Kerangka Teori TINJAUAN PUSTAKA

5. Pasien dengan OAT yang resisten terhadap kuman tuberkulosis yang mendapat pengobatan jangka pendek dengan monoterapi akan menyebabkan bertambah banyak OAT yang resisten. Hal ini menyebabkan seleksi mutasi resisten karena penambahan obat yang tidak multipel dan tidak efektif. 6. Pengobatan TB jangka waktunya lama lebih dari 6 bulan sehingga membosankan pasien, ditambah dengan efek samping dari OAT. 7. Edukasi yang kurang baik, sehingga pasien tidak mengetahui cara menggunakan OAT, sehingga pasien meminum rifampisin setelah makan. Hal ini menyebabkan penyerapan obat tidak maksimal 8. HIV akan mempercepat terjadinya terinfeksi TB menjadi sakit TB dan akan memperpanjang periode infeksious. 2.1.7 Mekanisme resistensi OAT Analisa secara genetik dan molekular pada M.tb menjelaskan bahwa mekanisme resistensi biasanya didapat oleh basil melalui mutasi terhadap target obat Spratt,1994 atau oleh titrasi dari obat akibat overproduksi dari target. Selama ini belum pernah dilaporkan adanya plasmid pembawa resistensi, karena itu resistensi M.tb terhadap OAT tidak dipindahkan dari satu kuman ke kuman lainnya. Dengan kata lain resistensi hanya bisa terjadi karena mutasi genetik dari M.tb itu sendiri, dan mutasi tersebut terjadi secara alami, tidak ada pengaruh dari OAT. Penyebaran resistensi M.tb terjadi setelah amplifikasi kuman resisten sebagai akibat pemberian obat yang tidak adekat. 12 Mutasi yang terjadi dapat berupa substitusi asam amino, perubahan kodon menjadi kodon stop sehingga enzim dihasilkan berukuran lebih pendek sehingg hilang aktivitas enzimatiknya atau aktivitas pengikatannya. 14 Tabel 2.1 Lokus Gen yang Terlibat dalam Resistensi Obat pada Mycobacterium tuberculosis 11 Obat Gen Produk Rifampicin RpoB B-subunit RNA polymerase Isoniazid katG oxyR-ahpC Catalase-peroxidase Alky hydro-reductase INH-Ethionamide InhA Enoyl-ACP reductase 2.1.7.1 Mekanisme resistensi terhadap INH Mekanisme resistensi isoniazid diperkirakan oleh adanya asam amino yang mengubah gen katalase peroksidase katG. Gen ini akan mempengaruhi aktifnya enzim katalase peroksidase yang membuat INH aktif. 14 Diantara berbagai mutasi pada katG, mutasi di daerah S315T merupakan yang tersering. Mutasi ini menyebabkan berkurangnya aktivitas katalase 50. Telah diketahui pula gen katG diatur oleh gen furA. Mutasi gen furA telah ditemukan di kuman mycobacteria lain, tetapi belum pada M.tb. 13 Selain itu mekanisme resistensi isoniazid diperkirakan oleh adanya mutasi pada promotor pada lokus 2 gen yang dikenal sebagai inhA. Resistensi pada inhA terjadi pada 15-43 isolate yang resisten INH dan menyebabkan tingkat resistensi rendah. Mutasi pada inhA ini juga beresiko besar menyebabkan juga resistensi pada etambutol. Lokasi mutasi inhA penyebab resistensi terhadap INH telah diketahui,diantaranya pada lokus S94A, 121T dan 21V. 14 2.1.7.2 Mekanisme resistensi terhadap Rifampisin Resistensi M.tb terhadap rifampisin terjadi pada satu dari sepuluh sampai seratus juta kuman. Resistensi 95 M.tb terhadap rifampisin terjadi akibat mutasi gen rpoB. 12 Gen ini mengkode subunit β RNA polymerase, komponen penting dalam proses transkripsi. Rifampisin terikat pada subunit β RNA polymerase sehingga transkripsi dihambat. 14 2.1.8 Diagnosis Risiko TB-MDR TB paru dengan resistensi ganda dicurigai kuat jika kultur basil tahan asam BTA tetap positf setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positif setelah terjadi konversi negatif. Beberapa gambaran kondisi yang menunjukkan risiko TB resisten obat, seperti yang dijelaskan Kemenkes dalam rencana aksi nasional programmatic management of drug resistance tuberculosis RAN-PMDT di Indonesia 2011-2014. Jika seseorang termasuk dalam keadaan tersebut maka perlu diperiksakan pemeriksaan resistensi OAT. 2.1.9 Diagnosis TB-MDR Diagnosis TB resistensi obat tergantung pengumpulan dan proses kultur spesimen yang adekuat serta harus dilakukan sebelum terapi diberikan. Jika pasien tidak dapat mengeluarkan sputum dilakukan induksi sputum dan jika tetap tidak bisa, dilakukan bronkoskopi. Tes sensitivitas terhadap obat lini pertama dan kedua harus dilakukan pada laboratorium yang memadai. Pemeriksaan mikrobiologik untuk konfirmasi TB-MDR dapat berupa pemeriksaan fenotipik, pemeriksaan genotipik dan pemeriksaan kondisi faktual. Pemeriksaan fenotipik dapat dilakukan dengan jalan memaparkan kuman yang terhadap obat dan selanjutnya melihat ada- tidaknya pertumbuhan kuman dan membandingkan jumlah kuman yang dipaparkan terhadap obat dibandingkan kontrolnya. 13 Gambar 2.1. Kerangka Teori Terjadinya Resistensi OAT 14,15,16

2.2 Kerangka Konsep

Pasien Risiko TB- MDR Karakteristik Pasien :  Jenis Kelamin  Umum  Unit Pelayanan  Unit Pemeriksaan BTA sputum 1. Kasus kronis, yaitu pasien gagal pengobatan kategori 2 2. Pasien non konversi yang mendapat pengobatan kategori 2 3. Pasien dengan riwayat pengobatan di sarana non-DOTS 4. Pasien gagal pengobatan kategori 1 5. Pasien non konversi dengan pengobatan kategori 1 setelah mendapat sisipan pengobatan selama satu bulan. 6. Pasien kambuh, semua kategori 7. Pasien yang berobat kembali setelah default baik yang mendapat katgori 1 maupun kategori 2 8. Suspek TB simptomatik, yaitu suspek yang memiliki gejala TB dan memiliki kontak erat dengan pasien TB-MDR, dan 9. Kasus HIV positif dengan gejala TB. 10. Variabel Bebas Variabel Terikat Fokus Utama Keterangan : Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Prevalensi Risiko TB- MDR di Kota Depok Tahun 2010-2011

2.3 Definisi Operasional

No. Variabel Terikat Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Risiko TB – MDR Adalah setiap kasus yang memenuhi salah satu kriteria dibawah ini : - Gagal pengobatan kategori 2 atau kasus kronik - Gagal konversi sputum BTA pengobatan kategori 2 - Pasien dengan riwayat pengobatan kategori 2 sebelumnya - Pasien dengan gagal pengobatan kategori 1 - Pasien dengan gagal pengobatan dan gagal konversi sputum BTA pada kategori 2 - Pasien dengan TB kambuh - Pasien dengan keluhan dan riwayat kontak pasien MDR TB - Pasien TB dengan HIV Rekam medis 1. Berisiko 2. Tidak Berisiko Kategorik No. Variabel Bebas Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Umur Masa antara lahir - pengisian rekam medik Rekam medik Tahun Numerik 2 Jenis kelamin Perbedaan secara biologis antar individu Rekam medik 1. Laki-laki 2. Perempuan Kategorik 3 Unit pelayanan Tempat pasien melakukan pengobatan TB Rekam medik 1. Puskesmas 2. Rumah Sakit Kategorik 13

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deksriptif kategorik dengan menggunakan desain penelitian cross sectional.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Depok pada Bulan Januari - Mei 2013.

3.3 Populasi

3.3.1 Populasi Target Seluruh pasien rawat jalan yang menderita penyakit TB paru di seluruh fasilitas kesehatan Kota Depok yang menggunakan strategi DOTS Direct Observed Treatment Short-Course Chemotherapy ’ 3.3.2 Populasi Terjangkau Pasien TB yang berobat di Puskesmas Kota Depok, Hospital DOTS RS Sentra Medika dan RSUD Sawangan Depok dalam kurun waktu 3 tahun 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2012

3.4 Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari catatan medik pasien selama tahun 2010 – 2012. 3.4.1 Kriteria Inklusi 1. Pasien dengan umur 14 tahun 2. Pasien yang sedang atau telah mendapatkan pengobatan TB kategori 1 3.4.2 Kriteria Ekslusi 1. Menderita TB ekstra pulmoner 2. Pasien yang tidak diperiksa BTA sejak awal pengobatan 3. Pasien dengan status meninggal pada saat atau setelah pengobatan 3.4.3 Besar Sampel N : Z α 2 x p 1-p d 2 N : besar sampel Z α : batas kepercayaan 95 1,96 P : prevalensi TB-MDR dari kepustakaan 0,28 15 d : ketepatan penelitian 5 N : 1.96 2 x 0,281-0,28 0,05 2 : 3,8416 x 0, 2016 = 309,7866 ~ 310 0,0025 3.4.4 Cara pengambilan sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Simple Random Sampling

3.5 Alur Penelitian

Persiapan Penelitian Mengumpulkan data sekunder berupa rekam medis Analisis data Penulisan laporan Tidak memenuhi kriteria inklusi masuk ekslusi Memenuhi kriteria inklusi. Gambar 3.1 Alur penelitian prevalensi risiko TB-MDR di Kota Depok tahun 2010 - 2012