Bu. Bulung tidak pande belenang, kalo di air mati bulungna.

Dari percakapan di atas dapat disimpulkan bahwa proses yang terjadi adalah proses underextension. Proses underextension terjadi pada konsep bebek yang berada di tempat berbeda. Bebek yang pertama adalah gambar bebek yang berada di atas rumput dan dinamakan sebagai burung oleh Ridwan, sedangkan bebek yang kedua adalah gambar bebek yang sedang berenang dan dinamakan bebek oleh Ridwan. Jadi menurut Ridwan yang di air dan dapat berenang itulah bebek jika di darat dia tidak dapat berenang itu burung.


(39)

(16) Peneliti : Elis coba lihat gambar ini. Buah apa yang ada di gambar itu?

Elis : Yang walna hijau buah kuini Bu, yang walna kuning buah mangga.

Peneliti : Mengapa begitu?

Elis : Ya kalena buah kuini tu walnanya hijau Bu, buah mangga walnanya kuning.

Dari data percakapan di atas dapat disimpulkan bahwa proses pemerolehan semantik yang terjadi adalah proses underextension. Elis menetapakan dua nama terhadap dua konsep yang sama yaitu buah mangga, hanya saja kedua konsep tersebut memiliki warna yang berbeda. Elis beranggapan buah yang berwarna kuning adalah buah mangga dan buah berwarna hijau adalah buah kuini. Padahal kedua gambar tersebut adalah gambar buah mangga. Gambar pertama adalah gambar buah mangga yang masih di pohon dan berwarna hijau dan gambar kedua adalah gambar buah mangga yang matang dan berwarna kuning. Ternyata konsep warna juga dapat membedakan arti untuk suatu jenis benda yang dipahami anak. Padahal gambar di atas adalah gambar buah mangga dengan warna yang berbeda.


(40)

(17) Yogi : Ih gambal powel lanjel sama anak buahnya.

Peneliti : Yang mana power ranjers dan yang mana anak buahnya?

Yogi : Yang melah si powel lanjel Bu, yang bilu, yang hitam, yang melah jambu, yang kuning anak buahnya.

Peneliti : Mengapa begitu?

Yogi : Iya la Bu, dia lebih hebat dari anak buahnya, paling kuat lagi. Data percakapan di atas juga menunjukkan adanya proses underextension terhadap power ranjers. Yogi beranggapan bahwa power ranjers hanya robot yang berwarna merah, sedangkan robot yang berwarna kuning, biru, hitam, dan merah muda adalah anak buah robot yang berwarna merah. Padahal semua robot yang ada pada gambar tersebut adalah gambar power ranjers.


(41)

(18) Peneliti : Wiwin coba lihat dulu gambar apa yang ibu tunjukkan ini!

Wiwin : Gambar anjing itu Bu sama gambar anak kucing warna putih. Cantik kali anak kucingnya kan, Bu.

Peneliti : Bukan itu dua-duanya gambar anjing Wiwin.

Wiwin : Bukan, Bu! Lihat lah anak kucing itu kecil, berbulu lagi. Peneliti : Memangnya anjing ga punya bulu.

Wiwin : Gak, Bu.

Peneliti : Kalian punya anjing di rumah?

Wiwin : Gak, Bu. Kucingnya ada di rumah kami.

Proses pemerolehan semantik yang terjadi pada percakapan di atas adalah proses underextension. Wiwin (An 9) menyebutkan dua nama berbeda terhadap dua hewan yang sama. Gambar anjing yang pertama disebut anjing dan gambar anjing yang ke dua disebut kucing karena pada gambar ke dua ukuran anjing lebih kecil daripada gambar yang pertama dan memiliki bulu seperti kucing. Hal tersebut membuat Wiwin menganggap bahwa gambar yang ke dua bukan gambar anjing melainkan gambar kucing.


(42)

(19) Juli : Gambar tomat ini kan Bu! Yang warna merah ini tomat. Mamakku sering beli tomat. Aku pun suka makan tomat.

Peneliti : Kalau yang warna hijau buah apa?

Juli : Buah apel. Pernah dibawa tanteku dari Medan, gak enak Bu! Asam.

Percakapan di atas menunjukkan proses underextension yang dialami oleh Juli. Underextension terjadi terhadap buah tomat yang memiliki warna yang berbeda. Gambar pertama adalah gambar buah tomat yang berwarna merah dan gambar yang ke dua adalah gambar buah tomat yang berwarna hijau. Juli menyebut gambar pertama sebagai buah tomat yang sering dibeli ibunya dan gambar ke dua sebagai buah apel seperti yang pernah dibawa tantenya.

4.2 Fitur-Fitur Makna Dalam Bahasa Indonesia Anak Usia 4 Sampai 5 Tahun di Pesisir Sibolga

Fitur-fitur semantik atau penanda-penanda semantik adalah unsur-unsur semantik yang paling kecil. Arti sesuatu kata dapat dipecahkan atau dianalisis ke dalam fitur-fitur semantik. Fitur semantik ditandai dengan kurung siku [] dan + atau – untuk menyatakan kata tersebut memiliki fitur tersebut atau tidak.


(43)

Fitur-fitur semantik yang dikuasai anak usia 4 sampai 5 tahun hanya sebagian dari yang dikuasai oleh orang dewasa. Anak-anak pada umumya memilih fitur-fitur yang dapat diamati secara langsung, misalnya fitur bentuk, rasa, warna , fungsi, dan kebiasaan, sehingga kalau anak-anak ditanya tentang sebuah konsep maka hal-hal yang mengenai bentuk-bentuk fisik tersebut yang pertama diucapakan oleh anak-anak tersebut.

Anak-anak memperoleh makna kata dengan cara menguasai fitur-fitur makna kata itu satu demi satu sampai semua fitur makna itu dikuasai, seperti yang dikuasai oleh orang dewasa. Data di bawah ini akan menunjukkan beberapa fitur-fitur makna yang dikuasai anak-anak tentang sebuah konsep.

(20) Peneliti: Gambar apa kah ini?

(menunjukkan gambar gajah) Ridwan: Dambal gajah Bu. Peneliti: Bagaimana gajahnya?

Ridwan: Gajah itu telinganya besal, kakinya empat. Ini ada pengisap ailnya. (sambil menunjuk belalai gajah)

Peneliti: Apa nama penghisap airnya itu? Ridwan: Ya pengisap ail la Bu!

Dari percakapan di atas peneliti mendapatkan data fitur makna yang dikuasai anak sebagai berikut:


(44)

Gajah: + telinga besar + berkaki empat + pengisap air

Dan dibandingkan dengan fitur makna yang dikuasai oleh orang dewasa sebagai berikut: Gajah: + telinga besar

+ hewan mamalia + berbadan besar - karnivora

+ belalai dan gading

Perbandingan kedua data fitur makna antara fitur makna yang dikuasai Ridwan (An 11) dengan yang dikuasai orang dewasa menunjukkan bahwa (An 11) hanya menguasai sebagian dari fitur-fitur makna yang dikuasi orang dewasa. Informasi yang diterima (An 11) tentang konsep gajah hanya terbatas pada hasil pengamatannya secara fisik.

(21) Situasi : Guru menunjukkan gambar burung di papan tulis.

Guru : Perhatikan ke papan tulis!

Ayo semua gambar apa yang ada di papan tulis? Murid : Gambar burung Bu! (secara serempak)


(45)

Guru : Apa lagi Justin? Justin : Ada bulunya. Guru : Berapa kakinya? Justin : Dua Bu!

Guru : Apa lagi Enjel? Enjel : Ada sayapnya Bu! Guru : Untuk apa sayapnya itu? Enjel : Untuk terbang.

Guru : Bagus! Pintar-pintar kalian semua.

Dari percakapan di atas fitur makna yang dikuasai justin (An 6) dan enjel (An 14) adalah: An 6 Burung: + bulu

+ kaki dua An 14 Burung: + sayap

+ terbang

Dibandingkan dengan fitur yang dikuasai orang dewasa sebagai berikut: Burung: + hewan

+ bulu + sayap + terbang + bertelur

+ berdarah panas + paruh


(46)

Dari perbandingan di atas terlihat bahwa (An 6) dan (An 14) hanya mampu menyebutkan dua fitur makna saja. Pengamatan (An 6) dan (An 14) terhadap burung hanya terbatas pada dua fitur yang mereka ucapkan, sementara orang dewasa memiliki 7 fitur semantik untuk burung.

(22) Peneliti: Apakah kamu tahu gambar apa ini?

Dika : Kelinci.

Peneliti : Kelinci itu memilki apa saja?

Dika : Kakinya empat, ada ekornya, kumisnya juga. Ini telinganya panjang sekali.

Peneliti : Apa makanan kelinci? Dika : Nasi Bu!

Peneliti : Bukan Dika. Makanan kelinci itu wortel. Dika : O...wortel ya Bu!

Fitur semantik yang dikuasai (An 1) dari percakapan di atas adalah sebagai berikut: Kelinci: + berkaki empat

+ ekor

+ telinga panjang

Dibandingkan dengan fitur makna orang dewasa sebagai berikut: Kelinci: + berkaki empat


(47)

+ telinga panjang + makan wortel + melompat - karnivora - ampibi

Sama halnya dengan (An 11) di atas, ternyat (An 1) juga menunjukkan hal yang sama. (An 1) hanya menguasai sebagian dari fitur makna yang dikuasai orang dewasa. Pemilihan fitur-fitur makna itu didasarkan pada hasil pengamatan langsung terhadap objek tertentu. Seperti kedua contoh di atas, fitur-fitur yang diucapkan (An 11) dan (An 1) berdasarkan pada hasil pengamatan gambar gajah dan gambar kelinci.

(23) Peneliti : Pernahkah kamu melihat pohon Angel? Angel : Pernah Bu.

Peneliti : Di mana?

Angel : Di gunung ada, di halaman juga ada. Peneliti : Pohon yang kayak gambar ini?

Angel : Iya, ini banyak di laut. Peneliti : Pohon apa ini?


(48)

Peneliti : Bagaimana pohon kelapa itu?

Angel : Daunnya panjang, buahnya banyak, ada tanahnya, ada juga airnya, sama uratnya juga.

Peneliti : Yang mana uratnya?

Angel : Itu Bu yang dibawah-bawahnya itu. Peneliti : O…akarnya….!

Angel : Iya Bu!

Fitur makna pohon yang dikuasai (An 2) dari percakapan panjang di atas sebagai berikut: Pohon kelapa: + daun panjang

+ buah + urat

Sedangkan fitur makna yang dikuasai orang dewasa sebagai berikut: Pohon kelapa: + daun panjang

+ batang tinggi + banyak manfaat

+ tumbuh di daerah tropis

Dari perbandingan di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan (An 2) tentang pohon kelapa masih terbatas daripada pengetahuan orang dewasa.

Selain bentuk fisik anak-anak juga memilih faktor kebiasaan sebagi fitur semantik. Hal ini dapat dilihat pada percakapan berikut.


(49)

(24) Peneliti : Tinjak coba sebutkan ciri-ciri anak perempuan!

Tinjak : Anak perempuan itu suka pakai rok. Main boneka, adekku banyak bonekanya di rumah, main masak-masakannya pun ada dibelikan bapakku.

Peneliti : Itu saja? Tinjak : Iya Bu.

Peneliti : Tadi si Tinjak udah menyebutkan ciri-ciri anak perempuan, sekarang coba dulu sebutkan ciri-ciri anak laki-laki!

Grace : Kalau anak laki-laki itu nakal Bu, suka kali mukul anak orang, rambutnya pun pendek, suka kali main bola. Udah itu saja.

Peneliti : Bagus. Terima kasih.

Tinjak (An 8) menyebutkan bahwa anak perempuan senang main boneka, main masak-masakan, dan memakai rok. Dan Grace (An 13) menyebutkan anak laki-laki nakal, berambut pendek dan bermain bola. Maka fitur makna yang dikuasai An 8 dan An 12 sebagai berikut:

Anak perempuan: + main boneka + main masakan + memakai rok Anak laki-laki : + rambut pendek

+ bermain bola +nakal

Fitur makna orang dewasa sebagai berikut: Anak perempuan : - dewasa


(50)

+ masa pertumbuhan + memakai rok + rambut panjang Anak laki-laki : - dewasa

+ main bola

+ masa pertumbuhan + rambut pendek + kuat

Perbandingan antara fitur makna orang dewasa dengan perbandingan fitur makna (An 8) dan (An 12) menunjukkan bahwa anak-anak lebih cenderung memilih fitur yang mudah diamati seperti bentuk fisik dan kegiatan yang sering dilakukan.


(51)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Dari pembahasan pada bab sebelumnya penulis dapat menyimpulkan bahwa Anak-anak usia 4 sampai 5 tahun di daerah Pesisir Sibolga mengalami proses semantik yang disebut overextension atau penggelembungan makna. Proses ini terjadi terhadap hewan, tumbuhan, dan benda yang mempunyai satu atau dua fitur yang sama, sehingga anak mempunyai anggapan bahwa semua hewan, tumbuhan, dan benda yang mempunyai fitur yang sama dengan konsep lain yang telah dikenalnya lebih dulu adalah hewan, tumbuhan, ataupun benda yang sama. Selain overextension anak usia 4 sampai 5 tahun di daerah Pesisir Sibolga juga mengalami proses semantik yang disebut underextension atau penciutan makna. Underextension terjadi terhadap hewan, bunga, dan buah-buahan yang sama, namun karena perbedaan bentuk dan warna anak-anak menganggap bahwa hewan, bunga, dan buah-buahan tersebut berbeda.

Fitur-fitur makna yang dikuasai anak pada usia 4 sampai 5 tahun di daerah Pesisir Sibolga hanya sebagian saja dari fitur-fitur makna yang dikuasai orang dewasa. Fitur-fitur tersebut diperoleh dari hasil pengamatan langsung dan informasi dari orang tua, guru, dan lingkungan sekitarnya. Anak-anak mempunyai kecenderungan untuk memilih fitur yang mudah diamati, contoh, bentuk fisik, fungsi dan kebiasaan.


(52)

5.2 Saran

Pemeroleham semantik bahasa Indonesia pada anak-anak usia 4 sampai 5 tahun merupakan kajian yang menarik. Seperti kita ketahui pada rentang usia 4 sampai 5 tahun, kegiatan yang lebih banyak dilakukan anak-anak adalah kegiatan bermain. Bahkan dapat dikatakan sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk bermain. Tetapi yang terjadi sebenarnya tidaklah sesederhana itu. Dalam rentang usia tersebut, tanpa anak-anak sadari dan mungkin juga kita sebagai orang awam, anak-anak mengalami suatu proses pemerolehan bahasa secara alami. Pada usia tersebut anak-anak mengumpulkan informasi dari lingkungan sekitar dan orang-orang terdekat. Melalui penelitian ini penulis mendeskripsikan proses pemerolehan yang terjadi pada anak-anak tersebut dan sekaligus memberikan informasi kepada pembaca tentang pemerolehan semantik. Namun, informasi yang dapat penulis berikan dalam penelitian ini masih terbatas. Oleh karena itu, penulis berharap penelitian ini tidak sampai di sini saja, harus ada penelitian selanjutnya mengenai pemerolehan semantik agar ilmu pengetahuan tetap terus berkembang dan informasi yang diberikan pun bertambah banyak.


(53)

DAFTAR PUSTAKA .

Azwar, Saifuddin. 2004. Metode Penelitian. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.

Dani, Noor Aina. 2007. Siri Penataran Bahasa Dan Sastra: Pengantar Psikolinguistik. Malaysia: Vivar Printing Sdn. Bhd.

Dariyo, Agus. 2007. Psikologi Perkembangan: Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung: Refika Aditama.

Darjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Tarigan, Henry Guntur. 1988. Psikolinguistik.Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1995. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa. Mansoer, Pateda. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Mar at, Samsunuwiyati. 2005. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama

Moleong, Lexy. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya..

Poerwadarminta, W. J. S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Sudaryanto. 1993. Meode dan Aneka Teknik Analisis Data. Yogyakarta: Duta Wacana

Pers.

Kamus

Alwi, Hasan. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka


(54)

Skripsi

Fauzie, Ahmad. 2000. Pemerolehan Bahasa Anak-Anak Usia 0 Sampai 5 Tahun. (skripsi). Medan: Fakultas Sastra

Marpaung, Hutry. 2006. Pemerolehan Bahasa Batak Toba Anak Usia 1 Sampai 5 Tahun. (skripsi). Medan: Fakultas Sastra.

Susanti, Yus. 2005. Pemerolehan Bahasa Jawa Anak Usia 1 Sampai 5 Tahun Kecamatan Gunung Malela Simalungun. (skripsi). Medan: Fakultas Sastra.

Turnip, Berlian R. 2002. Tinjauan Psikolinguistik Dalam Keterampilan Berbahasa. (skripsi). Medan: Fakultas Sastra.

Tesis

Gutianingsih. 2002. ”Pemerolehan Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia Usia Taman Kanak-Kanak”. (tesis). Medan: Pascasarjana USU.


(55)

LAMPIRAN 1

BIODATA SUBJEK PENELITIAN Anak 1

Nama : Andika Pratama Hidayat (Dika) Tanggal lahir : Batam, 27 april 2005

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Desa Mela I Nama orang tua

Ayah : Taufik Hidyat Ibu : Masni Sihombing Pekerjaan orang tua

Ayah : Buruh

Ibu : Ibu rumah tangga

Anak 2

Nama : Maretha Angel Kristini Siburian (Angel) Tanggal lahir : Mela, 28 Maret 2005

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Desa Mela I Nama orang tua

Ayah : Johar Siburian

Ibu :

Pekerjaan orang tua

Ayah : Wiraswasta (bengkel) Ibu : Ibu Rumah Tangga


(56)

Anak 3

Nama : Chyntia Monica Sinurat (Chyntia) Tanggal lahir : Balige, 18 Juli 2005

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Desa Mela I (Aek Lobu) Nama orang tua

Ayah : Martogi Sinurat

Ibu : Debora M. Simanjuntak Pekerjaan orang tua

Ayah : Kuli Bangunan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Anak 4

Nama : Magdalena Sitanggang (Lena) Tanggal lahir : Mela, 16 Mei 2005

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Desa Mela Nama orang tua

Ayah : Dayat Sitanggang Ibu : Mesra Simanjuntak Pekerjaan orang tua

Ayah : Nelayan


(57)

Anak 5

Nama : Juli Oksaria Simanjuntak (Juli) Tanggal lahir : Sibolga, 17 Juli 2005

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Desa Mela I Nama orang tua

Ayah : Hernalom Simanjuntak

Ibu : Julianda Pakpahan A. Ma. SPd Pekerjaan orang tua

Ayah : Wiraswasta Ibu : PNS (guru)

Anak 6

Nama : Justin Hutagalung (Justin) Tanggal lahir : Mela, 28 Desember 2005 Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Desa Mela I Nama orang tua

Ayah : Heri Simanjuntak Ibu : Rosdiana Sianturi Pekerjaan orang tua

Ayah : Nelayan


(58)

Anak 7

Nama : Nanda Helena Hutagalung (Nanda) Tanggal lahir : Poriaha, 9 Oktober 2005

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Desa Mela I Nama orang tua

Ayah : Sinto Eduwar Hutagalung Ibu : Relismawati Manalu Pekerjaan orang tua

Ayah : Wiraswasta

Ibu : Ibu Rumah Tangga

Anak 8

Nama : Frandes Wanto Hutagalung (Tinjak) Tanggal lahir : Mela, 20 Desember 2005

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Desa Mela II Nama orang tua

Ayah : Sampe Setia Hutagalung Ibu : Sonta Marito Hutapea Pekerjaan orang tua

Ayah : Supir


(59)

Anak 9

Nama : Wiwin Putri Claudia Zebua (Wiwin) Tanggal lahir : Mela, 03 Januari 2005

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus, Komplek HKI Mela II Nama orang tua

Ayah : Pasti Aman Zebua Ibu : Rosita Hutabarat Pekerjaan orang tua

Ayah : Buruh

Ibu : Ibu Rumah Tangga

Anak 10

Nama : Yogi Saputra Saragih (Yogi) Tanggal lahir : Mela, 19 Mei 2005

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Mela I Nama orang tua

Ayah : Jahiman Saragih Ibu : Jumintan Hasibuan Pekerjaan orang tua

Ayah : Wiraswasta


(60)

Anak 11

Nama : Ridwan Friyanse Hutabarat (Ridwan) Tanggal lahir : Mela, 15 Juni 2006

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Mela I Nama orang tua

Ayah : Marianto Hutabarat Ibu : Leni Simanjuntak Pekerjaan orang tua

Ayah : Wiraswasta

Ibu : Ibu Rumah Tangga

Anak 12

Nama : Elisabet Dwi Anggreini Ziliwu (Elis) Tanggal lahir : Mela, 31 Juni 2006

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Mela II, Pancur Sikkit Nama orang tua

Ayah : Anotona Ziliwu Ibu : Yuliana Gea Pekerjaan orang tua

Ayah : PNS


(61)

Anak 13

Nama : Gracia Tarihoran (Grace) Tanggal lahir : Medan, 07 Juni 2006 Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Mela II, Pancur Sikkit Nama orang tua

Ayah : Alfredo Bernadus Tarihoran Ibu : Surya Darma Silaban Pekerjaan orang tua

Ayah : PNS

Ibu : Ibu Rumah Tangga

Anak 14

Nama : Englis Enjelina Sianturi (Enjel) Tanggal lahir : Mela, 01 Juni 2005

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Mela I Nama orang tua

Ayah : J. Sianturi Ibu : R. Hutagalung Pekerjaan orang tua

Ayah : Nelayan


(1)

Nama : Chyntia Monica Sinurat (Chyntia) Tanggal lahir : Balige, 18 Juli 2005

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Desa Mela I (Aek Lobu) Nama orang tua

Ayah : Martogi Sinurat

Ibu : Debora M. Simanjuntak Pekerjaan orang tua

Ayah : Kuli Bangunan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Anak 4

Nama : Magdalena Sitanggang (Lena) Tanggal lahir : Mela, 16 Mei 2005

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Desa Mela Nama orang tua

Ayah : Dayat Sitanggang Ibu : Mesra Simanjuntak Pekerjaan orang tua

Ayah : Nelayan

Ibu : Ibu Rumah Tangga


(2)

Nama : Juli Oksaria Simanjuntak (Juli) Tanggal lahir : Sibolga, 17 Juli 2005

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Desa Mela I Nama orang tua

Ayah : Hernalom Simanjuntak

Ibu : Julianda Pakpahan A. Ma. SPd Pekerjaan orang tua

Ayah : Wiraswasta Ibu : PNS (guru)

Anak 6

Nama : Justin Hutagalung (Justin) Tanggal lahir : Mela, 28 Desember 2005 Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Desa Mela I Nama orang tua

Ayah : Heri Simanjuntak Ibu : Rosdiana Sianturi Pekerjaan orang tua

Ayah : Nelayan

Ibu : Ibu Rumah Tangga


(3)

Nama : Nanda Helena Hutagalung (Nanda) Tanggal lahir : Poriaha, 9 Oktober 2005

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Desa Mela I Nama orang tua

Ayah : Sinto Eduwar Hutagalung Ibu : Relismawati Manalu Pekerjaan orang tua

Ayah : Wiraswasta

Ibu : Ibu Rumah Tangga

Anak 8

Nama : Frandes Wanto Hutagalung (Tinjak) Tanggal lahir : Mela, 20 Desember 2005

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Desa Mela II Nama orang tua

Ayah : Sampe Setia Hutagalung Ibu : Sonta Marito Hutapea Pekerjaan orang tua

Ayah : Supir

Ibu : Ibu Rumah Tangga


(4)

Nama : Wiwin Putri Claudia Zebua (Wiwin) Tanggal lahir : Mela, 03 Januari 2005

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus, Komplek HKI Mela II Nama orang tua

Ayah : Pasti Aman Zebua Ibu : Rosita Hutabarat Pekerjaan orang tua

Ayah : Buruh

Ibu : Ibu Rumah Tangga

Anak 10

Nama : Yogi Saputra Saragih (Yogi) Tanggal lahir : Mela, 19 Mei 2005

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Mela I Nama orang tua

Ayah : Jahiman Saragih Ibu : Jumintan Hasibuan Pekerjaan orang tua

Ayah : Wiraswasta

Ibu : Ibu Rumah Tangga


(5)

Nama : Ridwan Friyanse Hutabarat (Ridwan) Tanggal lahir : Mela, 15 Juni 2006

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Mela I Nama orang tua

Ayah : Marianto Hutabarat Ibu : Leni Simanjuntak Pekerjaan orang tua

Ayah : Wiraswasta

Ibu : Ibu Rumah Tangga

Anak 12

Nama : Elisabet Dwi Anggreini Ziliwu (Elis) Tanggal lahir : Mela, 31 Juni 2006

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Mela II, Pancur Sikkit Nama orang tua

Ayah : Anotona Ziliwu Ibu : Yuliana Gea Pekerjaan orang tua

Ayah : PNS

Ibu : Ibu Rumah Tangga


(6)

Nama : Gracia Tarihoran (Grace) Tanggal lahir : Medan, 07 Juni 2006 Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Mela II, Pancur Sikkit Nama orang tua

Ayah : Alfredo Bernadus Tarihoran Ibu : Surya Darma Silaban Pekerjaan orang tua

Ayah : PNS

Ibu : Ibu Rumah Tangga

Anak 14

Nama : Englis Enjelina Sianturi (Enjel) Tanggal lahir : Mela, 01 Juni 2005

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sibolga-Barus Mela I Nama orang tua

Ayah : J. Sianturi Ibu : R. Hutagalung Pekerjaan orang tua

Ayah : Nelayan

Ibu : Ibu Rumah Tangga