I. PENDAHULUAN
Lobster air tawar Cherax quadricarinatus merupakan salah satu jenis udang yang banyak digemari karena rasanya yang enak dan tergolong mewah. Pada 2005
permintaan lobster dunia telah mencapai lebih dari 180.000 ton, sementara produksinya masih di bawah 180.000 ton Sackton, 2009. Permintaan lobster ini
berasal dari daerah Amerika, Eropa dan sebagian Asia. Produksi lobster air tawar dunia kebanyakan masih bergantung pada tangkapan alam Anonim, 2010.
Lobster air tawar merupakan salah satu jenis lobster yang telah dibudidayakan. Sejak pertama diperkenalkan permintaan akan lobster ini cukup
besar. Untuk daerah Jakarta saja membutuhkan pasokan tidak kurang dari 3 ton per bulannya dan belum terpenuhi Trobos, 2006, hal ini karena rasa lobster air
tawar tidak jauh berbeda dengan loster air laut yang lebih umum dikenal. Selain rasanya yang lezat, lobster air tawar juga memiliki kandungan lemak sangat
rendah, yaitu kurang dari 2, mengandung selenium yang merupakan antioksidan untuk menghindari penyakit jantung koroner, sumber yodium, seng, asam lemak
omega 3, magnesium, kalsium dan fosfor Lukito dan Prayoga, 2007. Harga lobster air tawar sangat menjanjikan, dikalangan petani mencapai Rp. 80.000Kg
dengan ukuran 10-15 ekor per kilogramnya. Lobster air tawar sangat berpeluang dikembangkan secara besar-besaran.
Selain karena permintaan yang besar, juga menjadi salah satu upaya diversifikasi komoditas budidaya di masyarakat. Dalam pengembangan budidaya lobster, benih
merupakan hal yang sangat penting karena merupakan input produksi. Kualitas dan kuantitas benih sangat erat kaitannya dengan kualitas induk yang digunakan
Sukmajaya, 2003. Pemilihan kualitas induk yang baik akan menghasilkan benih yang berkualitas baik pula.
Di lapangan, usaha pembenihan lobster dihadapkan pada pertumbuhan benih yang beragam, mulai dari pertumbuhan yang lambat, sedang dan cepat.
Keberagaman pertumbuhan ini menjadi kendala dalam pemenuhan target produksi, karena benih yang lambat pertumbuhannya akan membutuhkan waktu
pemeliharaan yang lebih lama. Untuk mengatasi hal tersebut, informasi kemampuan induk memproduksi benih baik dari segi kualitas maupun
1
kuantitasnya sangat penting untuk diketahui. Sehingga dapat melakukan penyesuaian dengan target produksi.
Salah satu pembenih lobster air tawar di daerah Parung Bogor memproduksi benih berukuran 1 - 2 inci untuk memenuhi kebutuhan pembesaran. Sebagai
upaya pemenuhan target pruduksinya, usaha ini menggunakan induk dengan berbagai bobot yang kemudian menghasilkan benih yang beragam. Keberagaman
ini sering sekali menyebabkan siklus produksi terganggu. Lobster dengan pertumbuhan lambat membutuhkan waktu dan tempat pemeliharaan yang lebih
banyak, sehingga panen tidak dapat dilakukan secara serentak. Informasi produksi benih dari induk yang digunakan sangat dibutuhkan oleh usaha ini untuk
melakukan manajemen produksi dan sebagai evaluasi terhadap kualitas induk yang digunakan.
Pemilihan induk dalam usaha pembenihan lobster, sebaiknya dilakukan dengan melihat benih yang dihasilkan induk baik dari segi kualitas yang
mencakup pertumbuhan maupun dari segi kuantitasnya. Namun untuk tujuan kepraktisan, selama ini dikalangan petani pemilihan induk sering sekali dilakukan
berdasarkan panjang maupun bobot induk. Rouse dan Masser 1997 mengemukakan terdapat hubungan antara produktivitas induk dengan bobot
tubuhnya, semakin besar bobot induk maka semakin besar pula produksi telurnya. Semakin besarnya bobot induk diduga akan semakin besar pula luasan abdomen
sebagai tempat menempelnya telur, hal ini akan berpengaruh terhadap produksi telur. Selain itu juga, induk yang lebih besar memungkinkan menghasilkan benih
dengan pertumbuhan yang lebih baik karena proses penurunan sifat dan penjagaan induk yang lebih baik bersifat perental care. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengkaji produksi benih dari induk lobster air tawar Cherax quadricarinatus dengan bobot yang berbeda.
2
II. BAHAN DAN METODE