Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon

Menurut Bruenig 1996 dalam Suhendang 2002, hutan sekunder merupakan hutan yang tumbuh melalui suksesi sekunder alami pada lahan hutan yang telah mengalami gangguan yang berat, seperti lahan bekas perladangan berpindah atau untuk pertanian menetap, peternakan dan pertambangan.

2.3 Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon

Pengaturan hasil adalah penentuan hasil kayu dan produk lainnya dalam preskripsi rencana pengelolaan, termasuk dimana, kapan dan bagaimana hasil seharusnya dapat diekstraksi FAO 1998. Pengaturan hasil yield regulation diartikan sebagai suatu proses atau strategi untuk mewujudkan kelestarian hasil yang diterjemahkan ke dalam praktek manajemen dalam bentuk perencanaan, monitoring dan kontrol. Dalam konteks lebih operasional, pengaturan hasil adalah penentuan porsi hutan dalam luas areal ataupun volume kayu yang dipungut setiap tahun atau periode tertentu yang menjamin kelestarian produksipengusahaan dan kelestarian hutan. AAC atau etat tidak lain adalah angka yang menyatakan besarnya porsi tersebut. Dalam AAC juga melekat dimensi spasial dan waktu bagian mana yang ditebang kapan, dan bahkan bagaimana penebangan dilakukan Parthama 2002. Menurut Davis dan Johnson 1987 hasil tegakan adalah banyaknya dimensi tegakan yang dapat dipanen dan dikeluarkan pada waktu tertentu atau jumlah kumulatif sampai pada waktu tertentu. Pengelolaan hutan berada pada keadaan kelestarian hasil apabila besarnya hasil sama dengan pertumbuhannya dan berlangsung secara terus menerus. Jumlah maksimum hasil yang dapat dikeluarkan secara terus menerus setiap periode sama dengan pertumbuhan dalam periode waktu itu. Secara umum, teknik penghitungan AAC dapat dipilah menjadi dua yaitu 1 teknik menggunakan rumus, dan 2 teknik berdasarkan simulasi Parthama 2002. Teknik menggunakan rumus dalam penghitungan AAC berdasarkan metode etat luas dan metode etat volume yang biasanya diasumsikan berdasarkan konsep hutan normal. Pendekatan simulasi lebih kompleks dari teknik rumus dan memerlukan input data yang lebih ekstensif. Di lain pihak simulasi lebih fleksibel sehingga memungkinkan untuk mengakomodasi variasi kondisi tegakan dan variasi ketentuan manajemen seperti siklus tebang, limit diameter tebang dan lain-lain. Simulasi memungkinkan proses trial and eror untuk mendapatkan angka AAC yang paling tepat untuk suatu bagian hutan tertentu Parthama 2002. Suhendang 1995 dalam Aswandi 2005 mengusulkan untuk menggunakan metode pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon yang merupakan modifikasi dari Metode Brandis untuk hutan alam di Indonesia. Pada metode Brandis, perhitungan jumlah pohon yang dapat ditebang diperoleh dari hutan tidak seumur yang homogen yang belum mengalami penataan hutan. Selanjutnya, Suhendang memodifikasinya untuk hutan tidak seumur yang homogen dan telah mengalami penataan hutan terlebih dahulu. Metode pengaturan hasil ini mensyaratkan penebangan pohon secara proposional untuk setiap jenis dan setiap kelas diameternya. Pengaturan hasil dengan dasar perhitungan potensi tegakan berdasarkan volume kurang mampu menerangkan gambaran keadaan tegakan sisa yang diperlukan sebagai persediaan dan pembinaan tegakan untuk rotasi tebang berikutnya. Penentuan etat berdasarkan volume hanya cukup berarti untuk memberikan gambaran ketersediaan bahan baku kayu bulat, namun kurang tepat bila dijadikan alat kendali kelestarian hutan alam produksi Suhendang 2005 dalam Muhdin 2012. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No. 8171Kpts-II2002 tentang kriteria potensi hutan alam produksi yang dapat memberikan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu IUPHHK pada hutan alam, mengatur bahwa hutan produksi yang dianggap masih produktif adalah areal hutan produksi dengan penutupan vegetasi berupa hutan alam sekunder atau primer dengan kriteria teknis menggunakan jumlah pohon per kelas diameter. Kriteria tersebut digunakan pula dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 88Kpts-II2003 tentang kriteria potensi hutan alam pada hutan produksi yang dapat dilakukan pemanfaatan hutan secara lestari. Dalam kedua aturan tersebut jumlah pohon berdasarkan kelas diameternya menjadi kunci pokok sebagai kriteria dalam menentukan produktif tidaknya sebuah areal hutan alam produksi Muhdin 2012.

III. METODOLOGI