Volume Backscattering Strength Schooling Ikan di Selat Sunda

4.2 Volume Backscattering Strength Schooling Ikan di Selat Sunda

Volume Backscattering Strength adalah perbandingan intensitas yang dipantulkan oleh suatu kelompok ikan dalam volume air tertentu Johanesson dan Mitson, 1983. Melalui nilai ini dapat diketahui kekuatan pantul suatu kelompok ikan sehingga dapat diduga kepadatan kelompok ikan tersebut. Berdasarkan hasil pengolahan data di Perairan Selat Sunda didapat bahwa nilai volume backscattering strength kelompok ikan tertinggi adalah -42,66 dB sedangkan nilai volume backscattering strength terendah bernilai –59,13 dB Gambar 4. Gambar 4. Sebaran nilai volume backscattering strength di Perairan Selat Sunda. Gambar 4 memberi gambaran bahwa nilai pantulan suatu kelompok ikan yang terbesar ditemukan dengan jumlah terendah yaitu hanya satu schooling yang berada dikisaran -43,00 dB sampai -40,00 dB. Jumlah schooling ikan terbanyak mempunyai nilai volume backscattering strength antara -55,00 dB sampai -52,00 dB warna merah. Nilai rata – rata volume backscattering strength di Perairan Selat Sunda adalah -53,75 dB. Hal ini menjelaskan bahwa nilai Sv besar -43,00 sampai -40,00 adalah nilai Sv yang berasal dari schooling ikan yang berukuran besar kelompok ikan yang besar dibandingkan dengan nilai Sv dibawahnya. Schooling ikan yang berukuran besar diduga berasal dari jenis teri Stolephorus sp dan petek Leiognathus elongatus. Nilai rata – rata Sv schooling adalah -55,00 dB sampai -52,00 dB menunjukkan schooling rata – rata ikan di Selat Sunda berukuran kecil. Hal ini diduga disebabkan oleh pengaruh musim timur dengan kondisi perairan yang lebih tenang dan suhu yang optimal. Besar kecilnya ukuran schooling ikan berdasarkan Gunarso 1985 dapat terjadi akibat pengaruh musim, sebagai upaya perlindungan diri, mencari dan menangkap mangsa. Ketika Musim Timur perairan cenderung lebih tenang sehingga ikan mencari makanan lebih mudah dan cenderung tidak berkelompok dengan ukuran yang besar. Hasil penelitian Genisa tahun 2002 menyebutkan bahwa jenis ikan yang mendominasi di Perairan Selat Sunda adalah ikan teri Stolephorus sp,ikan biji nangka Upeneus sulphureus,ikan petek Leiognathus elongatus,ikan kerong – kerong Therapon theraps dan ikan lemuru Sardinella brachysomal. Ikan – ikan ini tergolong ikan ekonomis penting sehingga informasi keberadaan schooling dari jenis ikan ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui kelimpahan sumberdaya perikanan di Perairan Selat Sunda. 4.3 Sebaran Volume Backscattering Strength Schooling Ikan Berdasarkan Kedalaman dan Kaitannya Terhadap Faktor Oseanografi Fisik Keberadaaan schooling ikan di Perairan Selat Sunda mengalami perubahan ruang secara terus menerus. Informasi yang berkaitan dengan kedalaman, schooling dan volume backscattering strength akan memberi manfaat untuk mengetahui keberadaan ikan sehingga pemanfaatan dan pengelolaannya menjadi lebih baik Sultan et al., 2001. Hal ini juga dapat diaplikasikan dalam penggunaan alat tangkap nelayan yang mampu beroperasi hingga di kedalaman yang sesuai dengan keberadaan schooling ikan. Secara statistik menunjukkan bahwa ikan dominan berada di strata kedalaman 0-25 meter dengan jumlah 76 schooling. Hal ini disebabkan lokasi dari schooling tersebut banyak berada di wilayah pesisir dengan kedalaman antara 21 – 49 meter sesuai dengan Gambar 3. Jumlah schooling ikan paling rendah berada di kisaran kedalaman 52 – 76 meter Gambar 5. Rata – rata jumlah schooling ikan di semua strata kedalaman adalah 32 schooling ikan. Contoh schooling dalam echogram di setiap strata kedalaman ditunjukkan oleh Gambar 6. Sebaran ikan berdasarkan kedalaman ini dipengaruhi oleh tingkah laku renang serta pengaruh kondisi fisik arus, suhu, salinitas dan biologi lingkungan predator, makanan Sumich, 1992 in Sultan et al., 2001. Gambar 5. Sebaran schooling ikan berdasarkan kedalaman di Perairan Selat Sunda Sebaran schooling ikan seperti yang disebutkan dalam Sumich, 1992 in Sultan et al., 2001 tentunya tidak terlepas dari faktor oseanografi fisik seperti suhu dan salinitas. Gambar 7 menunjukkan profil suhu dan hubungannya terhadap nilai Sv dan sebarannya secara spasial. Kisaran suhu 28,43ºC sampai 28,94ºC secara spasial terdapat schooling lebih dominan terutama dibagian utara Selat Sunda. Beberapa schooling di dekat Pulau Panaitan dengan kisaran -47 dB sampai -44 dB mempunyai kisaran suhu yang lebih tinggi yaitu 29,97ºC sampai 30,48ºC. Profil salinitas dalam Gambar 8 menunjukkan bahwa schooling ikan cenderung berada dikisaran salinitas 32,42 sampai 33,49 dan berada di wilayah utara Selat Sunda termasuk selatan Pulau Legundi dan utara Pulau Sebuku. Schooling dengan kisaran nilai Sv tertinggi -43 dB sampai -42 dB mempunyai kisaran salinitas 32,42 sampai 33,49. Nilai Sv yang dominan berdasarkan Gambar 9 -55 dB sampai -52 dB menyebar di kisaran salinitas 32,42 sampai 33,49, 31,35 sampai 32,42 dan beberapa di sekitar Teluk Semangka mempunyai kisaran 33,49 sampai 34,56. Keterkaitan terhadap faktor oseanografi fisik merupakan salah satu faktor yang menentukan keberadaan schooling ikan. Kisaran suhu dan salinitas yang berbeda untuk setiap schooling terkait dengan tingkah laku ikan tersebut. Faktor suhu dan salinitas dapat mempengaruhi aktiftas metabolisme dan pergerakan ikan sehingga memungkinkan untuk membentuk suatu schooling. Gambar 6. Contoh schooling di setiap kedalaman. Gambar 7. Profil melintang suhu di Selat Sunda saat pengambilan data. Gambar 8.Profil melintang salinitas di Selat Sunda saat pengambilan data. Nilai volume backscattering strength jika dilihat berdasarkan kedalaman di Perairan Selat Sunda Gambar 9 secara statistik menunjukkan bahwa schooling ikan dengan kisaran nilai volume backscattering strength -55,00 dB sampai -52,00 dB mendominasi di beberapa strata kedalaman seperti kisaran 0 – 25 meter, 26 – 51 meter, 52 – 76 meter dan 77 – 101 meter. Kedalaman 102 – 126 meter nilai volume backscattering strength yang dominan adalah -59,00 dB sampai -56,00 dB. Parker et al.2009 menyebutkan bahwa nilai volume backscattering strength merupakan bagian pokok untuk melakukan estimasi densitas ikan dan stok sumberdaya perikanan. Hal yang mempengaruhi keberadaan schooling yang besar dan kecil berdasarkan kedalaman sangat terkait dengan kebiasaan ruaya untuk melakukan pemijahan dan proses adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya Gunarso, 1985. Gambar 9. Sebaran volume backscattering strength berdasarkan kedalaman di Perairan Selat Sunda. Sebaran nilai volume backscattering strength jika dilihat secara umum berdasarkan kedalaman Gambar 10 terlihat terkonsentrasi di kedalaman 0 – 40 meter dengan kisaran nilai volume backscattering strength -60,00 dB sampai - 40,00 dB. Semakin dalam, nilai volume backscattering strength cenderung lebih rendah dengan jumlah schooling yang berkurang. Penelitian Pasaribu 2000 menunjukkan densitas ikan pada Bulan Juli Musim Timur kedalaman 20 -40 meter mempunyai nilai densitas tertinggi dengan salah satu lokasi di Pulau Sebuku. Ikan yang dominan tertangkap pada Musim Timur ini adalah layur Thrichiurus sp dan petek Leiognathus elongatus. Faktor lain yang menyebabkan volume backscattering strength lebih tinggi dengan jumlah schooling yang lebih banyak di lapisan 0-40 meter adalah cahaya, suhu permukaan dan salinitas yang optimum untuk kehidupan ikan. Gambar 10. Sebaran nilai volume backscattering strength secara vertikal.

4.4 Sebaran Volume Backscattering Strength Schooling Ikan Berdasarkan