pekerja tekstil di Shanghai, Cina juga memiliki peningkatan insiden karsinoma nasofaring disebabkan akumulasi dari debu kapas, asam, caustic atau dyeing
process. Merokok juga berhubungan dengan peningkatan resiko karsinoma nasofaring. Penelitian menunjukkan adanya paparan jangka panjang dari bahan-
bahan polusi memegang peranan dalam patogenesis karsinoma nasofaring. Faktor lingkungan lain yang dapat meningkatkan resiko karsinoma nasofaring yang
pernah dilaporkan adalah penggunaan herbal china, dijumpainya nikel pada daerah endemik, penggunaan alkohol dan infeksi jamur pada kavum nasi
3,5,6
.
2.4.3. Virus Ebstein Barr
Virus Ebstein Barr dapat menginfeksi manusia dalam bentuk yang bervariasi. Virus ini dapat menyebabkan infeksi mononukleosis dan dapat juga
menyebabkan limfoma burkit dan karsinoma nasofaring
6
. EBV-1 dan EBV-2 yang berhubungan dengan karsinoma nasofaring. Sebagian besar kasus karsinoma
nasofaring pada orang-orang di Cina Selatan, Asia Tenggara, Mediteranian, Afrika dan Amerika Serikat berhubungan dengan infeksi EBV-1. Kasus-kasus
yang mengenai Alaska Innuits hampir seluruhnya berhubungan dengan infeksi EBV-2
14
.
Universitas Sumatera Utara
2.5.Patogenesis
Gambar 3. Patogenesis karsinoma nasofaring Dikutip dari: Tao Q, Anthony TC Chan. Nasopahryngeal Carcinoma: Molecular Pathogenesis and Therapeutic Developments in Expert
review in molecular medicine. Vol 9. May 2007
Universitas Sumatera Utara
2.6.Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
2.6.1.Gejala
Menurut Formula Digby, setiap simptom mempunyai nilai diagnostik dan berdasarkan jumlah nilai dapat ditentukan karsinoma nasofaring.
Tabel 1. Formula Digby
15
Bila jumlah nilai mencapai 50, diagnosa klinik karsinoma nasofaring dapat dipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring,
namun biopsi tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnosis histopatologi, juga menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan
pengobatan dan prognosis
15
. Gejala
Nilai Massa terlihat pada nasofaring
Gejala khas di hidung Gejala khas pendengaran
Sakit kepala unilateral atau bilateral Gangguan neurologik syaraf otak
Eksopthalmus Limfadenopati leher
25 15
15 5
5 5
25
Universitas Sumatera Utara
2.6.2.Pemeriksaan Nasofaring
Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan cara rinoskopi posterior tidak langsung dan nasofaringoskop langsung serta
fibernasofaringoskopi
15
.
2.6.3.Radiologi
Digunakan untuk melihat massa tumor nasofaring dan melihat massa tumor yang menginvasi pada jaringan sekitarnya dengan menggunakan :
1. Computed Tomografi CT, dapat memperlihatkan penyebaran ke jaringan ikat lunak pada nasofaring dan penyebaran ke ruang paranasofaring. Sensitif
mendeteksi erosi tulang, terutama pada dasar tengkorak. 2. Magnetic Resonance Imaging MRI, menunjukkan kemampuan imaging
yang multiplanar dan lebih baik dibandingkan CT dalam membedakan tumor dari peradangan. MRI juga lebih sensitif dalam mengevaluasi metastase pada
retrofaringeal dan kelenjar limfe yang dalam. MRI dapat mendeteksi infiltrasi tumor ke sumsum tulang, dimana CT tidak dapat mendeteksinya
6
.
2.6.4.Serologi
Pada tumor, DNA Ebstein Barr bersifat homogen dan klonal melalui pengulangan skuensi. Ekspresi dari spesific viral messenger RNAs atau produk
gen secara konsisten dapat dideteksi pada seluruh sel tumor. Virus dapat dideteksi pada tumor dengan pemeriksaan insitu hibridisasi dan tekhnik imunohistokimia.
Dapat juga dideteksi dengan tekhnik PCR pada material yang diperoleh dari
Universitas Sumatera Utara
asprasi biopsi jarum halus pada metastase kelenjar getah bening leher. Deteksi dari antibodi Ig G yang dijumpai pada masa awal infeksi virus dan antibodi
Ig A yang dijumpai pada capsid viral antigen digunakan di Amerika Serikat untuk mendukung diagnosis karsinoma nasfaring
6,12.
Virus Ebstein Barr dapat dijumpai pada undifferentiated carcinoma dan non keratinizing squamous cell
carcinoma
13
.
2.6.5.Pemeriksaan Patologi 2.6.5.1.Biopsi aspirasi jarum halus pada kelenjar getah bening servikalis
Sejumlah kasus karsinoma nasofaring diketahui berdasarkan pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi kelenjar getah bening servikalis
15
.
2.6.5.2.Biopsi
Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan dari mulut. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya blind biopsy.
Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi.
Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada di dalam mulut ditarik
keluar dan diklem bersama-sama dengan ujung kateter yang dihidung. Demikian juga dengan kateter disebelahnya sehingga palatum mole tertarik ke atas.
Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang
Universitas Sumatera Utara
dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umunya dilakukan dengan anestesi topikal dengan xylocain 10
16
. Pada kasus dengan tidak dijumpainya lesi secara makroskopis, maka harus
dilakukan biopsi yang multipel dari daerah dinding lateral, superior dan posterior pada pasien dengan resiko tinggi karsinoma nasofaring
5
.
2.6. Gambaran Klinis