78
Hall JL. 2002. Cellular mechanisms for heavy metal detoxification and tolerance. J. Exp. Bot. 53: 1
–11. Jumberi A, Alihamsyah T. 2004. Pengembangan lahan rawa berbasis inovasi
teknologi. Dalam. Prosiding Seminar Nasional : Inovasi Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan Rawa dan Pengendalian Pencemaran
Lingkungan. Banjarbaru, 6-7 Oktober 2004. Badan Litbang Pertanian.
Karama AS. 1990. Penggunaan pupuk organic dalam produksi pertanian. Makalah disampaikan pada Seminar Puslitbangtan tanggal 4 Agustus 1990.
Bogor. Kaderi H. 2005. Penambahan konsentrat Salvinia molesta untuk meningkatkan
pertumbuhan padi di tanah sulfat masam. Buletin Teknik Pertanian.
102:46-48. Mishra S, Srivastava S, Tripathia RD, Govindarajan R, Kuriakose SV, Prasad
MNP. 2006. Phytochelatin synthesis and response of antioxidants during cadmium stress in Bacopa monnieri L. Plant Physiol. Biochem. 44: 25
–37. Moretti A , Gigliano G S. 1988. Influence of light and pH on growth and
nitrogenase activity on temperate-grown Azolla. Biol. and Fert. of Soils.6:131
–136. Noor A, Jumberi A. 1998. Peranan bahan amelioran, pupuk kalium dan varietas
dalam mengatasi keracunan besi pada tanaman padi di lahan pasang surut. Dalam : Prosiding Lokakarya Strategi Pembangunan Pertanian Wilayah
Kalimantan, 2-3 Desember 1997 di Banjarbaru. Badan Litbang Pertanian. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Banjarbaru. p: 275-
279.
Olguın EJ, Sa´nchez-Galva´n G, Pe´rez-Pe´rez T, Pe´rez-Orozco A. 2005. Surface adsorption, intracellular accumulation and compartmentalization of PbII
in batch-operated lagoons with Salvinia minima as affected by environmental conditions, EDTA and nutrients. J. Industrial and
Microbiology Biotechnology. 32: 577 –586.
Olguin EJ, Rodriguez D, Sanchez G, Hernandez E, Ramirez ME.
2003. Productivity, protein content and nutrient removal from anaerobic effluents
of coffee wastewater in Salvinia minima ponds, under subtropical conditions. Acta Biotechnology. 23: 259-270.
Olguin EJ, Hernandez E, Ramos I. 2002. The effect of both different light conditions and the pH value on the capacity of Salvinia minima BAKER
for removing cadmium, lead and chromium. Acta Biotechnology. 22:121- 131.
Sánchez-Galván G, Monroy O, Gómez G, Olguín EJ. 2008. Assessment of the hyperaccumulating lead capacity of Salvinia minima using bioadsorption
and intracellular accumulation factors. Water, Air and Soil Pollution. 194:77
–90.
79
Schneider IAH, Rubio J. 1999. Sorption of Heavy Metal ions by the nonliving biomass of freshwater macrophytes. Environmental Science and
Technology. 33: 2213-2217. Sun˜e N, Sa´nchez G, Caffaratti S, Maine MA. 2007. Cadmium and chromium
removal kinetics from solution by two aquatic macrophytes. Environmental Pollution. 145:467-473.
BAB. VI. PENGARUH GENOTIPE PADI DAN AMELIORASI LAHAN SERTA KOMBINASINYA TERHADAP KERACUNAN BESI
DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN PASANG SURUT
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk 1 mempelajari pengaruh genotipe padi, ameliorasi lahan dan kombinasinya dalam mengendalikan keracunan besi pada dua lokasi
dan dua musim tanam di lahan pasang surut, 2 mendapatkan genotipe padi yang toleran atau agak toleran terhadap keracunan besi. Penelitian dilaksanakan di
lahan pasang surut pada dua musim tanam tahun 2011 di dua lokasi KP. Belandean dan Danda Jaya, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.
Penelitian merupakan percobaan petak terpisah dengan petak utama perlakuan ameliorasi lahan kontrol, Salvinia sp. ditumbuhkan, kompos Salvinia sp., jerami
padi, pupuk kandang PK 2.0 tha, dan anak petak perlakuan genotipe padi TOX4136, Inpara-1, Inpara-2, Inpara-4, dan IR 64. Hasil penelitian
menunjukkan genotipe toleran agak toleran dan ameliorasi lahan dapat mengendalikan keracunan besi dan meningkatkan produktivitas padi di lahan
pasang surut. Pada lokasi KP. Belandean gejala keracunan besi lebih tinggi dan produktivitas padi lebih rendah dibandingkan lokasi Danda Jaya. Tingkat
keracunan besi pada musim tanam kedua lebih rendah dibandingkan pada musim tanam pertama pada kedua lokasi penelitian. Genotipe Inpara-1 dan Inpara-4 lebih
toleran terhadap keracunan besi dan menghasilkan gabah lebih tinggi dibandingkan genotipe lainnya pada ke dua lokasi penelitian.
Kata kunci : Ameliorasi lahan, genotipe padi, keracunan besi, lahan pasang surut
Abstrak
The objectives of experiment were : 1 to study the effect of rice genotypes, land amelioration and its combination to iron toxicity at two location and two cropping
season in the tidal swamp land, 2 to obtain rice genotypes which tolerant or rather tolerant to Fe toxicity. The experiments were conducted in the tidal swamp land
in the two cropping seasons 2011, at two locations namely Belandean Experiment Land and Danda Jaya, Kuala Barito Regency, South Kalimantan. The experiment
was arranged in a split plots design with the land amelioration treatment control, Salvinia sp. grown, compost Salvinia sp., rice straw, and farmyard manure 2 tha
as main plot, and the rice genotypes TOX4136, Inpara-1, Inpara-2, Inpara-4, and IR 64 as sub plot. The experiments results showed that land amelioration and
tolerant rather tolerant genotypes can controlling iron toxicity and increase rice productivity in the tidal swamp area. In the Belandean site reached higher iron
toxicity symptom and lower rice productivity compared to the Danda Jaya site. Level of iron toxicity symptoms lower at second cropping season than at first
cropping season. Inpara-1 and Inpara-4 genotypes more tolerant to Fe toxicity than other genotypes and higher productivity at two experiment site.
Key words: land amelioration, genotypes of rice, iron toxicity, tidal swamp area
82
Pendahuluan
Lahan pasang surut merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi semakin menyusutnya lahan-lahan subur di pulau jawa akibat konversi lahan ke
non pertanian, Luas lahan pasang surut di Indonesia diperkirakan sekitar 20.1 juta ha, dan sekitar 9.5 juta ha berpotensi untuk dijadikan sebagai lahan pertanian
Alihamsyah 2004. Walaupun lahan pasang surut mempunyai potensi sebagai sumber produksi padi, namun produktivitas padi di lahan ini masih rendah.
Masalah kondisi biofisik lahan yang menyebabkan rendahnya produksi padi di lahan pasang surut terutama karena rendahnya kesuburan tanah, yang dicirikan
oleh kahat hara, kemasaman yang tinggi, keracunan Al, Fe dan H
2
S Sarwani et al. 1994.
Keracunan besi pada padi merupakan salah satu faktor pembatas produksi padi di lahan sawah yang telah dilaporkan terjadi secara luas di beberapa negara
Asia seperti China, India, Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Philipina Ash et al.
2005. Keracunan besi merupakan stress fisiologi pada tanaman padi yang umum
dijumpai pada tanah Ultisol, Oxisol dan lahan pasang surut sulfat masam dengan keasaman dan kadar Fe aktif yang tinggi Sahrawat 2004. Keracunan besi pada
tanaman padi yang terserang berat mengakibatkan pertumbuhan sangat jelek, anakan tidak tumbuh sehingga hasil yang didapatkan sangat rendah dan bahkan
dapat mengakibatkan kegagalan panen Audebert dan Sahrawat 2000. Hasil-hasil penelitian menunjukkan keracunan besi pada padi sawah dapat menurunkan hasil
hingga 12-100 Sahrawat 2000; Sahrawat et al. 2004; Sahrawat 2010. Keracunan besi pada padi selain disebabkan tingginya kadar besi di dalam
tanah juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti ketidakseimbangan hara, tanah selalu tergenang Sahrawat et al. 2004, dan penggunaan genotipe padi
yang peka seperti varietas IR 64 Suhartini 2004. Penggunaan genotipe toleran merupakan cara yang lebih murah dan mudah diaplikasikan oleh petani, namun
demikian genotipe toleran kadang-kadang tidak selalu mampu beradaptasi secara luas untuk semua kondisi lahan.
Penggunaan bahan organik seperti jerami padi dan pupuk kandang sebagai bahan amelioran untuk memperbaiki kualitas lahan walaupun telah diketahui dapat
meningkatkan produktivitas padi, namun sering tidak mencukupi atau tidak
83
tersedia di lokasi. Salah satu sumber bahan organik yang potensial selain jerami padi dan pupuk kandang adalah menggunakan pupuk organik seperti Salvinia sp.
Penggunaan Salvinia sp. merupakan salah satu alternatif penyediaan bahan organik secara in-situ di lahan pertanaman padi.
Salvinia sp. merupakan pakis air yang banyak digunakan untuk bioremediasi air yang tercemar logam-logam berat karena adaptasi dan
kemampuannya yang tinggi dalam menyerap dan mengikat logam-logam berat yang terlarut dalam air Dhir 2009; Dhir dan Kumar 2010; Oguin et al. 2002;
Oguin et al. 2005. Selain kemampuan mengikat atau menjerap logam, Salvinia sp. mempunyai tingkat pertumbuhan dan produktivitas biomas yang tinggi
sehingga potensial digunakan sebagai pupuk organik Schneider dan Rubio 1999; Oguin et al. 2002; Oguin et al. 2003. Hasil penelitian penggunaan Salvinia
molesta sebagai pupuk organik pada tanah lahan pasang surut sulfat masam di rumah kaca dengan dosis 4.1 g6 kg tanah mampu meningkatkan hasil gabah dari
11.1 grumpun kontrol menjadi 70.07 grumpun dan mengurangi penggunaan pupuk N, P dan K Kaderi 2005.
Strategi yang dapat dilakukan dalam meningkatkan produktivitas padi di lahan pasang surut yang bermasalah keracunan besi adalah dengan cara
mengintegrasikan antara : 1 perbaikan lingkungan tumbuh tanaman, dan 2 menggunakan genotipe yang toleran Alihamsyah 2002. Pengendalian keracunan
besi yang mengkombinasikan antara penggunan genotipe padi toleranagak toleran yang spesifik lokasi dan ameliorasi lahan menggunakan bahan amelioran seperti
limbah panen, pupuk kandang dan Salvinia sp diharapkan dapat meningkatkan produktivitas padi di lahan pasang surut.
Penelitian bertujuan untuk 1 mempelajari pengaruh genotipe padi, ameliorasi lahan dan kombinasinya dalam mengendalikan keracunan besi pada
dua lokasi dan dua musim tanam di lahan pasang surut, 2 mendapatkan genotipe padi yang toleran agak toleran terhadap keracunan besi.
84
Metode Penelitian
Percobaan lapang dilakukan di lahan pasang surut di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan dengan tipologi sulfat masam pada tipe luapan air B di
dua lokasi cekaman Fe yang berbeda yaitu di Blandean cekaman Fe berat dan Danda Jaya cekaman Fe sedang pada dua musim tanam musim hujan dan
musim kemarau, bulan Pebruari sampai dengan Nopember 2011. Pada musim tanam pertama musim hujan perlakuan yang diberikan
adalah aplikasi bahan organik sebagai ameliorasi lahan : Salvinia sp. Salvinia sp. yang terpilih dari percobaan di rumah kaca. Ada dua perlakuan untuk Salvinia sp.
yaitu ditumbuhkan di lahan kemudian dibenamkan insitu dan kompos Salvinia sp. 2.0 tha. Sebagai pembanding aplikasi Salvinia sp. ditambah perlakuan
kompos jerami padi dan pupuk kandang 2.0 tha. Pada musim tanam kedua musim kemarau bahan organik tidak diberikan lagi memanfaatkan residu musim tanam
pertama. Ada 4 genotipe padi yang digunakan dalam penelitian genotipe padi yang terpilih dari percobaan rumah kaca dan varietas IR 64 sebagai pembanding.
Percobaan Musim Tanam I Musim Hujan
Penelitian merupakan percobaan petak terpisah dengan petak utama ameliorasi lahan dan genotipe padi sebagai anak petak .
Petak utama. Ameliorasi lahan yang terdiri atas :
1. Kontrol
2. Salvinia sp. ditumbuhkan 1 bulan, kemudian dibenamkan sebelum
tanam 3.
Kompos Salvinia sp. 2.0 tha 4.
Kompos jerami padi 2.0 tha 5.
Kompos pupuk kandang kotoran sapi PK 2.0 tha
Anak petak. Genotipe padi terdiri atas :
1. Galur harapan TOX4136-5-1-1-KY-3
2. Inpara-1
3. Inpara-2
4. Inpara-4
5. IR.64 varietas pembanding peka keracunan Fe
85
Setiap perlakuan di ulang 3 kali dengan luas petak setiap perlakuan 4 x 5 m
2
. Salvinia sp. yang ditumbuhkan perlakuan 2 berasal dari aksesi Sungai Kambat, kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan terpilih dalam seleksi
percobaan di rumah kaca. Salvinia sp. disebar ditumbuhkan di petakan lahan dengan dosis 100 gm
2
atau setara dengan 1 tonha basah segar, setelah ditumbuhkan selama 1 bulan Salvinia sp. dimatikan dengan cara disemprot dengan
herbisida paraquat. Tiga hari setelah penyemprotan dengan herbisida, Salvinia sp. dibenamkan kedalam tanah. Salvinia sp. sebelum disemprot herbsida diamati
persentase penutupan permukaan lahan sawah dan bobot biomas segar per petak dengan cara mengambil sampel Salvinia sp. seluas 3 m
2
. Pengomposan bahan organik dilakukan selama 4 minggu dengan
menambahkan mikroba pengurai untuk mempercepat pengomposan. Salvinia sp. ditumbuhkan dan kompos bahan organik lainnya dibenamkan 1 minggu sebelum
tanam padi. Kompos bahan organik diberikan dengan dosis 2.0 tha berdasarkan kadar air 35. Padi umur semai bibit 21 hari di tanam dengan jarak tanam 20 x 25
cm, 2 batang per lubang tanam. Pupuk N, P, dan K diberikan dengan dosis 75 kg Nha, 37.5 kg P
2
Oha dan 37.5 kg K
2
Oha. Setengah pupuk N dan seluruh pupuk P dan K diberikan pada umur padi 7 hari setelah tanam, sisa pupuk N diberikan
setelah 4 minggu kemudian. Pemeliharaan tanaman berupa penyiangan gulma, pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai cara dengan yang telah
direkomendasikan. Pengamatan dilakukan terhadap Fe dan pH tanah sebelum tanam padi 7
hari setelah pembenaman bahan amelioran, tanaman akhir vegetatif dan setelah panen pada petak utama perlakuan ameliorasi, karakter agronomis, hasil dan
komponen hasil padi. Pengamatan tingkat keracunan Fe pada tanaman padi Tabel 6.1 dilakukan setiap 2 minggu sekali mulai padi berumur 2 minggu sampai fase
inisiasi malai. Kadar Fe dara hara N, P, K jaringan tanaman padi diamati dengan mengambil sampel tanaman pada akhir vegetatif.
Data parameter pengamatan dianalisis secara statistik menggunakan sidik ragam dan perbandingan rata-rata perlakuan menggunakan uji jarak berganda
Duncan DMRT pada taraf kepercayaan 95.
86
Tabel 6.1. Skor gejala keracunan besi pada tanaman padi
Skor Fe Gejala pada tanaman
Tingkat toleransi
1 Tidak ada gejala
Sangat toleran 2
Pertumbuhan dan pembentukan anakan normal, pada ujung daun tua terdapat bercak spot berwarna coklat kemerahan
atau jingga Toleran
3 Pertumbuhan dan pembentukan anakan hampir normal,
daun tua berwarna coklat kemerahan, ungu atau kuning jingga
Toleran
5 Pertumbuhan dan pembentukan anakan agak terhambat,
beberapa daun berwarna coklat kemerahan atau kuning jingga
Sedang Agak toleran
7 Pertumbuhan dan pembentukan anakan terhambatterhenti,
banyak daun hampir semua daun berwarna coklat kemerahan atau kuning jingga
Peka
9 Hampir semua tanaman daun mengering dan mati.
Sangat peka
Sumber : IRRI-INGER 1996
Percobaan Musim Tanam II Musim Kemarau
Penelitian bertujuan untuk mengetahui efek residu aplikasi bahan organik sebagai bahan amelioran Salvinia sp, pupuk kandang dan jerami padi dan untuk
melihat konsistensi stabilitas hasil dari genotipe padi musim hujan dan musim kemarau.
Penelitian dilaksanakan pada musim kemarau dengan perlakuan genotipe padi yang diuji sama dengan percobaan sebelumnya, dan residu bahan organik
yang diberikan pada musim tanam sebelumnya musim hujan. Penelitian merupakan percobaan petak terpisah dengan petak utama residu bahan organik
ameliorasi lahan dan anak petak perlakuan genotipe padi.
Petak utama. Residu bahan organik yang terdiri atas :
1. Kontrol
2. Salvinia sp ditumbuhkan 1 bulan, kemudian dibenamkan sebelum tanam
3. Kompos Salvinia sp. 2.0 tha
4. Kompos jerami padi 2.0 tha
5. Kompos pupuk kandang PK 2.0 tha
Anak petak. Genotipe padi terdiri atas :
1. Galur harapan TOX4136-5-1-1-KY-3.
2. Inpara-1
87
3. Inpara-2
4. Inpara-4
5. IR.64 varietas pembanding peka keracunan Fe
Setiap perlakuan di ulang 3 kali dengan luas petak setiap perlakuan 4 x 5 m
2
. Padi umur semai 21 hari di tanam dengan jarak tanam 20 x 20 cm, 2 batang per lubang tanam. Pupuk N, P, dan K diberikan dengan dosis 75 kg Nha, 37.5 kg
P
2
Oha dan 37.5 kg K
2
Oha. Setengah pupuk N dan seluruh pupuk P dan K diberikan pada umur padi 7 hari setelah tanam, sisa pupuk N diberikan setelah 4
minggu kemudian. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, hasil dan
komponen hasil padi. Pengamatan gejala keracunan Fe pada tanaman padi dilakukan setiap 2 minggu sekali mulai padi berumur 2 minggu sampai akhir
vegetatif. Data parameter pengamatan dianalisis secara statistik menggunakan sidik ragam dan perbandingan rata-rata perlakuan menggunakan uji jarak berganda
Duncan DMRT pada taraf kepercayaan 95.
Hasil dan Pembahasan Percobaan Musim Tanam I
Karakteristik Tanah Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan lahan pasang surut sulfat masam dengan tipe luapan B, lahan terluapi air hanya pada saat pasang besar. Pasang besar atau
pasang tunggal terjadi dua periode dalam satu bulan yaitu selama bulan purnama dan bulan mati. Pada setiap periode pasang besar lahan terluapai air pasang selama
3-5 hari tergantung tinggi permukaan air disaluran tersier dan sekunder. Hasil analisis tanah di lokasi penelitian menunjukkan kemasaman tanah
pH tergolong sangat masam dengan pH di KP. Belandean lebih rendah 3.80 dibandingkan lokasi desa Danda Jaya 4.10 Tabel 6.2.
Kadar C organik dan N total pada kedua lokasi tergolong tinggi dan sedang. Kandungan P total cadangan tergolong tinggi dengan kadar P Bray I
sedang, sedangkan kandungan K total di dua lokasi tergolong rendah. Kadar Basa- basa Ca, Mg, dan K di dua lokasi termasuk rendah sampai sangat rendah, dengan
88
kadar Na yang sedang. Unsur meracun Al-dd 9.70 me100g dan Fe 631 ppm pada lokasi KP. Belandean lebih tinggi dibandingkan di Danda Jaya Al-dd 6.37
me100 g dan Fe 425 ppm. Pada kedua lokasi tekstur tanah tergolong liat berdebu Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Karakteristik tanah lokasi penelitian di lahan rawa pasang surut, KP. Blandean dan Danda Jaya, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan
Sifat Tanah KP. Blandean
Danda Jaya Nilai
Kriteria Nilai
Kriteria Lapisan 0-20 cm
pH H
2
O 3.80
SM 4.10
SM C. Organik
5.01 T
4.16 T
N total 0,25
S 0.27
S P Bray I ppm P
2
O
5
12.80 S
15.20 S
P total mg100g P
2
O
5
84.00 T
112 T
K total mg100 g K
2
O 8.00
R 8.00
R Basa-basa tukar me100g :
Ca 1.50
R 1.10
R Mg
1.37 R
1.30 R
K 0.09
SR 0.09
SR Na
0.62 S
0.62 S
KTK me100 g 15.75
S 12.65
S Al-dd me100 g
9.70 T
6.37 T
Fe tersdia ppm 631
ST 425
ST Tekstur :
Liat 69
Liat berdebu 63
Liat berdebu Debu
31 36
Pasir 1
Lapisan Pirit
Kedalaman cm 40
54 FeS
2
4.37 2.48
Fe tersedia ppm 1589
ST 1764
ST pH
2.90 SM
3.10 SM
Keterangan : SM=sangat masam, ST=sangat tinggi, T=tinggi, S=sedang, R=rendah, SR=sangat rendah
ekstraksi dengan ammonium asetat pH 4.8 metode Morgan
Kedalaman lapisan pirit FeS
2
2 pada lokasi KP. Belandean lebih dangkal 40 cm dibandingkan lokasi Danda Jaya 54 cm, dengan kadar pirit
di KP. Belandean juga lebih tinggi 4.37 dibandingkan lokasi Danda Jaya 2.48 Tabel 6.2. Berdasarkan kedalaman lapisan pirit yang lebih dangkal dan
kadar pirit, unsur meracun Al-dd dan Fe yang lebih tinggi serta pH tanah yang lebih rendah, lokasi KP. Belandean mempunyai tingkat cekaman yang lebih berat
89
dibandingkan lokasi Danda Jaya. Kadar Fe tanah terekstrak ammonium asetat pH 4.8 yang lebih tinggi, pH yang lebih rendah, kadar pirit yang lebih tinggi dan
kedalaman lapisan pirit yang lebih dangkal pada lokasi KP. Belandean lebih berpotensi untuk keracunan besi yang lebih berat dibandingkan lokasi Danda Jaya.
Masalah fisiko-kimia lahan untuk pengembangan tanaman pangan di lahan pasang surut meliputi antara lain genangan air dan kondisi fisik lahan, kemasaman
tanah dan asam organik pada lahan gambut tinggi, mengandung zat beracun dan intrusi air garam, kesuburan alami tanah rendah dan keragaman kondisi lahan
tinggi Sarwani et al. 1994. Dari ketiga tipologi lahan di lahan pasang surut, lahan sulfat masam merupakan lahan yang mempunyai kendala lebih berat, karena
mempunyai lapisan pirit yang apabila teroksidasi mengakibatkan pH tanah yang masam sampai sangat masam, mempunyai kandungan unsur meracun Al dan Fe
yang tinggi serta kandungan dan ketersediaan hara yang rendah. Lahan sulfat masam di Indonesia di perkirakan sekitar 6,7 juta ha Wijaya Adhi 1986;
Alihamsyah 2004. Lahan sulfat masam yang mengandung lapisan pirit yang tinggi menjadi
masalah apabila teroksidasi, karena menyebabkan tanah menjadi sangat masam dengan kadar sulfat dan besi yang tinggi. Reaksi oksidasi pirit menghasilkan besi
ferri Fe
+3
dan H
+
yang menyebabkan tanah menjadi sangat masam secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut Dent 1986
FeS
2
+ 154 O
2
+ 72 H
2
O FeOH
3
+ 2 SO
4 2-
+ 4 H
+
Pada kondisi tergenang reduktif besi ferro biasanya berlebihan pada lahan sulfat masam yang dapat berakibat keracunan besi pada padi. Dalam keadaan
reduktif tergenang besi ferri Fe
+3
akan tereduksi menjadi besi ferro Fe
+2
yang dapat diserap oleh tanaman dan dalam jumlah berlebihan dapat meracuni tanaman
padi Dent 1986.
Kadar Hara Bahan Amelioran yang Digunakan
Kadar hara bahan amelioran bahan organik yang digunakan dalam ameliorasi lahan disajikan pada Tabel 6.3. Kadar C organik berkisar antara 15.71-
24.92, N 0.87-1.08, P 0.09-0.32, K 1.35-1.85, Ca 0.24-0.35, Mg 0.22- 0.28, CN 16-26. Kompos Salvinia sp. mempunyai CN yang terendah,
90
sedangkan kompos jerami mempunyai kadar kalium yang tertinggi 1.86 diantara ke tiga bahan amelioran yang digunakan. Kompos pupuk kandang
mempunyai yang kadar P tertinggi 0.32. Salvinia sp. segar yang ditumbuhkan di lahan mempunyai kandungan Fe tertinggi 5.23, diikuti oleh kompos Salvinia
sp., kompos jerami dan kompos pupuk kandang kotoran sapi mempunyai kandungan Fe terendah 0.25 Tabel 6.3.
Tabel 6.3. Kadar hara dan Fe bahan organik yang digunakan dalam penelitian Kadar Hara
Kompos Jerami
Kompos Pupuk Kandang
Kompos Salvinia sp.
Salvinia sp. segar
C 24.92
16.6 15.71
24.83 N
0.96 0.87
0.98 1.06
P 0.19
0.32 0.09
0.11 K
1.86 0.95
1.35 1.75
Ca 0.35
0.18 0.24
0.31 Mg
0.22 0.39
0.28 0.26
CN 26.0
19.08 16.0
23.4 Fe
0.62 0.25
1.62 5.23
Perubahan pH dan Fe Tanah
Hasil analisis tanah sebelum tanam 7 hari setelah ameliorasi lahan, saat akhir vegetatif dan setelah panen menunjukkan adanya perubahan pH dan kadar
Fe tanah di kedua lokasi penelitian Gambar 6.1. Kadar Fe larut dan pH tanah semakin menurun dengan lamanya waktu
pengamatan. Kadar Fe dan pH tanah pada waktu setelah panen akhir vegetatif sebelum tanam. Keasaman tanah Danda Jaya lebih tinggi dibandingkan KP.
Belandean, sebaliknya kadar Fe tanah Danda Jaya lebih rendah dari KP. Belandean pada semua perlakuan ameliorasi lahan dan waktu pengamatan.
Keasaman tanah pH tidak terlalu berubah dengan perlakuan ameliorasi lahan, pada lokasi KP. Belandean sebelum tanam menunjukkan pH tanah pada
perlakuan amaliorasi lahan adalah 3.65-3.90 sedangkan kontrol 3.50. Pada lokasi Danda Jaya pH pada perlakuan ameliorasi lahan berkisar antara 3.90-4.10,
sedangkan perlakuan kontrol 3.90. Pada lokasi KP. Belandean perlakuan ameliorasi lahan menurunkan kadar Fe tanah dari 761 ppm kontrol menjadi 525-
681 ppm atau menurun 11-31, sedangkan di Danda Jaya menurunkan Fe dari 528 ppm kontrol menjadi 428-480 ppm atau menurun 9-19 Gambar 6.1.
91
Gambar 6.1. Perubahan pH dan Fe sebelum tanam 7 hari setelah perlakuan ameliorasi lahan, pada akhir vegetatif dan setelah panen di KP. Belandean dan Danda
Jaya
Semakin rendahnya kadar Fe tanah pada waktu setelah panen dibandingkan pada akhir vegetatif tanaman dan sebelum tanam diperkirakan berhubungan
dengan kondisi genangan air di lahan pertanaman padi. Genangan air semakin berkurang sampai menjelang panen memasuki musim kemarau, sehingga kondisi
lahan berada dalam keadaan oksidatif yang berakibat semakin berkurangnya kadar besi Fe
+2
di dalam tanah.
Gejala Keracunan Besi pada Tanaman
Hasil analisis ragam terhadap skor gejala keracunan besi pada padi mulai umur 2 minggu sampai 8 minggu setelah tanam menunjukkan perlakuan
ameliorasi lahan dan genotipe padi berpengaruh nyata pada kedua lokasi, kecuali pada minggu ke-2 perlakuan ameliorasi lahan belum berpengaruh terhadap gejala
keracunan besi di lokasi Danda Jaya Tabel 6.4. Pada kedua lokasi interaksi antara ameliorasi lahan dan genotipe padi tidak
nyata. Gejala keracunan besi meningkat dengan meningkatnya waktu pengamatan sampai umur tanaman 8 minggu. Pada ke dua lokasi penelitian perlakuan
ameliorasi lahan menggunakan bahan organik mampu mengurangi tingkat keracunan besi pada tanaman.
2.0 2.4
2.8 3.2
3.6 4.0
4.4
100 200
300 400
500 600
700 800
pH Fe
p p
m
Perlakuan ameliorasi lahan
Sebelum tanam Fe Setelah panen Fe
Akhir vegetatif Fe Sebelum tanam pH
Setelah panen pH Akhir vegetatif pH
KP. Belandean Danda Jaya
92
Tabel 6.4. Analisis ragam pengaruh genotipe padi dan ameliorasi lahan terhadap gejala keracunan besi pada tanaman umur 2-8 minggu setelah tanam di KP.
Belandean dan Danda Jaya , Kalimantan Selatan, MT. I. 2011
Sumber Keragaman Parameter yang diamati
Skor keracunan Fe
Minggu-2 Skor
keracunan Fe Minggu-4
Skor keracunan Fe
Minggu-6 Skor
keracunan Fe Minggu-8
KP. Belandean
Ameliorasi lahanA Genotipe padi G
AG tn
tn tn
Danda Jaya
Amelioran A tn
Genotipe padi G AG
tn tn
tn tn
Ket : tn = tidak nyata, = berpengaruh sangat nyata
Pada umur tanaman 2 minggu gejala keracunan besi pada lokasi Danda Jaya lebih tinggi dibandingkan lokasi KP.Belandean. Gejala keracunan besi pada
lokasi KP. Belandean lebih tinggi dibandingkan Danda Jaya terutama pada umur tanaman 6-8 minggu. Tabel 6.5-6.6.
Tabel 6.5. Gejala keracunan Fe umur 2 dan 4 minggu setelah tanam di KP. Belandean dan Danda Jaya, Kalimantan Selatan, MT.I. 2011
Perlakuan KP. Belandean
Danda Jaya
Skor keracunan Fe
2 minggu Skor
keracunan Fe 4 minggu
Skor keracunan Fe
2 minggu Skor
keracunanFe 4 minggu
Ameliorasi lahan
Kontrol
1.87 a 3.93 a
2.60 a 3.33 a
Salvinia sp. ditumbuhkan
1.40 b 2.53 c
2.67 a 3.00 ab
Kompos Salvinia sp.
1.53 ab 3.00 b
2.27 a 2.73 b
Kompos Jerami
1.33 b 3.13 b
2.40 a 3.20 ab
Kompos PK
1.80 a 3.00 b
2.27 a 3.07 ab
Genotipe padi
TOX4136
1.53 bc 2.87 b
2.27 b 2.80 b
Inpara-1
1.27 cd 2.33 c
173 c 2.00 c
Inpara-2
1.87 ab 3.20 b
2.07 bc 3.20 b
Inpara-4
1.07 d 2.20 c
1.80 c 2.07 c
IR 64
2.20 a 5.00 a
4.33 a 5.27 a
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata uji DMRT pada = 5
Pada pengamatan gejala keracunan besi umur tanaman 8 minggu menunjukkan di lokasi KP. Belandean rata-rata perlakuan amelioran menurunkan
93
skor keracunan besi dari 4.32 kontrol menjadi 3.06-3.40. Pada lokasi Danda Jaya perlakuan ameliorasi lahan menurunkan skor keracunan besi umur 8 minggu dari
3.42 kontrol menjadi 2.58-2.88. Perlakuan Salvinia sp. yang ditumbuhkan maupun yang dikomposkan tidak menunjukkan perbedaan dibandingkan dengan
kompos jerami padi dan pupuk kandang dalam mengendalikan keracunan besi. Tabel 6.6.
Pada kedua lokasi penelitian genotipe Inpara-1 dan Inpara-4 menunjukkan gejala keracunan paling rendah. Pada pengamatan umur tanaman 8 minggu di
lokasi Danda Jaya rata-rata skor keracunan besi padi Inpara-1 1.80 dan Inpara-4 1.60 lebih rendah dibandingkan varietas IR 64 4.72. Pada lokasi KP. Belandean
rata-rata skor keracunan besi Inpara-1 2.74 dan Inpara-4 2.26 lebih rendah dibandingkan varietas IR 64 5.54 Tabel 6.6.
Tabel 6.6. Gejala keracunan Fe umur 6 dan 8 minggu setelah tanam di KP. Belandean dan Danda Jaya, Kalimantan Selatan, MT.I. 2011
Perlakuan KP. Belandean
Danda Jaya
Skor keracunan Fe
6 minggu Skor
keracunan Fe 8 minggu
Skor keracunan Fe
6 minggu Skor
keracunanFe 8 minggu
Ameliorasi lahan
Kontrol
3.87 a 4.32 a
3.00 a 3.42 a
Salvinia sp. ditumbuhkan
2.87 b 3.06 b
2.53 bc 2.68 b
Kompos Salvinia sp.
3.00 b 3.28 b
2.47 c 2.58 b
Kompos Jerami
3.13 b 3.40 b
2.60 bc 2.88 b
Kompos PK
3.40 ab 3.14 b
2.87 ab 2.72 b
Genotipe padi
TOX4136
3.40 b 3.34 b
2.73 b 3.02 b
Inpara-1
2.00 c 2.74 bc
1.90 c 1.80 c
Inpara-2
3.33 b 3.32 b
2.60 b 3.14 b
Inpara-4
2.13 c 2.26 c
1.60 c 1.60 c
IR 64
5.40 a 5.54 a
4.60 a 4.72 a
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata uji DMRT pada = 5
Gejala keracunan besi genotipe Inpara-1 dan Inpara-4 yang lebih rendah dibandingkan genotipe IR 64 pada fase vegetatif dan generatif ditunjukkan pada
gambar berikut ini Gambar 6.2.
94
`
Gambar 6.2. Gejala keracunan besi genotipe Inpara-4 dan IR 64 pada saat pertumbuhan vegetatif kiri dan genotipe IR 64 dan Inpara-1 pada saat telah keluar malai
kanan, KP. Belandean, MT. I.
Kadar Fe dan Hara Tanaman
Hasil analisis jaringan tanaman padi yang diambil pada akhir vegetatif menunjukkan rata-rata bahan amelioran yang digunakan dalam ameliorasi lahan
menurunkan kadar Fe dalam tanaman padi. Pada lokasi KP. Belandean ameliorasi lahan menurunkan kadar Fe dari 1298 ppm kontrol menjadi 759-1095 ppm Fe,
sedangkan pada lokasi Danda Jaya menurunkan kadar Fe dari 938 ppm kontrol menjadi 622-703 ppm Fe Gambar 6.3
Gambar 6.3. Rata-rata kadar Fe tanaman padi pada perlakuan ameliorasi lahan dan genotipe padi pada lokasi KP. Belandean dan Danda Jaya, MT. I. 2011
200 400
600 800
1000 1200
1400 1600
Kad ar
F e
tan aman
p p
m
KP. Belandean Danda Jaya
Amelioran Genotipe padi
Inpara 4 IR 64
IR 64 Inpara 1