BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Anatomi duodenum

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Anatomi duodenum

Duodenum berasal dari kata dodekodoktulos (=duabelas jari) yang embriologisnya berasal dari foregut dan midgut. Panjangnya kurang lebih sama dengan lebar duabelas jari tangan (dua puluh lima sampai tiga puluh sentimeter) yang dijejerkan, mempunyai bentuk seperti huruf C yang melengkung mengelilingi kaput pankreas.10

Duodenum terdiri dari empat bagian yaitu:

o pars superior o pars descendens o pars inferior o pars ascendens

Sekitar dua sampai lima sentimeter bagian pertama pars superior duodeni tertutup oleh peritoneum. Omentum minus melekat pada bagian atas pars superior dan omentum majus pada bagian bawahnya. Dengan adanya ligamentum hepatoduodenale maka bagian pertama pars superior


(2)

duodeni terletak pada intraperitoneal sedangkan pada bagian yang lain terletak retroperitoneal sekunder.

2.1.1.1. Pars superior duodeni. Panjangnya dua setengah sampai lima sentimeter. Bagian proksimal pars superior duodeni disebut duodenal cap karena lipatan mucosanya sedikit sehingga pada pemeriksaan radiografi, permukaanya tampak licin. Bagian ini mudah bergerak mengikuti perubahan letak pylorus, karena mempunyai mesenterium yang berupa ligamentum hepatoduodenale. Setengah bagian distal tidak mempunyai mesenterium sehingga sukar bergerak.

2.1.1.2. Pars descendens duodeni. Panjangnya delapan sampai sepuluh sentimeter, berjalan vertikal ke bawah di depan hilum renale kanan, pada sisi kanan vertebra lumbale kedua dan ketiga. Bagian ini mempunyai lipatan mukosa yang lebih tebal. Dibagian anterior, pars descendens duodeni berhubungan dengan vesica fellea, lobus hepatis dexter, colon transversum, intestinum tenue. Dibagian posterior terdapat ureter kanan hilum renale kanan; disebelah lateral berhubungan dengan colon ascendens,flexura coli dextra,dan lobus hepatis dexter, sedangkan disebelah medial dengan caput pancreatis. Ductus pancreaticus, bersama dengan


(3)

ductus choledochus menembus dinding duodenum. Pada bagian posteromedial terdapat muara bersama dari ductus pancreaticus dan ductus choledochus dengan membentuk ampulla hepatopancreatica yang kemudian bermuara ke duodenum . Muara ini tampak berupa tonjolan yang disebut papilla duodeni major (Vater). Kadang kadang didapatkan masing masing saluran tersebut terdapat spinchter odii yang dapat mengatur cairan empedu dan cairan pancreas. Ductus pancreaticus accesorius bermuara pada duodeni minor, yang letaknya sekitar dua sentimeter disebelah atas papilla duodeni major.

2.1.1.3 Pars inferior duodeni. Panjangnya pars inferior duodeni bervariasi antara lima sampai delapan sentimeter,berjalan horizontal ke arah kiri pada bidang subcostalis dibawah caput pancreatis setinggi vertebra lumbalis ke tiga. Arteria mesenterica superior dan vena mesenterica superior yang terletak didepannya dapat menekan duodenum dan keadaan demikian dapat menyebabkan obstruksi pada duodenum. Hal ini mungkin terjadi pada orang yang melakukan diet sangat ketat dan pada penyakit yang berat, yang menyebabkan hilangnya jaringan lemak di dalam mesenterium yang membungkus pembuluh darah tersebut.


(4)

2.1.1.4. Pars ascendens duodeni. Bagian ini mempunyai panjang dua setengah sampai lima sentimeter, membelok keatas dan ke depan sampai menjadi flexura duodenojejunalis. Didaerah ini terdapat ligamentum suspensorium duodeni (Treitz) yang terdiri dari otot polos dan jaringan elastik berbentuk seperti segitiga yang berjalan di bagian belakang duodenum menuju crus dextrum dari diaphragma. Ligamentum ini memperkuat bagian akhir duodenum dan dapat menjadi tanda pada waktu melakukan pembedahan karna dapat diraba. Mucosa bagian pertama duodenum halus dan rata,sedangkan bagian selanjutnyalebih kasar dan tebal,disebut plica semicircularis (Kerckring).

2.1.2 Fungsi duodenum

Duodenum masih berfungi untuk pencernaan dimana chyme yang masuk akan dicampur dengan sekresi dari hepar dan pankreas bersama enzim yang disekresi oleh duodenum sendiri. Duodenum turut mengatur pengosongan gaster dan vesica fellea antara lain dengan cara mengeluarkan hormon enterogastrone yang kerjanya menghambat peristaltik gaster dan juga menghasilkan cholecystokinin yang merngsang kontraksi dari vesica fellea.


(5)

2.1.3 Pembuluh darah

Bagian proximal duodenum mendapat darah dari cabang arteria coeliaca yaitu arteri gastrica dextra dan arteria gastroduodenalis. Dari arteri gastroduodenalisdipercabangkan arteria pancreaticoduodenalis superior. Bagian distal duodenum mendapat darah dari cabang arteria mesenterica superior yaitu arteri pancreaticoduodenalis inferior. Pembuluh darah yang mensuplai darah untuk bagian pertama duodenum dan bagian akhir gaster kurang banyak,sehingga bagian duodenum ini diangkat pada pembedahan,maka bagian akhir gaster akan kekurangan darah sehingga harus ikut dipotong. Berlainan dengan bagian proximal , supali darah untuk pars descendens dudeni dan pars inferior duodeni sangat banyak. Darah vena pada akhirnya akan dialirkan ke vena portae hepatis. Karena letak duodenum yang sebagian besar retroperitoneal,maka ada anastomasis transperitoneal melalui vena Retzius dengan sistem vena umum pada dinding tubuh.

2.1.4 Persarafan

Duodenum mendapatkan persaraan saraf parasimpatis dari nervus vagus melalui plexus coeliacus dan persarafan simpatis melalui nervus splanchnicus major,ganglia coeliaca dan plexus coeliacus. Rasa nyeri dari pars superior duodeni dan pars descendens duodeni disalurkan melalui


(6)

nervus splanchnicus major yang mempunyai hubungan dengan saraf spinal dari segmenta thoracicae tujuh sampai sembilan yang mengurus epigastrium.

Gambar anatomi duodenum 2.1.

2.2 Fisiologi Duodenum

Pencernaan makanan ialah suatu proses biokimia yang bertujuan untuk mengolah makanan yang dimakan menjadi zat zat yang mudah di serap oleh selaout selaput lendir usus, bilamana zat zat tersebut di perlukan oleh badan. Proses biokimia tersebut agar dapat berlangsung secara optimal dan efesien harus dipengaruhi oleh enzim enzim yang dikeluarkan oleh traktus digestivum sendiri.


(7)

Agar supaya enzim enzim tersebut dapat mempengaruhi proses pencernaan secara optimal dan efesien, maka enzim tersebut harus mempunyai kontak yang baik dengan makanan yang dimakan.

- Proses pengunyahan

- Proses penelanan

- Proses pencairan dan perncernaan

- Proses penyerapan

Proses penyerapan terutama terjadi di usus halus (intestinum). Dari tiga intestinum yang paling aktif untuk melakukan absorpsi KH,fat,protein terutama di duodenum dan bagian atas jejenum. Karena harus melalui dinding lumen maka zat makanan harus dalam bentuk larutan atau dalam bentuk molekul yang sekecil kecilnya. Penghancuran tersebut dapat dilakukan secara mekanik oleh enzim. Agar absorpsi dapat berjalan cepat dan sempurna, maka permukaan usus harus seluas luasnya. Hal ini terjadi karena mukosa usus berlipat lipat (plika sirkularis) dan adanya vili intetinalis.

Absorpsi makanan dapat terjadi secara pasif dan aktif

a. Absorpsi pasif terjadi karena difus, perbedaan kepekatan bahan dalam lumen dan melliu interium dan sebagainya

Ada macam macam diantaranya:


(8)

- Exchange diffusion

- Dan lain lain

b. Absorpsi aktif

Bagaimana terjadinya sampai sekarang belum diketahui dengan jelas.

Absorpsi dan pencernaan makanan, elektrolit dan cairan terjadi terutama di duodenum dan bagian atas jejunum.

2.3. Histologi Duodenum

Ciri khas pada bagian pertama usus halus yaitu duodenum,adalah adanya kelenjar duodenal (Brunner) yang tubulo alveolar bercabang didalam submukosa. Duktus ekskretorius kelenjar ini menembus mukosa muskularis dan mencurahkan sekretnya ke dalam lumen duodenum pada dasar kelnjar intestinal. Fungsi utama kelenjar duodenal adalah melindungi mukosa duodenum terhadap isi gaster yang sangat korosif. Fungsi ini terlaksana dengan menghasilkan mukus dan ion ion bikarbonat yang alkalis yang menetralkan chymus asam yang memasuki duodenum dari lambung. Kelenjar duodenal mencurahkan sekretnya ke dalam lumen sebagai respon atas masuknya chysmus asam dan terhadap rangsangan parasimpatis melalui nervus vagus.

Sekret alkalis ini juga membantu kerja enzim pencernaan. Kelenjar duodenal juga menghasilkan hormon polipeptida disebut urogastron. Hormon ini


(9)

mengahambat sekret HCL oleh sel parietal gaster dan meningkatkan poliferasi epitel pada usus halus.

Lapisan dinding duodenum: 1. Tunica mukosa

a. Pada Tunica mukosa terlihat vili intestinal (Vi) yang menonjol kearah lumen yang diliputi oleh epitel selapis silindris yang bermikrovili. Diantara sel epitel dapat terlihat sel piala (Gc) yang berwarna pucat. b. Diantara vili intestinal terdapat lekukan yang merupakan kripta yang

melanjutkan diri menjadi glandula lieberkuhn. Sebagai kelenjar ada yang terpotong melintang. Tunica muskularis terlihat lebih tebal daripada dinding lambung.

2. Tunika submukosa

a. Didalamnya terdapat kjelenjar yang disebut glandulua duodenalis bruneri,kelenjar ini berbentuk tubuler bercabang dengan ujungnya bergulung. Sel epitel kelenjar kuboid. Inti gepeng di bagian basal. Lipatan tunika submukosa disebut plika sirkularis Kercking.

3. Tunika muscularis

a. Stratum sirkuler, terdiri atas serabut serabut otot melingkar, pada perbatasan dengan lambung membentuk sfingter pilori.

b. Stratum longitudinal, terbentuk oleh serabut serabut otot yang memanjang disebelah luar.


(10)

4. Tunika adventitia

a. Terdiri dari jaringan pengikat longgar, yang sebagian dilapisi mesotel sehingga disebut tunika serosa.

Gambar histologi duodenum 2.2. Stained with haemotoxylin and eosin

1. Tunica mucosa 2. Tunica submukosa 3. Tunica muscularis propria 4. Tunica serosa

5. Villi

6. Glands(crypts) in the lamina propria of the mucosa 7. Glands in the tunica submucosa (brunners glands)


(11)

Sumber: http://www.Histol-Chuvashia.Com/atlas-en/digest

Gambar histologi duodenum 2.3.

Stained with haematoxylin and eosin 1. Tunica mucosa

2. Tunica submucosa

3. Tunica muscularis propria 4. Tunica serosa

5. Villi

6. Glands (crypts) in the lamina propria of the mucosa 7. Glands in the tunica submucosa (Brunners glands)


(12)

Efisiensi fungsi penyerapan usus halus ditingkatkan oleh sejumlah perubahan yang meningkatkan permukaan total mukosa, yang paling mencolok adalah plika sirkularis ( Valvula Kerkring ) sebagai lipatan lipatan setengah lingkaran sampai dua pertiga lingkaran lumen, cara kedua adalah banyaknya vili intestinalies, paling banyak di duodenum dan yeyenum proksimal, seperti pada lambung , epitel pelapis saluran cerna ditutupi selapis mukus pelumas dan pelindung.11

Sel sel epitel usus memiliki kemampuan luar biasa untuk menutupi robekan pada membrannya agar tetap hidup, epitel usus halus normalnya diganti baru seluruhnya dalam 3-6 hari, dan jangka hidup sel Goblet usus hanya 4-6 hari (waktu yang diperlukan untuk berdiferensiasi dalam kriptus , bergeser ke atas villi dan dilepaskan pada ujung villus, jadi dalam satu siklus sel Goblet terus bersekresi selama satu siklus sekresi ( cell turnover).12

Jalannya peristiwa ini dapat berubah oleh iritans yang meningkatkan kecepatan pelepasan mukus.

2.4. Patologi Duodenum

Rangsangan berbahaya tidak perlu bersifat mematikan (lethal). keparahan atau durasi jejas yang terbatas memungkinkan sel dan jaringan ke kondisi normal semula. Yang sama pentingnya pada keseimbangan ketahanan hidup adalah kemampuan sel yang mengalami jejas dapat berespon dan beradaptasi terhadap jejas. Jalur dan gambaran kematian sel terlebih dahulu yang harus ketahui adanya


(13)

perubahan adaptif bahwa sel dan jaringan mengalami hal seperti itu sebagai respon terhadap ganguan fisiologi dan patologi.13

Adaptasi seluler terhadap jejas, meskipun dalam keadaan normal sel harus secara konstan beradaptasi terhadap perubahan di lingkungan nya. Adaptasi fisiologi ini biasanya mewakili respon sel terhadap perangsangan normal oleh hormon atau mediator kimiawi endogen.13

Ketidakseimbangan antara faktor faktor agresif (zat asam dan pepsin) dan faktor faktor defensif (resistensi mukosa) pada mukosa duodenum menyebabkan terjadinya peradangan.

Asam yang bersifat korosif ini yang merupakan faktor terpenting dalam menimbulkan kerusakan mukosa duodenum

Beberapa tanda terjadinya peradangan pada usus yaitu vili usus menjadi lebih panjang, dinding usus menebal. Berdasarkan gambaran histopatologi,pada peradangan akut terjadi edema di lamina propria disertai infiltrasi leukosit dalam jumlah yang ringan dan lebih didominasi oleh neutrofil.14

Selain itu ruang antar vili dan kripta menjadi lebih besar karena berisi leukosit dan sel debris.14 Dalam beberapa kasus,dapat terjadi inflamasi akut dan kronis secara bersamaan desertai kematian jaringan.

Peradangan dapat menyebabkan terjadinya erosi dan ulser di usus. Istilah erosi digunakan untuk menggambarkan kerusakan epitel usus pada fokus tertentu tanpa disertai hilangnya lapisan muskularis mukosa.15


(14)

Ulser digunakan untuk menggambarkan hilangnya epitel usus pada fokus tertentu tanpa disertai hilangnya muskularis mukosa atau bahkan lebih dalam lagi.15

Lesi ulser biasanya terjadi pada lapisan submukosa atau mukosa dan kadangkala disertai edema. Pada tepi ulser biasanya terjadi hiperplasia epitel mukosa.15

2.4.1.Hiperplasia

Merupakan peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan. Hipertrofi dan hiperplasia terkait erat dan sering terjadi secara bersamaan dalam jaringan sehingga keduanya bereperan terhadap penambahan ukuran organ secara menyeluruh. Namun demekian, pada kondisi tertentu, bahkan sel yang secara potensial sedang membelah seperti epitel sel usus , mengalami hipertrofi tetapi tidak hiperplasia.13

Hiperplasia dapat fisiologik atau patologik. Hiperplasia fisiologik dibagi terdiri dari Hiperplasia humoral dan hiperplasia kompensatoris. Hiperplasia juga merupakan respon kritis sel jaringan ikat pada penyembuhan luka; pada keadaan tersebut fibroblas yang distimulasi faktor pertumbuhan dan pembuluh darah berproliferasi untuk mempermudah perbaikkan.13

Pada hiperplasia humoral jika rangsangan faktor hormonal atau faktor pertumbuhan menghilang,hiperplasia pun menghilang. Hal tersebut yang membedakkannya dengan kanker; sel akan terus tumbuh walaupun tidak


(15)

ada rangsangan hormonal. Namun hiperplasia patologik merupakan tanah yang subur, yang akhirnya dapat muncul proliferasi kanker.13

2.4.2. Nekrosis

Tingkat keparahan respon inflamasi, penyebab spesifiknya, dan jaringan khusus yang terlibat,semuanya dapat mengubah gambaran morfologi dasar inflamasi akut dan kronik. Jejas sel ireversibel-Nekrosis menunjukan perubahan morfologik yang mengikuti kematian sel pada jaringan hidup.13 Seperti yang sering digunakan,nekrosis merupakan korelasi makroskopik dan histologik kematian selyang terjadi dilingkungan cedera.13 Berdasarkan tingkat keparahan nekrosis pada sel epitel dibagi menjadi dua yaitu erosi dan ulserasi. Erosi dimana nekrosis tidak sampai ke muskularis mukosa dan submukosa sedangkan pada ulserasi menunjukkan tempat inflamasi yang permukaan epitelnya telah menjadi nekrotik dan terkikis, sering kali karena inflamasi akut dan inflamasi kronis subepitel.13 Ulserasi dapat terjadi karena cedera toksik atau cedera traumatik pada permukaan epitel.13

2.5. Tikus Putih (Rattus novergicus L.) Jantan Galur Wistar

Tikus mempunyai potensi berkembang biak yang sangat besar. Seekor betina mampu melahirkan 10-12 ekor keturunan dengan kemampuan akomodasi embrio sekitar 18 embrio. Pada masa puncak perkembangbiakan,


(16)

tikus betina sangat aktif dan dapat bunting lagi pada kondisi anak masih dalam susuan.Tikus betina mampu mengasuh 2-3 generasi dengan selisih umur antar generasi satu bulan. Masa menyusui berlangsung 3-4 minggu dan menyapih anaknya setelah berumur satu bulan. 16

Tikus adalah spesies vertebrata yang paling umum digunakan untuk penelitian, populer karena ketersediaan mereka, ukuran, biaya rendah, kemudahan penanganan, dan tingkat reproduksi yang cepat. 17

Tikus Wistar adalah outbred regangan dari albino tikus milik spesies Rattus novergicus. Strain ini dikembangkan di Institut Wistar pada tahun 1906 untuk digunakan dalam penelitian biologi dan medis, dan terutama galur tikus pertama dikembangkan untuk melayani sebagai model organisme pada saat laboratorium terutama digunakan Mus musculus, atau tikus Rumah umum. Lebih dari setengah dari semua strain tikus laboratorium adalah keturunan dari koloni asli yang didirikan oleh ahli fisiologi Henry Donaldson, J. Milton administrator ilmiah Greenman, dan peneliti genetik atau embriologi Helen Dean Raja. 18

Daerah dengan pola tanam teratur dan serempak, perkembangbiakan tikus mengikuti pola yang teratur pula. Hal ini disebabkan karena perkembangbiakan tikus terkait erat dengan ketersediaan pakan baik kualitas maupun kuantitas. 16


(17)

2.5.1. Habitat dan Ruang Gerak Tikus Putih Jantan

Habitat tikus mempunyai agro-ekosistem yang berbeda tergantung pada spesis tikus. Untuk jenis Rattus norvegicus, R. rattus dan Mus musculus biasanya berada pada pemukiman penduduk, rumah dan gudang, sedangkan untuk jenis R. argentiventer, R. exulan dan Bandicota indica berada di areal pertanaman atau di luar pemukiman penduduk. Walaupun demikian, bisa saja suatu saat tikus yang tinggal dipemukiman akan berpindah ( migrasi ) ke areal pertanaman terutama jika kondisi pakan berkurang. Distribusi dari R.argentiventer, R.exulan dan B.indica hanya disekitar Asia Selatan dan Tenggara, sedangkan R.novergicus, R.rattus dan M.musculus mempunyai distribusi geografi yang menyebar ke seluruh dunia sehingga disebut hewan kosmopolitan. 19

2.5.2. Pakan dan Preferensi Makan Tikus Putih Jantan

Tikus adalah binatang pemakan segala ( omnivore ) , oleh sebab itu mampu mengkonsumsi segala jenis pakan yang ada di sekitarnya mulai dari jenis padi-padian, ubi-ubian, kacang-kacangan, bahkan dapat mengkonsumsi serangga dan sifut. Kemampuan mengkonsumsi pakan bervariasi menurut jenis pakan yang tersedia. Pada pakan beras kemampuan konsumsinya sekitar 10 g/hari, ubi jalar 23,6 g/hari, ubi kayu


(18)

20,6 g/hari, jagung pipil 8,2 g/hari, kacang tanah 7,2 g/hari sedang pada ikan teri 4,0 g/hari. Apabila pakan tersebut di atas diberikan secara bersamaan, maka preferensi makannya tertuju kepada beras. 20

Gambar tikus putih 2.4


(19)

2.6. Boraks

Boraks atau dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai sodium tetraborate decahydrate merupakan bahan pengawet yang dikenal masyarakat awam untuk mengawetkan kayu, antiseptik kayu dan pengontrol kecoa. Tampilan fisik boraks adalah berbentuk serbuk kristal putih. Boraks tidak memiliki bau jika dihirup menggunakan indera pencium serta tidak larut dalam alkohol.

Asam borat atau boraks ( boric acid ) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7 10H2O berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat. 21

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/IX/1988, asam borat dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Karena asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen. Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan ternyata masih banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan, karena selain berfungsi sebagai pengawet, boraks juga dapat memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk hingga lebih kenyal dan lebih disukai konsumen. 22

Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama “bleng”, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal dengan nama “pijer”. Digunakan ke dalam bahan pangan sebagai pengental ataupun sebagai pengawet. 23


(20)

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh data bahwa senyawa asam borat ini dipakai pada lontong agar teksturnya menjadi bagus dan kebanyakan ditambahkan pada proses pembuatan bakso. Komposisi dan bentuk asam borat mengandung 99,0 % dan 100 % H3BO3. Mempunyai bobot molekul 61,83 dengan B = 17,50 % ; H = 4,88 % ; O = 77,62 % berbentuk serbuk hablur kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis. 24

Karekteristik boraks antara lain 25: a. Warna adalah jelas bersih b. Kilau seperti kaca

c. Kristal ketransparanan adalah transparan ke tembus cahaya d. Sistem hablur adalah monoklin

e. Perpecahan sempurna di satu arah f. Warna lapisan putih

g. Mineral yang sejenis adalah kalsit, halit, hanksite, colemanite, ulexite dan garam asam bor yang lain.

h. Karakteristik yang lain: suatu rasa manis yang bersifat alkali.

Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut: jarak lebur sekitar 171°C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol 85 % dan tak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tetrat. Mudah


(21)

menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 100°C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat ( HBO2 ). Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih dan tak berwarna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali karbonat dan hidroksida. 24

Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan tekstur makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan lontong akan membuat bakso atau lontong tersebut sangat kenyal dan tahan lama, sedangkan pada kerupuk yang mengandung boraks jika digoreng akan mengembang dan empuk serta memiliki tekstur yang bagus dan renyah. Parahnya, makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih alami, sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus dilakukan uji khusus boraks di Laboratorium 3.

2.6.1. Kegunaan Boraks

Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair ( natrium hidroksida atau asam borat ) . Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Selain itu boraks juga


(22)

digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas, bahan pembersih atau pelicin porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu. 25

2.6.2. Dampak Boraks Terhadap Kesehatan

Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ yang lain. Dosis tertinggi yaitu 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan 5 gr/kg berat badan anak-anak akan menyebabkan keracunan bahkan kematian. Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan kurang dari 5 gr/kg berat badan anak-anak. 6

Efek negatif dari penggunaan boraks dalam pemanfaatannya yang salah pada kehidupan dapat berdampak sangat buruk pada kesehatan manusia. Boraks memiliki efek racun yang sangat berbahaya pada sistem metabolisme manusia sebagai halnya zat-zat tambahan makanan lain yang merusak kesehatan manusia.

Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi ( tertimbun ) sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit.


(23)

Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga menganggu alat reproduksi pria. 8

Sering mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria ( tidak terbentuknya urin ) , koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian. 9

Keracunan kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam waktu lama. Akibat yang timbul diantaranya anoreksia, berat badan turun, muntah, diare, ruam kulit, aloposia, anemia dan konvulsi. Penggunaan boraks apabila dikonsumsi secara terus-menerus dapat mengganggu gerak pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf, depresi dan kekacauan mental. Jumlah serta dosis tertentu, boraks bisa mengakibatkan degradasi mental, serta rusaknya saluran pencernaan, ginjal, hati dan kulit karena boraks cepat diabsorbsi oleh saluran pernapasan dan pencernaan, kulit yang luka atau membran mukosa. 6

Boraks bersifat toksik ( racun ) untuk semua sel dan jaringan tubuh termasuk ginjal, dapat menimbulkan radang pada saluran pencernaan, degenerasi atau pengecilan hati, edema atau pembengkaan pada otak, penimbunan cairan pada organ tubuh.26


(24)

2.7. Kerangka Teori

Gambar 2.6. Kerangka Teori Input

dosis boraks Pengaruh pada

Duodenum:

o Sifat iritatif (kondisi akut )Kerusakan pada pencernaan (usus)

o Sifat Karsinogenik (dalam jangka waktu yang lama)

Hiperplasia sel goblet

Kerusakan mukosa Radang pada saluran pencernaan:

sebukan sel radang

Proses Output

Erosi

metaplasia Ulkus

Nekrosis Boraks


(25)

Keterangan :

Yang diteliti=

Yang tidak diteliti=

Garis hubungan/pengaruh yang diteliti=


(26)

2.8. Kerangka Konsep

Gambar.2.7. kerangka Konsep

Inflamasi:

Sebukan sel radang Boraks

Duodenum

pH : ASAM

Perubahan struktur mukosa

Hiperplasia sel goblet dan metaplasia

Nekrosis :

Ringan : Erosi < 50%

Sedang: Erosi > 50%


(27)

2.9. Hipotesis

1. Terdapat perbedaan perubahan dan kerusakan gambaran histopatologi duodenum tikus Wistar antara kelompok yang mendapat boraks dengan kelompok kontrol.

2. Ada hubungan dosis-respon yaitu semakin tinggi dosis boraks peroral, semakin tinggi pula efek kerusakannya.


(1)

digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas, bahan pembersih atau pelicin porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu. 25

2.6.2. Dampak Boraks Terhadap Kesehatan

Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ yang lain. Dosis tertinggi yaitu 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan 5 gr/kg berat badan anak-anak akan menyebabkan keracunan bahkan kematian. Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan kurang dari 5 gr/kg berat badan anak-anak. 6

Efek negatif dari penggunaan boraks dalam pemanfaatannya yang salah pada kehidupan dapat berdampak sangat buruk pada kesehatan manusia. Boraks memiliki efek racun yang sangat berbahaya pada sistem metabolisme manusia sebagai halnya zat-zat tambahan makanan lain yang merusak kesehatan manusia.

Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi ( tertimbun ) sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit.


(2)

Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga menganggu alat reproduksi pria. 8

Sering mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria ( tidak terbentuknya urin ) , koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian. 9

Keracunan kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam waktu lama. Akibat yang timbul diantaranya anoreksia, berat badan turun, muntah, diare, ruam kulit, aloposia, anemia dan konvulsi. Penggunaan boraks apabila dikonsumsi secara terus-menerus dapat mengganggu gerak pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf, depresi dan kekacauan mental. Jumlah serta dosis tertentu, boraks bisa mengakibatkan degradasi mental, serta rusaknya saluran pencernaan, ginjal, hati dan kulit karena boraks cepat diabsorbsi oleh saluran pernapasan dan pencernaan, kulit yang luka atau membran mukosa. 6

Boraks bersifat toksik ( racun ) untuk semua sel dan jaringan tubuh termasuk ginjal, dapat menimbulkan radang pada saluran pencernaan, degenerasi atau pengecilan hati, edema atau pembengkaan pada otak, penimbunan cairan pada organ tubuh.26


(3)

2.7. Kerangka Teori

Gambar 2.6. Kerangka Teori Input

dosis boraks Pengaruh pada

Duodenum:

o Sifat iritatif (kondisi akut )Kerusakan pada pencernaan (usus) o Sifat Karsinogenik

(dalam jangka waktu yang lama)

Hiperplasia sel goblet

Kerusakan mukosa Radang pada saluran pencernaan:

sebukan sel radang

Proses Output

Erosi

metaplasia Ulkus

Nekrosis Boraks


(4)

Keterangan :

Yang diteliti=

Yang tidak diteliti=

Garis hubungan/pengaruh yang diteliti=


(5)

2.8. Kerangka Konsep

Gambar.2.7. kerangka Konsep

Inflamasi:

Sebukan sel radang Boraks

Duodenum

pH : ASAM

Perubahan struktur mukosa

Hiperplasia sel goblet dan metaplasia

Nekrosis :

Ringan : Erosi < 50%

Sedang: Erosi > 50%


(6)

2.9. Hipotesis

1. Terdapat perbedaan perubahan dan kerusakan gambaran histopatologi duodenum tikus Wistar antara kelompok yang mendapat boraks dengan kelompok kontrol.

2. Ada hubungan dosis-respon yaitu semakin tinggi dosis boraks peroral, semakin tinggi pula efek kerusakannya.